¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤
05:11¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤
. Judul: Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: Hwaseong Akademi ’salang, eum-aggwa kkum’
. Hangul: 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight
Episode
#22
Jaejoong
berdiri mematung melihat Hanbyul memeluk Ai. Dadanya terasa penuh sesak hingga
kedua mata Jaejoong berkaca-kaca. Ia diam, terpaku selama beberapa detik.
Kemudian Jaejoong membalikan badan dan berjalan pergi.
“Kenapa,
kau menangis?” tanya Hanbyul masih memeluk Ai.
“Mianhae,”
bisik Ai dengan suara seraknya.
“Untuk
apa?”
Ai tak
menjawab hanya melingkarnkan kedua lengannya pada pinggang Hanbyul, membalas
pelukan Hanbyul.
***
Malam
terakhir camping. Semua duduk berkumpul mengitari api unggun. Joongki seolah
bertindak sebagai pembina yang memimpin acara berkumpul bersama malam ini.
Joongki membuka sesi ngobrol bebas bagi semua peserta camping. Byunghun
tertarik dan berdiri mendapatkan giliran pertama bicara. Byunghun mengungkapkan
semua unek-uneknya dan ia juga tak lupa meminta ma’af atas semua perbuatannya
kepada YOWL juga Ai selama ini. Byunghun tak lupa menjelaskan perihal
foto-fotonya bersama Ai yang sempat menghebohkan Hwaseong Academy Community.
“Oh,
satu lagi,” Byunghun tak jadi kembali duduk, “Jinwoon Sunbae, tentang skandal
foto Sunbae dan Fujiwara, aku penasaran tentang itu. Apa kalian benar punya
hubungan khusus?”
Semua
menatap Jinwoon dan Ai yang duduk berdampingan. Jinwoon menoleh menatap Ai dan
tersenyum manis. Ia kemudian merangkul Ai.
“Iya,
kami punya hubungan yang sangat khusus,” jawab Jinwoon dan mengelus lembut
kepala gadis itu.
“Hub-bungan
khusus? Seperti apa?”
“Dia
adik ku.”
“Mwo??”
pekik Byunghun dan Minhwan bersamaan. “Bagaimana bisa? Bukankah Fujiwara, orang
Jepang?” tanya Minhwan.
“Panjang
ceritanya, tapi kami benar saudara, dia adik ku, kami saudara satu ayah.”
“Wah,
fakta yang mengejutkan,” Minhwan menggelengkan kepala.
“Sadarkah
kalian jika kalian tampak sangat baik seperti ini?” sela Joongki. “Setelah ini,
apa rencana kalian? Viceroy juga YOWL, apakah akan tetap seperti Tom and
Jerry?”
“Oppa-ya!
Siapa kucingnya dan siapa tikusnya?” protes Hyuri.
“Aku
ingin mengakhiri semua, perselisihan ini,” tegas Myungsoo. “Setelah setahun
yang di penuhi keculasan ku, dan di tahun kedua YOWL telah menunjukan siapa
mereka, jati diri mereka yang sebenarnya. Itu tidak hanya melelahkan tapi
membuat ku malu pada diri ku sendiri. Aku secara pribadi minta ma’af pada YOWL.
Aku akan mengakui kehebatan YOWL di depan murid Hwaseong Academy.”
“Kau
tidak perlu merasa bertanggung jawab akan hal itu,” Jaejoong menatap sinis
Myungsoo. “Kami tidak membutuhkan itu.”
“Jika
dia ingin, biarkan saja dia melakukannya.” Sela Ai. “Biarkan saja Myungsoo
melakukan apa yang ia mau, daripada itu membebani pikirannya.”
“Kau
butuh pengakuan itu?” Jaejoong beralih menatap Ai.
“Anee.
Aku hanya ingin kau membiarkan Myungsoo melakukan apa yang ia ingin lakukan,
termasuk membuat pengakuan itu.”
“Kau
percaya padanya?”
Ai
bangkit dari duduknya, “kita perlu bicara,” ia berjalan pergi meninggalkan lingkaran.
Jaejoong menghela nafas lalu menyusul langkah Ai. Hanbyul menatap keduanya dan
hanya bisa menghela nafas.
“Oppa
membuat kekacauan!” bisik Hyuri.
Ai
menghentikan langkahnya setelah berjalan lumayan jauh meninggalkan area
camping. Disini mereka yang sedang berkumpul disana tentu tak akan mendengar
pembiacaraannya dengan Jaejoong. Jaejoong ikut berhenti namun diam di belakang
Ai. Ai membalikan badan menatap Jaejoong.
“Ada
apa dengan mu?”
“Anee.”
“Anee??
Kau bohong, Kim Jaejoong. Aku melihat kemarahan di mata mu, belakangan ini
hingga malam ini. Apa sangat sulit bagi mu membiarkan Myungsoo melakukan
pengakuan itu? Kau tidak ingin berdamai dengan Viceroy? Apa untungnya terus
berseteru? Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan, sebaiknya berhenti dan
pikirkan langkah selanjutnya untuk YOWL.”
“Kau
berkata seperti ini sekarang? Kenapa? Karena Jang Hanbyul?”
“Jang
Hanbyul? Oh, aku paham! Kemarahan itu karena Jang Hanbyul? Kenapa?”
