The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)
07:44
The
Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love,
Music and Dreams’
다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum
iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author:
shytUrtle
. Rate:
Serial/Straight
.
Cast
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
Cinta,
musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat
dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik
memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik
menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang
dan hidup…
EPISODE
#9
Lama
tak mengamen di Hongdae, Ai merasa rindu pada tempat itu. Minki menuruti
permintaan Ai dan membawa adik kesayangannya itu ke Hongdae. Ai berdiri sambil
mengamati sekitar. Banyak kenangan di tempat ini. Di sini pula pertama kali Ai
bertemu Myungsoo. Minki yang berdiri di samping Ai tersenyum memperhatikan Ai.
Kebetulan
Myungsoo keluar untuk mengusir lelahnya. Tanpa sengaja Myunsoo melihat Ai dan
Minki. Senyum terkembang di wajah Myungsoo dan ia berlari kecil mendekat.
“Fujiwara,
kau kemari?” Sapaa Myungsoo. Ai tersenyum dan mengangguk. “Annyeong, Hyung.”
Tak lupa Myungsoo menyapa Minki yang menjawabnya dengan tersenyum manis.
Myungsoo menghela nafas turut mengamati sekitar. “Setiap kali berada di sini,
atau hanya sekedar menatap tempat ini, aku selalu teringat bagaimana kita
bertemu, pertama kali.” Myungsoo tersenyum mengenangnya. “Uang itu, aku
menyimpannya, akan aku abadikan.”
“Mengabadikannya?
Jadi, kala itu, kau benar pernah menyukai aku?”
“Men-menyukaimu???”
Wajah Myungsoo kontan bersemu merah. Minki tersenyum melihatnya. “Aku hanya
penasaran. Itu saja!” Elak Myungsoo. Ai tersenyum dan kembali mengamati
keramaian di sekitarnya. Myungsoo menggaruk kepalanya, salah tingkah. “Terserah
kau menyebutnya apa, tapi jujur saja aku penasaran dan sempat benar-benar
memperhatikanmu. Lalu semua itu mempertemukan aku dan Hyuri, terima kasih.”
“Takdir.”
“Ah,
iya itu, takdir. Kau pasti juga tak menyangka sebelumnya jika pada akhirnya kau
akan memilih Hanbyul. Aku heran bagaimana kau bisa jatuh hati padanya.”
“Takdir.”
“Ish!
Tapi melihat perjuangan Hanbyul dan pendiriannya… itu membuatku salut. Hal itu
yang mengajarkan aku untuk jujur mengakui perasaanku pada Hyuri.” Myungsoo
kemudian menatap ke arah restoran. Tampak sang Mama sudah menunggunya. Nyonya
Kim melambaikan tangan pada Myungsoo. “Maaf aku harus pergi. Hyung, aku pergi
dulu.” Myungsoo pamit kemudian berlari kecil menuju sang Mama.
Ai dan
Minki berdiri berdampingan, sama-sama menatap Myungsoo.
Cret!
Kilatan
cahaya itu membuyarkan konsentrasi Ai dan Minki seketika. Ai dan Minki kompak
menoleh ke arah kilatan cahaya dari kamera itu berasal. Dan beberapa kilatan
cahaya berikutnya kembali menyerbu Ai dan Minki hingga keduanya mengangkat satu
tangan mereka untuk menahan silau dari kilatan cahaya kamera itu.
Gadis
manis ini tersenyum lebar sambil menurunkan kameranya, seolah ia tak berdosa
telah memotret Ai dan Minki berulang kali. Ai berkerut menatapnya.
“Akhirnya
kau kembali!” Seru gadis yang masih memegang kamera di tangannya itu riang. “Hallo!
Moshi! Moshi! Aku Song Ha Mi. Aku Yowlism! Dan aku sangat mengidolakanmu,
Ai!!!” Song Hami memperkenalkan diri dengan antusias. “Aku murid Orenji
Highschool jurusan Fotografi. Dua tahun ini aku terus mengikuti segala sesuatu
tentang YOWL. Sepak terjang kalian, itu sungguh menakjubkan! Aku mendukung YOWL
juga kau, Ai.”
“Senang
bertemu denganmu.” Ai tersenyum kecil dan mengulurkan tangan.
“Omo!”
Hami menatap heran Ai. Ia seolah tak percaya, seorang Fujiwara ‘Ai’ Ayumu
tersenyum ramah dan mengulurkan tangan padanya. Hami kembali tersenyum lebar,
menggenggam erat tangan Ai dan menggoyangnya antusias. “Sering aku kemari, tapi
baru kali ini melihatmu lagi di sini. Ini menyenangkan!” Hami masih bersalaman
dengan Ai dan masih menggoyangnya.
“Terima
kasih.” Ai memaksa menarik tangannya kembali.
“Oh,
maaf. Aku terlampau senang.” Hami tersenyum sungkan. “Jadi, kalian akan
mengamen malam ini? Oh, aku sungguh mengharapkan kalian menjawab, iya! Oh! Maaf
sampai lupa menyapa. Hallo, Minki-ssi.” Hami seolah baru menyadari keberadaan
Minki yang sedari tadi berdiri di samping Ai. “Aku sangat senang melihat kalian
bersama seperti ini, sungguh figure kakak beradik yang sempurna. That’s
perfect!”
“But
nobody’s perfect.” Ai meralat.
“Ah,
you’re right! Well, you wanna sing for me tonight?”
“That's
the reason why we’re come over here tonight. So, please take a seat.” Jawab
Minki sembari tersenyum dan merangkul Ai.
“Oh!
That’s perfect! Aku akan duduk dengan baik di sana, melihat kalian, OK!” Hami
tersenyum dan mundur tiga langkah lalu duduk di atas jalanan Hongdae.
Senada
dengan Hami, Ai duduk di atas jalanan Hongdae. Menunggu Minki mempersiapkan
gitar akustiknya. Hami siap dengan handycam-nya. Minki selesai menyiapkan
gitarnya. Ia menatap Ai yang berarti sebuah pertanyaan, ‘Kau ingin kita membawakan lagu apa?’
“More
Than Words, do you mind?” Ai menatap Hami. Hami hanya menjawabnya dengan
mengacungkan jempol tangan kanannya pada Ai. “OK. More Than Words, Westlife
version Oppa.” Pinta Ai.
‘Westlife version?’ Batin
Hami sambil menatap heran Ai.
Minki
mengangguk dan mulai memainkan gitarnya. Lalu Ai bernyanyi menemani iringan
gitar Minki. Hami terus mengembangkan senyum, menikmati pertunjukan Ai dan
Minki sambil merekamnya. Satu demi satu orang berhenti. Turut menyaaksikan
pertunjukan Ai dan Minki. Jumlah penonton yang berkerumun lumayan banyak malam
ini. Hami tersenyum puas mengamati sekelilingnya.
Ai dan
Minki tadinya hanya berniat membawakan satu lagu saja. Malam ini tak ada misi
pertunjukan di Hongdae seperti yang sudah-sudah. Hanya berniat berkunjung untuk
melepas rasa rindu Ai pada Hongdae. Melihat kerumunan penonton dan permintaan
mereka untuk kembali membawakan satu lagu, Ai dan Minki pun tak bisa menolak.
Ai dan Minki tampak berunding sejenak.
“Ok,
next song, Yui-Understand.” Kata Ai sebelum memulai kembali pertunjukannya.
Minki
kembali memainkan gitarnya. Terdengar tepukan tangan penonton mengiringi
petikan gitar Minki. Ai kembali bernyanyi. Malam ini rindu Ai pada Jeonggu Dong
terobati sudah.
“Sebelum
berpisah, bisakah kita foto bersama?” Pinta Hami. “Bisa ya, ya, ya…” Hami kali
ini dengan wajah lebih memelas.
Minki
merangkul Ai, membawanya memenuhi permintaan Hami. Mereka kemudian berfoto
bersama.
***
“Morning!!!”
Hami merangkul Hyerin dan Sunyoung dari belakang. Membuat kedua sahabatnya itu
sedikit terkejut.
“Senang
sekali pagi ini.” Komentar Hyerin. “Kau baru dapat hadiah lagi?” Hami
menggeleng antusias.
“Mendapatkan
foto terbaik?” Sambung Sunyoung.
“Aku
selalu menciptakan foto terbaik, bukan mendapatkan foto terbaik.” Hami meralat.
“OK!”
Sunyoung pasrah.
“Cause
We are the best!” Hyerin merangkul Hami dan Sunyoung.
“Semalam
aku bertemu Ai.” Kata Hami.
“Ai??
YOWL??” Hyerin terkejut.
“He’em.”
“Dimana?”
“Hongdae.”
“Hongdae?
Dia kembali menggelar pertunjukan di sana?” Tanya Sunyoung. “Bukannya Ai masih
cidera?”
“Iya.
Dia datang bersama Lee Minki, eum, Minki Oppa.”
“Lee
Minki??” Hyerin kembali terlihat tak paham.
“Iya.
Kau tak tahu? Semalam Minki Oppa memainkan gitar dan Ai bernyanyi. Duet yang
keren! Aku rasa benar yang aku duga selama ini. YOWL jadi hebat karena Ai dan
Ai jadi hebat karena Minki Oppa.” Hami kemudian mengambil kamera digital
miliknya. “Ini dia Minki Oppa.” Hami menunjukan fotonya bersama Ai dan Minki.
“Ah,
kalian terlihat keren, foto bertiga seperti ini.” Puji Sunyoung.
“Kau
tak pernah cerita tentang Lee Minki. Kau hanya cerita tentang Ai, Ai dan Ai.
Jadi mana aku tahu Lee Minki.” Protes Hyerin.
“Karena
aku suka Ai. Sangat suka!” Hami menegaskan.
“Dan
kau menularkannya pada kami.” Komentar Sunyoung.
“Hehehe
maaf.” Hami meringis.
“Apa
benar Lee Minki sehebat itu?” Hyerin penasaran.
“Ada
beberapa penampilan dia. Menurutku benar hebat. Dan rumor yang beredar, dahulu
dia adalah member Road Sky, namun senasib dengan Ai, tak turut debut.” Hami
lirih.
“Benarkah???”
Hyerin lagi-lagi menunjukan ekspresi terkejut.
“Harusnya
kau lebih tahu dari aku. Kau kan adik Kim Tae Hee, presedir Caliptra Seta
Entertainment, dimana Road Sky bernaung.”
Hyerin
menghela nafas dan berjalan mendahului. “Aku salah bicara ya?” Tanya Hami lirih
pada Sunyoung. Sunyoung tersenyum dan menyusul langkah Hyerin. “Ck! Mereka
itu.” Hami berjalan paling akhir.
***
Ai
merasa risih. Seharian ini ada yang sengaja membuntutinya di sekolah. Pagi hari
Ai menemukan mereka sedang mengamatinya dan kali ini mereka terus mengekor
kemanapun Ai pergi. Ai menyadarinya, namun pura-pura tak tahu. Dan Ai berhasil
mengambil kesempatan ini, gerakan cepat meloloskan diri. Dua siswi yang sedari
tadi membuntuti Ai ini terlihat bingung. Keduanya celingukan mencari keberadaan
Ai yang sedetik saja lolos dari intaian mereka. Ai tiba-tiba menghilang.
Ai
menyincingkan senyum melihat dua siswi itu dari tempat persembunyiaannya.
“Mencari seseorang?” Ia menyapa dua siswi itu kemudian. Ai tersenyum puas
berhasil menguntit dua ‘penguntit’ ini.
Dua
siswi ini terkejut. Ketakutan menatap Ai. Ai maju dua langkah lebih dekat pada
dua siswi ini dan membaca nama yang tertera di seragam masing-masing siswi.
“Son Na Eun? Kim Chang Mi? Menguntit?”
Son Na
Eun dan Kim Chang Mi menyikut satu sama lain, saling memerintah untuk bicara.
Ai menggelengkan kepala dan membalikan badan. Hendak pergi. “Tunggu!” Cegah Na
Eun. “Temanku, dia ingin berkenalan denganmu.”
Ai
kembali menghadap Naeun dan Changmi. Tatapannya datar. Ciri khas Ai. “Dia ini
Kim Chang Mi, teman baikku. Dia ingin berkenalan denganmu. Itu alasan kenapa
kami mengikutimu seharian ini.” Terang Naeun. Changmi terdiam, kemudian
menundukan kepala ketika Ai kembali menatapnya.
“Fujiwara
Ayumu. Panggil saja Ai.” Ai mengulurkan tangan.
Changmi
mengangkat kepala, menatap tak percaya pada Ai. Changmi tercengang menerima
perlakuan ini. Kesadarannya kembali ketika Naeun menyikutnya. “Kim-kim
Changmi.” Changmi terbata menjabat tangan Ai.
Seperti
menonton film. Semua terputar di depan Ai ketika ia berjabat tangan dengan
Changmi dan tatapan keduanya bertemu, Ai dan Changmi. Ai tersentak dan seketika
melepas genggaman tangan Changmi.
“Siapa
kau sebenarnya?” Tanya Ai dengan ekspresi benar terkejut. “Kau dan… Kim Yoojin…
kalian… apa hubunganmu dengannya?”
“Kau
tahu??” Naeun menatap heran Ai.
“Siapa
gadis ini??” Ai balik bertanya.
