Cintaku Bersemi di Kios Bensin - Lexi Virus

04:41


Cintaku Bersemi di Kios Bensin - Lexi Virus




I'm sorry. Tapi, ya. Aku bahas tentang Lexi lagi (TT.TT)


Jadi begini. Beberapa waktu lalu aku sudah menulis, sediki tentang Lexi Virus. Tapi, yoUngie tiba-tiba eror. Dan, aku panik. Lalu, yoUngie aku balikin ke setelan pabrik. Dan, ya! Semua data terhapus. Termasuk sedikit catatan tentang Lexi Virus—dan catatan-catatan lainnya seperti; prolog dan episode #35.


Mujur kan? Mujur sekali (TT.TT)


Jadi, nantinya di dalam catatan ini. Aku tidak bisa menyertakan atau copy paste obrolan tentang Lexi Virus karena semua datanya sudah hilang. Raif. Terhapus. Baiklah. Mari kita kembali membahas tentang Lexi. Bukan kita, tapi aku. Baiklah. Mari bahas lagi tentang Lexi.


Akulah yang pertama kali terjangkit Lexi virus. Lalu, aku menularkannya pada Nyitnyit. Lalu pada banyak orang. Ya, banyak orang. Aku rasa memang banyak yang terjangkit sejak aku menyebarkan virus itu di Facebook dan Twitter. Maafkan aku, teman-teman. Kalian jadi terjangkit Lexi virus juga.


Lexi virus lahir dari proses penulisan novel Cintaku Bersemi di Kios Bensin (CBKB) yang rilis akhir tahun lalu (November 2016). Lupa tepatnya kapan virus itu terlahir. Tahu-tahu sudah terjangkit dan menularkannya. Jadi, akulah korban pertama yang terjangkit Lexi virus. Dan akulah inang pembawa virus itu lalu menyebarkannya ke manusia lainnya.


Jujur nih ya. Sepanjang tahun 2016 aku dipertemukan dengan beberapa pria dengan momen yang cukup unik. Salah satunya saat di kantor BPJS. Momennya unik nurut aku. Saat duduk di kursi antrian, cowok yang duduk di depanku dirambati uler. Ada ulat jalan di bajunya. Mbak Siti Maimun yang tahu perihal ulat itu. Tapi, dia geli buat ambil ulatnya.


Setelah Mbak Siti Maimun memberi tahuku perihal ulat itu, aku pun memberanikan diri menegur mas itu. Lalu membantunya menyingkirkan ulat itu. Untung bukan ulat bulu. Masnya sampai pucet karena takut. Dia cuman bilang makasih doang. Tapi, mas yang duduk di samping kiriku langsung ngajak ngobrol. Andai dikembangkan jadi cerita, unik kan? Tapi, anehnya aku tak mendapat inspirasi usai kejadian itu.


Dokter berwajah oriental di IGD RSUD Kepanjen. The best moment ever! Kejadiannya kayak di drama-drama gitu. Eits! Bukan berarti kami tabrakan di pintu masuk IGD atau sejenis itu ya! Nurut aku ini momen paling sweet. Lupa tepatnya bulan apa. Yang pasti momen itu tercipta pas jenguk almarhum kakek di RSUD Kepanjen. Kakek masih di IGD pas kami datang menjenguk.


Awal liat si dokter tampan berwajah oriental pas dia keluar IGD untuk memanggil keluarga pasien. Aku yang lagi berdiri di bawah tangga dibuat terkesima ketika dia muncul. Padahal wajahnya ketutup masker. Tapi, aku tahu dia berwajah oriental. Matanya sipit dan kulitnya putih. Sayang dia tidak terlalu tinggi. Tidak seperti Dokter William yang punya postur tubuh tinggi.


He's cool. Nada suaranya datar. Tatapannya pun gitu. Sedikit tidak ramah. Dan aku suka. Oh my! Saat aku terkesima, angin berhembus sepoi di sekitarku. Nah, kayak di pilem dan drama kan adegannya? I'm artisnya. Hahaha. Aku tersadar dari lamunan—efek sihir dari si dokter tampan—ketika Jeffin menggoyang lenganku. "Oh, tampannya!" komentarku ketika tersadar dari lamunan membuat Jeffin memutar kedua bola matanya. Hahaha.


Saat aku masuk ke IGD, Dokter Tampan itu sedang duduk di kursi petugas. Mengamati hasil rontgen. Aku meliriknya. Sialnya, dia pun sedang melirik ke arahku. Mata kami bertemu. Akulah yang lebih dulu mengalihkan pandangan. Aku segera menunduk dan berjalan lurus ke depan. Saat aku hendak keluar, Dokter Tampan itu masih sibuk dengan hasil rontgen. Tidak mengalihkan perhatiannya sedikit pun.


Aku balik lagi ke dalam IGD, ketika sampai di pintu yang menghubungkan ruang jaga dan ruang terdalam IGD. Dari arah berlawanan Dokter Tampan itu berjalan. Oh my! Kami akan bertemu di sana. Ya! Di sana! Di tengah-tengah pintu.


Kami sama-sama berhenti. Aku memperhatikannya yang berdiri jarak satu langkah di depanku. Dia sibuk dengan kertas-kertas di tangannya. Kepalanya tertunduk, fokus menatap kertas-kertas di tangannya. Tinggi kami setara. Dan, aku menggeser tubuhku ke kanan. Anehnya, dokter itu pun bergerak ke kiri. Jadi, dia menghalangi langkahku. Gantian aku bergerak ke kiri. Dia bergerak ke kanan. Lagi-lagi menghalangi langkahku.


Aku mengerutkan kening. Menatap dokter tampan itu dengan bibir mengerucut. Ya, aku sedikit kesal. Saat aku fokus mengamatinya, dokter tampan itu berjalan pelan. Lewat dekat di samping kananku. Lengan kami hampir bersentuhan. Saat dia berlalu pergi, spontan aku menghela napas. Rupanya aku menahan napas saat dia seolah berjalan mendekatiku. Hahaha.


Sweet banget kan? Dan, momen itu menyempurnakan draft novelku. Ya. Masih draft. Ada beberapa momen lagi. Terutama di toko. Sampai pada tanggal 05 Juli 2016. Hari terakhir puasa Ramadhan. Saat Nenek memintaku pergi membeli kembang ke Kebonsari. Aku pergi bersama mbakku. Saat pulang, kami berhenti di bengkel Mas Eko untuk isi bensin. Di sanalah kami bertemu trail rider yang kini sering kami sebut sebagai Lexi.


Jujur sebelumnya aku sedikit tidak suka sama pecinta motor trail yang belakangan sering aku sebut sebagai kawanan trail rider. Alasannya, mereka yang pernah aku temui itu nggak mau ngalah kalau di jalan. Malah pernah ada yang atraksi juga. Ya ampun! Itu di jalan raya lho. Jalan yang ramai dan nggak hanya ada mereka aja. Maksudnya apa coba atraksi macam gitu? Ups!!! Sorry!!!


Waktu tahu ada dua motor trail terparkir di depan bengkel dan Mas Eko-nya lagi sibuk sama salah satu motor trail dibantu satu trail rider, aku sempat mengeluh. Aku menghindari SPBU yang ramai sore itu dan memilih beli eceran di bengkel langganan--sebelumnya aku sering isi bensin di sana, kadang tambah angin juga. Eh, di sana ramai juga. Aku tetap harus mengantre.


Ok. Baiklah. Kita tunggu. Dan aku sudah membuka jok Jagiya. Lalu berdiri melipat tangan di sampingnya. Memperhatikan Mas Eko yang sibuk dengan motor trail. Berharap Mas Eko menatapku, lalu mendahulukanku untuk dilayani karena aku hanya beli bensin dan aku perempuan. Suasana udah sore. Kalau nggak cepat-cepat pulang, bisa kemaghriban di jalan. Pas lagi serius natap Mas Eko, entah karena apa aku tiba-tiba mengalihkan fokusku. Aku menoleh ke arah kanan. Menatap ke arah timur. Di sana, seorang trail rider berjalan ke arah barat. Dia membawa entah apa, tadinya aku kira kardus. Tapi, kata mbakku itu kotak tempat burung love bird. Kotak itu ia selipkan di antara lengan kiri dan pinggangnya.


