¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤
06:32¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤
. Judul: Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: Hwaseong Akademi ’salang, eum-aggwa kkum’
. Hangul: 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight
Episode
#20
Ai
berdiri mematung hingga mobil Hanbyul hilang dari pandangannya. Jaejoong yang
masih menunggu, berjalan menghampiri Ai.
“Ai.”
“Oh,
Jaejoong. Kau kemari. Bagaimana pestanya?”
“Membosankan
karena kau tidak di sana. Gitar itu?”
“Aku
bosan dan bermain ke Hongdae sebentar. Benarkah Jinwoon Oppa juga tidak hadir
di pesta?”
“Kau
tahu?”
“Hyuri,
Hanbyul dan Myungsoo menyusul ku ke Hongdae, mereka mengatakan hal itu dan
beberapa kembali membahas skandal ku dan Oppa.”
Jaejoong
kesal, benci Ai berkata jujur seperti ini. Apalagi mendengar nama Hanbyul di
sebut. “Ai, aku lapar.”
“Di
pesta tidak ada makanan? Kau mau aku buatkan ramen?”
“Boleh.”
“Baiklah.
Ayo masuk.”
-------
Hyuri
berjalan pelan memasuki rumahnya. Mobil Myungsoo melaju pergi dan Hyuri
menghentikan langkahnya. Hyuri berbalik menatap jalan yang kembali sepi.
Kemudian ia memegang bibirnya. Hyuri kembali teringat sa’at Myungsoo tiba-tiba
menciumnya.
“Sekarang
aku yakin pada apa yang aku rasa. Dan aku tak ingin melepaskan orang yang aku
suka, yaitu kau, Song Hyuri.” Ucapan Myungsoo kembali terniang di telinga
Hyuri. Hyuri menunduk lalu berjalan masuk.
***
Ai
kembali sekolah setelah vakum selama beberapa hari. Ai berhenti ketika melihat
Junki. Ia kemudian tersenyum dan memberanikan diri mendekati Junki.
“Good
morning, Songsaengnim.” Sapa Ai.
“Oh, Fujiwara.
Nice to see you again. How are you? Are you fine right now?”
“How
could you ask me like that after you break my heart, Songsaengnim?”
“Sorry??”
“Please
forgive me, just kidding.” Ai segera tersenyum.
“Kau
benar sakit karena aku?”
“Ess…
hah… dua bulan ini benar-benar menguras tenaga dan pikiran.”
“Ma’afkan
aku. Dan terima kasih untuk semua.” Junki menatap Ai begitu sebaliknya dan
keduanya terdiam.
Joongki
yang melihat keduanya pun mendekat. “Kau sudah kembali?”
“Dokter
Song. Nee, terima kasih untuk cutinya.”
“Em.
Kau terlihat sangat baik sekarang.”
“Hehehe
ini berkat Dokter.”
-------
Ai
berdiri diam di atap sekolah. Ia melihat murid-murid di bawah sana. Ai kemudian
kembali turun dan berjalan pelan sambil melihat murid-murid yang duduk
istirahat bersama di koridor juga di taman. Ai kembali menyendiri di taman
belakang sekolah, duduk di bangku favoritnya menghadap danau. Ai membuka
netbook, melihat foto-fotonya bersama YOWL, Minki dan Kibum. Ia tersenyum
sendiri lalu beralih menatap danau. Betapa terkejutnya Ai melihat Joongki sudah
duduk di depannya.
“Dokter
Song??”
“Apa
yang kau lihat?”
“Tidak
ada!” Ai segera menutup netbooknya.
“Ish!
Pelit sekali.”
“Untuk
apa Dokter kemari?”
“Ini.”
Joongki membawa kotak berisi bekal makan siang untuk Ai. “Mulai sekarang, aku
sendiri yang akan membawanya untuk mu.”
Ai
merasa sungkan. “Kamsahamnida.”
“Jangan
sampai terlambat makan.”
Ai
tersenyum dan terlihat mengawasi sekitar membuat Joongki ikut melihat
sekelilingnya. “Wae?” tanya Joongki.
“Animnida.”
Ai kembali menunduk dan membuka bekal pemberian Joongki. “Woa~ sedap sekali,
pasti sangat enak. Aku makan.” Joongki tersenyum manis dan mengangguk. Ia
senang melihat Ai mau memakan bekal buatannya.
“Liburan
musim panas, kau ada rencana?”
“Liburan
musim panas? Entahlah, mungkin begitu saja. Mengurus florist.”
“Setelah
semua kerja keras itu, kau tak ingin rehat sejenak?”
“Ingin.
Biasanya kami punya rencana dadakan.”
“Kami?
Kau dan YOWL?”
“Nee.”
“Ikutlah
bersama kami.”
“Kami?”
“Em.
Aku dan Hyuri juga YOWL.”
“YOWL??
Ck! Mereka merencanakan sesuatu di belakang ku??”
-------
“Senang
melihat mu kembali.” Sapa Jinwoon sa’at berpapasan dengan Ai. “Kau benar sudah
merasa baik?”
“Nee.
Ini berkat Omma juga. Sekarang aku sangat baik! Hehehe…”
“Beberapa
kali aku menjenguk mu namun kau tidak ada di rumah.”
“Benarkah?
Aa, mianhamnida.”
“Akhirnya
redam juga.”
“Nee.
Fans Oppa lebih mengerikan daripada fans Viceroy, sudah tahu pamor ku begitu
buruk, mereka masih berani maju menemui ku langsung, daebak…” Ai menggelengkan
kepala membuat Jinwoon tersenyum melihatnya.
“Jika
terjadi hal buruk lagi, jangan halangi aku untuk mengatakan bahwa kau adalah
adik ku.”
“Oppa
mengharapkan hal buruk terjadi lagi?”
“Bukan
begitu, hanya saja itu mungkin terjadi lagi.”
“Em,
Oppa benar.”
“Jika
ada waktu, aku ingin pergi dengan mu.”
“Nee??
Apa ini ajakan kencan??”
“Jiyoo~aa!”
“Hehehe
choa.”
Jinwoon
tersenyum lega. “Aku menunggu kesempatan itu.” Ia kemudian pergi.
***
“Hari
ini dan kemarin sangat tenang sekali di sekolah. Apa semua telah berubah
menjadi malaikat?” Ai kemudian menatap Hyuri yang duduk berhadapan dengannya.
Ai
memiringkan kepala mengamati ekspresi Hyuri. Hyuri tak mendengar ocehan Ai.
Hyuri terlihat melamun dan tersenyum sendiri. Ai mengerutkan dahi, penasaran
pada apa yang di pikirkan Hyuri kini. Ai lebih dekat pada Hyuri.
“Song-Hyu-Ri!”
panggil Ai yang sudah berada begini dekat di depan Hyuri. Hyuri tersadar. Mata
Hyuri melebar melihat Ai berada tepat di hadapannya yang hanya berjarak satu
jari telunjuk saja. Hyuri segera menarik dirinya mundur.
“Ya!
Kau ini! Kau mau kita di katakan lesbian lagi?!!”
Ai
kembali duduk, dengan wajah tanpa ekspresinya. Ia benar tak merasa bersalah
membuat Hyuri begitu ketakutan. “Liburan musim panas, apa yang kau rencanakan
dengan Dokter Song?”
“Oh,
Joongki Oppa sudah mengatakannya pada mu? Aku ingin kita liburan bersama, Nenek
tidak tega jika kau pergi sendiri dan meminta Joongki Oppa ikut serta.”
“Dasar
manja.”
“Bukan
begitu… Ah, Jaejoong, Wonbin, Minhyuk dan Jaejin menyetujui rencana ini. Aku
juga mengajak Kibum dan Wooyoung.”
“Ya
sudah, pergi saja.”
“Kau
tidak tertarik?”
“Pantai
akan membuat ku meleleh, ini musim panas.”
“Ya!
Kau itu manusia, bukan vampire! Berhenti bercanda! Kau harus ikut!”
“Kenapa
kau memaksa?”
“Ayolah.
Ini hadiah dari Nenek, untuk kesuksesan tim kita.”
“Kenapa
kau senyum-senyum seperti itu?”
“Nee??
Ai! Kau ini gemar sekali mengganti topik dan bicara sesuka hati mu sendiri!”
“Aku
rasa terjadi sesuatu pada mu. Ekspresi mu itu…”
Hyuri
segera memegang wajahnya, “ada apa dengan ekspresi ku??” Kemudian tatapan Hyuri
pada Viceroy yang melintas. Ai menoleh dan mengamati Viceroy lalu kembali
menatap Hyuri yang sudah menundukan kepala.
“Terjadi
sesuatu antara kau dan Myungsoo?”
“Nee??”
Hyuri kembali menatap Ai. “Aa-aniya…” tiba-tiba Hyuri merasa udara hari ini
sangat panas.
“Wajah
ju memerah, Song Hyuri.”
“Huft!
Bisakah kau menghentikannya?!”
“Jadi
benar terjadi sesuatu antara Song Hyuri dan Kim Myungsoo?”
“Ai!”
Ai
melipat tangan menatap lurus Hyuri. “Banyak kejadian ganjil dan aku terus
memikirkannya.”
“Kejadian
ganjil?”
“Hasil
ramalan waktu itu, mungkin adalah semua kejadian sa’at ini. Kartu yang rumit,
secara global, aku dan YOWL. Begitu banyak kebetulan yang terjadi.”
“Itu
kejadian ganjilnya?”
“Yang
hingga kini menjadi pertanyaan di otak ku, bagaimana seorang Viceroy Jang
Hanbyul mendapatkan nomer ponsel ku.”
Hyuri
tersentak, punggungnya menegang. Jantungnya hampir lepas karena pernyataan
mengagetkan yang terlontar ringan dari mulut Ai. “Hanbyul mengetahu nomer
ponsel ku, sebelum aku membagikan lamaran YOWL. Itu kejadian ganjil yang aku
maksud.” Imbuh Ai semakin membuat Hyuri merasa di adili untuk mengakui itu
adalah perbuatannya.
Hyuri
tak kuasa membalas tatapan Ai. Ia menundukan kepala di depan Ai, sementara itu,
Ai masih lurus menatapnya. Perlahan Hyuri mengangkat kepala, memberanikan diri
menatap Ai. “Ai, jika kau berkata jujur pada mu, apa kau akan marah dan
membenci ku?”
“Jujur?
Tentang?”
-------
Hyuri
mondar-mandir sambil menggigit kuku jari tangannya. Ia terlihat bingung dan
panik. Jaejoong tak sengaja melihat Hyuri. Ia pun menghampiri Hyuri.
“Song
Hyuri.”
“Jaejoong.”
Jaejoong
heran melihat ekspresi Hyuri. “Ada apa? Apa terjadi sesuatu yang buruk?”
Jaejoong
dan Hyuri duduk bersama. Hyuri menceritakan semua pada Jaejoong. Hyuri mengakui
semua pada Ai dan kini ia melakukan hal yang sama, mengakui semua pada
Jaejoong. Hyuri mengaku jika dia-lah yang memberikan nomer ponsel Ai pada
Hanbyul sebagai imbalan tumpangan yang di berikan Hanbyul untuknya. Setelah
mengakui semua pada Ai, kini Hyuri khawatir bahkan sangat takut Ai akan marah
dan membencinya. Ai tak mengucap sepatah kata pun usai mendengar pengakuan
Hyuri. Ai pergi begitu saja meninggalkan Hyuri.
“Jadi
ancaman waktu itu benar adanya? Kau tidak main-main ingin mengacaukan YOWL dan
Viceroy dengan membuat Ai dan Hanbyul saling menyukai?”
“Jaejoong,
bukan begitu… hah… aku tahu aku salah tapi sungguh bukan seperti itu. Jika kau
juga menyadarinya, Hanbyul memang menyukai Ai dari awal, bukan karena aku.”
“Kau
mempermulus jalan Hanbyul.”
“Baiklah,
iya, ini salah ku. Aku siap menerima konsekwensinya. Kalian pantas membenci
ku.” Hyuri menunduk pasrah.
Jaejoong
terdiam. Ia benar kesal dan marah namun ia tak boleh melampiaskan itu semua
terlebih pada Hyuri. Karena Jaejoong tahu, Ai sangat menyayangi Hyuri. Tapi
setelah mengetahui Hyuri berkhianat, apakah Ai akan tetap mempertahankan Hyuri?
Jaejoong gusar karena pertanyaan di benaknya itu.
Hyuri
menoleh mengamati Jaejoong. Melihat ekspresi Jaejoong, Hyuri makin di buru rasa
bersalah. “Jaj-jaejoong~aa, kau, kau menyukai Ai?”
Jaejoong
menoleh dan menatap tajam Hyuri. Ia menghela nafas, berdiri dan meninggalkan
Hyuri.
“Babo!
Kau benar-benar bodoh, Song Hyuri! Sekarang, apa kau bisa mempertanggung
jawabkan semua ini?” gerutu Hyuri.
-------
Ai
duduk melipat tangan dan memejamkan mata di toilet. Yoojin melayang
mondar-mandir di depan Ai. Ia hanya bisa melalakukan ini.
Jaejoong
tampak kesal berjalan cepat, sendiri. Tanpa sengaja ia berpapasan dengan
Hanbyul. “Ya! Jang Hanbyul!” Jaejoong menahan langkah Hanbyul. Hanbyul
menghentikan langkahnya, masih berdiri membelakangi Jaejoong, diam menunggu
Jaejoong kembali bicara.
“Kau
dan Ai… kalian…”
“Aku
menyukai Fujiwara Ayumu,” potong Hanbyul, “dan aku tidak akan mundur. Jika kau
bertanya kenapa Fujiwara, aku tak tahu harus menjawab apa, karena aku sendiri
tak tahu apa alasan ku menyukai Fujiwara Ayumu.”
Jaejoong
mengepalkan tangannya berusaha mengendalikan emosinya. “Yang aku tahu, aku
tidak bisa berhenti berpikir tentang Fujiwara Ayumu sejak ia menolong ku di
Jeonggu Dong.” Imbuh Hanbyul.
Jaejoong
mendekati Hanbyul menatap geram pemuda itu. Jaejoong masih mengepalkan
tangannya berusaha keras menahan emosinya. “Kau marah pada ku? Bagaimana jika
Fujiwara merasakan hal yang sama, seperti yang aku rasakan padanya? Bagaimana
jika kami saling menyukai?” tanya Hanbyul.
“Jang
Hanbyul!” Jaejoong hendak melayangkan pukulannya namun ia urungkan karena ada
beberapa siswa lewat. Jaejoong juga Hanbyul diam sampai gerombolan murid itu
jauh.
“Jika
itu benar adanya, apa kau masih pantas bersikap seperti ini, Kim Jaejoong?”
Jaejoong
menatap sengit Hanbyul. Tangannya gemetar karena menahan emosinya yang
memuncak.
“Jika
kau menyukai Fujiwara, harusnya kau menjaganya dengan baik, tapi apa yang kau
lakukan? Disini kau mati-matian mengejar Noh Yiyoung. Masih pantaskah kau
menyebut Fujiwara ‘gadis ku’? Kau kembali pada Fujiwara setelah Yiyoung
mengabaikan mu dan Fujiwara meraih pamor melebihi Yiyoung di sekolah. Perasaan
seperti itu yang kau sebut menyukai dan menyayangi? Perasaan macam apa itu? Aku
akui Fujiwara belum menerima ku sepenuhnya, tapi perlu kau tahu, aku tidak akan
mundur.” Hanbyul menatap serius Jaejoong sebelum ia pergi.
***
Keempat
member YOWL duduk di dekat pintu keluar sa’at jam sekolah usai. Mereka meunggu
Ai keluar. Minhyuk dan Jaejin asik bercanda sementara Wonbin sibuk dengan
ponselnya. Jaejoong duduk mengamati murid-murid yang berjalan pulang. Beberapa
dari mereka berpasangan. Jaejoong melebarkan kedua matanya. Ia melihat Ai dan
Hanbyul pulang bersama. Keduanya berjalan bersama dengan raut wajah berbinar
bahagia. Jaejoong mengerjapkan kedua matanya dan menggelengkan kepala lalu
memejamkan matanya.
“Fiksi,
fiksi, fiksi…” Jaejoong terus mengulang kata itu dengan mata terpejam.
“Ya!
Kau kenapa?” Minhyuk menganggetkan Jaejoong.
“Ah,
anee.”
“Fiksi?
Apa maksudnya?”
“Red
Venus.” Jaejin sambil menggerakan kepala ke arah Red Venus.
Jaejoong
menatap Yiyoung. Yang ia rasa, biasa, tak menggebu seperti dulu.
Hyuri
menunggu tak jauh dari tangga. Rasa bersalah masih mengitarinya. Ai tak
membalas SMS yang ia kirim bahkan tak menggubris panggilan Hyuri. Hyuri benar
takut, ia yakin Ai pasti sangat marah padanya kini. Bahkan Ai mungkin sangat
membencinya kini. Jaeki dan Luhan yang pulang bersama menyapa Hyuri dan pamit
pulang lebih dulu. Hyuri menyandarkan punggungya pada tembok bertahan menunggu
Ai muncul. Kibum dan Wooyoung pulang bersama. Keduanya berhenti menyapa Hyuri
dan menurut mereka Ai menghilang tak kembali sejak jam istirahat usai. Hyuri
memilih tetap tinggal dengan dalih menunggu Joongki. Hyuri kembali menyandarkan
punggung di tembok sambil terus mengirim SMS berisi permintaan ma’af pada Ai.
Myungsoo
berjalan sendiri menuruni tangga. Senyum terkembang di wajah Myungsoo ketika ia
menangkap sosok Hyuri yang sedang berdiri sendirian. Myungsoo mengamati
sekitar, sepertinya Hyuri benar-benar sendirian. Myungsoo hendak mendekat namun
ia kembali menarik dirinya dan bersembunyi ketika melihat Joongki muncul.
“Oppa.”
“Ck!
Kenapa kau murung?”
“Anee.”
“Hyuri,
aku sudah menentukan lokasinya.”
“Nee?”
“Liburan
musim panas kita, Seongsan Ilchulbong, Jeju.” Joongki penuh semangat.
“Seongsan
Ilchulbong??” bisik Myungsoo.
“Wae?
Kau tidak suka?” Joongki memperhatikan ekspresi Hyuri.
“Anee,
aku suka. Lalu apa yang lain setuju? Ai?”
“Eum,
sepertinya.”
“Oppa
yakin?”
“Kugjungmayo,
aku pasti akan membuat Fujiwara Ayumu setuju. Ayo kita pulang!”
Hyuri
tersenyum dan mengangguk lalu pulang bersama Joongki. Myungsoo keluar dari
tempat persembunyiaanya setelah Hyuri dan Joongki pergi.
“Seongsan
Ilchulbong??” bisik Myungsoo lagi.
Ai
berjalan sendirian. Myungsoo menoleh dan keduanya saling menatap. Ai menangkap
binary bahagia di wajah Myungsoo. Ia menghentikan langkahnya dan menatap
Myungsoo, datar.
“Wa-wae??”
tanya Myungsoo.
“Aku
percayakan dia pada mu, dengan syarat kau harus menjaganya dengan baik. Jika
kau membuatnya menangis atau sedih, maka aku akan membunuh mu.”
“Mm-mwo??”
“Song
Hyuri.” Jawab Ai singkat. Myungsoo menunduk dan menggaruk kepalanya yang tidak
gatal. Ini pertama kalinya ia terlihat bodoh di depan seorang gadis. Ai
menyincingkan senyum dan menggeleng pelan lalu kembali berjalan.
“Cham-kam-man.”
Tahan Myungsoo. Ai berhenti dan kembali menghadap Myungsoo.
“Apalagi?”
“Apa
yang kau rasakan pada Hanbyul?”
“Penting
untuk mu untuk tahu tentang itu?”
“Ini
pertama kalinya Hanbyul menyukai seorang gadis.”
“Kau
mau aku percaya?”
“Terserah
kau mau percaya atau tidak. Kenyataan yang aku tahu, ini pertama kalinya
Hanbyul menyukai seorang gadis, sama halnya dengan ku. Awalnya aku sangat
penasaran pada mu, namun aku terlalu gengsi untuk mengakui hal itu dan
mengambil langkah untuk lebih dekat dengan mu.”
“Lalu?”
“Setelah
semua yang ia lakukan, apa kau akan membiarkan Hanbyul patah hati? Kau tega
melakukannya?”
“Em?”
“Hanbyul,
dia menyukai mu bukan?”
“Entahlah.”
“Mwo?”
“Mwo??”
“Tidak
ada hubungan khusus di antara kalian? Kalian tidak pacaran?”
“Anee.”
“Aish!”
Myungsoo kembali mengacak rambutnya.
“Aku
pergi!”
“Oh,
nee.” Myungsoo memandang punggung Ai. Ia malu pada dirinya sendiri yang tampak
bodoh di depan Ai. “Hah, gadis macam apa dia? Alien? Atau benar vampire?” gumam
Myungsoo sendiri.
***
Perasaan
Hyuri benar-benar buruk hari ini. Ia memainkan biolanya, di kamarnya. Melody
sendu itu memenuhi seluruh sudut ruang tidur Hyuri. Hyuri menghela nafas dan
menundukan kepala ketika usai memainkan biolanya. Suara tepuk tangan itu
mengejutkan Hyuri. Ia segera berbalik menatap ke arah pintu. Hyuri terkejut
melihat Nyonya Shin sudah berdiri disana bersama Ai.
“Ai??”
Hyuri terkejut sekaligus senang melihat Ai.
“Kalian
lanjutkan saja.” Nyonya Shin pamit.
Hyuri tersenyum,
merasa terharu melihat Ai. “Masuklah. Apa kau akan tetap berdiri seperti itu?”
Ai pun
masuk dan memberikan bunga hydrangea putih ia tata rapi dalam pot kecil
berwarna hijau muda. Tampilan bunga ini makin cantik dengan di tambahnya
beberapa daun yang menemani empat tangkai bunga hydrangea putih itu. Sederhana
namun terkesan elegan.
“For
me?” tanya Hyuri.
“Is
there another girl right here?”
Hyuri
tersipu dan menerima bunga pemberian Ai. “What the name of this flower? and what it means?”
“Hydrangea, symbolizes friendship, sense of devotion.
White is perfect color for our friendship.”
Hyuri tersenyum lebar, “then, that’s meant you’re not
angry to me?”
“I’m angry.”
Hyuri menarik senyumnya dan kembali lesu.
“Jeosonghamnida…”
“But you’re the only girl that I have as my best friend
here. I don’t have any choice and choose back to you, I love you Song Hyuri.”
“Ish!
Mwoya~” Hyuri mengusap air matanya yang hampir jatuh.
“Are
you crying?”
“No,
I’m not.”
“Cengeng!”
“Kau
jahat, Ai.”
“Kau
lebih kejam, Song Hyuri.”
“Marah
saja pada ku.”
Ai
mengamati kamar Hyuri. Nuansa yang benar-benar mencerminkan kamar seorang
gadis. Sangat jauh berbeda dari kamar Ai. Ai tersenyum geli.
“Kau
tahu kenapa aku memberikan nomer ponsel mu pada Hanbyul Sunbae?”
“Entahlah.
Itu sangat konyol.”
“Karena
aku yakin, jika ka uterus mengejar Lee Junki Songsaengnim, itu akan berujung
pada patah hati, dan terbukti bukan?”
“Cenayang
Song?”
“Ya!
Fujiwara Ayumu, aku serius!”
“Kenapa
Jang Hanbyul?” tatapan Ai berubah serius. Tatapan datar yang Hyuri sukai namun
juga ia benci.
“Aku
yakin dia menyukai mu dan menurut ku kalian tampak baik bersama. Aku selalu
tersenyum sendiri setiap kali mengingat kalian berdua, apalagi sa’at kalian adu
mulut di Hongdae, kalian benar terlihat seperti sepasang kekasih.”
“Saraf
otak orang-orang ini benar-benar kacau.”
“Mwo??”
“Aku
harus pergi.”
“Kau
mau kemana? Boleh aku ikut?”
Ai
menatap heran Hyuri. “Aku bosan di rumah sepanjang sore. Bawa aku kemana kau
akan pergi, aku jamin aku tidak akan merepotkan mu.” Hyuri memelas.
-------
Ai
tersenyum kecil dan menggeleng melihat tingkah Hyuri. Hyuri terlihat benar
menikmati perjalanannya.
“Hah..
ini menyenangkan! Ini pertama kalinya aku naik bus.” Ungkap Hyuri sambil
tersenyum.
“Dasar
orang-orang aneh! Apa istimewanya naik bus?”
“Aku
sering melihatnya di TV, kadang sampai berdesakan dan berdiri,” Hyuri tersenyum
geli. “Dari tadi ka uterus menyebut ku, orang-orang? Orang-orang? Maksudnya?”
Ai
mengabaikan pertanyaan Hyuri dan menatap keluar jendela. Ia teringat kejadian
sa’at ia pergi ke Namsan bersama Hanbyul dan sa’at pulang terjebak dalam bus
yang sesak. Ponsel Ai berdering. “Nee. Aku menuju kesana. Aku di dalam bus
sekarang, bersama Song Hyuri.” Ai diam mendengarkan seseorang di seberang sana
bicara. “Kau keberatan? Bukankah kau bilang ini hanya pertemuan biasa? Jika kau
keberatan, aku bisa memaksa Hyuri turun disini.” Pernyataan Ai segera mendapat
reaksi tatapan tajam Hyuri. “Nee, choa.”
“Ya!
Memaksa ku turun disini??” protes Hyuri. “Siapa yang menelfon mu??”
“Hah…
sudah gelap ya?”
“Ck!”
Ai dan
Hyuri sampai di sebuah café. Keduanya berhenti dan Ai mencari meja nomer 8.
“Meja
nomer 8, dimana?” gumam Ai.
Hyuri
ikut mengamati seluruh sudut café. “Disana!” tunjuk Hyuri. “Siapa yang duduk
disana? Sepertinya tidak asing…”
Ai
mengerutkan dahi lalu berjalan mendahului menuju meja nomer 8. Ai tiba di meja
nomer 8 dan menemukan Myungsoo sedang duduk sendiri disana. Hyuri kaget melihat
Myungsoo.
“Kim
Myungsoo?”
Myungsoo
menoleh, kaget melihat Ai dan Hyuri. “Fujiwara? Song Hyuri?”
“Apa
yang kau lakukan? Kenapa kau duduk disini?” tanya Ai tanpa basa-basi membuat
Myungsoo menatapnya kesal.
“Kau
sendiri, apa yang kau lakukan disini?” Myungsoo balik bertanya.
“Aku
ada janji dengan seseorang, disini, meja nomer 8.”
“Oh,
jadi Hanbyul juga mengundang mu?”
“Nee??
Hanbyul??” Hyuri menatap Myungsoo lalu Ai. “Ai! Jadi kau pergi untuk menemui
Hanbyul? Ah, Song Hyuri! Kau memanga bodoh! Kenapa kau memaksa ikut??”
Ai
teringat sa’at Hanbyul menelfonnya ketika ia dalam bus. “Hanbyul meminta mu
datang karena tahu aku pergi bersama Hyuri?”
“Itu…”
Myungsoo melirik Hyuri yang juga menatapnya dengan tatapan ingin tahu. “Ehem!
Jadi, diam-diam kau berkencan dengan Hanbyul?” Myungsoo balik memojokan Ai.
“Aku
tidak berkencan!”
“Lalu
apa arti pertemuan diam-diam ini?”
“Bukan
urusan mu untuk tahu.”
“Aku
disini sekarang, jadi aku berhak tahu.”
Hyuri
menepuk keningnya sendiri. “Dua anak ini selalu saja tidak pernah akur. Wahai
Tuan Kim Myungsoo dan Nona Fujiwara Ayumu, apa bisa kita duduk dan menunggu
Tuan Jang Hanbyul?” sela Hyuri. “Lihatlah orang-orang di sekitar kita,” Hyuri
sedikit berbisik sementara Myungsoo dan Ai masih menatap tajam satu sama lain.
“Huft…” Hyuri meniup poninya. “Atau kalian ingin aku pergi?”
Ai
menarik Hyuri lalu mendudukan gadis itu pada kursi yang sudah ia siapkan lebih
dulu. Lalu Ai duduk di kursi di samping Hyuri berhadapan dengan Myungsoo.
Myungsoo ikut duduk. Hyuri menatap Ai lalu Myungsoo kemudian ia menggelengkan
kepala melihat tingkah dua anak manusia ini yang sama-sama memasang ekspresi
kesal. Myungsoo kemudian memainkan gelas di hadapannya sedang Ai duduk diam
masih menatap Myungsoo. Lima menit berjalan seperti ini, Hyuri mulai gusar. Ia
mulai bosan berada di antara Ai dan Myungsoo.
“Thanks
for coming tonight.” Suara Hanbyul terdengar menggema menarik perhatian.
Tatapan
ketiga teman Hanbyul langsung tertuju pada panggung. “Apa yang di lakukannya
disana?” gumam Myungsoo menatap Hanbyul berdiri sendiri di atas panggung.
Hanbyul
tersenyum melihat meja nomer 8. “Selamat malam semua. Saya Jang Hanbyul dan
mala mini saya berdiri disini untuk…” Hanbyul menatap Ai sejenak, “… untuk
menyanyikan lagu ini Bruno Mars-Marry You, special for you, Jung Jiyoo.”
Pengunjung
café bersorak, bertepuk tangan dan intro musik ‘Bruno Mars-Marry You’ pun
terdengar. Hyuri yang sempat terkejut mendengarnya tersenyum lebar menatap Ai
dan bertepuk tangan antusias memberi dukungan Hanbyul. Myungsoo juga tersenyum
ikhlas dan turut bertepuk tangan. Ai menghela nafas dan menunduk karena
perhatian hampir seluruh pengunjung tertuju pada meja nomer 8. Hanbyul mulai
bernyanyi dan tatapannya terus tertuju pada meja nomer 8, pada Ai. Ai masih
bisa bersikap datar, diam menatap panggung. Myungsoo menggeleng melihatnya.
Lalu ia menatap Hyuri yang justru terlihat sangat terpukau dengan tindakan
Hanbyul. Myungsoo tak suka melihatnya. Ia segera menggerakan kakinya di bawah
meja menyentuh kaki Hyuri. Hyuri tersadar dan langsung menatap Myungoo dengan
tatapan heran.
Hanbyul
mungkin benar-benar sudah gila dan berada di luar kendali kini. Ia tiba-tiba
menuruni panggung menjelang lagu berakhir dan menuju meja nomer 8. Melihatnya
kali ini jantung Ai tiba-tiba berdetub kencang. Semakin tak karuan ketika
Hanbyul semakin dekat daan berhenti tepat di depan Ai.
“I
think I’m wanna marry you…..” Hanbyul selesai bernyanyi dan tiba-tiba berlutut
mengulurkan setangkai mawar merah. “Aku menyukai mu, Jung Jiyoo. Mau kah kau
menerima ku untuk menjadi kekasih mu?” Hanbyul menyatakan cintanya kepada Ai di
depan seluruh pengunjung café.
Hyuri
benar di buat terkejut hingga ia menutup separuh wajahnya dengan kedua
tangannya. Myungsoo ikut merasa panas karena semua mata kini tertuju pada meja
tempat ia duduk bersama Hyuri dan Ai.
“Anak
ini benar-benar gila,” gumam Myungsoo lirih yang segera mendapat respon tajam
dari Hyuri.
Seluruh
tubuh Ai terasa panas kini. Ia benci karena jika begini wajahnya sudah bisa di
pastikan memerah bak tomat masak. Hanbyul masih berlutut menunggu jawaban Ai.
“Terima!
Terima! Terima!” seorang pengunjung lelaki memulai memberi dukungan untuk
Hanbyul dan kemudian di ikuti hampir seluruh pengunjung café.
Hanbyul
menatap Ai penuh harap. Ai mengembangkan senyumnya dan mengangguk sambil
menerima mawar pemberian Hanbyul. Pengunjung bersorak dan Hanbyul kembali
berdiri merasa sangat senang. Hyuri ikut senang melihatnya.
“So
sweet…..” komentar Hyuri kemudian ikut bertepuk tangan.
-------
Hyuri
dan Myungsoo duduk berdampingan menghadap sungai Han. Keduanya sengaja
memisahkan diri dari Hanbyul dan Ai. Hyuri diam dengan wajah berseri menatap
indahnya pemandangan sungai Han sa’at malam. Sesekali Myungsoo menoleh menatap
Hyuri lalu tersenyum.
“Jang
Hanbyul Sunbaenim benar-benar keren! Kira-kira, sekarang apa yang mereka
lakukan?” Hyuri memulai obrolan.
“Kau
merasa sukses menyatukan mereka?”
“Aku
tak berbuat apa-apa. Jang Hanbyul Sunbaenim melalukan semuanya sendiri.”
“Mwo??
Lalu ancaman mu kala itu?”
“Itu
bualan ku saja. Mana aku mampu membuat kekacauan seperti itu.”
“Jadi
semua itu bukan kau? Termasuk skandal foto-foto itu?”
“Nee??
Kau menuduh aku pelakunya??”
“Aa-anee.
Kau sering kemana-mana dengan membawa kamera.”
“Sering??
Hanya sa’at tugas saja! Lagi pula aku tidak minat pada cara rendahan itu, ck!”
Myungsoo
merasa bersalah melihat Hyuri sewot. “Mian.” Ucap Myungsoo lirih.
“Lupakan
saja. Untung aku sedang merasa senang malam ini.”
Myungsoo
tersenyum lega. “Ternyata bualan mu itu menjadi bukan sekedar bualan.”
“Nee??”
“Hanbyul
dan Fujiwara, mereka akan benar bersama. Aku tidak menyangka Hanbyul memilih
cara seperti itu untuk menyatakan cintanya pada Fujiwara.”
“Itu
sangat keren bukan? Aku tidak bisa membayangkannya. Butuh berapa hari untuk
mempersiapkan perasaannya? Bagus jika langsung di terima, kalau di tolak? Hah…”
Keduanya
kembali terdiam. “Aku memang tidak bisa melakukan hal yang begitu nekat dank au
sebut keren, tapi aku benar menyukai mu, Song Hyuri.” Kata Myungsoo tiba-tiba.
Hyuri
kaget dan langsung menoleh menatap Myungsoo. “Secepat itu??”
“Nee??”
“Kau
menyukai ku?? Secepat itu??”
“Beginilah
kenyataan yang aku rasakan, apa itu salah? Tiba-tiba saja kau selalu muncul
dalam otak ku daan aku tidak bisa berhenti memikirkan mu. Aku terus
memperhatikan mu di sekolah. Aku rasa aku benar-benar menyukai mu, Song Hyuri.”
“Yakin
sekali? Bagaimana kalau itu hanya perasaan sesa’at? Sebelumnya, kau sangat
penasaran pada Ai bukan? Malam ini kau bilang suka, bagaimana jika besok kau
tiba-tiba membenci ku?”
“Kau
tidak percaya pada ku? Ya, Song Hyuri, apa perlu aku teriak mengatakan aku suka
pada mu?” Myungsoo lalu berdiri.
“Babo!”
“Mwo??”
“Ya!
Kim Myungsoo, duduklah! Kau terlihat bodoh seperti itu.”
“Kau
percaya pada ku?” Myungsoo tiba-tiba berlutut di depan Hyuri yang masih duduk
di bangku. “Kau menyukai ku atau tidak?” Myungsoo menatap lekat Hyuri. “Kau
tidak suka aku ya?”
“Kau
benar-benar menyukai aku?” tanya Hyuri dan Myungsoo segera mengangguk antusias.
Hyuri menghela nafas. Sebenarnya Hyuri benar di buat terkejut oleh pernyataan
Myungsoo namun ia tak mau terlalu senang karenanya. Ia takut Myungsoo tak
serius mengucapkan hal itu.
“Baiklah.
Kita jalani saja.” kata Hyuri.
“Nee??”
“Aku
pun tidak tahu, tapi ada rasa senang sa’at aku melihat mu dan jadi begitu gugup
sa’at berada di dekat mu. Selama kita sama-sama memiliki rasa ini, mari kita
coba menikmatinya, bagaimana?”
Myungsoo
terdiam sejenak. Ia kemudian tersenyum dan mengangguk, “baiklah.”
Hyuri
tersenyum manis. “Berhenti berlutut di depan ku.”
Myungsoo
tersenyum dan kembali duduk di samping Hyuri. “Lalu bagaimana dengan Hanbyul
Sunbae dan Ai?” tanya Hyuri.
“Nee??”
Ai dan
Hanbyul duduk di tepi sungai Han. Ai duduk menekuk lutut menghadap sungai
sedang Hanbyul duduk bersila menghadap Ai. Hanbyul terus tersenyum menatap Ai
seolah ia tak akan lelah melakukannya.
“Hentikan
menatap ku seperti itu.”
“Biarkan
saja, aku suka.” Hanbyul tersenyum senang. “Aku masih tidak percaya, kau
langsung menerima ku.”
“Apa
jadinya jika aku menolak mu? Mungkin kau tidak malu, tapi aku akan jadi bahan
gunjingan para pengunjung itu. Mengerikan.”
“Jadi
kau tidak serius menerima ku?? kau hanya Kasihan pada ku??”
Ai
menoleh menatap Hanbyul. “Ada begitu banyak gadis cantik di sekelilingi
Viceroy, kenapa kau malah mengatakan suka pada ku? Aku vampire dengan asal-usul
tidak jelas. Aku cenderung menyebalkan dengan berbuat sesuka hati ku. Aku rasa
terjadi kesalahan pada saraf otak mu, sebaiknya kau segera kembali pada
kesadaran mu Jang Hanbyul.”
“Hagh!
Kau pikir aku tidak normal karena menyukai mu?”
“Nee.
Tidak kah kau merasa bodoh dengan melakukan itu semua?”
“Menurut
mu itu bodoh?”
“Menurut
gadis lain pasti keren bukan? Eum, iya itu keren.”
“Keren?”
Ai tersenyum
dan mengangguk. “Bagaimana bisa kau senekat itu?”
“Karena
rasa disini,” Hanbyul meraih tangan kanan Ai dan meletakan di dadanya, “terus
menggebu, terasa hampir meledak. Aku tidak bisa menahannya lagi.”
Telapak
tangan Ai bisa merasakan detak jantung Hanbyul. Memang sedikit tak beraturan.
“Kau bahkan lebih nekat dari Jaejoong.” Ai kembali menarik tangannya.
Hanbyul
merasa tak nyaman nama Jaejoong di sebut, di bawa masuk dalam obrolan mereka.
“Jaejoong? Nekat? Apa yang dia lakukan pada mu? Dia menyukai mu? Menyatakan
rasa itu pada mu?” buru Hanbyul.
“Noh
Yiyoung.”
“Kau
yakin Jaejoong menyukai Noh Yiyoung?”
“Entahlah.”
“Kalian
begitu dekat.”
“Nee.
Kami merasa sama, senasib. Karena merasa punya banyak kesamaan itu, kami
menjadi dekat. Aku menganggap Jaejoong seperti saudara seumur, kami sama-sama
adik Minki Oppa.” Ai tersenyum mengenangnya.
Hanbyul
sedikit lega mendengarnya. “Tapi sepertinya Jaejoong tak menganggap mu
demikian. Dia selalu mengatakan, kau adalah gadisnya.”
“Sikapnya
memang terkadang berlebihan. Iya, Jaejoong sering menyebut ku ‘gadis ku’, hagh!
Dia itu lucu. Dia akan marah jika Minhyuk atau Jaejin ikut memanggil ‘gadis
ku’, menggelikan.” Ai kembali tersenyum.
“Jadi,
kau suka aku atau Jaejoong?”
“Em?”
Ai kembali menoleh dan menatap Hanbyul yang menatapnya lekat. Bertatapan
seperti ini, jantung Ai kembali berdetub kencang. Ai segera mengalihkan
pandangannya kembali menatap sungai.
Hanbyul
tersenyum di buatnya. Ia kemudian beralih duduk di belakang Ai, beradu punggung
dengan Ai. “Kau tidak bisa menjawabnya, kalau begitu aku akan tetap bertahan
hingga kau benar meminta ku pergi.” Hanbyul tersenyum menatap langit lalu
menyandarkan punggungnya pada punggung Ai.
Ai
terdiam.
-------TBC-------
hydrangea
0 comments