Ai
membawa Changmi dan Naeun ke toilet siswi kelas X. Ai tersenyum mengamati
toilet. Tempat dimana ia dan Yoojin biasa bertemu dan membagi cerita.
“Di
sinilah dulu kami bertemu, tempat dia berada dan aku berbagi dengannya. Kini
tak ada lagi.” Ai tersenyum mengenang masa-masa yang ia lalui bersama Yoojin.
Arwah yang sering di sebut sebagai hantu toilet kelas X. Ai kemudian menatap
Changmi yang turut mengamati sekitar. “Sungguh mengejutkan, hari ini adik Kim
Yoojin menemuiku. Kenapa baru sekarang?”
“Jika
aku menemuimu lebih awal, apa aku bisa bertemu dengannya saat itu?” Changmi
balik bertanya. “Apa dia tak mengetahui aku ada di sini?”
“Yoojin
tak pernah cerita. Aku tak bisa menjamin pertemuanmu dengannya.”
“Sebenarnya
sejak rumor tentangmu sering bicara sendiri di toilet tersebar, aku mendukung
Hami untuk menemuimu, tapi ia ragu.” Sela Naeun. “Aku pikir kau bisa jadi
mediator bagi Hami dan mendiang Kim Yoojin.” Imbuhnya.
“Jadi,
Kim Changmi masuk Hwaseong Academy hanya untuk ini?” Ai mengalihkan pandangan
pada Changmi.
“Tidak.”
Bantah Changmi cepat. “Sebenarnya aku tak ingin masuk sekolah ini.”
“Takut
ketahuan sebagai adik Kim Yoojin? Hantu toilet? Siswi bodoh yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri di toilet ini?”
Ragu-ragu
Changmi mengangguk. “Ini memalukan. Dan benar pengecut.” Changmi tertunduk.
“Yoojin
tak pernah cerita tentang ini. Sikapmu itu sangat manusiawi. Tak apa. Tapi
menurutku kau tak perlu takut menerima kenyataan ini. Bagaimanapun juga, kau
tak bisa merubahnya. Punya adik sepertimu, aku jadi bertanya-tanya apa yang
menyebabkan ia bunuh diri. Dia gadis yang cantik dan baik.”
“Yoojin
Onni sempurna di mataku. Dia sangat menyayangi aku.” Changmi tersenyum
mengenangnya. “Kami sangat terpukul ketika pihak sekolah menelfon dan
memberitahu perihal kematian Yoojin Onni.” Kedua mata Changmi berkaca-kaca.
“Tapi dia sangat minder. Entah kenapa ia selalu mengeluh kesepian dan tertekan.
Di rumah, kondisi keluarga kami memang tak terlalu baik.”
“Iya.
Kesepian dan tertekan. Itu pula yang aku tangkap darinya.” Ai kemudian
menyentuh pundak Changmi. “Dia sudah menyeberang sekarang.” Kata Ai lirih.
“Yoojin, apa yang ia cari telah ia temukan. Karenanya semua jadi sempurna dan
Yoojin bisa menyeberang. Dia sudah tenang dan tak ada lagi di sini.”
Changmi
mengusap air matanya yang meleleh. Changmi kemudian memeluk Ai membuat Ai
sedikit terkejut.
***
Ai
duduk dan tersenyum menatap keluar dinding kaca. Minki heran di buatnya. Ia
turut menatap keluar dinding kaca namun tetap taak paham kenapa wajah Ai
berseri seperti ini.
“Ada
sesuatu di luar sana? Ekspresimu itu, tak wajar.” Tanya Minki.
“Jika
tak salah ingat, di sini, meja ini, tempat kedua dimana aku bertemu dengan
Hanbyul.”
“Oh?
Iya kah? Wah, aku salah memilih tempat?”
“It’s
Ok.” Ai kembali menatap Minki yang duduk berhadapan dengannya. “Hari ini ada
seorang gadis menemuiku. Adik Kim Yoojin.”
“Kim
Yoojin? Hantu toilet itu?”
“Arwah,
Oppa! Bukan hantu!”
“Oh,
iya. Apapun itu. Untuk apa dia menemuimu?”
“Entahlah.
Hah… andai saja aku terlahir normal sepeti kalian.”
“Ini
berkah. Yang aku tahu dari ibu, dahulu Lee Soyeon sering di sebut-sebut sebagai
mudang muda Jeonggu Dong. Menakjubkan kemampuan itu menurun padamu.”
Ai
tersenyum. “Tak semua, tapi cukup merepotkan.”
“Masih
berminat menjadi Ghost Hunter?” Goda Minki membuat Ai tersenyum lebar. “Aku
rasa itu bisa menjadi profesi yang cukup menjanjikan. Tentunya setelah tanganmu
kembali normal.” Imbuhnya membuat Ai menggelengkan kepala.
“Hallo!
Maaf kami sedikit terlambat.” Taehee datang di temani Sukjin. Minki segera
beralih duduk di samping Ai. Lalu Taehee dan Sukjin duduk berdampingan,
berhadapan dengan Ai dan Minki. “Kalian selalu saja datang lebih awal, dan
orang sibuk seperti kami selalu membuat alasan untuk keterlambatan kami, maaf.”
Ai dan Minki hanya tersenyum menanggapinya. “Kenapa tak memilih bertemu di
kantor saja?”
“Dengan
kemungkinan bertemu YOWL di sana?” Ai menatap serius Taehee.
“Ok!
Aku paham.”
Pelayan
café menyela obrolan mereka. Selama Taehee dan Sukjin sibuk dengan pesanan
mereka, Minki sibuk menyiapkan map biru yang baru ia keluarkan dari tas Ai.
“Oh.
Cepat sekali?” Taehee ketika melihat map biru sudah tersaji di meja.
“Orang
sibuk tak suka membuang waktu.” Komentar datar Ai kembali membuat Taehee
sedikit kesal. “Semoga Anda suka.”
Taehee
memeriksa poin-poin penting dari dokumen yang di bawa Ai dalam map biru itu.
“Kenapa hanya Minhyuk dan Jaejin yang di lambangkan dengan bintang? Bintang
kuning dan biru? Kau tahu, banyak yang menyebut YOWL itu bintang bersinar.
Kenapa tak memakai konsep bintang pada keempatnya? Jaejoong dan Wonbin, mereka
juga bersinar bagai bintang.”
Ai yang
sudah memprediksikan protes Taehee ini tersenyum. “Bintang hitam tak masalah,
tapi bagaimana dengan bintang merah? Jika memberikan symbol bintang merah pada
Jaejoong, ini tak akan baik.” Taehee mengerutkan dahi. Ia tak paham kemana arah
pembicaraan Ai ini. “Bintang merah di artikan juga sebagai lucifer. YOWL
sebelumnya, tak hanya di sekolah sempat di sebut-sebut sebagai band sesat. Walau
ini mampu menarik minat pasar ketika YOWL debut, tapi isu ini tak akan bertahan
lama untuk membawa YOWL ke puncak. Seperti harapan kita.” Ai lirih pada kalimat terakhir.
“Ya
Tuhan. Hampir saja aku membuat kesalahan lagi. Bintang merah simbol dari komunis
juga.” Taehee menyadari kesalahannya. Bersamaan dengan itu pelayan datang
membawa pesanan untuk mereka.
Ai
menatap pelayan yang berjalan pergi, lalu kembali menatap Taehee. “Minhyuk dan
Jaejin, mereka mendapat julukan ‘The Blue Twins’, itulah kenapa bintang hanya
di berikan pada mereka. bintang kuning dan bintang biru ini merangkum keempat
member YOWL yang bersinar, seperti yang Ibu Presedir katakan.”
Taehee
mengangguk-anggukan kepala. “Lalu bukankah YOWL identik dengan warna hitam dan
merah, kenapa ada biru dan kuning?”
“Warna
dasar. Empat warna dasar, merah, hitam, biru dan kuning. Dari empat warna ini
nantinya akan terbentuk warna-warna indah lainnya. Itulah YOWL. Mereka memiliki
warna musik yang berbeda namun menciptakan harmoni yang indah dan mampu di
terima masyarakat. Tentang font untuk penulisan YOWL, kami memilih Goudy Stout,
agar tak terkesan umum. Di luar sana banyak sekali yang menggunakan Old English
Text MT, itu terlalu umum.”
“Kami??
Ini kau Fujiwara. Luar biasa.” Taehee tersenyum kagum. “Tadinya aku ingin
memakai konsep api, air, udara dan logam untuk mereka.”
“Harusnya
air, api, udara dan tanah.” Ralat Ai membuat Taehee tertawa kecil. “Itu juga
terlalu umum.”
“Iya
kau benar.”
“Konsep
warna juga umum.”
“Ah,
anak ini. Tapi Yew, Onyx, Wren dan Luminious itu berbeda. Kita akan mulai
dengan konsep ini.”
“Tak
ada yang ingin di rubah?”
“Tidak
ada. Aku setuju pada konsep ini.”
“Onni!”
Hyerin tiba-tiba menyela. Ia berdiri kesal menatap Taehee. Ai dan Minki
menatapnya heran. Sukjin serba salah melihat situasi ini.
Taehee
sibuk dengan panggilan dalam ponselnya. Hyerin duduk di samping Sukjin
berhadapan dengan Minki dan Ai. Setelah situasi sempat numb, Sukjin mulai bicara. Ia memperkenalkan siapa Hyerin
sebenarnya pada Ai dan Minki. Jika Minki menyambutnya ramah, Ai terkesan cuek. Dia benar tak jauh beda dari Jaejoong.
Batin Hyerin melihat sikap Ai.
“Jadi
Nona Hyerin ini, Yowlism? Wah, menakjubkan.” Minki setelah Sukjin menyelesaikan
penjelasannya. “Senang bertemu dengan Anda.” Sambil tersenyum manis dan tulus
pada Hyerin.
“Temanku,
Song Hami tak hentinya bercerita tentang pertemuannya dengan kalian berdua
semalam di Hongdae. Aku iri dan ketika mendapat info tentang pertemuan ini, aku
bergegas pergi, tapi kalian tak ada di sana, kantor CSE. Beruntung ada yang
memberitahuku jika kalian bertemu di sini. Beruntung juga tak terlambat.”
“Penuh
perjuangan sekali ya?” Komentar Minki.
“Lumayan.”
Hyerin mengalihkan tatapan dari Ai pada Minki. “Jadi, Anda Lee Minki?”
“Iya.”
“Oh.
Bagaimana bisa seorang Korea mendapatkan adik seorang Jepang?”
“Aku
pengasuh Ai. Kami tumbuh bersama-sama dan menjadi begini akrab seperti kakak
beradik yang sesungguhnya.”
“Wah,
drama sekali.”
“Dia
Oppaku!” Sela Ai menegaskan.
“Aku
tahu. Dan menurutku kau memang sama sekali tak memiliki wajah Jepang.” Hyerin
membalas tatapan Ai. “Apa benar jika kau sebenarnya adalah orang Korea asli?
Kau itu sangat misterius. Aku menyukaimu sekaligus membencimu. Andai saja kau
sedikit terbuka. Yolwism pasti akan senang.”
“Aku
bukan The Wacky Way of YOWL lagi. Seandainya aku masih menyandang gelar itu,
tak aka nada untungnya jika kau sedikit terbuka. Yowlism tak akan
mempermasalahkan itu. Aku rasa kau sudah paham akan hal ini.”
Hyerin
terdiam namun masih menatap Ai. Ya ampun!
Apa perasaan Ai dan Jaejoong terhubung? Ia seolah membalas kekesalan Jaejoong
padaku dengan melancarkan serangan ini. Gumam Hyerin dalam hati.
“Ini
bukan politik balas dendam. Tenang saja.” Kata Ai membuat Hyerin terkejut.
Apa dia bisa membaca pikiranku? Batin
Hyerin.
Ponsel
Ai berdering. Ia segera permisi menjauh untuk menerima panggilan itu. Hyerin
masih mengamati Ai. Kemudian ia menghela nafas dan menemukan Minki yang
tersenyum menatapnya.
“Mungkin
aku keterlaluan.” Hyerin terlihat menyesal. “Aku tak bermaksud membuatnya kesal
di pertemuan pertama kami ini.”
“Belakangan
ia sedikit sensitive. Aku mohon maafkan sikap adikku.” Minki justru balik
meminta maaf.
***
“Kau
berjanji akan datang berkunjung setiap akhir pekan. Tapi kenapa kau menunggu
telefon dariku untuk datang? Ini menyakitku.” Jinyoung terlihat serius.
Ai
merasa bersalah melihat ekspresi Jinyoung. “Maafkan aku, Appa. Aku pantas di
hukum.”
Jinyoung
tersenyum dan mengelus kepala Ai. “Appa yang seharusnya minta maaf. Appa yang
seharusnya sering-sering menjengukmu, Nak.” Ai menatap curiga pada Jinyoung.
“Ada apa?”
“Orang-orang
itu. Appa yang memerintah mereka?”
“Hem??
Orang-orang itu??”
“Bibi
Han dan yang lain. Appa menemui mereka bukan? Dan Appa meminta mereka
mendukungku di Jeonggu Dong?”
“Aku
hanya menemui mereka untuk menitipkan putriku ini pada mereka. Tak ada hasutan
lain.”
“Sungguh??”
Ai mengadili Jinyoung dengan tatapan curiganya.
“Untuk
apa berbohong? Bukankah kau ingin membangun kepercayaan atas kekuatanmu
sendiri? Bukan bertameng pada ketenaran orang tuamu? Aku masih memegang janjiku
padamu, tak akan ikut campur kecuali kau memintanya.”
Ai
diam, berpikir. Benar juga apa yang dikatakan Jinyoung. Kecurigaannya salah.
Tiba-tiba Jinwoon menyela dan tanpa permisi pada Jinyoung, ia langsung
menggandeng tangan Ai. Tanpa menunggu persetujuan Ai, Jinwoon membawa Ai pergi.
Jinyoung di buat tertegun atas ulah Jinwoon.
Jinwoon
membawa Ai ke kamarnya dan mengunci pintu. Ai di buat bingung dan panik melihat
tingkah Jinwoon. Ini aneh. Menurut Ai.
“Op-pa…
ada apa?” Tanya Ai.
Jinwoon
mengabaikan pertanyaan Ai. Jinwoon mengambil amplop coklat di atas meja
belajarnya dan memberikannya pada Ai.
“Apa
ini?” Ai dengan ekspresi tak paham.
Jinwoon
menghela nafas, membawa Ai duduk di tepi ranjang. Kemudian Jinwoon membuka
amplop coklat itu dan memberikan isinya pada Ai. Mata bulat Ai melebar melihat
foto di tangannya.
“Oppa,
ini?!!”
“Setelah
Daehyun, kali ini aku yang mendapatkannya. Foto itu dan tulisan yang sama,
‘bagaimana jika ini tersebar?’. Itu saja. Tulisan yang sama dan ketikan yang
sama. Aku rasa pengirimnya sama. Bagaimana kau bisa begitu ceroboh? Sedang
sampai detik ini tak ada yang tahu tentang hubunganmu yang sebenarnya dengan
Hanbyul.”
“Ini…
di Jeonggu Dong.” Ai meletakan foto berukuran 10R itu. “Setelah kami
bersama-sama ke Idea. Aku, Hanbyul, Myungsoo dan Hyuri.”
Jinwoon
melirik kesal foto Hanbyul mencium Ai yang tergeletak di ranjang. “Aku harap
ini hanya di kirim padaku saja. Tidak pada Daehyun juga. Bisa fatal akibatnya.”
Ai
menghela nafas panjang. “Tunggu! Apakah pelakunya… orang Jeonggu Dong??”
“Em??”
Jinwoon menaruh perhatian penuh pada Ai.
“Hah,
benar yang dikatakan Wonbin. Sasarannya adalah aku. Bukan YOWL, Jaejoong atau
Hanbyul.”
“Jika
benar orang Jeonggu Dong, siapa? Kau mencurigai seseorang?”
Ai
duduk di kamarnya. Ia menatap dua amplop coklat dengan ukuran sama, berisi foto
dengan ukuran sama 10R dan di baliknya terdapat kertas dengan tulisan ‘bagaimana jika ini tersebar?’ dengan
menggunakan font Chiller berwarna merah. Surat ancaman yang sempurna. Menurut
Ai.
***
Untuk
pertama kalinya keempat member YOWL menunjukan senyum tulus pada Taehee. Taehee
benar di buat senang melihatnya. Senyum-senyum anak-anak yang menurutnya bandel
itu.
“Selanjutnya,
kami harus bertemu dengan orang tua kalian untuk tanda tangan kontrak. Karena
kalian masih SMA dan berada di bawah perwalian orang tua masing-masing, maka
orang tau kalian harus turut hadir dalam penandatanganan kontrak YOWL nanti.”
Kata Taehee. “Kami perlu membicarakan ini dengan orang tua kalian.” Imbuh
Taehee membuat wajah Jaejoong makin meredup.
Wonbin,
Jaejin dan Minhyuk mengangguk paham. Hanya Jaejoong yang menunduk lesu. “Kim
Jaejoong? Ada masalah?” Tanya Taehee menyadari ekspresi Jaejoong.
Jaejoong
keluar lebih dulu. Wonbin mengejarnya. Jaejin dan Minhyuk berjalan cepat di
belakang Wonbin.
“Tunggu.”
Wonbin memegang pundak Jaejoong. Memaksa Jaejoong berhenti. Jaejoong
menghentikan langkahnya namun masih membelakangi Wonbin. “Ini hanya masalah
perwalian.”
Jaejoong
berbalik menghadap Wonbin. “Aku baik-baik saja.”
“Tidak
bisakah kau sedikit luluh? Untuk urusan ini saja.”
“Seperti
yang kau tahu, dia tak pernah merasa memiliki putra di Jeonggu Dong. Aku hidup
sendiri di sana, bersama mendiang ibu dan adikku, Taerin. Ini tak akan mudah.
Apalagi jika aku di bandingkan dengan Kim Youngduk.”
“Kau setara
dengannya kini. Kau bukan anak berandalan lagi tapi kau leader dari band rock
besar, YOWL.” Jaejin menyemangati.
“Ibumu
memang sudah meninggal, tapi tidak dengan ayahmu. Cepat atau lambat fakta
tentang kita, baik atau buruk akan mencuat ke permukaan.” Sambung Minhyuk.
Jaejoong
menghela nafas panjang. “Aku akan mengurusnya. Kalian jangan khawatir lagi. Aku
pastikan semua akan beres saat tanda tangan kontrak nanti.”
Wonbin,
Jaejin dan Minhyuk tersenyum. Mereka percaya pada janji Jaejoong.
***
Ai
berjalan tak konsentrasi. Terlihat dengan jelas jika ia berjalan sambil
melamun. Moonsik yang tak sengaja melihat Ai segera menyapanya. Ai menghentikan
langkah dan mengamati banyaknya paket yang di bawa Moonsik dalam kereta
dorongnya.
“Tak
sebanyak ketika Nona berulang tahun.” Moonsik tersenyum lebar.
“Tetap
saja merepotkan.”
“Oh,
iya. Bisa kah Nona membantuku?”
“Mengantar
barang-barang ini pada murid atau guru?”
“Bukan.
Hanya ini.” Moonsik memberikan sebuah amplop putih panjang pada Ai. “Untuk Jang
Hanbyul.” Moonsik berbisik.
“Dari
Amerika?” Ai mengamati surat di tangannya.
“Ini
pertama kalinya ia mendapat surat di sekolah. Terima kasih atas bantuannya.”
Moonsik tersenyum dan pergi.
Ai
masih mengamati surat untuk Hanbyul di tangannya. Ia menggelengkan kepala kemudian
pergi.
-------
Pulang
sekolah Hanbyul berlatih basket bersama tim basket sekolah di lapangan basket
indoor. Karena tak mungkin menunggu Hanbyul hingga selesai latihan, Ai memilih
mengantar surat yang di titipkan Moonsik padanya. Hanbyul terkejut melihat Ai
muncul saat ia latihan. Sejak resmi pacaran, Ai tak pernah menunggui Hanbyul
latihan atau sekedar menjenguknya. Tapi hari ini Ai tiba-tiba muncul. Itu
membuat Hanbyul kaget dan juga senang karena Ai sempat melihat permainan
Hanbyul.
Hanbyul
tersipu. Wajahnya bersemu merah sambil berjalan mendekati Ai. “Kau kemari?
Tumben…”
Ai
menunjukan surat di tangannya. “Paman Moonsik memintaku memberikannya padamu.”
Hanbyul
menatap surat di tangan Ai sejenak, kemudian beralih menatap Ai. Ai merasa ada
kejanggalan dalam tatapan Hanbyul padanya. Hanbyul meraih tangan Ai dan
menuntunya pergi meninggalkan lapangan basket indoor.
Hanbyul
dan Ai duduk berdampingan di tepi danau di bawah pohon rindang. Keduanya
terdiam menatap danau buatan di taman belakang sekolah.
“Ada
masalah?” Tanya Ai setelah beberapa menit terdiam menemani Hanbyul. Ia
memperhatikan Hanbyul yang memainkan surat di tangannya masih menatap danau.
“Ekspresimu berubah ketika melihat surat itu. Ada apa sebenarnya?”
Hanbyul
menghela nafas panjang dan menunduk, menghentikan gerak tangannya memainkan
surat di tangannya. “Aku takut membukanya.”
“Takut??
Kenapa?? Surat itu dari Amerika? Dari kedua orang tuamu?”
Hanbyul
tak menjawab. Hanya mengulurkan surat di tangannya pada Ai. Ai menatap Hanbyul
sejenak, kemudian menerima surat itu. Hanbyul kembali menatap danau. Ai melihat
kegundahan dalam sorot mata itu. Ai yang benar penasaran segera membuka surat
itu dan membacanya. Ai menurunkan kertas surat yang ia baca dan meletakannya
dalam pangkuannya. Ai tersenyum lesu menatap danau.
---TBC---
shytUrtle
0 comments