Aku, GERD-Anxiety, dan Adenomiosis.
"Wes banyak peningkatan ya mbak..
kesehatane pean." Begitu komentar Prime Eonni saat kami ngobrol di
WhatsApp semalam.
Subhanallah. Alhamdulillah. Awal tahun 2017 ini benar-benar penuh kejutan. Salah satunya adalah tentang kondisi kesehatanku di tahun kedua pasca sakit GERD dan anxiety.
Ngomongin soal GERD itu sama kayak ngomongin hantu Lexi. Nggak ada habisnya. Hahaha.
Yap! Kali ini aku mau bahas tentang GERD dan anxiety lagi. Beberapa catatan dan postingan tentang duo penyakit fisik dan mental itu beberapa kali aku buat. Tapi, kayak yang aku bilang tadi. Ngomongin GERD dan anxiety itu nggak ada habisnya. Berbagi pengalaman itu menyenangkan. Itulah kenapa ngomongin soal GERD dan anxiety kayak nggak ada habisnya.
Waktu membaca komentar Prime Eonni yang aku tulis di atas tadi. Terlintas pikiran; inilah saatnya aku menuai hasil dari perjuangan keras selama dua tahun terakhir.
Flashback dikit ya. Aku divonis GERD bulan November 2014. Parah-parahnya Desember 2014. Itu aku hanya bisa tiduran di ranjang. Rasa sakitnya nggak karuan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Bahkan, sampai berpikir mungkin itu udah waktuku buat menghadap Tuhan. Benar-benar masa tersulit.
Dari vonis itu ketemu grup GHIM awalnya. Lalu ketemu GAI dari Kak Yuniar Dewi. Dari dua grup itu aku berusaha bangkit dan bertekad untuk sembuh. Yang paling banyak membantu ya GAI. Sikon grupnya juga asik. Itu kenapa aku memilih bertahan di grup sampai sekarang walau aku sudah sembuh.
Menjalani pengobatan rutin sesuai anjuran dokter dan dibarengi obat herbal. Untuk obat dokter terhitung selama enam bulan. Gejala aku rasain dari Oktober sebenarnya. Tapi, itu aku masih nggak mau periksa ke dokter. Aku memilih Googling informasi lalu diskusi sama teman perawat. Waktu itu menjalani pengobatan minum sebutir omeprazol sebelum tidur selama sebulan. Kondisi membaik. Lalu, karena merasa udah baikan, aku kalap makan pedes. Kumat lagi dan divonis GERD.
Aku pos link aja ya tentang perjuangan melawan GERD. Ini link catatannya.
Subhanallah. Alhamdulillah. Awal tahun 2017 ini benar-benar penuh kejutan. Salah satunya adalah tentang kondisi kesehatanku di tahun kedua pasca sakit GERD dan anxiety.
Ngomongin soal GERD itu sama kayak ngomongin hantu Lexi. Nggak ada habisnya. Hahaha.
Yap! Kali ini aku mau bahas tentang GERD dan anxiety lagi. Beberapa catatan dan postingan tentang duo penyakit fisik dan mental itu beberapa kali aku buat. Tapi, kayak yang aku bilang tadi. Ngomongin GERD dan anxiety itu nggak ada habisnya. Berbagi pengalaman itu menyenangkan. Itulah kenapa ngomongin soal GERD dan anxiety kayak nggak ada habisnya.
Waktu membaca komentar Prime Eonni yang aku tulis di atas tadi. Terlintas pikiran; inilah saatnya aku menuai hasil dari perjuangan keras selama dua tahun terakhir.
Flashback dikit ya. Aku divonis GERD bulan November 2014. Parah-parahnya Desember 2014. Itu aku hanya bisa tiduran di ranjang. Rasa sakitnya nggak karuan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Bahkan, sampai berpikir mungkin itu udah waktuku buat menghadap Tuhan. Benar-benar masa tersulit.
Dari vonis itu ketemu grup GHIM awalnya. Lalu ketemu GAI dari Kak Yuniar Dewi. Dari dua grup itu aku berusaha bangkit dan bertekad untuk sembuh. Yang paling banyak membantu ya GAI. Sikon grupnya juga asik. Itu kenapa aku memilih bertahan di grup sampai sekarang walau aku sudah sembuh.
Menjalani pengobatan rutin sesuai anjuran dokter dan dibarengi obat herbal. Untuk obat dokter terhitung selama enam bulan. Gejala aku rasain dari Oktober sebenarnya. Tapi, itu aku masih nggak mau periksa ke dokter. Aku memilih Googling informasi lalu diskusi sama teman perawat. Waktu itu menjalani pengobatan minum sebutir omeprazol sebelum tidur selama sebulan. Kondisi membaik. Lalu, karena merasa udah baikan, aku kalap makan pedes. Kumat lagi dan divonis GERD.
Aku pos link aja ya tentang perjuangan melawan GERD. Ini link catatannya.
Maret 2015 baru bisa aktifitas lagi. Balik
kerja. Tapi, belum bisa full. Kalau sensasi muncul dan aku nggak tahan. Ya,
izin pulang. Situasi kayak gitu memenuhi hari-hariku di sepanjang tahun 2015.
Sehari baik, dua hari penuh sensasi. Tapi, nggak mau nyerah kayak sebelumnya.
Aku harus berjuang! Aku harus melawan.
Terus melakukan percobaan pada diri sendiri. Berdasarkan tips-tips yang di share di grup GAI. Jatuh bangun. Percobaan gagal dan bikin sensasi muncul itu sering. Tapi, aku nggak pernah tuh kesel atau nyalahin admin yang share tips. Wong itu kemauanku sendiri. Ngapain aku nyalahin orang lain? Admin kan cuman share pengalaman mereka sembuh dari GERD dengan tips-tips yang mereka bagi. Kalau gagal ya berarti tubuhku yang nggak nerima metode itu.
Dari berbagai percobaan itu, alhamdulillah akhirnya tubuhku menemukan sendiri apa-apa yang cocok buat dia. Hasil dari percobaan berdasarkan tips di grup yang disesuaikan dengan keadaan di lingkungan tempatku tinggal dan kemampuanku pastinya.
Selama proses menuju sembuh dan melakukan percobaan-percobaan itu, nggak jarang jadi cek-cok sama Memes. Memesku kerja di Puskesmas. Udah bisa ditebak pasti yang dielukan adalah pengobatan dengan metode medis. Sedang tips yang aku dapat di grup kan nggak seluruhnya medis. Cek-cok paling parah itu masalah jeruk nipis. Karena, tiga kali percobaan. Tiga kali pula gagal yang berujung aku dimarahi Memes. Hehehe. It's ok. Fine aja. Aku nggak akan pernah tahu efeknya gimana ke tubuhku kalau aku nggak nyoba. Tapi, apa-apa yang aku coba yang aku sek aja. Maksudnya hatiku mantab buat lakuin itu. Kalau nggak ya nggak berani. Seperti terapi baking soda itu aku nggak berani.
Ketemu Andri Senpai di grup. Dari beliau aku berani nyoba minum yakult. Dan itu bekerja. Kondisiku semakin membaik setelah rajin minum yakult—dan kadang-kadang yogurt—sehari sekali. Waktu itu aku ngeluh soal tensiku yang rendah. Senpai jelasin semua terapi—yang kebanyakan melalui metode asupan makanan—untuk naikin tensi. Senpai bilang ada terapi ekstrim. Pakek baking soda. Dijelasin caranya secara detail. Aku udah mau coba. Tapi, pas nanya ke Memes, niatnya mau nitip baking soda gitu kalau beliau ke pasar. Memes protes lagi. Jelasin tentang baking soda yang bikin nyaliku menciut. Akhirnya aku nggak jadi terapi baking soda. Seingatku di grup ada yang sembuh sama terapi itu.
Tergoda testimoni obat herbal lalu beli aku pun pernah. Kayaknya itu emang fase yang harus dilalui sama penderita GERD. Hahaha. Maklumlah, pengennya cepet sembuh. Jadi, apa-apa yang katanya bikin sembuh pengin dibeli lah. Sampai-sampai dikirimi sari hati ikan hiu dari masku yang tinggal di Samarinda karena kakak ipar sembuh pakek herbal itu. Trus, yang bikin merasa kaget dan lucu, juga terharu itu Ebesku. Denger iklan tentang obat herbal di radio yang katanya bisa sembuhin segala macam penyakit. Aku dibeliin herbal itu. Herbal paling mahal yang pernah aku minum. Thanks, Dad. Thanks, Mom (TT.TT)
Tahun 2015 itu udah bisa aktifitas walau kadang masih ditemani ribuan sensasi. Mulai hafal jam biologis tubuh dan fase-fasenya. Niru Kak Lee, aku menyebutnya fase monster dan fase angel. Fase angel itu disaat kondisi tubuh 99% baik. Fase monster, you know lah. Itu fase di mana ribuan sensasi menemani. Yang paling sering sih pusing dan kliyengan. Itu muncul lagi sejak aku males jalan pagi.
Sebagai cewek, fase monster-ku lebih panjang waktu itu. Jadi, sehari angel, tiga hari monster. Sampai sebel sendiri kadang. Tapi, ya memang itu yang harus dijalani.
Belum selesai dengan perjuangan melawan sisa-sisa sensasi GERD dan munculnya penyakit psikis bernama psikosomatis, bulan Desember 2016, aku mengalami kejadian yang bikin Ebes sama Memes panik di hari Jum'at siang.
Aku mengalami menstruasi. Wajar itu ya. Sakit—sampai nggak bisa aktifitas sama sekali—pas hari pertama saat mens juga wajar. Udah lama kayak gitu, walau belakangan makin parah sakitnya. Yang nggak wajar, hari itu aku sampai muntah hebat dan diare. Muka udah pucet kayak hantu, kata Memes. Trus, aku kesakitan setengah hidup sampai hampir pingsan. Ebes sampai ikut panik. Aku mau digotong, dibawa ke UGD Puskesmas.
Aku nggak mau. Malu juga udab segede kingkong gini digendong dibawa ke UGD. Aku memilih minum obat pengurang rasa sakit yang biasa aku minum saat mens. Dengan perjanjian, kalau kondisiku nggak kunjung membaik satu jam setelah minum obat, aku harus mau dibawa ke UGD Puskesmas atau ke dokter. Alhamdulillah setengah jam kemudian aku terlelap. Lalu, saat terbangun usai tertidur selama lima belas menit, sakitnya ilang.
Memes emang udah kasih izin buat periksa ke dokter kandungan setelah aku konsultasi ke salah satu bidan desa. Tapi, aku sendiri yang bandel dengan terus menundannya. Tapi, sejak peristiwa mens di bulan Desember itu. Aku bertekad pergi untuk periksa.
Setelah mens selesai, aku ngurus BPJS-ku. Ngurus untuk kenaikan kelas. Entah dari mana pikiran itu muncul; aku takut harus operasi dan ditelantarkan karena BPJS-ku kelas III. Hari Senin ngurus BPJS, hari Selasa periksa ke dokter kandungan.
Aku divonis adenomiosis. Kandunganku mengalami pembengkakan yang disebabkan oleh darah mens yang nggak seluruhnya keluar dan mengendap di dinding rahim. Kandunganku udah membengkak beberapa senti. "Untung saja njenengan segera periksa. Kalau nggak harus dioperasi."
Tuhan... ujian lagi. Ya, aku emang senyam-senyum di depan Ebes, Memes, dan keluarga besar. Tapi, nangis ya waktu sendirian. Belum kelar perang lawan GERD, divonis ada penyakit lain dan harus pengobatan.
Dokter bilang pengobatan antara empat sampai enam bulan. Setelah konsultasi kalau aku punya riwayat GERD, aku dikasih resep. Kata dokter kemungkinan obat ndak dicover BPJS. Pasti mehong, batinku. Dan, dokter jelasin efek yang muncul selama pengobatan. Salah satunya rambut rontok. Aku mah udah pasrah aja. Rambutku udah tipis karena rontok akut pas kena tipes. Kalau botaknya nanti jadi makin lebar karena obat kandungan yang aku minum, aku pasrah aja.
Ini catatan tentang kandunganku yang pernah aku buat.
Terus melakukan percobaan pada diri sendiri. Berdasarkan tips-tips yang di share di grup GAI. Jatuh bangun. Percobaan gagal dan bikin sensasi muncul itu sering. Tapi, aku nggak pernah tuh kesel atau nyalahin admin yang share tips. Wong itu kemauanku sendiri. Ngapain aku nyalahin orang lain? Admin kan cuman share pengalaman mereka sembuh dari GERD dengan tips-tips yang mereka bagi. Kalau gagal ya berarti tubuhku yang nggak nerima metode itu.
Dari berbagai percobaan itu, alhamdulillah akhirnya tubuhku menemukan sendiri apa-apa yang cocok buat dia. Hasil dari percobaan berdasarkan tips di grup yang disesuaikan dengan keadaan di lingkungan tempatku tinggal dan kemampuanku pastinya.
Selama proses menuju sembuh dan melakukan percobaan-percobaan itu, nggak jarang jadi cek-cok sama Memes. Memesku kerja di Puskesmas. Udah bisa ditebak pasti yang dielukan adalah pengobatan dengan metode medis. Sedang tips yang aku dapat di grup kan nggak seluruhnya medis. Cek-cok paling parah itu masalah jeruk nipis. Karena, tiga kali percobaan. Tiga kali pula gagal yang berujung aku dimarahi Memes. Hehehe. It's ok. Fine aja. Aku nggak akan pernah tahu efeknya gimana ke tubuhku kalau aku nggak nyoba. Tapi, apa-apa yang aku coba yang aku sek aja. Maksudnya hatiku mantab buat lakuin itu. Kalau nggak ya nggak berani. Seperti terapi baking soda itu aku nggak berani.
Ketemu Andri Senpai di grup. Dari beliau aku berani nyoba minum yakult. Dan itu bekerja. Kondisiku semakin membaik setelah rajin minum yakult—dan kadang-kadang yogurt—sehari sekali. Waktu itu aku ngeluh soal tensiku yang rendah. Senpai jelasin semua terapi—yang kebanyakan melalui metode asupan makanan—untuk naikin tensi. Senpai bilang ada terapi ekstrim. Pakek baking soda. Dijelasin caranya secara detail. Aku udah mau coba. Tapi, pas nanya ke Memes, niatnya mau nitip baking soda gitu kalau beliau ke pasar. Memes protes lagi. Jelasin tentang baking soda yang bikin nyaliku menciut. Akhirnya aku nggak jadi terapi baking soda. Seingatku di grup ada yang sembuh sama terapi itu.
Tergoda testimoni obat herbal lalu beli aku pun pernah. Kayaknya itu emang fase yang harus dilalui sama penderita GERD. Hahaha. Maklumlah, pengennya cepet sembuh. Jadi, apa-apa yang katanya bikin sembuh pengin dibeli lah. Sampai-sampai dikirimi sari hati ikan hiu dari masku yang tinggal di Samarinda karena kakak ipar sembuh pakek herbal itu. Trus, yang bikin merasa kaget dan lucu, juga terharu itu Ebesku. Denger iklan tentang obat herbal di radio yang katanya bisa sembuhin segala macam penyakit. Aku dibeliin herbal itu. Herbal paling mahal yang pernah aku minum. Thanks, Dad. Thanks, Mom (TT.TT)
Tahun 2015 itu udah bisa aktifitas walau kadang masih ditemani ribuan sensasi. Mulai hafal jam biologis tubuh dan fase-fasenya. Niru Kak Lee, aku menyebutnya fase monster dan fase angel. Fase angel itu disaat kondisi tubuh 99% baik. Fase monster, you know lah. Itu fase di mana ribuan sensasi menemani. Yang paling sering sih pusing dan kliyengan. Itu muncul lagi sejak aku males jalan pagi.
Sebagai cewek, fase monster-ku lebih panjang waktu itu. Jadi, sehari angel, tiga hari monster. Sampai sebel sendiri kadang. Tapi, ya memang itu yang harus dijalani.
Belum selesai dengan perjuangan melawan sisa-sisa sensasi GERD dan munculnya penyakit psikis bernama psikosomatis, bulan Desember 2016, aku mengalami kejadian yang bikin Ebes sama Memes panik di hari Jum'at siang.
Aku mengalami menstruasi. Wajar itu ya. Sakit—sampai nggak bisa aktifitas sama sekali—pas hari pertama saat mens juga wajar. Udah lama kayak gitu, walau belakangan makin parah sakitnya. Yang nggak wajar, hari itu aku sampai muntah hebat dan diare. Muka udah pucet kayak hantu, kata Memes. Trus, aku kesakitan setengah hidup sampai hampir pingsan. Ebes sampai ikut panik. Aku mau digotong, dibawa ke UGD Puskesmas.
Aku nggak mau. Malu juga udab segede kingkong gini digendong dibawa ke UGD. Aku memilih minum obat pengurang rasa sakit yang biasa aku minum saat mens. Dengan perjanjian, kalau kondisiku nggak kunjung membaik satu jam setelah minum obat, aku harus mau dibawa ke UGD Puskesmas atau ke dokter. Alhamdulillah setengah jam kemudian aku terlelap. Lalu, saat terbangun usai tertidur selama lima belas menit, sakitnya ilang.
Memes emang udah kasih izin buat periksa ke dokter kandungan setelah aku konsultasi ke salah satu bidan desa. Tapi, aku sendiri yang bandel dengan terus menundannya. Tapi, sejak peristiwa mens di bulan Desember itu. Aku bertekad pergi untuk periksa.
Setelah mens selesai, aku ngurus BPJS-ku. Ngurus untuk kenaikan kelas. Entah dari mana pikiran itu muncul; aku takut harus operasi dan ditelantarkan karena BPJS-ku kelas III. Hari Senin ngurus BPJS, hari Selasa periksa ke dokter kandungan.
Aku divonis adenomiosis. Kandunganku mengalami pembengkakan yang disebabkan oleh darah mens yang nggak seluruhnya keluar dan mengendap di dinding rahim. Kandunganku udah membengkak beberapa senti. "Untung saja njenengan segera periksa. Kalau nggak harus dioperasi."
Tuhan... ujian lagi. Ya, aku emang senyam-senyum di depan Ebes, Memes, dan keluarga besar. Tapi, nangis ya waktu sendirian. Belum kelar perang lawan GERD, divonis ada penyakit lain dan harus pengobatan.
Dokter bilang pengobatan antara empat sampai enam bulan. Setelah konsultasi kalau aku punya riwayat GERD, aku dikasih resep. Kata dokter kemungkinan obat ndak dicover BPJS. Pasti mehong, batinku. Dan, dokter jelasin efek yang muncul selama pengobatan. Salah satunya rambut rontok. Aku mah udah pasrah aja. Rambutku udah tipis karena rontok akut pas kena tipes. Kalau botaknya nanti jadi makin lebar karena obat kandungan yang aku minum, aku pasrah aja.
Ini catatan tentang kandunganku yang pernah aku buat.
Tahun 2016 diisi dengan perjuangan baru;
berjuang untuk sembuh dari adenomiosis. Dokter pertama menghentikan pengobatan
setelah berjalan empat bulan dan evaluasi selama tiga bulan. Selama masa
evaluasi, aku masih kesakitan saat mens. Sakit sampai nggak bisa ngapa-ngapain.
Tiba waktu kontrol setelah masa evaluasi, dokterku sekolah lagi. Jadi, nggak
buka praktek. Nyari dokter baru.
Setelah dapat dokter baru, hasil USG-nya menunjukkan bahwa kandunganku belum sepenuhnya bersih. Masih ada sisa bercak putih sebesar uang logam lima ratusan. Sebelumnya seluruh kandunganku ditutupi bercak putih. Pengobatan ditambah tiga bulan lagi.
Sisa-sisa sensasi GERD masih ada dan ditambah minum obat hormonal itu sesuatu banget. Kadang aku bangun dengan kepala pusing atau perut mual. Kadang itu tetap ada walau aku kembali rutin jalan pagi dan olah raga ringan di sela-sela kesibukan bekerja. Olah raga ringannya apa? Joged. Iya, joged. Pokoke joget. Hehehe. Asal badan gerak dan tubuh berkeringat. Fase monster masih sering mendominasi. Tapi, aku tetap beraktifitas. Kalau aku nggak kerja, itu obat kandungan mehong banget. Kalau nggak bisa beli obat kapan sembuhnya. Berjuang atau menyerah. Aku memilih tetap berjuang.
Tiga bulan berjalan, hasil USG udah bagus. Masuk evaluasi lagi. Sebulan. Waktu mens, masih kesakitan. Sampai diganti obat. Masih kesakitan juga. Harusnya masih kontrol sekali lagi. Tapi, aku udah lelah. Lelah ke Malang malem-malem kehujanan dan lelah minum obat. Akhirnya aku memutuskan nggak kontrol lagi pada bulan Desember 2016.
Aku berpikir mungkin itu proses alami yang harus aku rasakan setiap bulan. Mungkin benar kata Mbah, kalau sudah pernah hamil dan melahirkan sakitnya akan hilang. Karena hasil USG-nya udah bagus, tapi kok masih kesakitan kalau mens. Aku lelah. Jadi, aku menerima saja keadaan itu. Bulan Desember 2016 mens masih kesakitan. Sampai-sampai aku minta izin pulang.
Januari 2017. Menghitung tanggal periode dan mengantisipasi agar saat mens tidak sakit. Terutama memperhatikan makanan yang dimakan. Bulan Desember, sehari sebelum mens aku makan dengan lauk sambel kacang panjang—semua serba mentah. Walau sambelnya hanya berisi dua cabe rawit, tapi pas mens aku kesakitan. Ok! Mendekati tanggal mens harus benar-benar mantang pedes. Ujiannya, aku mens di pagi hari, di hari Selasa. Hari yang juga merupakan jadwal barang-barang di toko datang. Yang artinya, aku nggak bisa izin.
Panik? Ya, sedikit. Tindakan pencegahan dan bagaimana mengatasi jika serangan nyeri haid datang. Dari pagi banyak-banyak minum air putih disela sarapan buah. Terus bergerak. Saat rasa itu mulai datang, berusaha menetralkannya dengan berusaha rileks. Tapi, akhirnya menyerah dengan minum obat pengurang rasa sakit.
Alhamduliah aku bisa kerja seharian penuh di mens hari pertama. Kalau nggak ada customer sih nungging nggak karuan buat ngurangi rasa sakitnya. Hahaha. Perjuangan yang indah.
Februari ini, aku kembali merasakan keajaiban Tuhan. Mens di hari pertama udah nggak sakit banget. Ada sih nyeri-nyeri dikit. Tapi, I'm fine! Tanpa bantuan obat aku bisa kerja seharian. Nggak ada pusing juga. Padahal beberapa hari sebelum mens makan pedes terus. Subhanallah. Alhamdulillah.
Ini herbal tea buat yang sering mengalami nyeri haid. Di aku sih manjur. Resepnya: jahe, kunyit, adas bintang/pekak, kapulogo, pala, madu. Herbal tea itu bisa ngurangi rasa nyeri haid. Monggo dicoba aja.
2016 digoda gigi juga. Menjalani perawatan panjang dan tambal. Sampai salah satu gigi gerahamku harus dicabut. Ini bikin anxie kumat. Sumpah. Itu pengalaman yang cukup mengerikan (TT.TT)
2016 anxie terparah menyerangku. Baca-baca ulang catatan, pertama kali aku merasakan anxie itu tahun 2015.
Setelah dapat dokter baru, hasil USG-nya menunjukkan bahwa kandunganku belum sepenuhnya bersih. Masih ada sisa bercak putih sebesar uang logam lima ratusan. Sebelumnya seluruh kandunganku ditutupi bercak putih. Pengobatan ditambah tiga bulan lagi.
Sisa-sisa sensasi GERD masih ada dan ditambah minum obat hormonal itu sesuatu banget. Kadang aku bangun dengan kepala pusing atau perut mual. Kadang itu tetap ada walau aku kembali rutin jalan pagi dan olah raga ringan di sela-sela kesibukan bekerja. Olah raga ringannya apa? Joged. Iya, joged. Pokoke joget. Hehehe. Asal badan gerak dan tubuh berkeringat. Fase monster masih sering mendominasi. Tapi, aku tetap beraktifitas. Kalau aku nggak kerja, itu obat kandungan mehong banget. Kalau nggak bisa beli obat kapan sembuhnya. Berjuang atau menyerah. Aku memilih tetap berjuang.
Tiga bulan berjalan, hasil USG udah bagus. Masuk evaluasi lagi. Sebulan. Waktu mens, masih kesakitan. Sampai diganti obat. Masih kesakitan juga. Harusnya masih kontrol sekali lagi. Tapi, aku udah lelah. Lelah ke Malang malem-malem kehujanan dan lelah minum obat. Akhirnya aku memutuskan nggak kontrol lagi pada bulan Desember 2016.
Aku berpikir mungkin itu proses alami yang harus aku rasakan setiap bulan. Mungkin benar kata Mbah, kalau sudah pernah hamil dan melahirkan sakitnya akan hilang. Karena hasil USG-nya udah bagus, tapi kok masih kesakitan kalau mens. Aku lelah. Jadi, aku menerima saja keadaan itu. Bulan Desember 2016 mens masih kesakitan. Sampai-sampai aku minta izin pulang.
Januari 2017. Menghitung tanggal periode dan mengantisipasi agar saat mens tidak sakit. Terutama memperhatikan makanan yang dimakan. Bulan Desember, sehari sebelum mens aku makan dengan lauk sambel kacang panjang—semua serba mentah. Walau sambelnya hanya berisi dua cabe rawit, tapi pas mens aku kesakitan. Ok! Mendekati tanggal mens harus benar-benar mantang pedes. Ujiannya, aku mens di pagi hari, di hari Selasa. Hari yang juga merupakan jadwal barang-barang di toko datang. Yang artinya, aku nggak bisa izin.
Panik? Ya, sedikit. Tindakan pencegahan dan bagaimana mengatasi jika serangan nyeri haid datang. Dari pagi banyak-banyak minum air putih disela sarapan buah. Terus bergerak. Saat rasa itu mulai datang, berusaha menetralkannya dengan berusaha rileks. Tapi, akhirnya menyerah dengan minum obat pengurang rasa sakit.
Alhamduliah aku bisa kerja seharian penuh di mens hari pertama. Kalau nggak ada customer sih nungging nggak karuan buat ngurangi rasa sakitnya. Hahaha. Perjuangan yang indah.
Februari ini, aku kembali merasakan keajaiban Tuhan. Mens di hari pertama udah nggak sakit banget. Ada sih nyeri-nyeri dikit. Tapi, I'm fine! Tanpa bantuan obat aku bisa kerja seharian. Nggak ada pusing juga. Padahal beberapa hari sebelum mens makan pedes terus. Subhanallah. Alhamdulillah.
Ini herbal tea buat yang sering mengalami nyeri haid. Di aku sih manjur. Resepnya: jahe, kunyit, adas bintang/pekak, kapulogo, pala, madu. Herbal tea itu bisa ngurangi rasa nyeri haid. Monggo dicoba aja.
2016 digoda gigi juga. Menjalani perawatan panjang dan tambal. Sampai salah satu gigi gerahamku harus dicabut. Ini bikin anxie kumat. Sumpah. Itu pengalaman yang cukup mengerikan (TT.TT)
2016 anxie terparah menyerangku. Baca-baca ulang catatan, pertama kali aku merasakan anxie itu tahun 2015.
Setelah serangan anxie pertama itu, kadang
muncul tapi nggak parah. Oya, selain anxie, aku juga sering mengalami tindihen.
Menurut analisku sendiri, ada beberapa kejadian
yang memicu anxie-ku kambuh di tahun 2016. Ya, setelah serangan pertama pada
tahun 2015. Aku kembali normal. Bisa keluar nyetir motor sendiri, misalnya.
Tapi, kemudian ada beberapa kejadian yang memicu anxie itu muncul lagi.
Yang paling dominan menurutku adalah kondisi kesehatan nenek yang sering drop hingga bolak-balik masuk UGD dan rawat inap. Dan, juga telepon menjelang tengah malam. Bunyi deringnya yang bikin aku was-was. Maklum, nenek selalu pingsan di pagi buta. Jadi, selama beberapa bulan sebelum serangan anxie terparah yang aku alami itu. Tubuhku secara mental selalu was-was.
Jika ponsel Memes berdering terlebih di malam hari, badanku langsung gemetar. Parno. Jangan-jangan nenek pingsan lagi. Padahal, ternyata telfon itu tidak penting; seringnya minta pulsa.
Udah dibikin kaget sampai gemeteran. Ternyata telfonnya temennya Memes minta pulsa. Jengkel deh. Emang kita konter 24 jam apa?
Sumpah. Kena anxie itu lebih menderita dari pas sakit GERD. Nurut aku sih. Efek nggak ke badan kadang nggak ilang dalam waktu dua hari.
Ini tentang serangan anxie parah di tahun 2016.
Yang paling dominan menurutku adalah kondisi kesehatan nenek yang sering drop hingga bolak-balik masuk UGD dan rawat inap. Dan, juga telepon menjelang tengah malam. Bunyi deringnya yang bikin aku was-was. Maklum, nenek selalu pingsan di pagi buta. Jadi, selama beberapa bulan sebelum serangan anxie terparah yang aku alami itu. Tubuhku secara mental selalu was-was.
Jika ponsel Memes berdering terlebih di malam hari, badanku langsung gemetar. Parno. Jangan-jangan nenek pingsan lagi. Padahal, ternyata telfon itu tidak penting; seringnya minta pulsa.
Udah dibikin kaget sampai gemeteran. Ternyata telfonnya temennya Memes minta pulsa. Jengkel deh. Emang kita konter 24 jam apa?
Sumpah. Kena anxie itu lebih menderita dari pas sakit GERD. Nurut aku sih. Efek nggak ke badan kadang nggak ilang dalam waktu dua hari.
Ini tentang serangan anxie parah di tahun 2016.
Serangan yang sempet bikin aku down banget.
Bahkan, sampai memutuskan untuk menemui psikiater saja. Udah mau minta rujukan
ke Puskesmas buat ke RSJ ketemu psikiater. Ya, mungkin aku udah gila dan butuh
bantuan psikiater.
Keluarga udah pasrah aku maunya gimana. Kalau mau ke psikiater mereka juga pasrah. Mereka udah tahu gimana reaksi tubuhku saat anxie menyerang. Dan, mereka merasa nggak bisa berbuat apa-apa. Jadi, mereka menyerahkan semua padaku.
Tapi, kakak-kakak admin GAI yang aku curhatin memberi saran agar aku tak pergi ke psikiater dulu. Terutama Kak Lee. "Kamu belum butuh psikiater. Bahkan, kamu nggak butuh psikiater. Kamu bisa sembuhin dirimu sendiri dengan self healing." Kak Lee terus menggembleng mentalku via PM. Tentu saja kayak sebelumnya; kami sempet debat, adu argumen masing-masing.
Sampai pada Kak Lee bilang, "Ok. Kalau dengan self healing kamu nggak bisa lepas dari anxie. Kamu boleh ke psikiater. Tapi, sebelumnya coba self healing dulu. Aku tahu kamu pasti bisa. Kamu masih muda. Langkahmu masih jauh. Masak kamu mau hidup sama anxie terus?"
Kira-kira kayak gitu lah apa yang Kak Lee tulis. Dan, yeah. Aku mewek lagi bacanya. Lalu, aku pun memutuskan untuk mencoba self healing sebelum pergi ke psikiater. Targetku, kalau tiga bulan nggak ada perubahan, ya aku pergi ke RSJ, ke psikiater.
Ini diary-ku selama berjuang melawan anxie.
Keluarga udah pasrah aku maunya gimana. Kalau mau ke psikiater mereka juga pasrah. Mereka udah tahu gimana reaksi tubuhku saat anxie menyerang. Dan, mereka merasa nggak bisa berbuat apa-apa. Jadi, mereka menyerahkan semua padaku.
Tapi, kakak-kakak admin GAI yang aku curhatin memberi saran agar aku tak pergi ke psikiater dulu. Terutama Kak Lee. "Kamu belum butuh psikiater. Bahkan, kamu nggak butuh psikiater. Kamu bisa sembuhin dirimu sendiri dengan self healing." Kak Lee terus menggembleng mentalku via PM. Tentu saja kayak sebelumnya; kami sempet debat, adu argumen masing-masing.
Sampai pada Kak Lee bilang, "Ok. Kalau dengan self healing kamu nggak bisa lepas dari anxie. Kamu boleh ke psikiater. Tapi, sebelumnya coba self healing dulu. Aku tahu kamu pasti bisa. Kamu masih muda. Langkahmu masih jauh. Masak kamu mau hidup sama anxie terus?"
Kira-kira kayak gitu lah apa yang Kak Lee tulis. Dan, yeah. Aku mewek lagi bacanya. Lalu, aku pun memutuskan untuk mencoba self healing sebelum pergi ke psikiater. Targetku, kalau tiga bulan nggak ada perubahan, ya aku pergi ke RSJ, ke psikiater.
Ini diary-ku selama berjuang melawan anxie.
Alhamdulillah setelah menjalani proses panjang
itu, aku pun bisa terbebas dari anxie. Bisa beraktifitas normal lagi.
Tentang meditasi, bisa baca di sini:
Tentang meditasi, bisa baca di sini:
Percayalah, GERD dan anxiety itu bisa
disembuhkan. Dan, seperti kata Kak Chiko, sembuh itu adalah pilihan.
Setelah perjuangan panjang selama dua tahun terakhir, alhamdulillah aku mulai merasakan hasilnya. Kuncinya; sabar, tekun, disiplin, ikhlas.
Menurutku, jika bisa menerapkan keempatnya dalam usaha kita, inshaa ALLOH sembuh. Tapi, tentu saja nggak bisa cepat atau instan karena semua butuh proses. Flu aja butuh waktu tiga hari hingga seminggu untuk sembuh. Lha apalagi GERD dan anxie.
Selalu ada keajaiban bagi yang mau berusaha. Mungkin Tuhan rindu kita bermanja-manja pada-Nya hingga Ia memberikan sakit unik ini pada kita. Berpasrah pada-Nya dan minta petunjuk-Nya. Dia pasti akan menuntunmu. Jika semua usaha udah kita lakukan, ke mana lagi kita lari untuk meminta pertolongan jika bukan pada-Nya? Hanya Dia yang bisa menguatkan dan melemahkan kita. Dengan bersandar pada-Nya, maka semua akan baik-baik saja.
Ini kisah tentang kaos kaki dan mantan penderita GERD.
Setelah perjuangan panjang selama dua tahun terakhir, alhamdulillah aku mulai merasakan hasilnya. Kuncinya; sabar, tekun, disiplin, ikhlas.
Menurutku, jika bisa menerapkan keempatnya dalam usaha kita, inshaa ALLOH sembuh. Tapi, tentu saja nggak bisa cepat atau instan karena semua butuh proses. Flu aja butuh waktu tiga hari hingga seminggu untuk sembuh. Lha apalagi GERD dan anxie.
Selalu ada keajaiban bagi yang mau berusaha. Mungkin Tuhan rindu kita bermanja-manja pada-Nya hingga Ia memberikan sakit unik ini pada kita. Berpasrah pada-Nya dan minta petunjuk-Nya. Dia pasti akan menuntunmu. Jika semua usaha udah kita lakukan, ke mana lagi kita lari untuk meminta pertolongan jika bukan pada-Nya? Hanya Dia yang bisa menguatkan dan melemahkan kita. Dengan bersandar pada-Nya, maka semua akan baik-baik saja.
Ini kisah tentang kaos kaki dan mantan penderita GERD.
Banyak tips dan kisah perjuangan melawan GERD hingga mencapai kesembuhan sudah dibagikan. Pilihan ada di tangan masing-masing. Bergerak maju dan melawan. Atau tetap berdiam di zona yang menurut kalian aman. Nggak ada usaha yang sia-sia. Semua pasti terbayar.
Padaku, GERD nggak cuman membawa derita. Tapi, ada banyak hikmah. Jika bukan karena GERD, hidupku mungkin nggak akan pernah berubah. Bersyukur dan merasa beruntung Tuhan masih mau menegurku lewat GERD. Hingga, aku bisa memperbaiki diri secara fisik dan mental. Penyakit lain ketemu, kemudian diobati dan sembuh. Subhanallah. Alhamdulillah.
Keep on fighting!
Keep on moving!
Mulailah berlayar. Karena, di sana telah menunggu keajaiban untuk kalian.
Selamat berjuang.
Semoga coretan ini bermanfaat.
Maaf jika ada salah kata.
Terima kasih.
Tempurung kura-kura, 18 Februari 2017 11:25 PM.
.shytUrtle.