“Harusnya
aku yang bertanya! Ada apa dengan mu, Fujiwara Ayumu? Ada apa antara kau dan
Jang Hanbyul? Apa yang kalian lakukan? Kau menyukainya dan luluh karenanya? Kau
sadar siapa Jang Hanbyul itu ha!” nada suara Jaejoong sedikit meninggi. “Apa
kau sadar melakukan semua ini?”
Ai
tetap bersikap datar, tatapannya dingin pada Jaejoong yang terengah-engah
karena menahan emosinya. “Aku sadar atas apa yang aku lakukan dan benar aku
menyukai Jang Hanbyul.” Tegas Ai membuat mata Jaejoong melebar menatapnya. Dada
Jaejoong terasa semakin sesak, seolah akan meledak dalam hitungan mundur, beberapa
detik lagi.
“Jika
kau tanya kenapa aku menyukainya, aku tak tahu. Awalnya aku hanya menginginkan
Lee Junki, tapi entah kenapa perasaan ini bisa berbelok seperti ini. Entah
kagum atau suka pada Lee Junki namun sekarang aku tak bisa mengejarnya lagi dan
aku ingin bersama Jang Hanbyul, hanya itu yang aku rasakan sekarang. Ini adalah
kesalahan bagi mu, ma’af aku melanggar aturan yang kau buat. Aku tidak bisa
terus berbohong pada diri ku sendiri.”
Suasana
berubah hening. Hanya terdengar hembusan semlilir angin malam diantara
pepohonan dan nyanyian hewan malam mengisi sunyi ditengah kebungkaman Jaejoong
dan Ai.
“Sadarkah
kau jika ini menyakiti ku?” Jaejoong kembali bicara. “Melihat mu bersama
Hanbyul, semua itu sangat menyakitkan. Hati ku terasa teriris-iris.”
“Pada
akhirnya demikian. Kim Jaejoong?”
“Mianhae,
aku menyukai mu, Ai.”
Ai
memiringkan kepala menatap Jaejoong yang tertunduk didepannya. “Kau terlambat,
Kim Jaejoong. Ma’af aku tak menyadarinya. Kau tidak pernah mengijinkan aku tahu
jika kau menyukai aku. Kau hanya menunjukan pada ku masalah YOWL dan Viceroy
dan ambisi mu menyaingi Viceroy disekolah. Kau hanya mengijinkan aku tahu jikaa
kau sangat menyukai Noh Yiyoung dan mati-matian mengejarnya. Jika aku dan
Hanbyul adalah karma bagi YOWL dan Viceroy, apa kau masih tidak bisa terima?
Sadarkah kau jika semua ini juga menyiksa ku?”
Suasana
kembali hening. Jaejoong menatap Ai, seolah ia kehabisan kata-kata untuk
pertanyaan Ai. “Aku tidak mempermasalahkannya, karma itu jatuh padaku. Aku
hargai itu, rasa suka mu padaku. Tapi ma’af, hati ku sangat sempit dan aku
telah mengijinkan seseorang tinggal disana, tidak mungkin aku bisa membaginya
dengan mu. Mianhae…” bisik Ai kemudian pergi meninggalkan Jaejoong.
Jaejoong
menatap punggung Ai yang berjalan semakin jauh meninggalkan dirinya. Ia berlari
menuju pantai dan berteriak sekeras ia bisa. Jaejoong jatuh berlutut dan
menangis. Ai tak bisa pergi begitu saja. Ia kembali namun tak menemukan
Jaejoong. Ai menuju pantai dan menemukan Jaejoong duduk menatap laut.
“Ayo kita
kembali.” Suara Ai mengejutkan Jaejoong. Jaejoong berdiri dan menatap. “Jika
aku kembali sendirian, yang lain akan berpikir buruk. Jangan tunjukan kelemahan
mu didepan musuh mu.” Ai mengulurkan tangan.
Jaejoong
tak meraih tangan Ai dan berjalan mendahului. Ai diam menarik tangannya kembali
dan menyusul langkah Jaejoong.
Semua
menatap Jaejoong dan Ai ketika keduanya kembali. Keduanya kembali duduk
bergabung mengitari api unggun.
“Ya,
kalian baik-baik saja?” Jaejin menghampiri Ai.
“Sedikit
bertengkar. Hah, aku jadi lelah. Sebaiknya aku istirahat sekarang. Besok hari
terakhir untuk bisa menikmati indahnyaa matahari terbit.” Ai menatap Hanbyul
sejenak lalu masuk ke dalam tenda.
“Apa
benar dia baik saja?” bisik Hyuri.
“Aku
rasa tidak,” Jaejin menatap Jaejoong. “Kau hanya perlu diam, tidak usah
bertanya apapun pada Ai.”
“Nee,
araseo.” Hyuri menyusul masuk tenda.
“Dia
baik-baik saja,” Minhyuk menepuk pundak Hanbyul sebelum ia memasuki tenda.
Hyuri
melihat Ai yang duduk bersila, meditasi. Hyuri menutup rapat tenda dan
berbaring disamping Ai.
Satu
jam berlalu, Ai tetap tak bisa memejamkan mata. Ia memutuskan kembali keluar.
Disana tersisa Minki, Wonbin dan Jaejoong. Jaejoong memilih masuk tenda ketika
melihat Ai keluar. Minki dan Wonbin bingung melihat keduanya. Ai tersenyum dan
duduk bergabung bersama Minki dan Wonbin.
“Aku
tidak bisa tidur,” kata Ai.
“Mau
aku buatkan kopi?” tanya Wonbin.
“Kau
tahu aku tidak bisa minum kopi, ck.” Ai sewot dan Wonbin tersenyum.
“Akan
aku buatkan teh pahit kesukaan mu,” Minki bangkit dari duduknya.
“Nee,
Oppa. Kamsahae…” Ai tersenyum menatap Minki. “Hah… aku ingin bersamanya saja.”
“Em??”
“Minki
Oppa. Aku rasa kembali bersamanya adalah pilihan terbaik.”
“Kau
yakin?”
Ai
hanya menghela nafas panjang menanggapinya. Kemudian ketiganya begadang sampai
pagi. Joongki yang terbangun paling awal terkejut melihat Minki, Ai dan Wonbin
masih terjaga menjelang matahari terbit. Ketiganya masih duduk didekat api
unggun yang sudah tak menyala lagi hanya menyisakan bara merah yang hampir
padam.
Usai menikmati
indahnya matahari terbit untuk yang terakhir kali, rombongan Joongki ini pun
berkemas. Lagi-lagi Hanbyul membantu Ai dan kali ini Myungsoo tak ragu untuk
ikut membantu Hyuri.
Setelah
menghabiskan waktu selama tiga hari dua malam, rombongan Joongki bertolak
kembali ke Seoul. Dalam bus Hyuri terlihat nyaman duduk disamping Myungsoo.
Sedang Ai tertidur pulas menyandarkan kepala dibahu Jinwoon. Hanbyul memilih
duduk dibelakang Jinwoon dan Ai bersama Kibum. Sejak semalam, Ai dan Jaejoong
saling diam.
***
Ai
berjalan diantara Minki dan Wooyoung. Ai membawa Ikebana gabungan bunga aster
ungu dan mawar peach. Jinyoung, Hyunjung, Euichul dsn Jinwoon menunggu diteras
utama. Senyum terkembang diwajah mereka melihat Ai berjalan mendekat. Ini
pertama kalinya Ai datang berkunjung ke kediaman keluarga Jung. Jinyoung amat
senang dan menyiapkan sambutan untuk putri bungsunya itu. Ai membungkuk memberi
salam pada keempat anggota keluarga Jung. Ia kemudian memberikan Ikebana
ditangannya pada Hyunjung.
“Aster
dan mawar peach, apa artinya? Ini indah sekali,” puji Hyunjung.
“Kamsahamnida.
Cinta dan rasa terima kasih.”
“Oh.
Ayo masuklah.”
“Ya!
Hari ini kau tampak cantik dalam paduan warna merah dan putih ini. Kau bisa
juga berdandan layaknya gadis normal lainnya,” goda Euichul yang merangkul Ai
masuk.
Keluarga
Jung berkumpul. Minki dan Wooyoung turut bergabung dalam satu meja sa’at makan
siang. Usai makan siang, Ai menemani Jinyoung jalan-jalan ditaman.
“Appa,
rumah ini luas sekali,” Ai memulai pembicaraan. “Aku bisa tersesat.”
Jinyoung
tersenyum, “ini tak seberapa disbanding Jeonggu Dong. Disana banyak gang tapi
kau tak tersesat, kau hanya tidak terbiasa, jika terbiasa semua akan mudah
bukan?”
“Oh!
Lotus putih!” Ai berjalan cepat mendekati kolam. “Cantik sekali. Appa menanamnya
juga?”
Jinyoung
mengamati Ai dan kembali tersenyum. Ai heran dan sedikit risih dibuatnya. “Apa
aku terlalu cepat berubah?” tanya Ai.
“Aa-anee.
Kau juga suka lotus putih?”
“Nee.
Ada begitu banyak bunga cantik, tapi lotus putih yang paling sempurna.” Ai tersenyum
manis. “Appa tak ingin berkunjung ke kebun kami? Morning Glory Florist Garden,
kami berencana membukanya untuk umum. Hanya kurang sedikit saja persiapannya.”
“Sangat
ingin, mau kah kau mengajak Appa kesana?”
“Em,
tentu saja.”
Jinyoung
kembali tersenyum menatap kagum pada Ai. “Appa jangan menatap ku seperti itu.
Itu membuat ku tidak nyaman. Benar aku terlalu cepat berubah ya? Aku hanya
mencoba memberi apa yang Appa inginkan, mian.”
“Mian?”
“Nee.
Ma’af untuk semua keegoisan ku selama ini. Aku berpikir aku mampu tanpa Appa,
pada kenyataannya aku masih butuh Appa. Aku tidak sehebat itu. Aku membutuhkan
Appa namun aku mengingkarinya.”
“Kau
memang hebat anak ku. Appa yang pantas minta ma’af telah membiarkan mu hidup
sendiri diluar sana, selama itu, dari kau bayi hingga kini. Mianhada…”
“Appa
tidak perlu minta ma’af karena itu pilihan ku. Aku bersyukur atas hidup ku. Bagaimana
jadinya jika Appa memanjakan aku sejak bayi?”
Ragu-ragu
Jinyoung menyentuh puncak kepala Ai dan mengelusnya. “Sepertin yang kau katakan
sebelumnya, ini hanya masalah waktu. Kita sama-sama saabar menunggu hingga hari
ini tiba. Karena itu, Appa tak ingin mendengar lagi tentang yang sudah terjadi
sebelumnya.”
“Mana
boleh begitu, hari ini ada karena hari yang sebelumnya. Jika kita melakukannya,
itu akan tidak adil bagi Appa.”
“Lalu
apa itu adil bagi mu?”
“Hah…
berputar-putar ya? Eum, baiklah, kita tak perlu membahasnya lagi dan hidup per
hari, menit per menit, detik per detik, bagaimana?”
“Nee.”
“Kamsahamnida
Appa,” Ai memeluk Jinyoung.
“Na do,
jongmal gomawoyo.”
Ai
melepas pelukannya dan tersenyum menatap Jinyoung. “Wae?” tanya Jinyoung.
“Baru
aku sadari aku punya Appa yang tampan.”
“Mwo??
Hahaha…” tawa Jinyoung pecah mendengarnya.
“Putri
ku juga sangat cantik.”
“Aku
tidak cantik Appa, aku cenderung aneh.”
“Bagi
ku kau tetap yang tercantik.”
“Aa,
Appa mencoba merayu ku?”
“Mwo??”
“Hehehe
just kiddind Dad, sorry.”
“Hah…
kau ini banyak mewarisi semua yang ada pada mendiang ibu mu.”
“Jongmalo?
Andai aku bisa bersamanya, sebentar saja…”
Jinyoung
merangkul Ai dan kembali berjalan, “semua yang ada padanya, telah dia berikan
pada mu.”
“Aku
tak secantik Omoni, tak sepandai Omoni juga.”
“Appa
lebih tahu tentang ibu mu disbanding kau.”
“Araseo,
karena Appa punya banyak waktu dengannya.”
“Hah,
termasuk bakat luar biasa itu.”
“Nee??
Bakat luar biasa??”
“Kau
pikir Appa tidak tahu jika kau sering bicara sendiri ditoilet?”
“Appa
seperti penguntit saja.”
“Iya,
Appa memang penguntit Jung Jiyoo.”
“Hehehe…”
“Jiyoo~ya,
apa yang kau lakukan pada Jeonggu Dong?”
“Eum?
Tidak ada.”
“Kau
bohong.”
“Sungguh
tidak ada Appa.”
“Jung
Jiyoo!”
“Nee…”
“Aish!
Anak ini,”
Keduanya
tertawa bersama.
-------
Ai dan
Minki pulang setelah seharian berada dikediaman keluarga Jung. Keduanya kaget
melihat mobil Hanbyul sudah terparlir disana. Hanbyul keluar menyambut Ai dan
Minki.
“Aku
masuk dahulu,” Minki pamit membiarkan Ai dan Hanbyul.
“Kau
kemari?”
“Nee.
Aku rindu padamu Jiyoo.”
“Ish!
Pembual! Ada apa?”
“Aku
benar-benar rindu kau tidak percaya?”
“Anee.”
“Hagh,
kau ini.”
“Aku
sangat lelah hari ini.”
“Help
me, please.”
***
Ai
berdiri disamping kiri Hanbyul sambil membawa buket mawar peach. Keduanya
memperhatikan penumpang yang baru turun dari pesawat. Hanbyul tersenyum lebar
dan melambaikan tangan pada seorang wanita cantik yang berjalan menyeret
kopernya. Wanita itu tersenyum dan berjalan menuju Hanbyul.
“Welcome
to Korea, Nuna.” Hanbyul menyambut wanita cantik dan anggun itu. Wanita itu
kemudian memeluk Hanbyul. Sedang Ai menatap kagum pada wanita itu.
‘Cantik
sekali,’ batin Ai. “Selamat datang di Korea,” Ai tersenyum manis dan memberikan
buket mawar peach ditangannya.
Wanita
itu membuka kacamatanya dan mengamati Ai dari atas ke bawah. Ia kemudian
menerima buket itu. “Peach rose?”
“Yes.”
Ai masih mempertahankan senyumnya.
“What
that’s mean?”
“Symbol
of sweetness. Gratitude, appreciation, admiration and sympathy. From me just
mean, welcome to Korea.”
“You
should give me red rose because red is color of Korea right?”
“Red
rose is too general, I don’t like something like that, sorry.”
“Wow!
You have a great sense of something. Nice to meet you face to face here, I’m
Jang Nara.”
Ai
menjabat tangan Nara, “nice to meet you too. I’m Fujiwara Ayumu, just call me
Ai.”
“Oh!
Ai?? Hanbyul talking to me much about you, now I can meet face to face with you
and… that’s all right. You are so pretty.” Puji Nara. “Hanbyul like you so
much.”
“Nuna!”
cegah Hanbyul sebelum Nara bicara lebih banyak lagi.
-------
Nara
tersenyum melihat Ikebana mawar peach yang sengaja diletakan Ai di meja
kamarnya. Hanbyul mengetuk pintu lalu masuk.
“Bagaimana?”
tanya Hanbyul yang sudah duduk disamping Nara.
“Dia
menaruh mawar peach dimana-mana.”
“Menurut
Ai, mawar peach cocok untuk Nuna.”
“Aku
harus melihat hasil kerjanya sa’at seminar nanti baru aku bisa setuju memakai
jasanya atau tidak untuk pernikahan ku nanti.”
“Nuna-ya!”
