Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

06:46

Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
 
 
 
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-                  Song Hyu Ri (송휴리)
-                  Rosmary Magi
-                  Han Su Ri (한수리)
-                  Jung Shin Ae (정신애)
-                  Song Ha Mi (송하미)
-                  Lee Hye Rin (이혜린)
-                  Park Sung Rin (박선린)
-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.
 
 
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini...?
***
 
Land  #16


                “Magi!” Suri menyusul Magi yang berjalan keluar mendahului yang lain. “Ya, Magi-ya!” Suri menarik lengan Magi hingga gadis itu menghentikan langkahnya. “Wae? Wae?” desak Suri.

                “Mwoyeyo...?”

                “Tak bisa ikut kegiataan ini, kenapa? Karena Juniper Botanical Garden itu milik ayah dari L.Joe Sunbaenim? Sebegitu anti kau pada pemuda itu?”

                “Mwo...?”

                “Nee...?”

                Magi dan Suri sama-sama bingung dan saling menatap.

                “Nichkhun Oppa dan yang lain, tak akan semudah itu memberikan izin padaku untuk pergi. Ini sama sekali tak ada hubungannya dengan Sunbaenim itu,” terang Magi lirih.

                “Jadi itu masalahnya?” Suri menyibak poninya. “Ternyata... eum, lalu kau ingin pergi tidak?”

                “Tentu saja aku ingin.”

                “Lalu kau akan menyerah begitu saja jika Oppa-oppamu itu tak mengizinkan?”

                “Setelah kehadiran kita sepertinya makin sulit bagi Magi,” sela Hyuri.

                “Magi, apa kau akan diam saja? Tak mencoba bicara pada mereka? Meminta izin?” Suri menatap Magi yang hanya diam. “Aku tak tahu kau ini sebenarnya siapa, tapi di sana semua memanggilmu Nona, bukankah itu artinya kau punya kedudukan lebih tinggi dari mereka dan kau punya kuasa lebih? Selama tindakan itu benar dan untuk tujuan positif, kenapa tak kau gunakan saja kekuasaanmu itu untuk menekan mereka?”

                “Suri!” Hyuri merasa sungkan mendengar Suri menggurui Magi.

                “Aku tak bermaksud mengguruimu, Magi. Hanya saja melihatmu diam dan pasrah, rasanya aku melihat orang lain, bukan Magi.”

                “Aku sudah melakukan banyak pelanggaran belakangan ini. Menggunakan kekuasaan yang aku miliki untuk menekan mereka. Mereka yang selalu merawatku, menjaga dan menyayangiku,” Magi dengan ekspresi redup.

                Berganti Suri yang terdiam. Sejenak ia merasa bersalah telah mengajari Magi memberontak.

                “Tapi, akan aku coba.” Magi kembali semangat. “Lagipula ada kalian. Aku yakin mereka akan memberikan dispensasi.”

                “Jadi kau mau coba...? Ah, itu baru Magi yang aku kenal. Jika butuh bantuan bicara saat minta izin nanti, aku siap,” Suri merangkul Magi.

                Hyuri tersenyum melihat Suri dan Magi.

                “Kita berangkat sama-sama kan?” tanya Seungho yang baru saja bergabung bersama Jonghwan.

                “Di sana sangat menyenangkan. Aku pernah sekali ke sana. Aku yakin kalian akan suka,”  Jonghwan tersenyum sembari menatap satu per satu trio Maehwa.

                “Doakan Magi mendapat izin, lalu kita bersenang-senang bersama di kebun maha luas itu,” Suri tersenyum lebar.

                Seungho dan Jonghwan kompak mengangguk.
***
               
Magi merapikan hanboknya di depan cermin. Magi tampak ayu dan anggun dalam balutan hanbok dengan jeogori—bagian atas hanbok berwarna oranye dengan motif bunga mekar pada kedua lengan dan pundak dan chima—bagian bawah hanbok berwarna hitam dengan motif senada pada bagian bawah.

                Setiap Sabtu malam, secara sukarela Snapdragon tampil di Panti Jompo Peony. Menghibur para lanjut usia dengan permaian musik tradisional mereka. Dan setiap kali tampil di panti asuhan itu seluruh member Snapdragon lebih sering mengenakan hanbok.

                Ibu Kepala Panti mengetuk pintu ruangan dimana Snapdragon bersiap-siap. Wanita paruh baya itu kemudiian masuk. Ia terpesona melihat seluruh member Snapdragon tampil ‘istimewa’ malam ini.

                “Kalian benar-benar cantik malam ini. Terima kasih bersedia membantu. Oya, Magi ada yang datang mencarimu,” kata Ibu Kepala Panti.

                “Nee...? Mencariku?”

                Ibu Kepala Panti mempersilahkan Suri dan Hyuri masuk.

                “Kalian...?” Magi terbelalak melihat Suri dan Hyuri.

                “Syukurlah  jika kau benar-benar mengenal mereka. Mereka mengaku sebagai teman dekatmu, sedang selama ini yang aku tahu kau selalu kemari hanya dengan member Snapdragon yang lain.” terang Ibu Kepala Panti.

                Magi menghela napas melihat Suri dan Hyuri. “Terima kasih , Bibi. Maaf jadi merepotkan Bibi sampai harus mengantar mereka sendiri kemari,” Magi membungkuk sopan.

                “Aku sekalian ingin memastikan jika dua gadis ini benar-benar mengenalmu. Belakangan ini banyak penipu yang mahir mengaku-ngaku.”

                Suri mengerutkan dahi mendengar ucapan Ibu Kepala Panti yang sedikit berbisik pada Magi. Magi tersenyum kecil.

                “Aigo! Yeonmi, hampir saja aku tak mengenalimu. Kau cantik juga dalam balutan hanbok wanita itu.” Ibu Kepala Panti menggoda Yeonmi yang sebelumnya lebih sering memakai hanbok pria saat tampil bersama Snapdragon.

                “Aku ini sejatinya adalah wanita normal, Bibi.” Protes Yeonmi tak terima.

                “Nee, nee, nee. Itu pula alasan kau harus mulai memanjangkan rambutmu. Kami menunggu kalian. Acara akan segera dimulai.”

                “Nee,” jawab seluruh member Snapdragon hampir bersamaan sebelum Ibu Kepala Panti meninggalkan ruangan itu.

                Magi menghampiri Suri dan Hyuri. “Bagaimana kalian bisa sampai kemari?” Magi dengan tatapan menelisik pada Hyuri lalu berganti pada Suri.

                “Ini idenya!” Hyuri menuding Suri. “Ia mengajakku membuntutimu diam-diam.”

                “Jadi itu kalian? Pantas saja seolah ada yang mengawasiku.”

                “Mereka mengatakan kau berkencan di Sabtu malam, bahkan kadang sampai rela tak pulang. Aku penasaran dan mengajak Hyuri membuntutimu diam-diam. Mianhae...” Suri menyatukan kedua tangannya meminta maaf pada Magi.

                Magi menghela napas. “Di sinilah aku berkencan, bahkan sampai menginap.”

                “Sebenarnya ia menginap di kampung Lupin,” sahut Songeun.

                “Kampung Lupin...? Bukankah itu...”

                “Kau berpikir itu kampung Gisaeng?” potong Sori sebelum Suri selesai bicara.

                “Animnida,” Suri segera menunduk.

                “Pandangan umum memang demikian. Padahal jika mau menengok lebih dekat, kampung Lupin lebih pantas disebut sebagai kampung seniman tradisional,” Songeun menanggapi dengan bijak.

                “Kalian selalu tampil dengan hanbok saat menggelar pertunjukan di sini?” Hyuri dengan nada ceria bermaksud mencairkan suasana.

                “Karena malam ini akan ada donatur yang datang berkunjung, Ibu Kepala meminta kami berdandan lebih istimewa ,” jawab Minchi.

                “Ayo. Kita harus bergegas menyiapkan diri,” sela Yeonmi mengakhiri obrolan yang sempat menegang itu.
***
                Seluruh  penghuni Panti Jompo Peony berkumpul di gedung pertemuan panti. Hyuri dan Suri mengintip dari samping kanan panggung sederhana yang merupakan jalan untuk naik ke atas panggung.

                “Aku tak menyangka, ternyata panti jompo juga punya aula pertunjukan, walau kecil,” komentar Suri.

                “Walau sudah renta, kakek dan nenek di sini juga butuh hiburan. Aku penasaran, pertunjukan apa saja yang digelar di sini,” Hyuri tersenyum geli.

                “Paling-paling pertunjukan khas kakek-kakek dan nenek-nenek. Musik, tarian dan drama tradisional.”

                Satu rombongan tampak memasuki gedung pertemuan.

                “Omo! Itu kan...” Suri menuding rombongan yang baru saja memasuki gedung pertemuan.

                “L.Joe Sunbaenim...?” Hyuri tak kalah terkejut melihat L.Joe berada di dalam rombongan itu.

                “Hey! Apa yang kalian lakukan?” tegur Magi.

                Suri dan Hyuri terperanjat kaget. Melihat Magi akan ikut mengintip, Hyuri dan Suri kompak menghadang. Magi menatap heran pada Suri dan Hyuri secara bergantian.

                “Mulai ramai di luar sana, sebaiknya kau duduk dan rileks,” Suri mendorong Magi mundur.

Walau penasaran Magi hanya bisa pasrah ketika Suri mendorongnya mundur, membawanya kembali duduk. Suri dan Hyuri tersenyum lega sembari menatap satu sama lain.
***

L.Joe duduk di samping kanan sang ayah Lee Byungman. Di samping kiri Lee Byungman duduk istrinya Nyonya Lee. Ibu Kepala Panti membuka acara dan memberi sambutan singkat. Selanjutnya pertunjukan untuk menyambut donatur Panti Jompo Peony pun digelar. Penampilan di buka dengan persembahan kakek dan nenek perwakilan dari panti. Para pengurus panti pun urun tampil menghibur.

“Dan inilah puncak persembahan kami, teman baik kami yang selalu datang menghibur kami secara cuma-cuma  di Sabtu malam, Snapdragon!” seru MC antusias.

L.Joe berbinar dan tersenyum lebar mendengar nama Snapdragon disebut. L.Joe turut bertepuk tangan antusias dengan tatapan tak sabar pada panggung kecil itu.

Secara berurutan kelima member Snapdragon muncul di atas panggung. Paling akhir yang menaiki panggung adalah Magi. Kelima member Snapdragon ada yang duduk dan ada yang berdiri siap dengan alat musik tradisional masing-masing.

L.Joe tersenyum, menatap kagum pada Magi yang malam itu benar cantik dan anggun dengan hanboknya. Suri dan Hyuri yang bersembunyi di dekat panggung dan memperhatikan L.Joe turut tersenyum melihat bagaimana eskpresi Tuan Muda itu.

Minchi siap dengan kayageum, Magi dengan kecapi, Yeonmi dengan haegeum—rebab, Songeun dengan sogeum—seruling kecil dan Sori dengan janggu. Snapdragon memulai pertunjukan mereka. Menghibur tamu kehormatan Panti Jompo Peony, donatur Lee Byungman dan keluarganya.

“Appa, menurut Appa, gadis-gadis itu bagaimana?” bisik L.Joe.

“Mataku ini masih normal meskipun aku sudah tua, mereka cantik dan berbakat,” Lee Byungman turut berbisik.

“Satu diantara mereka adalah gadisku. Appa menyukainya? Mereka bukan gisaeng.”

“Mwo...?” Lee Byungman terkejut lalu tersenyum lebar. “Selain Shin Ae kau mulai melirik gadis lain?”

“Shin Ae teman baikku. Tentang salah satu gadis di atas panggung itu aku ingin dia menjadi gadisku, lebih dari teman baik, lebih dari sahabat.”

“Kau mulai dewasa rupanya.”

L.Joe tersenyum. “Dari mereka berlima, mana yang Appa suka?”

“Mana yang kau suka?”

“Aku hanya ingin memastikan apa kita sehati sebagai ayah dan anak.”

“Kau pikir aku akan setuju begitu saja ketika kau memilih salah satu dari mereka?”

“Harus setuju. Appa ingat kan? Ayah tak bisa menang dari anaknya.”

“Anak ini,” Byungman kembali menatap panggung. Memperhatikan satu per satu member Snapdragon. “Hah... mereka semua cantik dan berbakat, tapi... aku lebih menyukai gadis yang memainkan kecapi itu. Aku perhatikan dia yang paling berbeda walau dia bukan yang paling cantik.”

L.Joe tersenyum puas mendengar uraian pilihan sang ayah.

“Lalu yang mana pilihanmu?” tanya Byungman kembali menoleh menatap L.Joe.

“Aku pastikan dialah yang akan menjadi menantu Appa kelak.” janji L.Joe sembari tersenyum yakin.

“Mwo...? Anak ini,” Byungman merangkul L.Joe.


Magi terkejut saat memperhatikan penonton usai menyelesaikan lagu pertama. Ia melihat L.Joe duduk di deretan paling depan kursi para tamu. Pemuda itu duduk, tersenyum menatap panggung sembari bertepuk tangan. Magi sedikit gugup usai menyadari keberadaan L.Joe sampai-sampai Songeun yang mengambil alih tugas untuk memberi sambutan sebelum Snapdargon melanjutkan pertunjukannya.

Snapdragon melanjutkan pertunjukan mereka, kembali memainkan alat musik tradisional menghibur semua yang berada di gedung pertemuan. Lagu yang ceria dan beberapa lanjut usia maju untuk menari di depan panggung. Seorang nenek meminta L.Joe menemaninya menari. L.Joe menolak namun nenek itu tak mau mundur. Malu-malu L.Joe bangkit dari duduknya, maju ke depan panggung dan menemani si nenek menari bersama para lanjut usia lainnya yang menari di depan panggung. Magi menahan senyum melihatnya.
***

Jamuan makan digelar. Snapdragon, Hyuri dan Suri turut membantu melayani jamuan makan. Penuh senyum dan semangat mereka membantu pengurus panti meladeni tamu dan para lanjut usia penghuni panti makan malam.

Magi berjalan sendiri usai mengambil minuman di dapur. Ia membawa baki berisi gelas dan poci dengan sedikit melamun menyusuri jalan kembali menuju gedung pertemuan. Magi terkejut ketika L.Joe tiba-tiba muncul menghadangnya. Magi terbelalak menatap L.Joe yang tersenyum menatap kagum padanya.

L.Joe menatap Magi dari atas ke bawah. Gadis itu terlihat cantik dan anggun dalam balutan hanbok dengan jeogori—bagian atas hanbok berwarna oranye dengan motif bunga mekar pada kedua lengan dan pundak dan chima—bagian bawah hanbok berwarna hitam dengan motif senada pada bagian bawah. Rambut Magi terkepang rapi ke belakang seluruhnya dengan terikat pita dengan warna senada dan jepit rambut berbentuk replika bunga wallflower berwarna oranye.

Manyadari ekspresi L.Joe, Magi segera menundukan kepala tanda memberi salam. Ia merasa teradili melihat L.Joe mengamatinya seperti itu. Magi merasa yakin jika L.Joe kecewa karena tak menemukan jepit rambut dan pita pemberiannya sebagai penghias rambutnya malam ini.

“Kita memang berjodoh, kau masih tak mempercayai hal itu?” L.Joe memulai obrolan.

Magi mengerjapkan kedua matanya. Menatap heran pada L.Joe.

“Malam ini sama sekali tak kuduga kita akan bertemu di sini. Keajaiban bukan?”

“Keajaiban yang sengaja Anda buat?”

“Mwo...?”

“Semua informasi tentang Snapdragon telah masuk kepada Anda sebelumnya. Bukankah itu hal yang sangat mungkin.”

“Mwo...? Hah!” L.Joe tersenyum dan menggelengkan kepala. “Apa sedetail itu aku menjadi penggemar rahasiamu? Tak banyak yang aku tahu tentangmu.”

Magi diam sedikit menunduk.

“Malam ini aku menemani Appa dan Umma berkunjung kemari. Itu saja. Dan mendengar nama Snapdragon disebut, benar-benar membuatku terkejut juga senang. Terlebih saat kau muncul di atas panggung.” L.Joe tersenyum mengenang momen beberapa jam yang lalu. “Appaku... kami sehati.”

“Nee...?” Magi mengangkat kepala menatap L.Joe.

“Diantara kalian berlima, Appaku menyukai gadis yang memainkan kecapi. Menurut Appa, dia gadis yang memainkan kecapi adalah yang paling berbeda walau dia bukan yang paling cantik.”

Magi segera menundukan kepala. Ia tak mau L.Joe menyadari jika ia tersipu mendengar penilaian Lee Byungman.

“Dan aku mengatakan pada Appa, aku pastikan dialah yang akan menjadi menantu Appa kelak.”

“Mwo...?” lagi-lagi Magi terbelalak, mengangkat kepala menatap tajam L.Joe.

L.Joe tetap tenang melihat reaksi Magi. Malahan L.Joe tersenyum manis penuh keyakinan sembari membalas tatapan Magi.
***

Minggu yang cerah di awal musim semi di Wisteria Land. Hyuri, Magi dan Suri berdiri di depan sebuah mall ternama di Wisteria Land. Ketiganya menatap bangunan megah  nan tinggi menjulang itu, yang tengah ramai pengunjung itu.

Magi mengerutkan dahi menatap bangunan itu. Ia mengepalkan kedua tangannya. “Aku tidak bisa!” Magi seraya membalikan badan membelakangi mall. “Aku takut masuk ke sana.”

“Mwo...? Ya, ini hanya mall. Kugjungmayo, ada kami,” bujuk Suri sambil mengedipkan mata pada Hyuri bermaksud meminta bantuan untuk membujuk Magi.

“Kau bukan alien, kau manusia Magi,” Hyuri merangkul Magi.

“Tapi...”

“Menurut buku yang aku baca, ada kutipan seperti ini, lawanlah ketakutan dengan tindakan. Jadi ayo bertindak. Konyol saja jika kau takut masuk mall.” Suri menggaruk lehernya. Ia masih dibuat heran, bagaimana mungkin seorang Rosmary Magi takut masuk mall?

“Sudah. Ayo!” Hyuri menyeret Magi masuk dengan merangkulnya.

Suri tersenyum lebar dan bergegas menyusul.

Awal masuk Magi terlihat canggung karena ini pertama kali baginya memasuki pusat perbelanjaan megah seperti itu. Magi terkagum-kagum mengamati kanan kiri sepanjang berjalan mengikuti Suri dan Hyuri. Ia benar-benar tak bisa menyembunyikan ekspresi polos yang menunjukan jika hari ini adalah pertama kali baginya berjalan-jalan di mall.

Hyuri dan Suri membantu Magi mencari beberapa keperluan untuk bepergian bersama club Foxglove nanti. Lama-lama Magi bisa menyesuaikan diri dengan Hyuri dan Suri. Tak terlihat canggung lagi.

Hyuri dan Suri tak lupa menyeret Magi untuk untuk mencoba berbagai macam permainan di arena game mall. Magi tertawa riang, antusias mencoba berbagai macam permainan.

Puas berburu diskon dan bermain, agenda terakhir sebelum pulang adalah makan bersama. Beruntung ada stan yang menyediakan menu vegetarian di food court mall.

“Chingu, apa kalian pikir ini akan berhasil?” tanya Magi. “Hadiah-hadiah itu apakah benar akan bekerja sesuai rencana kita? Dan membuat Oppa-oppaku setuju?”

“Harusnya tinggal memantrainya saja kan?” Hyuri menatap serius pada Magi.

Magi balas menatap Hyuri dengan tatapan tak paham.

“Kau bisa sihir kan? Itu maksud Hyuri,” sela Suri. “Kau memang punya kemampuan itu. Kau pandai memadu padan kata-kata hingga membentuk rayuan merdu bak mantra sihir. Hadiah-hadiah itu anggap saja media sihirnya.”

Senyum  terkembang di wajah Magi. “Chingu, jongmal gomawoyo. Hari ini aku benar-benar senang.”

“Aku masih tak habis pikir. Masa iya ini pertama kalinya kamu pergi ke mall? Tampak begitu canggung pula. Kau menguasai jalan Elder Flower dan panggung club Golden Rod, tapi ke mall kau takut sampai gemetaran.” Suri menggelengkan kepala.

“Selama ini apa-apa yang aku butuhkan selalu tersedia tanpa aku harus bersusah payah mencarinya sendiri seperti yang baru saja kita lakukan. Walau melelahkan, tapi aku senang. Lain kali kita pergi ke pantai sama-sama ya? Aku ingin melihat pantai, laut secara nyata.”

“Kau tak pernah ke pantai sebelum ini?” Suri melebarkan kedua matanya menatap Magi.

Magi mengangguk.

Suri kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. “Seperti barang pecah belah yang harus di jaga dengan super hati-hati agar tak pecah dan hancur karena harganya sangat mahal. Bahkan ke pantai kau pun tak pernah. Keluargamu begitu kaya, apa kalian tak pernah berlibur?”

“Myungsoo tak bisa pergi di siang hari dan Baro pastilah akan membuat manusia yang lain takut dengan penampilannya yang seperti itu,” Magi tersenyum getir.

Mendengarnya Suri menundukan kepala karena merasa bersalah telah mengungkit rasa perih bagi Magi sedang baru saja Magi mengaku jika hari ini ia sangat senang.

“Tapi bagaimanapun juga akulah sang tuan putri,” Magi kembali riang.

“Putri dalam kastil menyeramkan Asphodel. Apa kau ini Rapunzel versi Wisteria Land?” sahut Hyuri mencairkan suasana.

“Bisa jadi.”

Magi dan Hyuri tertawa bersama. Suri tersenyum lesu melihat kedua temannya itu.
***

Baro, Nichkhun, Myungsoo dan Sungjeong mengamati hadiah masing-masing yang baru saja diberikan Magi. Kecuali Myungsoo yang tetap bersikap datar, lainnya tampak begitu senang menerima hadiah dari Magi. Magi, Hyuri dan Suri saling melempar pandangan dan tersenyum sedikit kaku melihat bagaimana ekspresi pria-pria itu.

“Apa maksud dari semua ini?” tanya Nichkhun langsung. Ia menyipitkan mata, menatap curiga pada Magi.

“Aku butuh tanda tangan waliku untuk surat ini,” Magi meletakan amplop berisi surat pemberitahuan dari club Foxglove di atas meja.

Sungjeong memungut amplop itu, membuka dan membaca isinya. “Camping bersama di Juniper Botanical Garden terhitung dari Jum’at sore sampai Minggu sore?”

“Nee. Agenda tahunan club Foxglove dan aku ingin ikut,” jawab Magi tenang. Sungguh berbeda dengan Magi yang ragu-ragu saat makan siang bersama di mall.

“Kau harus menginap di sana? Dari Jum’at sampai Minggu?” Nichkhun menatap keberatan pada Magi.

“Ini tradisi club Foxglove. Diharapkan semua anggota baru ikut. Kami bukan bersenang-senang di sana, tapi ini study tour, seperti itulah,” sahut Suri memberi penjelasan.

“Beraninya kau berbicara tanpa diminta?” Nichkhun melotot tajam pada Suri.

Suri segera menundukkan kepala.

“Suri menjelaskan apa yang tak kalian paham dan aku memberinya izin,” bela Magi.

Nichkhun hanya bisa menghela napas merespon pembelaan Magi. Sejenak suasana menjadi tegang.

“Jika berhubungan dengan botanical, bukankah kalian bisa belajar di sini,” Sungjeong memecah keheningan.

“Kalau begitu aku akan usul pada ketua club dan membawa seluruh anggota club Foxglove kemari, memberi tempat bagi mereka dari Jum’at sore hingga Minggu sore. Jika aku memaksa bisa saja ketua club setuju. Jadi itu yang akan kita lakukan?” Magi dengan santainya.

Gantian Sungjeong yang menghela napas kesal menatap Magi. “Sepertinya dua makhluk asing itu telah benar-benar meracuni pikirannya,” batin Sungjeong sembari menatap Hyuri lalu Suri.

“Sejauh ini aku baik-baik saja berkeliaran sendiri di luar sana. Saat ini ada Hyuri dan Suri menemaniku, tak bisakah ini membuat kalian tenang? Aku hanya ingin mengenal Wisteria Land lebih jauh, apa itu pun tak boleh?” tanya Magi.

“Kami lebih merasa tenang jika kau sendirian,” jawab Nichkhun. “Pergi berasama-sama bukan berarti aman bagimu.”

“Kalau begitu rantai saja aku di dalam kamarku. Biarkan selamanya aku terkurung dalam kastil ini. Aku hanya ingin merasakan hidup normal layaknya manusia pada umumnya.”

Mendengar kalimat “aku hanya ingin merasakan hidup normal layaknya manusia pada umumnya” yang dilontarkan Magi benar-benar menusuk Nichkhun. Bak pedang yang menghujam jantungnya. Sungjeong yang merasakan hal yang sama sedikit menundukan kepala. Baro bingung, bergantian menatap Magi, Sungjeong dan Nichkhun.

“Biarkan Nona pergi,” kata Myungsoo tiba-tiba.

Semua beralih menatap Myungsoo. Hyuri tersenyum menatap Myungsoo.

“Benar yang Nona katakan, Nona harus mengenal Wisteria Land lebih jauh karena membaca saja tak akan cukup untuk benar-benar mematangkan pengetahuan Nona,” Baro mendukung Myungsoo dan Magi. “Karena kepercayaan yang kita berikan dan Nona mengembannya dengan baik, sejauh ini Nona bisa bertahan dengan tangguh di luar sana, tanpa kita. Apa kita masih pantas meragukan Nona? Bagaimanapun juga Nona adalah gadis normal. Rasanya sangat tidak manusiawi jika kita terlalu mengekang Nona seperti ini.”

Suri tersenyum dan menanggukan kepala menatap Baro.

“Apa kalian lupa?” tanya Nichkhun.

“Kami selalu mengingatnya. Dan tanpa kita sadari kitalah yang membuat Nona terkesan tak normal sepertiku,” sahut Myungsoo.

Sungjoeng menghela napas menyadari perkataan Myungsoo ada benarnya juga.”Biarkan saja Nona pergi. Jika Hyung tak mau menandatangani surat itu, biarkan aku yang membubuhinya dengan tanda tanganku.” Sungjoeng dengan nada tak semangat.

Nichkhun diam dan pasrah.

“Aku akan selalu melapor pada Oppa. Aku janji,” Magi tersenyu lebar.
***

Selarut ini Magi masih begadang di dapur bawah tanah. Ia duduk bersila di atas lantai dapur. Di depannya terdapat sebuah tungku kecil yang menyala dengan kuali tanah liat kecil pula di atasnya. Magi mengaduk-aduk isi kuali yang mendidih. Bibir Magi terus bergerak, bergumam tanpa suara. Magi sedang merapalkan mantra.

Mulut Magi berhenti berkomat-kamit. Tangan kiri Magi terangkat dengan membawa sehelai rambut pirang. Magi menyincingkan senyum dan memasukan sehelai rambut itu pada kuali. Ramuan di dalam kuali mendidih semakin sempurna dan Magi kembali mengaduk-aduknya dengan membentuk angka delapan dalam gerakan adukannya.

“Wahai kau yang manis tunjukanlah dia padaku. Tunjukan wujud bayi kecil bernama Jung Daehyun itu kehadapanku. Jung Dae Hyun,” Magi berbisik dengan wajah mendekati kuali dan tangan masih terus mengaduk isi kuali dengan membentuk angka depalan.

Ramuan dalam kuali bergerak, berputar semakin cepat dan cepat sampai sangat cepat. Lalu muncul asap dari dalam kuali. Magi kembali menyeringai, menengok isi kuali yang tiba-tiba tenang itu. Beberapa saat kemudian muncul gambar Daehyun sedang terlelap di ramuan yang tenang di dalam kuali tanah itu. Magi menyincingkan senyum penuh kepuasan.

“Wahai bayi kecilku yang tengah terlelap malam ini. Bayi kecilku Jung Daehyun, dengarkan bisikku, tanam dalam-dalam dipikiranmu, Simpan dengan rapi di dasar hatimu yang paling dalam. Aku katakan semua ini sebagai benar untukmu wahai bayi mungilku Jung Daehyun. Kebenaran yang hanya kuucap untukmu bayi kecilku, untukmu seorang Jung Daehyun.” Magi fokus menatap wajah Daehyun yang sedang terlelap.

“Wahai iblis penguasa cinta buta, aku perintahkan kau! Masuklah! Masuklah saat ini juga ke dalam gua jiwa terdalam, dasar hati bayi kecil bernama Jung Daehyun ini. Remukan! Hancur leburkan hatinya! Putuskan setiap senti urat-urat ususnya! Bolak-baliklah seluruh isi dari tubuhnya. Jika kau temukan ia sedang tertidur, bangunkanlah! Jika kau temukan ia dalam keadaan terbangun, tuntunlah! Tuntun bayi kecil bernama Jung Daehyun ini berjalan untuk bertemu, bertatap muka di hadapan bayi kecil bernama Song Hyuri. Tumbuhkanlah keinginan di dasar hati bayi kecil Jung Daehyun untuk mencintai bayi kecil Song Hyuri.  Tumbuhkanlah keinginan di dasar hati bayi kecil Jung Daehyun untuk mencintai bayi kecil Song Hyuri. Tumbuhkanlah keinginan di dasar hati bayi kecil Jung Daehyun untuk mencintai bayi kecil Song Hyuri. Tumbuhkanlah keinginan di dasar hati bayi kecil Jung Daehyun untuk menyayangi bayi kecil Song Hyuri. Satukan jiwa kedua bayi kecil ini. Satukan jiwa Jung Daehyun dalam jiwa Song Hyuri. Menyatu seluruhnya jiwa Jung Daehyun penuh mencintai dalam jiwa Song Hyuri.”

BLUP!!!

Terdengar bunyi letupan dan asap mengepul dari dalam kuali di hadapan Magi. Api tungku tiba-tiba padam dan isi kuali tanah itu pun kosong. Magi kembali menyincingkan senyum puas di bibir tipisnya.
***

Senin pagi ini Magi benar terlihat ceria. Lebih ceria dari biasanya. Suri berpendapat hal itu dikarenakan Magi telah memperoleh tanda tangan Nichkhun dalam surat izin untuk mengikuti kegiatan bersama club Foxglove. Tapi Hyuri berpikiran lain. Sejak ia tak berhasil merebut rambut Daehyun dari tangan Magi, Hyuri terus dihantui pikiran buruk tentang Magi dan rambut Daehyun itu. Walau tak yakin jika Magi benar bisa sihir, tapi tetap saja Hyuri merasa khawatir. Hyuri khawatir Magi benar-benar memantrai rambut itu dan membuat Daehyun tergila-gila padanya sebagai wujud balas dendam pada Daehyun untuk Hyuri.

“Magi, kau tak berbuat macam-macam kan dengan rambut Daehyun?” Hyuri akhirnya bertanya langsung pada Magi perihal rambut Daehyun.

“Rambut...?” Magi pura-pura tak paham.

“Jangan pura-pura lupa. Rambut Jung Daehyun!” tegas Hyuri.

“Aigo. Kau pikir anak ini benar-benar bisa sihir?” sahut Suri.

“Kau lupa tentang ulahnya pada Flower Season Boys dan Elroy?” Hyuri mendelik pada Suri.

“Ya! Itu bukan ulahku!” sangkal Magi. “Itu ulah Lizzy.”

“Lizzy...?” pekik Suri.

Hyuri hanya melotot menatap Magi.

“Siapa dia?” tanya Suri penasaran.

“Aku belum cerita ya?” Magi balik bertanya dengan polosnya. “Dia... dia siswi itu, siswi yang sering muncul dengan rambut terurai menutupi semua wajahnya dan kalian tak bisa melihatnya.”

“Ada ya...?” Suri dengan ekspresi bingung.

“Ada. Dia meninggal tiga tahun yang lalu, tenggelam di danau buatan di taman belakang sekolah.

Glek! Hyuri dan Suri terdiam. Kompak menelan ludah mendengar pengakuan Magi.

“Jadi... maksudmu... dia... hantu...?” tanya Suri ragu-ragu.

“Arwah penasaran,” ralat Magi.

“Apa bedanya arwah penasaran dan hantu?” tanya Hyuri.

“Entahlah,” Magi mengangkat kedua bahunya.

“Kau mau kami percaya?” tanya Suri lirih.

“Kalian bisa tanya pada Jung Shin Ae Sunbaenim, teman dari L.Joe Sunbaenim itu. Dia juga melihatnya. Untuk apa aku bohong atau mengada-ada.”

Hyuri dan Suri kembali terdiam. Wajah keduanya berubah pucat. Sepagi ini Magi bercerita tentang hantu di sekolah. Walau keduanya sadar Magi adalah gadis pencerita yang terkadang bisa saja membuat bualan seolah nyata, tapi menyebut nama Jung Shin Ae membuat Hyuri dan Suri percaya jika Magi kali ini bercerita tentang kenyataan. Kenyataan tentang adanya hantu di sekolah.

“Mitos hantu di sekolah ada di mana-mana, termasuk SMA Maehwa kan? Kenapa kalian masih merasa asing?”

“Bukan asing, tapi ngeri. Kenapa kau bisa melihatnya? Kau punya kemampuan indera keenam...?” buru Suri yang penasaran bercampur takut.

“Tidak. Menurut Jung Shin Ae Sunbaenim, aku jadi bisa melihat Lizzy karena dia ingin aku membantunya.”

“Membantunya...?” pekik Suri.

Hyuri diam menatap Magi dengan tatapan ngeri. Ngeri pada apa yang dialami Magi.

“Ya! Pagi-pagi kau sudah membuat semangat kami drop!” Suri dengan kesal.

“Salahkan Hyuri yang memulai,” Magi menuding Hyuri.

“Kok aku...?” Hyuri menatap Magi lalu Suri. “Hantu bisa keluar di siang hari?”

“Dia bukan hantu, tapi arwah. Arwah penasaran yang tak bisa menyeberang. Dia tertahan di dunia fana ini.”

“Apa pun itu, pikiranku tak bisa menjangkaunya,” Hyuri menggelengkan kepala. “Lalu bagaimana dengan rambut Jung Daehyun? Kau tak berbuat macam-macam kan dengannya?” Hyuri mengulang pertanyaannya.

“Rambut Jung Daehyun? Aku lupa menaruhnya dimana.”

“Rosmary Magi!!!” Hyuri geram. Memperingatkan Magi agar tak berpura-pura bodoh lagi.

“Lihat saja bagaimana Daehyun bersikap padamu hari ini,” jawab Magi enteng.

“Jadi... jadi kau benar berbuat macam-macam pada rambut itu...?” Hyuri panik saat sampai di depan gerbang sekolah. Ia menghentikan langkahnya. Menatap Magi dengan ekspresi panik. “Kau benar-benar memantrainya...?”

“Mwoya?!” Magi turut menghentikan langkahnya yang juga menuntun sepeda sama seperti Hyuri dan Suri. “Kau pikir aku ini benar-benar penyihir? Penyihir cinta? Aish~ ck!” Magi kembali berjalan mendahului Hyuri dan Suri.

“Ottokke...” bisik Hyuri panik.

“Anak itu. Ck!” Suri menatap kesal punggung Magi. “Hyuri, tenangkan dirimu. Semoga apa yang diucapkan Magi tentang rambut Daehyun tak benar adanya.” Suri kemudian menyusul langkah Magi.

Hyuri menghela napas. Berjalan lesu memasuki area Hwaseong Academy.
***

Hyuri tak bisa konsentrasi sepanjang mengikuti pelajaran hari ini. Pikirannya dipenuhi oleh sehelai rambut Jung Daehyun yang dicuri Magi. Hyuri khawatir Magi benar-benar memantrai rambut Daehyun, membuat Daehyun jatuh cinta padanya. Otak Hyuri membayangkan Daehyun terus mengejarnya, mengikuti kemanapun ia pergi. Daehyun mengejar Hyuri sambil tak hentinya mengatakan, ‘Song Hyuri saranghae. I love you! Aku mencintaimu!’

“Andwae!!!” jerit Hyuri tiba-tiba di tengah kelas yang hening mengejutkan murid-murid yang lain.

Seluruh mata menatap Hyuri. Mereka benar-benar dibuat terkejut oleh jeritan Hyuri.

“Apa dia tidur dan ngelindur,” gumam Ricky lirih turut menatap ke arah Hyuri.

“Tumben dia, biasanya kan Rosmary Magi,” Aron menanggapi gumaman Ricky.

“Song Hyuri!” tegur Guru yang mengajar hari itu.

Hyuri malu, meringis menatap sekitar.

“Kau ketiduran di kelas?” tanya Guru itu lagi.

“Animnida, Sonsaengnim. Soal Matematika ini... sulit. Aku tak kunjung menyelesaikannya.” Hyuri beralasan.

“Soal Matematika...? Tapi aku mengajar Sejarah di sini.”

Hyuri ternganga menyadari jika jam ini adalah jam pelajaran Sejarah. Suri menepuk keningnya mendengar alasan Hyuri. Sedang Magi yang duduk tepat di depan Hyuri tersenyum geli. Jonghwan dan Seungho hanya menggelengkan kepala.

“Cuci mukamu lalu kembali ke kelas,” perintah guru Sejarah itu.

“Iye, Sonsaengnim,” Hyuri bangkit dari duduknya dan keluar kelas dengan wajah lesu.
***

Daehyun duduk di kelas sambil terus memegangi kepalanya. Murid-murid berhamburan keluar ketika mendengar bel istirahat berdering.

“Hey, kau kenapa?” tanya Woohyun. “Dari tadi aku perhatikan kau terus memijit keningmu.”

“Iya. Sejak datang pagi ini berulang kali aku melihatmu memukul pelan kepalamu. Kau sakit ya?” sambung Yoseob. “Kau terlihat lesu.”

“Kau juga banyak melamun hari ini,” imbuh Changjo.

“Entahlah. Sejak terbangun tadi pagi, kepalaku terasa berat,” Daehyun mengusuk tengkuknya. “Badanku pun terasa sakit di sana-sini. Padahal kemarin aku tak beraktifitas berat. Pulang dari sekolah aku menonton film hingga tertidur.”

“Dasar maniak film. Mata dan otak juga butuh istirahat. Atau kau butuh vitamin khusus? Bisa jadi ini lelah yang bertumpuk-tumpuk,” Ilhoon mencoba menganalisis.

“Kau tahu sendirikan, setiap pagi aku minum vitamin.”

“Iya juga sih,” Ilhoon mengelus dagunya. Berpikir, kembali menganalisis kemungkinan yang dialami Daehyun.

“Tapi hari ini... aku lupa. Sepertinya...” Daehyun memiringkan kepala ke kanan dengan ekspresi sedikit bengong.

“Aigo! Anak ini!” Yoseob menatap geram pada Daehyun yang memang sedikit pelupa.

“Pasti Nuna pelayan tak mengingatkanmu hari ini,” Changjo menggeleng pelan.

“Iya. Sepertinya begitu.” Daehyun masih kebingungan.

“Dia tampak parah hari ini,” Yoseob berbisik dekat pada Woohyun.

“Kau harus jaga kondisi. Persiapan untuk Hwaseong Festival akan sangat menyita waktu, pikiran dan tenaga kita. Ara?” Woohyun menepuk pundak kanan Daehyun.

“Nee.” Daehyun tersenyum lesu.
***

Magi merasa aneh karena seharian ini Hyuri mengikutinya kemanapun ia pergi.

“Ya! Kau ini! Kenapa terus mengekor padaku?!” protes Magi.

“Sebelum kau mengaku tentang rambut itu, aku akan terus mengikuti kemanapun kau pergi.” Ancam Hyuri.

“Aigo! Dari pagi kau ribut tentang rambut, rambut dan rambut!”

“Sikapmu aneh, Rosmary Magi.”

“Kau yang aneh, Song Hyuri. Hentikan pikiran kacaumu itu!”

“Katakan yang sebenarnya!”

Magi mendesah pelan. “Kau lihat Daehyun berubah sikap hari ini?”

Hyuri diam sejenak. “Anee.”

“Lalu kenapa kau panik?”

Hyuri kembali diam. “Kau yang membuatku kacau!” Hyuri sebal menatap Magi.

Magi memilih diam. Meladeni orang yang sedang kesal sama saja membuang energi secara sia-sia menurut Magi.

Suara ribut-ribut dari murid lain menyita perhatian Magi dan Hyuri. Keduanya menoleh ke arah kanan dimana tampak murid-murid berkerumun.

“Ada apa lagi? Mereka berkerumun di depan mading,” gumam Magi penasaran. “Hyuri, ayo kita lihat!”

“Nee...?”

Magi mencengkeram erat tangan kiri Hyuri dan menyeret gadis itu mendekati mading—majalah dinding sekolah. Saat Magi dan Hyuri tiba di kerumunan, murid-murid menatap keduanya dan segera membelah. Memberi jalan untuk Magi dan Hyuri. Magi berjalan tenang melewati murid-murid yang membelah memberinya jalan, sedang Hyuri keheranan melihat sikap murid-murid ini.

“Jangan-jangan...” batin Hyuri kembali berpikir buruk tentang Daehyun.

“Oh, poster Hwaseong Festival sudah rilis rupanya,” Magi saat sampai di depan mading. Sekilas ia membaca poster itu lalu melepas genggamannya pada tangan Hyuri dan pergi dari depan mading.

Hyuri membaca cepat isi psoter lalu berlari mengejar Magi. Murid-murid kembali ribut dan berkerumun di depan mading setelah Magi dan Hyuri pergi.

“Kita seperti virus mematikan saja. Lihat bagaimana murid-murid itu minggir, membelah memberi jalan untuk kita,” Magi saat Hyuri berhasil mengejarnya.

“Kau tak tertarik?” tanya Hyuri.

“Anee.” Magi menggeleng. “Mana mungkin boleh ambil bagian. Murid transferan dari SMA Maehwa, trio Maehwa. Sanderson Sisters.”

“Kenapa tidak? Mereka mengatakan seleksinya adil. Kau punya bakat Magi dan ini saatnya kau unjuk kebolehan di depan murid Hwaseong Academy yang selalu memandangmu dengan tatapan memicing.”

“Sama sepertimu tanpa Chrysaor, begitulah aku tanpa Snapdragon.”

Hyuri tersentil mendengar pengakuan Magi.

“Lagi pula terlalu beresiko. Festival ini akan dihadiri Raja dan keluarganya bukan? Lebih baik aku mematangkan diri untuk menyambut Festival Gardenia.”

“Festival Gardenia?”

“Em. Festival musim semi di Ambrosia. Kau tak pernah dengar? Ini pesta rakyat terbesar di Ambrosia. Ini keren. Oh!” Magi menghentikan langkahnya.

Hyuri turut menghentikan langkah, kemudian mengikuti arah pandangan Magi. Hyuri terbelalak melihat Daehyun dan Elroy berjalan ke arahnya.
***


Terkadang kita tak menyadari ketika cinta itu mulai bersemi.



-------TBC--------

Keep on Fighting
                shytUrtle
 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews