The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)
04:35
The
Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love,
Music and Dreams’
다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum
iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author:
shytUrtle
. Rate:
Serial/Straight
.
Cast
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
Cinta,
musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat
dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik
memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik
menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang
dan hidup…
EPISODE
#8
Taerin
tersenyum manis pada Wonbin yang masih berdiri tertegun, membuka separuh pintu
dorm YOWL.
“Siapa
yang datang?” Jaejin menyusul. “Oh! Jaejoong, ini kejutan untukmu!”
Jaejoong
juga Minhyuk segera bangkit dari duduknya menuju pintu. “Eh, Taerin. Wah,
benar-benar kejutan.” Sambut Minhyuk hangat.
Taerin
pun masuk, namun sikap Jaejoong datar melihatnya. Jaejoong berharap Taerin
datang bersama Ai, namun ia tahu itu tak mungkin. Taerin datang berkunjung di
temani Seunghyun. Melihat ekspresi Jaejoong, Taerin paham jika kedatangannya
sedikit tak diharapkan, mungkin. Demikian pikir Taerin. Beruntung Minhyuk dan
Jaejin menjamunya juga Seunghyun dengan ramah. Taerin sedikit terhibur.
“Mereka
semakin akrab, apa mereka pacaran?” Jaejin berbisik. “Taerin dan Seunghyun?”
“Ah,
aku rasa tak mungkin. Taerin, Seunghyun. Sebenarnya aku menyukai gadis itu.
Manis dan pintar.” Minhyuk yang berada di dapur bersama Jaejin. Wonbin
menggeleng dan memilih masuk ke kamarnya usai minum.
“Jaejoong
tak mungkin mau punya adik ipar playboy sepertimu!” Olok Jaejin.
“Aku
tidak playboy! Tapi gadis-gadis itu yang mengejarku!”
“Ish!
Itu kau karena kau selalu tebar pesona. Dulu kau mengatakan sangat menyukai Ai.
Lalu ketika gadis-gadis itu muncul, kau seolah lupa pada Ai. Saat berkunjung ke
taman bunga milik Ai yang di rawat Keluarga Kang, kau juga sempat curi-curi
perhatian pada si bungsu Kang Jiyoung. Lalu sekarang, kau mengatakan menyukai
Taerin. Yang benar yang mana? Kesimpulanku, Kang Minhyuk itu playboy!”
“Kau
iri kan?”
“Ish!
Untuk apa aku iri??”
Jaejoong
duduk berhadapan dengan Taerin di ruang tamu. Seunghyun duduk di samping
Taerin. “Terima kasih telah menjaga Taerin.” Jaejoong memulai.
“Aku
tidak melakukan apa-apa, Hyung.”
Jaejoong
tersenyum tulus lalu menatap Taerin. “Semua baik-baik saja?”
“Em.”
Taerin mengangguk. “Hari jum’at adalah hari kunjungan keluarga bagi seluruh
artis yang berada dalam naungan Caliptra Seta Entertainment, itu dari informasi
yang aku dapat. Karenanya, aku kemari.”
“Apa
kabar Jeonggu Dong?”
“Ah,
ini sedikit rumit, Hyung. Tentang Ai Nuna, bukan? Setelah peristiwa tawuran
kala itu, masih perang dingin dengan para pembangkang, setahuku hingga kini.
Tapi ada rumor jika para pembangkang mulai mengibarkan berdera perang.”
Jaejoong
mengerutkan dahi. “Bagaimana di sekolah?”
“Beres,
sepertinya. Mungkin bantuan Viceroy. Para Pangeran itu terlihat menjaga Ai Nuna
dengan baik kini. Sedikit aneh memang, tapi menyenangkan, menurutku.”
Mimik
wajah Jaejoong berubah. Ekspresi Taerin turut berubah menatap Jaejoong. Ia
merengut. Terlihat tak menyukai obrolan ini.
“Tapi
Hyung jangan khawatir. Masih banyak yang memberi dukungan pada Ai Nuna di
Jeonggu Dong. Aku pun di pihaknya. Ai Nuna punya misi keren untuk Jeonggu Dong.
Aku ingin membantu itu. Tapia pa yang bisa aku lakukan?”
-------
Taerin
dan Seunghyun berjalan berdampingan menyusuri jalanan Jeonggu Dong yang
lenggang. Taerin menunduk dan diam sepanjang perjalanan.
“Ekspresimu
itu…” Seunghyun memecah kebisuan.
“Kau
ingin membantu Fujiwara Ayumu? Inilah saat yang baik. Kesempatan untukmu.”
“Aku
tak punya keahlian, Taerin. Kau tahu itu.”
“Kau
mahir memainkan gitar. Kau bisa mendekatinya.”
“Bisa
memainkan gitar dan mendekatinya?”
“Siapa
tahu Fujiwara Ayumu akan membentuk band baru, kau punya kesempatan mengisi
posisi gitaris bukan? Kau berbakat dan pantas di perhitungkan. Andai
orang-orang menyadari hal ini.”
“Setelah
YOWL terkenal? Ai Nuna akan mendirikan band baru? Aku rasa tidak. YOWL seperti
belahan jiwa bagi Ai Nuna. Apa kau tak menyadari bagaimana perubahannya setelah
YOWL pergi?”
“Hah,
semua orang memperhatikannya. Sepertinya hanya aku yang tak tahu. Itu adalah
pilihannya. Harusnya ia tahu konsekwensi dari tindakan yang ia ambil. Setelah
bertindak menjadi pahlawan, kini menyesalinya? Apa yang ia lakukan hanya untuk
menyelamatkan impiannya dan pertarungan pamor dari Viceroy dan Red Venus.”
“Maksudmu
menjadi terkenal? Itu bukan impian Ai Nuna.”
“Aku
lupa jika kau Yowlism yang sangat mengikuti perjalan karir mereka dan sangat
memperhatikan Fujiwara Ai Ayumu. Apa kau yakin dan bisa menjaminnya jika
menjadi terkenal bukanlah impian Fujiwara Ayumu? Kau berpendapat seperti yang
lain? Jika yang paling menginginkan hal itu adalah Jaejoong Oppa? Merubah image
Jeonggu Dong melalui musik YOWL. Siapa yang paling berambisi merubah image
Jeonggu Dong? Fujiwara Ayumu! Bukan Jaejoong Oppa. YOWL hanya alat bagi
Fujiwara Ayumu.”
“YOWL
bukanlah alat bagi Ai Nuna. YOWL tak akan berjalan hingga kini jika mereka tak
punya visi dan misi yang sama. Kau melihat mereka terlihat tak nyaman bersama
dalam YOWL? Aku tidak melihatnya. Bahkan rasa tak nyaman itu mencuat ketika
mereka terpisah. Mereka bekerja sama atas dasar suka sama suka, mau sama mau.
Tidak alat di peralat. Sama-sama menyukai musik, sama-sama ingin merubah citra
Jeonggu Dong.”
Taerin
mendengus kesal. “Bagian ini yang tak aku suka setiap kali kita membahas YOWL
dan Fujiwara Ayumu. Cek-cok. Maaf aku bukan Yowlism dan aku tak tahu banyak.”
Taerin terlihat kesal. Begitu dongkol terasa dalam dadanya. Ia berjalan pergi.
Seunghyun
menghela nafas dan menundukan kepala. Ia merasa bersalah, lagi. Seunghyun
kemudian berlari kecil mengejar Taerin.
***
Ai,
Minki, Kibum, Yongbae dan Wooyoung duduk mengitari meja kotak dalam basecamp.
Rapat kecil untuk evaluasi. Rutin mereka melakukannya sejak memiliki basecamp.
Masing-masing membawa buku yang mereka letakan di meja, tepat di depan mereka
duduk.
“Jika
kita bisa mendapatkan satu lahan kosong lagi, ini akan memudahkan kita, lebih
menghemat waktu karena kita akan memiliki tempat penyimpanan khusus untuk stok
bunga dan tanaman dari lading untuk Morning Glory Florist. Sejak YOWL menang
dan terkenal, kehidupan pribadi terungkap, Morning Glory Florist makin ramai.
Bersyukur karena ini. Di tambah proyek untuk seminar Nona Jang Nara kala itu. Sepertinya
Nona Jang Nara juga membantu promosi. Ikebana Morning Glory Florist makin
diminati.” Yongbae memulai laporannya.
“Yowlism
bersorak, akun resmi kita tak akan di tutup. Mereka menunggu Official Website
dari Caliptra Seta Entertaintment. Tapi masih ada perdebatan kecil antara
pendukung YOWL sekarang dan pendukung Ai. Beberapa memang menimbulkan komentar
pedas dan saling bash, semacam fanwar. Hehehe, maaf terlalu berlebihan.” Kibum
tak mau kalah. “Oya, bukankah ada lahan kosong tak jauh dari sini? Di samping
rumah Paman Hwang.”
“Tanah
itu milik Tuan Jeon. Aku tak yakin padanya. Sepertinya ia lebih condong pada
kubu lawan.”
“Kenapa
tidak mencoba bicara padanya? Jika tak dijual, kita bisa menyewanya. Akan lebih
mudah mengawasinya karena letaknya dekat dengan basecamp kita.”
“Pasti
akan memasang harga mahal.”
“Di
dekat florist tak ada kah? Aku rasa akan lebih aman di sana.” Sela Wooyoung.
“Tapi
di sana kawasan padat penduduk.” Jawab Yongbae.
“Benar
juga. Jika di dalam Jeonggu Dong, terlalu beresiko, menurutku.”
“Tapi
tujuan kita adalah menarik minat orang untuk melihat sisi lain Jeonggu Dong.”
“Itu
tidak akan berguna jika kita tidak bisa menjamin keamanannya.”
“Benar
juga.”
Semua
kembali diam. Yongbae berpikir lagi. Kibum pun sama. Wooyoung menatap Ai yang terus
menunduk menatap bukunya.
“Jika
kau berminat, aku akan mencoba bicara pada Tuan Jeon.” Kata Minki. “Tak ada
salahnya mencoba negosiasi.”
“Strategis
memang, namun tak akan mudah. Seperti yang di khawatirkan Yongbae, harga sewa
selangit. Dan Wooyoung, terlalu beresiko jika kita belum bisa menjamin
keamanannya.” Semua kembali diam.
“Ini
sepertinya akan jadi perang besar. Perebutan wilayah di Jeonggu Dong. Keren!”
Gumam Kibum. Kemudian ia tersenyum sendiri. Belakangan ini ia belajar ilmu
beladiri di bawah bimbingan Bibi Han. “Aku siap untuk perang!” Imbuhnya yakin.
“Pihak
lawan mulai mengumpulkan massa, aku rasa benar yang dikatakan Kibum. Akan jadi
perang besar. Mungkin juga pertumpahan
darah.” Sambung Yongbae. “Aku mulai membuat catatan penting. Seperti saran
Nona, memori otak kita tak selamanya bisa menampung banyak ingatan.” Kibum
menahan tawa mendengarnya.
“Apa
saja yang berhasil kau catat?” Tanya Wooyoung penasaran.
“Ehem!”
Yongbae berdehem, siap untuk presentasi. “Ini sendiri mengejutkanku, peminat seni
merangkai bunga ala Morning Glory Florist meningkat. Terutama ibu-ibu rumah
tangga di komplek kita. Mereka bertanya, apakah akan ada pelatihan gratis?
Beberapa pengunjung florist juga mengusulkan demikian, kenapa tidak membuka
pelatihan merangkai bunga? Kelas khusus merangkai bunga ala Morning Glory
Florist. Sebagian dari mereka mengaku Yowlism, pendukung YOWL dan Ai. Lalu
muncul juga pertanyaan dari beberapa orang, musisi jalanan, musisi amatir
Jeonggu Dong, apakah Nona berniat membentuk band baru?” Ai tersenyum mendengar
bagian ini. “Eung, eum, hanya ini, untuk sementara.”
“Kelas
merangkai bunga gratis harus segera di realisasikan. Ini aset.” Kibum antusias.
“Aset
untuk menarik perhatian orang tentang Jeonggu Dong? Ah, itu benar Nona. Aku
setuju dengan Kibum. Kita bisa melakukannya di sini.” Yongbae tak kalah
semangat.
“Tapi
butuh dana lagi bukan? Bagaimana kas kita? Setelah YOWL pergi, otomatis
pemasukan susut bukan? Hanya mengandalkan florist, ini sedikit tak adil.”
“Dana
bisa diatur.” Kata Ai. “Aku butuh jadwal basecamp. Kita harus menata ulang
jadwal jika ingin segera mewujudkannya. Tapi sebelum itu, kita harus berbenah
dahulu.” Ai kemudian mengurut keningnya.
Minki
meliriknya. Memperhatikan ekspresi Ai. “Jika untuk pelatihan, dana yang kita
miliki masih cukup.” Minki selaku pengatur keuangan meyakinkan.
“Masalahnya
untuk pembenahan ini, kita akan butuh lumayan banyak dana juga. Apalagi jika
negosiasi berhasil. Tapi tak perlu khawatir. Koleksi gitarku mungkin bisa
membantu.”
“Jangan
katakan kau akan melelangnya. Tidak, Ai. Jangan lakukan itu. Kau mengumpulkan
semua itu dengan susah payah.” Kibum keberatan.
“Semua
itu hanya titipan. Saat sudah tak berjodoh dengan kita, apa boleh buat?”
Kembali
hening. Semua paham, untuk mencapai tujuan ini tak hanya harus berperang
melawan ‘para pembangkang’, tapi juga membutuhkan modal yang tidak sedikit.
Sejak memiliki keinginan untuk merubah citra Jeonggu Dong, Ai telah
mengeluarkan banyak dana. Dengan dikibarkannya bendera perang dari pihak lawan,
ini akan semakin mempersulit keadaan dan pasti menambah biaya untuk pendanaan
setiap proyek yang akan dimulai. Yongbae menatap Kibum dan Wooyoung yang
tertunduk. Ai mengurut keningnya. Minki sibuk dengan buku catatan di
hadapannya.
“Oh!”
Wooyoung yang kebetulan duduk mengahadap pintu kaget saat mengangkat kepala.
Semua
turut menatap ke arah pintu basecamp yang terbuka pada satu sisi daun pintu
saja. Shin Ae sudah masuk dan berdiri dengan pose bak super model yang menjadi
iklan sebuah produk. Shin Ae tersenyum lebar. Kemudian kedua tangannya ia
rentangkan semakin membuat penasaran orang-orang yang sedang duduk mengitari
meja ini. Shin Ae kembali tersenyum melihat ekspresi penasaran Yongbae, Ai,
Minki, Wooyoung dan Kibum. Bibi Han, Yoo Jaesuk, Choi Seunghyun (TOP), dan Tuan
Jeon masuk, berdiri di samping kanan dan kiri Shin Ae. Ai terkejut melihat
kedatangan orang-orang ini ke basecamp. Sampai-sampai Ai bangkit dari duduknya,
masih tertegun menatap ke arah pintu. Kelima orang ini berjalan mendekat.
Minki, Yongbae, Kibum dan Wooyoung turut berdiri. Bibi Han, Yoo Jaesuk, Choi
Seunghyun, Shin Ae, dan Tuan Jeon berhenti. Dua kubu ini saling menatap.
Sejenak suasana jadi hening.
“An-da
sekalian, kemari?” Tanya Yongbae.
“Ada
rencana bagus tapi tak membaginya dengan kami. Kalian lupa dulunya tempat ini
milik siapa?” Jawab Bibi Han.
“Bendera
perang telah dikibarkan. Sudah waktunya menentukan pilihan, mana yang akan
didukung.” Sambung Yoo Jaesuk.
“Kami
datang untuk memberi dukungan pada Nona Besar.” Choi Seunghyun yang lebih di
kenal sebagai TOP melanjutkan.
“Silahkan
duduk.” Kibum minggir dan segera berdiri di belakang Ai bersama Minki. Wooyoung
dan Yongbae menyusul. Ai turut duduk bersama Bibi Han, Yoo Jaesuk, TOP dan Tuan
Jeon. Ai menatap Bibi Han.
“Bukan
aku yang membujuk mereka. Sungguh. Mereka datang padaku dan kami bersama-sama
kemari.” Sanggah Bibi Han. Lalu Ai beralih menatap Shin Ae.
“Aku
hanya mengantar saja.” Jawab Shin Ae sambil tersenyum nyengir.
Ai
menghela nafas, berlaih menatap Jaesuk. “Aku tidak melakukan apa-apa walau dari
awal aku di pihakmu. Ups, maksudku di pihak Nona.”
“Ini
membuatku sangat tersanjung. Terima kasih, apapun alasannya.” Kata Ai.
“Ada
yang ingin membawa Jeonggu Dong pada arah yang lebih positif, bagaimana aku tak
tertarik?” Ungkap Jaesuk. “Gunakan aku, seperti yang sudah-sudah.”
“Walau
aku sempat meragukan Nona, tapi sekarang aku bisa yakin sepenuhnya.” TOP
tersenyum tulus.
“Semua…
tahu??” Ai menatap Bibi Han. Bibi Han mengangkat kedua bahunya. “Aku tahu Bibi
sedang berbohong!” Ai lengkap dengan tatapan tajamnya. Mengadili Bibi Han.
Bibi
Han menghela nafas. “Beberapa waktu lalu Tuan Besar Jung kembali berkunjung,
mengumpulkan sisa-sisa orang kepercayaannya di Jeonggu Dong. Hanya untuk
menitipkan Nona pada kami, tak lebih.”
“Walau
aku banyak berhutang budi pada Tuan Besar Jung, tapi bukan itu yang menjadi
alasan aku mendukung kubu ini. Semangat dan kerja keras kalian, itu membuatku
salut sekaligus iri. Terlebih untuk Nona yang bertahan tak menunjukan jati diri
sebagai putri bungsu Tuan Besar Jung. Membuatku salut. Betapa beraninya gadis
kecil ini. Apa yang membuatnya begitu percaya diri dan merasa mampu?”
“Ini
terlalu berlebihan. Terima kasih. Karena Jeonggu Dong adalah tanah kelahiran
mendiang ibu dank arena aku sempat merasa terasing ketika di luar sana. Merasa
tak nyaman juga taka man. Aku tak ingin selamanya generasi yang lahir dan
tumbuh di Jeonggu Dong merasakan apa yang kami rasakan. Itu saja.” Ai diam
sejenak. “Lalu Tuan Jeon?”
“Gadis
kecil itu,” Tuan Jeon menggerakan kepala menunjuk Shin Ae, “terus membicarakan
keluhan Yongbae tentang rencana pengembangan basecamp ini. YOWL yang telah
pergi juga tentang visi misi basecamp ini, hampir setiap hari, setiap kali ia
membantuku mengantar pesanan susu kedelai. Aku membayangkan betapa menyenagkan
dan menguntungkannya jika orang-orang diluar sana lebih mengenal kita. Tidak
hanya sebagai kampung preman, penjahat dan berandalan. Jika pemikiran mereka
berubah tentang Jeonggu Dong. Orang-orang dengan kemampuan minim seperti kami
seolah mendapat angin segar mendengar visi dan misi basecamp ini. Aku tahu ini
tak akan mudah, tapi aku telah memutuskan untuk mendukung Nona Fujiwara.
Basecamp… aku rasa tempat ini harus punya nama.”
“Ai
sedang memikirkannya.” Ungkap Kibum bangga.
“Aku
tak bisa menjanjikan apa-apa, karena sampai detik ini, tak ada yang bisa aku
lakukan. Ini tak semudah yang aku bayangkan. Tapi jika Anda sekalian benar
ingin bekerja sama, kami membuka pintu lebar-lebar.”
Semua
diam, saling melempar pandangan. “Tak ada yang bisa aku lakukan?” Kata Jaesuk
tiba-tiba. “Lalu kemenangan YOWL? Langkah awal sudah dimulai, bahkan jauh
sebelum YOWL memenangkan festival musik itu. Virus Jeonggu Dong mulai melanda
Hwaseong Academy bukan?” Semua tertawa.
“Tuan
Jeon, lahan kosong di samping rumah Paman Hwang, apakah akan di biarkan
terbengkalai seperti itu?” Tanya Yongbae.
“Aku
tidak bisa menjualnya, tapi jika dibutuhkan, kalian bisa memakainya.”
“Memakai
saja atau menyewa?” Goda Kibum.
“Tentu
saja menyewanya.” Jawab Tuan Jeon yang kemudian diikuti tawa yang lain.
Ai
tersenyum lega. “Terima kasih Tuan Jeon. Terima kasih Bibi Han, Paman Jaesuk
dan… TOP Sunbaenim.”
“Sunbaenim??
Hahaha… OK, OK.” TOP terbahak mendengar dirinya di sebut sebagai senior.
“Kalian
tega sekali meninggalkan aku!” Pria paruh baya itu buru-buru masuk basecamp.
“Apa tukang tahu ini tak boleh bergabung juga?!” Protesnya kesal.
“Paman
Hwang??” Lagi-lagi Ai dan teman-temannya dibuat terkejut.
“Anak
nakal! Kau lupa siapa yang mengajari anak-anak YOWL bermain alat musik
tradisional?” Sambil memukul pelan kepala Ai.
“Maafkan
aku Paman.”
“Aku
hanya bercanda. Jangan buang waktu lagi. Ayo kita mulai perjuangan kita.”
Ai
tersenyum menatap kehangatan kebersamaan dalam basecamp malam ini. Ia terharu
dan tersanjung karena ulah orang-orang ini. Air mata itu hampir tumpah, Ai berusaha
keras menahannya dan terus tersenyum bersama-sama orang-orang ini.
-------
Minki
dan Kibum yang berjalan di samping kanan dan kiri Ai ikut senyum-senyum sendiri
melihat ekspresi berseri Ai.
“Benar-benar
tak terduga ya?” Kibum memulai obrolan. “Aku jadi makin percaya pada kutipanmu
ini, orang dengan niat baik pasti akan selalu dinaungi dengan kebaikan pula
walau jalan yang ia lalui sangat terjal.”
“Aku
sangat bersemangat saat ini. Bersama-sama kita akan memulai perjuangan ini.
Tapi aku tak mau ada pertumpahan darah. Para pembangkang itu pasti akan main
kotor nantinya. Kita akan mengerjakannya satu per satu. Ah, rasanya ingin
berhenti sekolah saja. di sana sangat membosankan dan di sini sangat
menyenangkan.”
“Eits!
Kau lupa apa kata Paman Jaesuk tadi? Virus Jeonggu Dong mulai melanda Hwaseong
Academy bukan? Nah, kita selangkah lebih maju, kenapa kau malah ingin mundur?”
Ai
menghela nafas panjang. “Sempat terpikir olehku.”
“Urungkan
saja.” Kibum merangkul Ai. “Seperti yang kau katakan, kita akan mengerjakannya
satu per satu.”
“Gemar
sekali mengulang kutipan orang.” Olok Minki sambil tersenyum kecil.
“Aku
tak pandai berkata bijak sepertimu, Hyung.”
“Oya,
besok kau ikut mengunjungi YOWL?” Ai terdengar ringan.
“Besok??
Bukannya hari kunjungan keluarga adalah hari ini?”
“Kau
lupa jika kita ini tim inti dari YOWL? Kita punya tiket emas.” Minki ikut
merangkul Ai. “Ikut tidak?”
“Tentu
saja. Aku juga kangen Jaejin.”
“Omo!
Jadi benar terjadi sesuatu diantara kalian? Kibum dan Jaejin saling…” Ai
kemudian berlari.
“YA!
Apa yang kau katakan! Jangan menyebarkan gosip!” Kibum terus ngomel dan
mengejar Ai.
Minki
tersenyum dan menggeleng pelan. Ia menghela nafas kemudian. Ia sedikit lega.
Setidaknya malam ini ia kembali melihat senyum riang Ai yang seolah tenggelam
belakangan ini.
***
Sabtu
yang lumayan sibuk bagi Ai. Di mulai pertemuan pagi dengan Nyonya Shin, nenek
Hyuri. Ai memenuhi panggilan Nyonya Shin pagi ini. Seperti biasa, dalam
kunjungan kali ini Ai juga membawa Ikebana untuk Nyonya Shin.
“Kali
ini kau membawa rangkain bunga yang berbeda.” Setelah membawa Ai duduk di ruang
keluarga.
“Untuk
permintaan maaf saya pada Nyonya. Hampir saja saya mencelakai Hyuri. Selain
itu, saya juga kembali membuat kekacauan dalam Hwaseong Academy. Saya
benar-benar minta maaf untuk semua kekacauan ini.” Ai menundukan kepala
dalam-dalam.
“Kau
pikir aku memintamu datang hari ini karena alasan itu?”
Ai
kembali mengangkat kepala dan menatap heran Nyonya Shin. “Tentu saja. Tak ada
alasan lain, bukan?”
“Nenek
terus mengkhawatirkanmu.” Sela Hyuri. “Karena itu aku mengundangmu kemari. Jika
bertatap muka langsung seperti ini bukankah lebih baik?”
“Nyonya
mengkhawatirkan saya?”
“Setelah
kecelakaan itu, lolosnya YOWL tanpa dirimu dan tawuran itu. Aku tak yakin jika
kau benar baik saja. Dokters Song juga sempat bercerita tentang Hyuri. Maafkan
kami.”
“Nyonya
tak harus minta maaf. Tuan dan Nyonya Song wajar melakukan hal itu.”
“Membuat
Hyuri ku bersedih lagi kau nilai wajar?”
“Maaf.”
“Benar
ini tak mudah bagimu, bukan?”
“Itu
benar.” Ai mengangguk. “Beruntung saya memiliki orang-orang hebat di sekitar
saya. Salah satunya, Song Hyuri.” Hyuri tersipu mendengarnya. “Lalu, apakah
benar saya akan di keluarkan dari sekolah?”
“Tanpa
meragukanmu, aku yakin kau telah siap untuk konsekwensi apapun dari insiden itu.
Tapi, aku akan tetap mempertahankanmu dalam Hwaseong Academy.”
“Apa
ini permohonan Hyuri??” Hyuri segera menggeleng antusias. “Tolong jangan
berbelas kasih pada saya. Jika peraturannya demikian, Nyonya harus tetap
menegakannya.”
“Sedikit
fatal memang, tapi tak adil jika hanya menilai dari satu sisi yang kontra
terhadapmu. Aku juga meminta pendapat sisi yang pro padamu. Mungkin kau sendiri
tak menduganya. Sisi pro lebih banyak daripada kontra. Bukan hanya dari
pendapatku sendiri, karena dukungan sisi pro juga yang membuatku
mempertahankanmu.”
“Aku
harus berterima kasih pada sisi pro, siapapun mereka.”
“Jadilah
seperti batu karang yang tetap berdiri tegar walau di terjang ribuan ombak.”
Obrolan
berlangsung cukup lama dan hangat. Ai kembali mendapat angin segar. Ia
menimbang ulang keputusannya untuk mengundurkan diri dari Hwaseong Academy.
Seperti yang dikatakan Nyonya Shin, ini akan membawa dampak juga pada YOWL yang
sedang serius memulai karir mereka. Ai berhenti di depan gerbang.
“Kenapa
tak tinggal lebih lama?”
“Aku
sangat sibuk hari ini. Kau bosan di rumah?” Hyuri mengangguk. “Telfom Myungsoo,
ajak dia pergi.”
“Tanpamu
mana bisa.”
“Hah,
benar-benar menyesal. Aku tak bisa membantumu kali ini.”
“Tak
apa. Kau sudah banyak berkorban untukku.” Hyuri tersenyum tulus.
Ai
membalas senyum lalu pamit pergi.
***
“Hah,
lelahnya.” Keluh Minhyuk saat memasuki dorm YOWL. “Omo! Apa yang terjadi?” Ia
terkejut melihat dorm sudah bersih dan rapi.
Jaejin
menyelinap masuk. “Apa aku tak salah lihat?”
Jaejoong
dan Wonbin masuk berurutan. Tak jauh beda dari Minhyuk dan Jaejin, keduanya
juga terkejut melihat dorm sudah bersih dan rapi. Hidung Jaejin mengendus bau
masakan sedap dari dapur. Ia bergegas menuju ke sana di susul Minhyuk, Jaejoong
dan Wonbin.
“Kibum???”
Jaejin seolah tak percaya pada apa yang di lihatnya. “Kau di sini??”
“Bagaimana
kau bisa masuk?” Tanya Minhyuk.
“Kau
yang membersihkan semua?” Sambung Jaejoong.
“Kau
sendirian?” Wonbin turut bertanya.
“Biar
aku selesaikan ini dulu. Silahkan istirahat dan menunggu.” Kibum tak menjawab
semua pertanyaan itu.
“Aku
bantu!” Jaejin berubah antusias kemudian benar membantu Kibum memasak.
“Aku
akan menyiapkan meja makan!” Minhyuk pun tak kalah antusias.
‘Kibum
di sini? Sendiri?’ Batin Jaejoong sambil berjalan menuju kamarnya.
Jaejoong
terbelalak ketika membuka pintu kamarnya. Ai sibuk merapikan kamar Jaejoong
dengan menggunakan satu tangannya. Jaejoong mengerjapkan mata. Ini kenyataan.
Ia tersenyum lebar.
“Oh!”
Ai menoleh dan menyadari keberadaan Jaejoong. “Kau sudah pulang?” Sambil
melepas headset di kedua telinganya.
Jaejoong
menghampiri Ai dan langsung memeluknya. “Ini benar-benar kau,” bisiknya.
“Hey,
ini hanya aku.” Ai merasa sikap Jaejoong berlebihan.
“Biarkan
seperti ini, sebentar saja.” Jaejoong masih berbisik.
-------
Minki
kembali membawa banyak belanjaan. Wonbin segera membantunya.
“Itu
nanti saja. kita makan dulu.” Kata Kibum sambil membawa hidangan terakhir ke
meja makan.
Minki
dan Wonbin bergabung bersama yang lain, duduk mengitari meja makan. Bersiap
makan siang. Kibum memimpin do’a sebelum mereka semua makan. Dorm terasa hangat
dan riang siang ini. Ada canda tawa di sela makan siang bersama. Akhirnya
mereka bisa berkumpul bersama lagi hari ini. Jaejin dan Minhyuk bagai burung
yang bersiul bersahutan. Keduanya tak hentinya bercerita.
Usai
makan siang, Jaejin membantu Kibum merapikan meja dan mencuci semua peralatan
masak dan makan. Minhyuk membantu Minki menata buah-buahan dan makanan di
kulkas. Ai, Jaejoong dan Wonbin duduk di ruang tamu.
“Syukurlah
jika tidak ada teror yang dikirim pada kalian.” Ai lega.
“Tiba-tiba
bertanya demikian, pasti terjadi sesuatu.” Wonbin curiga.
“Aku
tahu aku tak bisa bohong pada kalian.” Ai lebih fokus menatap Jaejoong.
“Ada
hubungannya denganku?” Tanya Jaejoong.
“Janji
tak akan marah, baru aku mau cerita.” Ai mengajukan syarat. Jaejoong diam
sejenak lalu mengangguk. “Sebelumnya aku katakan, ini tak seperti yang kalian
kira.” Ai menyerahkan amplop coklat yang baru ia keluarkan dari tasnya pada
Jaejoong.
Wonbin
lebih merapat pada Jaejoong. Ia penasaran pada isi amplop itu. Jaejoong
terbelalak kaget melihat foto Youngduk memegang tangan Ai. Tampak begitu mesra
dengan duduk berhadapan seperti itu. “Bagaimana ini terjadi?!” Nada bicara
Jaejoong sedikit naik.
“Kau
janji tak akan marah.”
“Kenapa
dia memegang tanganmu seperti ini? Kalian, bagaimana bisa bersama seperti
ini??”
“Biarkan
Ai menjelaskan lebih dulu.” Wonbin terdengar tenang.
“Puncak
kekacauan saat Kepala Sekolah memanggilku ke kantornya. Kim Youngduk
Songsaengnim sengaja menungguku. Kami kemudian duduk bersama di kantin dan
ngobrol sebentar. Beliau berterima kasih untukmu.”
“Tapi,
tapi kenapa sampai memegang tanganmu??” Jaejoong masih tak terima.
Ai
menghela nafas kesal. “Aku percaya padamu.” Kata Wonbin. “Apa foto ini di
sebarkan?” Wonbin seolah tak menyadari ekspresi kesal Jaejoong.
“Hanya
di kirim pada Daehyun.”
“Daehyun??
Jung Daehyun? Kenapa Daehyun??” Tanya Jaejoong lagi-lagi dengan nada tak
bersahabat.
“Itu
juga yang menjadi pertanyaan di otakku!” Ai turut kesal dibuatnya. “Aku penasaran
apa tujuan sebenarnya dari pelaku. Jika ingin mengacaukan Jaejoong atau
Hanbyul, pasti foto ini akan langsung tersebar seperti sebelumnya.”
“Kau
yakin pelakunya sama?” Wonbin masih menyikapinya dengan tenang.
“Entahlah.
Rumit. Aku sempat khawatir Jaejoong juga mendapatkan paket ini dan
mengacaukannya.”
“Jelas
bukan aku, tapi kau.” Tegas Jaejoong. “Jung Daehyun adalah sepupu Jung Jinwoon.
Kalian masih saudara. Tujuannya kau, bukan aku.”
“Masuk
akal.” Wonbin setuju. “Kau mencurigai seseorang?”
“Saat
ini ada, tapi aku tak yakin. Jika benar sasarannya adalah aku, pasti setelah
ini akan muncul kejutan lagi.”
-------
Semua
sudah duduk di ruang tamu. Ai menyimpan kembali amplop coklatnya 15 menit lebih
cepat sebelum semua duduk berkumpul seperti ini. Topik obrolan beralih. Mereka
membahas tentang YOWL dan agensi baru mereka.
“Jika
kau tak membantu, mungkin YOWL akan benar-benar di obrak-abrik olehnya.
Bagaimana ia menjabarkan apa itu YOWL, benar-benar mengerikan. Dia menyebut
rangkaian kacau itu sebagai sempurna. Aneh.” Minhyuk menutup ceritanya.
“Bukankah
artinya memang keren? Raja-raja pembawa melodi yang terkenal di seluruh dunia.
Yuen, Odell, Wang, Leroy. Harapan yang bagus.” Komentar Ai.
“Coba
kau dengar rangkaiannya? Aneh bukan? Bagaimanapun YOWL adalah Young, Ordinary,
Wild and Lovely! Menggabungkan kata seenaknya.”
Ai,
Kibum dan Minki tersenyum menanggapinya. “Oya, aku lupa. Aku punya sesuatu
untuk kalian.” Kata Ai. Minki membantunya mengambil barang yang di maksud dalam
tas. Ai kemudian membagikan empat kotak kecil pada Jaejoong, Wonbin, Minhyuk
dan Jaejin.
Jaejoong,
Wonbin, Jaejin dan Minhyuk mengambil kotak untuk mereka masing-masing dan
membukanya bersama. Masing-masing mendapatkan kalung dengan liontin inisial Y
untuk Jaejoong, O untuk Wonbin, W untuk Jaejin dan L untuk Minhyuk.
“W…”
Bisik Jaejin, “huruf ini untukku??” Ia menatap Ai dengan mata berbinar.
“Em,”
Ai mengangguk mantab, “Wren of YOWL.”
“Wren??”
“Wren
adalah jenis burung penyanyi. Ia memiliki kicauan yang merdu dan bulu yang
indah. Biru… tidak hanya cantik, namun pandai bernyanyi juga. Itu kau, Lee
Jaejin.”
“Itu…
aku?? Ah…” Jaejin terlihat paling berseri kini. “Kau tahu aku suka warna biru,
wren, nanti akan aku cari gambarnya. Aku penasaran. Terima kasih telah
mempercayakan huruf W dari YOWL padaku dan memberiku julukan indah itu.”
Semua
tertawa bersama.
***
Jaejoong
duduk sendiri di teras dorm YOWL di lantai 2. Berseri dan senyum-senyum
sendiri, ia mengamati kalung pemberian Ai. Wonbin yang baru sampai turut
tersenyum melihat tingkah Jaejoong.
“Masih
sama? Tak berubah?” Wonbin duduk di depan Jaejoong.
“Oh!”
Jaejoong terkejut dan segera menyimpan kembali kalungnya. Jaejoong kelincutan,
wajahnya segera bersemu pink.
Wonbin
menahan senyumnya. “Foto itu, kau punya gambaran pelakunya?”
“Oh,
itu. Eum, entahlah. Apa mungkin itu juga ulah Junhyung? Aku rasa tak mungkin,
tapi bisa jadi iya. Tidak mungkin juga itu Hyuri seperti yang pernah aku
curigai sebelumnya. Dia di pihak kita hingga kini.”
“Hah,
andai bisa segera kembali ke sekolah.” Keduanya kembali terdiam. “Jadi benar
ya?” Jaejoong kembali menatap Wonbin. “Masih sama, tak berubah. Kau masih
menyukainya. Ai.”
“Ah,
itu…”
“Tidak
perlu menjawabnya.” Wonbin tersenyum semakin membuat wajah Jaejoong memerah.
“Tapi
dia telah memilih Jang Hanbyul. Ai memberikan semua yang aku perlukan bahkan
mewujudkan apa yang aku impikan, tapi apa yang aku buat untuknya?”
“Kau
tahu apa kesalahanmu?”
“Iya.
Aku terlambat menyadari dan meragukan perasaanku sendiri pada Ai. Hanbyul
datang di saat yang tepat. Aku terlalu pengecut dalam urusan ini. Aku
mengabaikan semua perhatian dan kasih sayang Ai yang ia berikan padaku, sejak
awal kami bersama.” Jaejoong tertunduk lesu, menyesali semua.
“Kau
menyesalinya kini?”
“Iya.
Walau aku tahu itu tak berguna.”
“Semakin
menyesalinya saat kita terpisah.”
Jaejoong
menghela nafas. “Diantara kita, hanya kau yang paling memahaminya.”
“Tidak
juga. Dia itu sulit sekali di raba. Aku rasa Minki Hyung yang paling paham
tentangnya.”
“Apa
kau pernah menyukainya?”
“Siapa
yang tak tertarik padanya? Bahkan Viceroy juga tergoda. Sayang, kita semua
pecundang. Hanya Hanbyul yang yakin pada apa yang ia rasa, sejak awal.”
Jaejoong tersenyum kecil mendengarnya. “Kita memilih jalan kita sendiri-sendiri
untuk mengekspresikan rasa suka itu pada Ai. Aku anak tunggal. Kehadiran Ai
mewujudkan salah satu impianku, memiliki adik perempuan.”
“Dan
kami bertiga adalah saudara seumuran.” Minhyuk bergabung bersama Jaejin.
“Apa
yang kalian bicarakan dibelakang kami?” Canda Jaejin.
“Hah…
aku tidak hanya malu pada diriku sendiri, juga pada Ai, tapi bertambah pada
kalian juga.” Ungkap Jaejoong.
“Kau
meragukan perasaanmu sendiri, bagaimana kami bisa mempercayakan Ai padamu?”
Kata Jaejin.
“Benar
kali ini Ai bersama Hanbyul. Tapi kita tak tahu bagaimana esok dan hari-hari
selanjutnya. Aku rasa kau, aku, Jaejin, Wonbin dan kita semua memiliki
kesempatan yang sama. Hanya saja masalah takdir, itu yang kita tak tahu. Jodoh
dan takdir itu rahasia Tuhan.” Kata Minhyuk.
“Ish!
Gaya bicaramu!” Olok Jaejin.
“Sekarang
baru kau sadari bukan? Kalau apa yang aku katakan tempo hari benar adanya.
Mengejar Noh Yiyoung hanya membuang waktu dan membuatmu menyesal pada akhirnya.
Kau terlampau memuji gadis itu, tapi apa yang kau temukan? Dan dengan memujanya
yang terlalu itu, kau menjual murah harga dirimu di depan Yiyoung. Hingga kau
tak menyadari jika di sisimu ada seseorang yang sangat memperhatikan dan
menyayangimu tanpa syarat yaitu Ai. Saat kau sadar, BLAR! Seperti kisah romance
kebanyakan. Kau tak mendapatkan keduanya.” Imbuh Minhyuk.
“Dia
semakin pandai merangkai kata. Lupakan saja apa yang ia katakan.” Lagi-lagi
Jaejin mengolok.
“Aku
bicara tentang kenyataan!” Protes Minhyuk.
“OK,
ini salahku. Aku minta maaf. Maaf atas semua kebodohanku.” Ungkap Jaejoong
menyesal.
Wonbin berdiri
dan mengulurkan tangan kanannya sambil tersenyum. “Berjanji untuk maju terus,
membawa YOWL pada puncak?”
“Ayo,
kita tunjukan pada dunia, satu sisi Jeonggu Dong.” Jaejin meletakan tangan
kanannya diatas tangan Wonbin.
“Bahwa
dalam Jeonggu Dong yang suram, ada tempat terang penuh kasih, tempat dimana
YOWL lahir.” Sambung Minhyuk meletakan tangan kanannya diatas tangan Jaejin,
“Young,
Ordinary, Wild and Lovely! YOWL!” Seru Jaejoong.
“AUUUUUWWW!!!!!”
Mereka kompak meraung.
Taehee
yang sudah berdiri di pintu bersama Sukjin tersenyum melihatnya.
***
---TBC---
shytUrtle
0 comments