“Gadis
itu, Fujiwara Ayumu, dia memiliki mata yang indah dan tatapan tanpa ragu pada
setiap orang. Senyumnya menurut ku tidak hanya manis tapi menawan. Pribadi yang
tertutup dan pandai berpura-pura dan menyembunyikan apa yang ia rasakan. Dia
tidak suka diatur namun punya jiwa pengatur. Jika kau telah memenangkan
hatinya, kau bisa tenang, karena dia tipe orang yang setia.”
Hanbyul
tersenyum lebar mendengar penjelasan Nara.
***
Tangan
Yiyoung bergetar. Ia tak percaya pada apa yang dilihatnya. Foto-foto yang
dibawa Junhyung padanya.
“Oppa,
ini tidak nyata kan?” tanya Yiyoung. “Katakan ini hanya rekayasa.”
“Benar
adanya, YOWL dan Viceroy, mereka berlibur bersama ke Seongsan Ilchulbong. Aku
tidak bisa mengejar mereka kesana, hanya bisa mengumpulkan sedikit informasi
dan menunggu. Foto-foto itu aku dapatkan sa’at mereka kembali ke Seoul.”
“Jadi
ini alasan mereka menolak liburan bersama kami?” Yiyoung dengan air mata
tertahan dan melihat foto selanjutnya. “Ige mwoya, Oppa?? Jung Jinwoon
Sunbaenim? Jung Daehyun??”
“Nee.
Mereka ada bersama dalam rombongan itu.”
“Jung
Jinwoon Sunbaenim juga?” Yiyoung terduduk lemas di sofa.
-------
Minhyuk,
Wonbin, Jaejin dan Jaejoong berkumpul di basecamp. “Menyenangkan. Akhirnya Ai
bisa merasa nyaman berada diantara Keluarga Jung. Dan aku lega mendengar Ai
tetap memilih tinggal di Jeonggu Dong kita ini,” Jaejin tersenyum lega.
“Bagaimana
pun juga Ai adalah putri Jeonggu Dong, dia tidak boleh meninggalkan
kerajaannya.” Sambung Minhyuk.
“Jaejoong,
kalian baik-baik saja kan? Aku perhatikan sejak kembali dari liburan bersama,
kau dan Ai seperti sedang perang dingin saja.” Jaejin beralih bertanya pada
Jaejoong.
“Kau
marah pada Ai karena pembelaannya pada Viceroy? Kalau dipikir ulang, memang
tidak ada gunanya terus bermusuhan dan biarkan saja Myungsoo melakukan apa yang
ia mau. Sekarang orang telah tahu siapa YOWL itu. Sudah cukup bagi ku.”
komentar Minhyuk.
“Jaejoong,
apa kau merasa pantas marah pada Ai? Setelah semua yang ia lakukan untuk YOWL?
Ai telah berkorban banyak, mulai dari masuk Hwaseong Academy padahal seharusnya
ia sekolah di Jepang, disekolah mahal dan bertaraf internasional itu. Ai
membuang kesempatan itu dan memilih menyusul kita. Lalu Hwaseong Festival, ide
pertunjukan itu, Ai yang merencanakan itu semua. Kita hanya tinggal berakting
dan turut merasakan suksesnya. Kau kekanak-kanakan sekali, Kim Jaejoong.”
“Benar
yang dikatakan Jaejin,” Minhyuk mendukung Jaejin.
“Aku
marah pada diriku sendiri.” Jawab Jaejoong.
“Nee??
Waeyo??” tanya Jaejin.
“Seharusnya
kau menjaganya dari awal, jika kau benar menyukainya,” Wonbin masih sibuk
dengan gitarnya. “Kau ragu walau kau telah menyadarinya, itu yang membuat mu
kalah dari Hanbyul.”
“Hanbyul??”
Jaejin menatap Wonbin lalu Jaejoong.
“Bagaimana
pun juga, Ai adalah anak gadis. Sedingin apapun dia, Ai masih memiliki sisi
manusiawi, sisi seorang gadis. Tindakan saja tidak cukup, butuh penegasan
dengan kata-kata. Bagaimana dengan mu? Tindakan? Apa kau telah melakukannya?
Kata-kata? Apa kau mengungkapkannya?” imbuh Wonbin.
“Ya,
Wonbin~aa!! Kau ini bicara apa??” Jaejin makin bingung.
“Dasar
Monster Busan! Masak begitu saja kau tak paham?” Minhyuk menyela dan Jaejin
menggeleng. “Ess, jadi begini. Jaejoong menyadari jika dia menyukai Ai ketika
Ai sudah memilih untuk bersama Hanbyul.”
“Mwo??
Jang Hanbyul Viceroy?? Memang Ai memilih bersamanya??” Jaejin menatap bingung
ketiga temannya. “Ya! Katakan yang sebenarnya padaku! Jangan membuat ku
bingung.”
“Jika
benar Ai memilih Hanbyul, apa kalian akan marah dan menentang hubungan mereka?”
tanya Wonbin.
“Ess,
itu memang tidak mudah. Tapi Ai juga berhak bahagia. Jika Hanbyul yang bisa
membuat Ai bahagia, why not? Jika aku marah, aku punya hak apa? Sampai detik
ini aku tak bisa berbuat banyak untuknya, malah aku yang banyak merepotkan Ai.”
jawab Minhyuk.
Wonbin
menatap Jaejin. “Eum…” Jaejin berpikir sejenak, “aku tidak bisa marah pada Ai.
Cinta itu seperti angin, dia bebas berhembus dan seperti kupu-kupu yang bebas
hinggap dibunga yang ia mau. Cinta bebas menempati ruang hati siapa saja,
termassuk Ai dan Hanbyul.”
“Anak
ini bisa juga berpendapat seperti ini,” Minhyuk merangkul Jaejin.
Ketiganya
kemudian kompak menatap Jaejoong. Tatapan yang dirasakan Jaejoong sebagai
tatapan mengadili hingga ia merasa risih sendiri dibuatnya.
“Moshi!
Moshi!” Ai memasuki basecamp. Ia berjalan mendekati keempat rekannya dan
menunjukan kertas ditangannya.
“Apa
itu?” tanya Minhyuk.
“Love, Music and Dreams.”
“Kau sudah
menyelesaikannya??” Jaejin berbinar.
“Tugas Wonbin dan
Jaejoong menyempurnakan aransemennya.”
Wonbin segera memeriksa
kertas yang berisi lagu yang ditulis Ai. Jaejin dan Minhyuk turut bergabung
bersama Wonbin. “Kita harus berlatih keras setelah ini,” kata Minhyuk.
Ai beralih menatap
Jaejoong yang tertunduk. “Kau tidak mau menyempurnakannya? Kau masih marah
padaku?” semua turut menatap Jaejoong.
Jaejoong langsung
memeluk Ai, mendekapnya erat. “Mianhae…” bisik Jaejoong, “jongmal mianhae…”
Ai tersenyum dan
membalas pelukan Jaejoong. Ia mengelus punggung Jaejoong. Wonbin tersenyum lega
begitu juga Minhyuk dan Jaejin. Ketiganya kemudian memeluk Ai dan Jaejoong.
Minki yang melihat hal itu tersenyum. Ia lega akhirnya YOWL kembali seperti
semula.
***
Sekolah kembali aktif
setelah liburan musim panas. Hwaseong Academy tampak tenang dihari pertama
sekolah.
“Mwo??” mulut Chaerin
membulat, “mereka berlibur bersama Song Hyuri dan YOWL??”
“Nee.” Gyuri
membenarkan.
“Kau tahu darimana?”
tanya Jieun.
“Tidak sengaja melihat
foto dikamar Yiyoung, foto mereka di bandara.”
“Jadi itu alasan kenapa
mereka tak bergabung bersama kita ke Bali?” sambung Soojung. “Ini hanya mimpi
kan?”
“Jung Jinwoon Sunbaenim
dan Jung Daehyun juga ada bersama mereka,” imbuh Gyuri.
“Mwo??” Chaerin dan
Soojung kompak. “Bahkan mereka juga??” Soojung memastikan, “pasti Yiyoung
sangat sedih karenanya.”
“Song Hyuri, Dokter
Song, Viceroy, dan Stardust, mereka bertekuku lutut didepan YOWL hanya karena
seorang Fujiwara Ayumu. Apa yang dia lakukan?” Gyuri dengan ekspresi tak paham.
“Sihir, apa rumor itu
benar? Fujiwara Ayumu bisa memantrai siapa saja yang ia inginkan untuk tunduk
atau yang lain,” Chaerin menduga-duga.
“Sihir? Kau masih
percaya tentang itu?” tanya Jieun.
“Jangan-jangan kau juga
korbannya,” Chaerin menatap curiga Jieun.
“Apa untungnya bagi
Fujiwara melakukan itu semua? Dia memiliki segalanya, Putri Jeonggu Dong,
kedudukan disekolah ini bukan hal yang menarik perhatiannya.”
“Tapi dia melakukannya.
Sejak pertama dia datang.” Sahut Soojung.
“Dia menjadi demikian
karena dia berbeda. Tolong, jangn terus berpikiran sempit. Jauh dari ini semua,
Red Venus juga telah memiliki kedudukan sendiri.” Jieun merapikan buku-bukunya,
“pemikiran yang demikian yang akan menghancurkan kita nantinya,” ia pun pergi.
“Jieun benar-benar
telah termantrai,” Chaerin menggelengkan kepala. “Sekarang apa yang akan kita
lakukan?”
“Entahlah. Yiyoung
menjadi murung.” Gyuri lesu.
“Gawat jika foto-foto
itu sampai tersebar.”
“Benar. Walau hal itu
akan membuat YOWL tak nyaman, pada akhirnya itu akan menguntungkan mereka.”
kata Soojung.
“Kita jalan ditempat
jadinya,” keluh Chaerin.
-------
Yiyoung menemui
Myungsoo dan menanyakan perihal liburan bersama Viceroy dan YOWL. Myungsoo
membenarkannya dan antusias menceritakan tentang liburan itu pada Yiyoung.
Yiyoung diam, meremas rok seragamnya mendengar cerita Myungsoo.
“Lalu, benarkah Jung
Jinwoon Sunbaenim juga ikut?”
“Nee. Dia tiba-tiba
muncul, menyusul kami bersama Daehyun.”
“Darimana kau tahu
mereka akan berlibur ke Seongsan Ilchulbong? Mereka mengundang Viceroy?”
“Itu…”
“Jung Jinwoon Sunbaenim
dan Fujiwara, apa hubungan mereka? Mereka punya hubungan khusus?”
“Mereka punya hubungan
yang sangat istimewa,” Myungsoo tersenyum dengan rona bahagia membuat hati
Yiyoung makin remuk.
Yiyoung berjalan
sendirian. Tanpa sengaja ia berpapasan dengan Ai. Yiyoung berhenti dan menatap Ai.
Ai yang sibuk dengan netbook ditangannya melewati Yiyoung begitu saja. Yiyoung
menatap Ai hingga badannya ikut berputar. Ai yang berjalan dengan mixphone
bertengger dikepala dan tangan memangku netbook terlihat sangat nyaman berjalan
demikian. Melihat sikap acuh Ai, hati
Yiyoung makin terasa perih teriris-iris.
“Kau disini?” Junhyung
menghampiri Yiyoung.
“Orang seperti dia kah
yang disukai Jung Jinwoon?”
Junhyung mengikuti arah
pandangan Yiyoung dan menangkap sosok Ai yang berjalan menjauh.
***
Siang hari yang terik.
Murid-murid meributkan kiriman video pada Hwaseong Academy Community. Viceroy
mengirim video berisi pengakuan mereka akan kehebatan YOWL sekaligus permintaan
ma’af dan pesan damai untuk YOWL. Foto-foto member Viceroy yang menemui empat
member YOWL ditaman sekolah untuk meminta ma’af secara langsung juga langsung
memenuhi situs resmi Hwaseong Academy itu. Banyak yang menyambut baik pada
keputusan Viceroy ini namun tak sedikit yang menentang. Stardust memberikan
dukungannya untuk perdamaian Viceroy dan YOWL. Junki juga Gahee terlebih
Joongki juga senang mendengar berita perdamaian ini.
“Dia telah mengambil
semuanya dari ku, semuanya. Jinwoon Sunbaenim…” Yiyoung menunduk semakin dalam.
Melihatnya Junhyung
yang duduk disamping Yiyoung semakin merasa bersalah. “Tidak bisakah ia
menyisakan satu orang saja untuk ku? Jinwoon Sunbaenim… aku sangat
menyukainya…” Yiyoung menutup wajah dengan kedua tangannya dan menangis.
Junghyun memeluk
Yiyoung membiarkan gadis itu menangis dalam dekapannya. “Tenanglah… semua akan
baik-baik saja. Mereka akan kembali padamu, percayalah,” bisiknya menenangkan.
-------
Ai tersenyum melihat
Yoojin melayang-layang didepannya sambil membawa Ikebana pemberiannya dengan
ekspresi bahagia itu.
“Gomawo… Ikebana ini,
anggrek kuning dan mawar oranye, apa artinya?”
“Keanggunan dan
persahabatan.”
“Wah… kita sahabat?”
Ai tersenyum dan
mengangguk. “Woa!!! Kamsahaeyo…” imbuh Yoojin terharu. “Ai Chan, kau bahagia?
Akhirnya kau mendapatkan semuanya. Aku turut bahagia, sungguh. Sebelumnya aku
tak pernah merasa sesenang ini.”
“Sungguh kau bahagia?”
“Nee. Bukan hanya
bahagia tapi saaangaaat bahagia. Aku tidak merasa kesepian lagi sejak kau hadir
disekolah ini. aku merasa… hah… ini tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata…
Aku seolah melayang, terbang bebas dilangit biru. Ini sangat… menyenangkan.”
“Terima kasih sudah
bersedia berbagi tempat dengan ku. Dan terima kasih mau mendengar semua ocehan
ku.”
Yoojin tersenyum dan
mengangguk antusias. “Ai Chan, boleh aku minta sesuatu dari mu?”
“Kompensasi makhluk
halus, kau meminta sebagian jiwa ku?”
“Aniya…”
Ai tertawa kecil, “apa
itu?”
“Ijinkan aku memeluk
mu, sebentar saja.” Yoojin dengan wajah penuh harap.
Ai sedikit kaget
mendengar permintaan Yoojin. Ia kemudian berdiri berhadapan dengan Yoojin.
Kemudian Ai mulai menggerakan tangan kanannya. Yoojin mengikuti Ai mulai
menggerkan tangan kirinya. Perlahan Ai dan Yoojin mempertemukan telapak tangan
mereka. Keduanya sama-sama tersenyum ketika bisa menyentuh satu sama lain. Ai
bisa merasakan dingin dari kulit Yoojin yang pucat. Air mata Yoojin meluncur
pelan. Ai memeluknya, mendekap Yoojin tanpa ragu. Sejenak tenguk Ai terasa
sangat dingin, ia merinding hingga memenuhi sekujur tubuhnya.
Yoojin menitikan air
mata. Ia merasa bahagia. Selama hidupnya ia sangat kesepian dan tertekan. Ia
selalu dijauhi teman-temannya, dikucilkan. Tak kuasa terperangkap dalam kondisi
itu, Yoojin memutuskan mengakhiri hidupnya ditoilet sekolah. Sejak sa’at itu ia
tertahan disana. Yoojin semakin kesepian. Ia berusaha menunjukan keberadaan
dirinya namun ia semakin kesepian karena murid-murid perempuan ketakutan.
Hingga sa’at Ai datang. Gadis itu tak takut sedikit pun pada Yoojin dan memilih
menawarkan pertemanan pada Yoojin. Akhirnya Yoojin mendapatkan seorang teman,
bukan teman biasa. Teman yang amat mempercayainya. Yoojin merasa sangat bahagia
karena pada akhirnya ia bisa meraskan bagaimana memiliki teman dan betapa
berharganya sebuah kepercayaan itu. Memiliki teman dekat yang mempercayai
dirinya dan turut mengikuti perjuang YOWL membuat kebahagiaan Yoojin makin
melimpah. Air mata Yoojin mengucur deras mengingatnya. Ia membenamkan wajahnya
pada pundak Ai.
Hyuri yang membuka
pintu kaget dan tertegun ditempat ia berdiri. Hyuri melihat Ai sedang
berpelukan dengan seorang gadis asing. Hyuri tak pernah melihat gadis itu
sebelumnya. Hyuri yakin, itu adalah Kim Yoojin, hantu toilet perempuan kaelas
X.
Yoojin menyadari
kehadiran Hyuri. Ia tersenyum menatap Hyuri. Perlahan tubuh Yoojin hancur
menjadi butiran cahaya putih, dimulai dari ujung kakinya. “Kamsahaeyo, Ai
Chan,” bisik Yoojin kemudian seluruh
tubuhnya hancur menjadi butiran cahaya putih yang berterbangan indah diudara
membuat suasana toilet jadi terang benderang. Vas berisi Ikebana yang digenggam
Yoojin jatuh dan pecah dilantai.
Hyuri melebarkan matanya
tak percaya pada apa yang dilihatnya. Butiran cahaya itu berputar dan terbang
keatas menempus atap toilet. Sekejap saja lalu suasana kembali seperti semula,
hening. Hyuri menelan ludah masih syok.
Ai masih dalam posisi
berdiri seperti sedang memeluk seseorang. Air mata Ai meluncur pelan. “selamat
jalan, Kim Yoojin,” bisiknya sambil menurunkan kedua tangannya.
Ai menghanyutkan bunga
anggrek kuning dan mawar oranye di danau buatan di belakang sekolah. Hyuri
berdiri agak jauh dibelakangnya. Keduanya kemudian duduk dibawah pohon
dipinggir danau. Ai dan Hyuri duduk berdampingan menatap danau.
“Kim Yoojin, tidak akan
kembali?” Hyuri memulai obrolan.
“Dia sudah
menyeberang.” Ai kemudian mendongak sejenak. “Hyuri, apa kau pikir semua merasa
bahagia seperti yang dirasakan Yoojin?”
“Aku iya, apa kau
tidak?”
“Lebih dari itu tapi…”
Ai tak melanjutkan ucapannya.
Hyuri tersenyum lalu
menggenggam tangan Ai, “You’re not alone,” bisiknya.
Ai menoleh dan
tersenyum, “beberapa orang itu, aku terus memikirkannya.”
“Beberapa orang itu?”
Bel masuk berdering.
“Ayo, kita pergi!” Ai bangkit dari duduknya dan berjalan mendahului.
Hyuri berdiri menatap
punggung Ai. Ia menggeleng dan tersenyum lalu berlari kecil mengejar langkah
Ai.
***
Ai berdiri sendiri
menatap Sungai Han. Masih dengan headset yang bertengger di kedua telinganya.
Tiba-tiba telapak tangan itu menutup kedua mata Ai.
“Jang Hanbyul.”
Hanbyul tersenyum, “kau
tahu ini aku?” tanpa melepas tanganya dari menutup mata Ai.
“Karena aku menunggu
mu,” Ai menurunkan tangan Hanbyul.
“Kau tidak memukul ku
lagi?” Hanbyul sudah beralih didepan Ai.
Ai tersenyum mengingat
kejadian dipantai sa’at mereka liburan bersama. “Mianhae…”
Hanbyul tertawa kecil,
“sedikit takut tadi, untung saja kau sudah dijinakan oleh ku.”
“Mwo?? Ish!”
Keduanya kembali saling
diam. “Ada yang ingin aku sampaikan padamu.”
“Um, apa itu?
Penolakan?”
“Apa itu yang kau
harapkan?”
“Jantungku berdetub
kencang ketika kau menelfon, sa’at mendengar suara mu dan kau meminta bertemu
dengan ku secara tiba-tiba seperti ini. Aku sangat senang sekaligus khawatir.
Aku tidak akan sanggup menerima penolakan itu, aku tidak sanggup jika kau
meminta ku untuk benar-benar pergi sekarang.” Hanbyul menatap lekat Ai.
Ai pun menatap Hanbyul.
“I will never let you go.”
Hanbyul menatap Ai
dengan ekspresi tidak percaya. Ai tersenyum lalu melepas salah satu headsetnya
dan memasangkannya pada telinga Hanbyul. Ai dan Hanbyul mendengarkan lagu ‘I
Will Be-Avril Lavigne’ bersama-sama. Ai menundukan kepala didepan Hanbyul.
Hanbyul menyentuh dagu Ai mengangkat wajah gadis itu agar menatapnya.
“Jangan pergi, aku
mohon,” bisik Ai.
Hanbyul tersenyum dan
memeluk Ai. Ia tersenyum bahagia merengkuh Ai dalam dekapannya. Hanbyul mencium
kening Ai selama beberapa sa’at kemudian melepas pelukannya memegang kedua
lengan Ai yang berdiri dekat didepannya.
“Gomawo,” bisik
Hanbyul.
“Bukankah aku yang
har…” belum selesai Ai bicara, Hanbyul sudah membungkam mulut Ai dengan
bibirnya.
Hanbyul melepas
ciumannya dan menatap Ai sedekat ini. Hanbyul tersenyum lalu kembali mencium
bibir merah Ai.
-------TBC--------
matur suwun ^_^
.shytUrtle_yUi.
0 comments