Aku memperhatikannya. Posturnya tinggi. Kutilang darat—kurus, tinggi, langsing, dada rata. Saat aku menatap wajahnya, ada senyum terkembang di sana. Senyum yang ramah. Matanya sipit. Aku menyebutnya oriental. Walau sebenernya mukanya pribumi. Matanya sipit memang. Kulitnya bersih. Ya, bersih untuk ukuran seorang cowok.


Aku berpikir, "Siapa sih dia? Kok senyam-senyum gitu?"


Lalu, tatapan kami bertemu. Aku menatapnya. Dan, dia menatapku. Masih dengan senyum di wajahnya. Sontak aku langsung mengalihkan pandangan. Aku melempar pandangan ke arah Taman Makam Pahlawan yang ada di seberang jalan. Di sebelah kananku berdiri.


Tiba-tiba aku mendengar seorang pria bertanya, "Tumbas bensin a, Bu?"

Dan mbakku menjawab, "Enggeh."

Alhamdulillah. Akhirnya dilayani juga. Ketika aku menoleh, mataku terbelalak. Pemuda trail rider itu yang berjalan membawa corong dan sebotol bensin.

 "Dua liter!" ralatku tiba-tiba. Pemuda itu segera berbalik. Mengambil sebotol lagi. Dan ya, masih dengan senyum di wajahnya. Kenapa sih dia senyum-senyum gitu terus?


Aku membuka tangki Jagiya ketika dia sampai di dekat kami. Saat ia sibuk mengisi tangki Jagiya dengan bensin, aku sibuk memperhatikannya. Dia beberapa senti lebih tinggi dariku. Woa! Itu langka. Jarang sekali ada cowok di sini yang lebih tinggi dari aku. Kalau tidak tingginya sama, lebih pendek dari aku.


Seperti yang aku katakan sebelumnya, dia kutilang darat. Aku mengerutkan kening dan mengulas senyum ketika melihat kacamata yang bertengger di belakang kepalanya. Ok! Style-nya nyeleneh. Dan dia tidak bau. Maksudku tidak bau badan XD Sepanjang mengisi tangki Jagiya, ia menundukan kepala. Masih dengan senyum di wajahnya.


Ketika satu botol telah kosong, aku berniat membantunya dengan membawakan satu botol kosong itu. Aku sudah mengulurkan tangan. Tapi, dia meletakkan botol kosong itu di atas tangki Jagiya. Aku menarik kembali tanganku dan kembali memperhatikan dia.


Saat dia selesai dengan botol kedua, aku segera mengucap terima kasih—dengan kebiasaan membungkukkan badan. Dia menjawab ucapan terima kasihku dengan hampir membungkukkan badan juga.


Mbakku sempat mengajakku untuk melihat-lihat sandal di toko sandal yang berada tepat di samping bengkel. Aku menolak. Alasannya tentu saja karena waktu sudah sore. Dan, mbakku pasti nanti laper mata nantinya. Bisa-bisa semua sandal dibeli sama dia. Hahaha.


Kalau menurut versi mbakku, pemuda trail rider itu senyum dari dia muncul dari arah timur. Mbakku ngira dia kenal ke aku. Makanya dia senyum terus ke aku. Mungkin dia temanku . Gitu pikir mbakku. Aku nggak kenal sama dia. Heran juga kenapa dia terus senyum gitu.


Malam harinya aku membuat postingan di Twitter tentang pemuda itu. Yang isinya: Tadi males ke SPBU, terus beli eceran bensin, eh mas-mas yang layani pembeli ganteng. Oriental dan tinggi. Aiya!!!


Lalu hari Raya Idul Fitri pun tiba. Aku sibuk dengan silaturahmi dan segala tradisi khas Idul Fitri. Tapi, otak cancerku masih menyimpan momen pertemuan dengan mas ganteng itu. Aku pengin nulis cerita. Ngembangin momen pertemuan itu. Niatnya, mau aku publish di Storial dan Wattpad.


Proses nulis novelnya udah pernah aku bahas.


Yap! Dari semua momen ketemu cowok, nggak tau kenapa malah momen satu itu yang nyantol di otak sampai jadi cerita. Jadi novel. Novel yang kelar ditulis hanya dalam waktu sepuluh hari. Padahal banyak kejadian yang unik. Tapi, entah kenapa malah pertemuan dengan trail rider di bengkel Mas Eko yang jadi abadi dalam buku. Padahal bener kata Kak Riskaninda, tempat pertemuan dan kejadiannya sama sekali nggak romantis. Apa semua itu karena cinta? Entahlah!


Nia menyebutnya Lexiphobia. Dan aku menyebutnya Lexi virus. Harusnya Leximania ya? Yang pasti semua jadi penasaran sama sosok Lexi. Tak seperti sebelumnya yang hanya penghuni Sarang Clover saja yang dibuat repot sama ulahku kalau lagi penasaran. Kali ini teman-teman dekat di dunia nyata dan dunia maya sampai ikut terseret dalam kegilaanku. Maafin kura-kura gila ini ya teman-teman.


Kak Riskaninda pernah bertanya, apakah novel AWAKE - It's Sarang Clover Creepy Story yang paling laris penjualannya? Seingatku waktu itu aku menjawab iya. Ya, penjualan di atas satu udah tergolong laris lah untuk penulis amatir dan tidak terkenal sepertiku. Aku sering mempromosikannya karena novel itu berdasarkan kisah nyata. Aku berharap orang-orang membeli novel AWAKE dan membaca kisah nyata yang dialami penghuni Sarang Clover yang berhubungan sama dunia mistis.


Tapi, ketika novel Cintaku Bersemi di Kios Bensin lahir. Gelar novel terlaris diambil alih dari AWAKE. Yap! Novel CBKB terjual hingga lebih dari sepuluh buku. Itu amazing sekali buatku. Maklum. Selama ini aku menulis untuk diriku sendiri. Kalau ada yang baca, alhamdulillah. Kalau ada yang mau beli, dobel alhamdulillah. Nah, novel CBKB ini yang beli lebih dari satu. Bukan penghuni Sarang Clover pula yang beli. Subhanallah. Alhamdulillah.


Setelah melahirkan novel CBKB yang merupakan anak keenamku. Aku merasa benar-benar menjadi penulis. Aku bisa merasakan senangnya ada yang ikutan PO novel CBKB. Aku bisa merasakan bagaimana deg-degannya waktu pembeli minta tanda tangan di novel. Merasakan bagaimana gugupnya ketemu langsung sama pembeli novel. Semua itu aku rasakan setelah novel CBKB lahir. Sepanjang karir menulis, 2009-2017. Yang aku rasakan adalah betapa senangnya ketika ada yang mau membaca bahkan sampai mengomentari lalu menunggu ceritaku untuk di publish. Tapi, novel CBKB membuatku merasa jadi penulis yang sebenarnya. Subhanallah. Alhamdulillah.


Lexi virus tak hanya membuatku galau. Tapi, juga membuatku merasa beruntung. Hehehe.


Satu lagi yang bikin aku senang bahkan sampai menangis haru; respon pembaca. Sampai ada yang penasaran apakah semua tokoh dalam novel CBKB itu benar-benar nyata dan ada. Kalau tempat-tempat yang menjadi latar emang ada. Tapi, orangnya? Aku pernah bahas juga tentang ini ya.


Yang paling banyak dapat penggemar tentu saja si tokoh utama pria yaitu Abraham Alexi Pratama aka Lexi. Si Chiko alias Cino Koplak ini banyak yang suka. Bahkan ada yang sampai bilang kalau punya anak kelak mau dikasih nama Lexi juga. Ya ampun... I cry!!!


Trus, ada yang ngaku suka sama karakter Bagong. Ya, walau dia tokoh pendamping. Dia dapat perhatian lebih karena kepribadian dan ulahnya yang kocak. Ada yang ngefans sama Prama juga. Itu semua membuatku menangis haru. Dari kesemua tokoh, aku baru menemukan Mas Joko saja yang ternyata bernama Mas Eko. Sedang Lexi dan Bagong... masih belum ada titik terang. Kalau tokoh di sekitar Tia, semua ada dan nyata.


Terima kasih kepada semua yang sudah berkenan membeli novel Cintaku Bersemi di Kios Bensin. Terima kasih sudah mencintai Lexi.


Beberapa waktu lalu, seorang teman yang juga udah kayak seorang kakak mengusulkan agar novel Cintaku Bersemi di Kios Bensin dilamarkan ke SCTV. Sapa tahu bisa jadi FTV katanya. Karena judul dari novelnya udah FTV banget.


Maunya sih gitu. Tapi, setelah konsultasi ke Kakak Senior di dunia menulis dan sekarang jadi penulis skenario FTV. Prosedurnya susah. Karena masing-masing PH aturannya beda. Dan, lagi aku belum pernah menulis skenario. Sebenarnya patut dicoba ya. Tapi, aku takut. Dan... heuheuheu. Belakangan disibukan sama proyek lomba menulis dan juga pekerjaan di dunia nyata.


Sebelum usulan itu keluar, aku dan Kak Riskaninda juga Nia pernah mengkhayalkan andai novel CBKB di film-kan, siapa aja yang cocok jadi pemerannya. Obrolan itu gara-gara aku posting cerita Rara yang mimpi katanya novel CBKB di film-kan trus yang jadi Lexi itu Rio Hariyanto. Ya ampun... sampai mimpi si Rara. Hahaha.


Kalau di film-kan atau dibikin FTV, maunya yang jadi Lexi itu Rezky Aditya. Tapi, Rezky udah hengkang dari dunia hiburan kan. Trus gimana dong?


Berkhayal boleh kan ya. Rejeki orang siapa tahu.


Semua yang aku alami ini adalah keajaiban-Nya. Yang Ia kirim lewat pertemuan dengan trail rider yang kami panggil Lexi.


Di catatan sebelumnya aku menuliskan jika aku akan berpasrah. Ya, aku memang sudah memutuskan untuk menyerah dari usaha mencari hantu Lexi. Aku berpasrah. Tapi, jujur. Aku masih berharap bisa ketemu dia lagi. Aku ingin mengucapkan terima kasih padanya. Dan ingin memberikan satu novel CBKB padanya.


Semoga saja Tuhan masih menyisakan satu keajaiban padaku; mempertemukan aku dengan trail rider itu. Dan, semoga saat itu terjadi, aku bisa mengenalinya.


Tujuh bulan bukan waktu yang singkat. Orang bisa berubah secara fisik hanya dalam hitungan detik. Apalagi ini sudah tujuh bulan. Bisa saja dia sudah banyak berubah. Aku berharap, sangat berharap bisa mengenali dia saat Tuhan mempertemukan kami kembali.


Well, Lexi! Bicara tentangmu kayaknya nggak bakal ada habisnya ya. Tapi, maaf. Perlahan aku harus menguranginya atau bahkan tidak membahasmu sama sekali. Aku harus bergerak, Lexi. Aku harus move on. Maafin aku ya.


Aku move on bukan untuk melupakanmu. Itu butuh waktu. Dan jika aku memaksa, yang ada malah aku yang sakit sendiri nantinya. Aku menikmati setiap momen dan prosesnya. Aku hanya akan mengurangi atau bahkan tidak membahasmu sama sekali. Itu saja.


Kau tahu, sebenarnya kehadiranmu tidak hanya membuatku berhasil menelorkan satu novel. Tapi, ada satu novel lainnya yang juga menjadikan trail rider sebagai tokoh prianya. Dan, jujur nih ya. Ada dua ide lagi di otak cancer-ku yang tokoh utama prianya trail rider. Tunggu saja kehadirannya.


Terima kasih telah sejenak hadir dalam hidupku. Dan, menginspirasiku. Juga, membuatku sampai pada titik ini. Membuat sketsa wajahmu bukanlah hal tergila yang aku lakukan. Jika aku datang ke event trail, itulah hal tergila yang aku lakukan. Tapi, entah. Aku punya nyali atau tidak untuk melakukannya. Hahaha. Terima kasih untuk semuanya, Lexi. Bertemu denganmu bukanlah hal terindah bagiku. Tapi, bertemu denganmu membuatku menemuka banyak keajaiban lainnya. Terima kasih.

Tempurung kura-kura, 08 Februari 2017.

.shytUrtle.

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews