Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
06:46
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #16
“Magi!” Suri menyusul Magi yang
berjalan keluar mendahului yang lain. “Ya, Magi-ya!” Suri menarik lengan Magi
hingga gadis itu menghentikan langkahnya. “Wae? Wae?” desak Suri.
“Mwoyeyo...?”
“Tak bisa ikut kegiataan ini,
kenapa? Karena Juniper Botanical Garden itu milik ayah dari L.Joe Sunbaenim?
Sebegitu anti kau pada pemuda itu?”
“Mwo...?”
“Nee...?”
Magi dan Suri sama-sama bingung
dan saling menatap.
“Nichkhun Oppa dan yang lain,
tak akan semudah itu memberikan izin padaku untuk pergi. Ini sama sekali tak
ada hubungannya dengan Sunbaenim itu,” terang Magi lirih.
“Jadi itu masalahnya?” Suri
menyibak poninya. “Ternyata... eum, lalu kau ingin pergi tidak?”
“Tentu saja aku ingin.”
“Lalu kau akan menyerah begitu
saja jika Oppa-oppamu itu tak mengizinkan?”
“Setelah kehadiran kita
sepertinya makin sulit bagi Magi,” sela Hyuri.
“Magi, apa kau akan diam saja?
Tak mencoba bicara pada mereka? Meminta izin?” Suri menatap Magi yang hanya
diam. “Aku tak tahu kau ini sebenarnya siapa, tapi di sana semua memanggilmu
Nona, bukankah itu artinya kau punya kedudukan lebih tinggi dari mereka dan kau
punya kuasa lebih? Selama tindakan itu benar dan untuk tujuan positif, kenapa
tak kau gunakan saja kekuasaanmu itu untuk menekan mereka?”
“Suri!” Hyuri merasa sungkan
mendengar Suri menggurui Magi.
“Aku tak bermaksud mengguruimu,
Magi. Hanya saja melihatmu diam dan pasrah, rasanya aku melihat orang lain,
bukan Magi.”
“Aku sudah melakukan banyak
pelanggaran belakangan ini. Menggunakan kekuasaan yang aku miliki untuk menekan
mereka. Mereka yang selalu merawatku, menjaga dan menyayangiku,” Magi dengan
ekspresi redup.
Berganti Suri yang terdiam.
Sejenak ia merasa bersalah telah mengajari Magi memberontak.
“Tapi, akan aku coba.” Magi
kembali semangat. “Lagipula ada kalian. Aku yakin mereka akan memberikan
dispensasi.”
“Jadi kau mau coba...? Ah, itu
baru Magi yang aku kenal. Jika butuh bantuan bicara saat minta izin nanti, aku
siap,” Suri merangkul Magi.
Hyuri tersenyum melihat Suri dan
Magi.
“Kita berangkat sama-sama kan?”
tanya Seungho yang baru saja bergabung bersama Jonghwan.
“Di sana sangat menyenangkan.
Aku pernah sekali ke sana. Aku yakin kalian akan suka,” Jonghwan tersenyum sembari menatap satu per
satu trio Maehwa.
“Doakan Magi mendapat izin, lalu
kita bersenang-senang bersama di kebun maha luas itu,” Suri tersenyum lebar.
Seungho dan Jonghwan kompak
mengangguk.
***
Magi
merapikan hanboknya di depan cermin. Magi tampak ayu dan anggun dalam balutan
hanbok dengan jeogori—bagian atas hanbok berwarna oranye dengan motif bunga
mekar pada kedua lengan dan pundak dan chima—bagian bawah hanbok berwarna hitam
dengan motif senada pada bagian bawah.
Setiap Sabtu malam, secara
sukarela Snapdragon tampil di Panti Jompo Peony. Menghibur para lanjut usia
dengan permaian musik tradisional mereka. Dan setiap kali tampil di panti
asuhan itu seluruh member Snapdragon lebih sering mengenakan hanbok.
Ibu Kepala Panti mengetuk pintu
ruangan dimana Snapdragon bersiap-siap. Wanita paruh baya itu kemudiian masuk.
Ia terpesona melihat seluruh member Snapdragon tampil ‘istimewa’ malam ini.
“Kalian benar-benar cantik malam
ini. Terima kasih bersedia membantu. Oya, Magi ada yang datang mencarimu,” kata
Ibu Kepala Panti.
“Nee...? Mencariku?”
Ibu Kepala Panti mempersilahkan
Suri dan Hyuri masuk.
“Kalian...?” Magi terbelalak
melihat Suri dan Hyuri.
“Syukurlah jika kau benar-benar mengenal mereka. Mereka
mengaku sebagai teman dekatmu, sedang selama ini yang aku tahu kau selalu
kemari hanya dengan member Snapdragon yang lain.” terang Ibu Kepala Panti.
Magi menghela napas melihat Suri
dan Hyuri. “Terima kasih , Bibi. Maaf jadi merepotkan Bibi sampai harus
mengantar mereka sendiri kemari,” Magi membungkuk sopan.
“Aku sekalian ingin memastikan
jika dua gadis ini benar-benar mengenalmu. Belakangan ini banyak penipu yang
mahir mengaku-ngaku.”
Suri mengerutkan dahi mendengar
ucapan Ibu Kepala Panti yang sedikit berbisik pada Magi. Magi tersenyum kecil.
“Aigo! Yeonmi, hampir saja aku
tak mengenalimu. Kau cantik juga dalam balutan hanbok wanita itu.” Ibu Kepala
Panti menggoda Yeonmi yang sebelumnya lebih sering memakai hanbok pria saat
tampil bersama Snapdragon.
“Aku ini sejatinya adalah wanita
normal, Bibi.” Protes Yeonmi tak terima.
“Nee, nee, nee. Itu pula alasan
kau harus mulai memanjangkan rambutmu. Kami menunggu kalian. Acara akan segera
dimulai.”
“Nee,” jawab seluruh member
Snapdragon hampir bersamaan sebelum Ibu Kepala Panti meninggalkan ruangan itu.
Magi menghampiri Suri dan Hyuri.
“Bagaimana kalian bisa sampai kemari?” Magi dengan tatapan menelisik pada Hyuri
lalu berganti pada Suri.
“Ini idenya!” Hyuri menuding
Suri. “Ia mengajakku membuntutimu diam-diam.”
“Jadi itu kalian? Pantas saja
seolah ada yang mengawasiku.”
“Mereka mengatakan kau berkencan
di Sabtu malam, bahkan kadang sampai rela tak pulang. Aku penasaran dan
mengajak Hyuri membuntutimu diam-diam. Mianhae...” Suri menyatukan kedua
tangannya meminta maaf pada Magi.
Magi menghela napas. “Di sinilah
aku berkencan, bahkan sampai menginap.”
“Sebenarnya ia menginap di
kampung Lupin,” sahut Songeun.
“Kampung Lupin...? Bukankah
itu...”
“Kau berpikir itu kampung Gisaeng?”
potong Sori sebelum Suri selesai bicara.
“Animnida,” Suri segera
menunduk.
“Pandangan umum memang demikian.
Padahal jika mau menengok lebih dekat, kampung Lupin lebih pantas disebut
sebagai kampung seniman tradisional,” Songeun menanggapi dengan bijak.
“Kalian selalu tampil dengan
hanbok saat menggelar pertunjukan di sini?” Hyuri dengan nada ceria bermaksud
mencairkan suasana.
“Karena malam ini akan ada
donatur yang datang berkunjung, Ibu Kepala meminta kami berdandan lebih
istimewa ,” jawab Minchi.
“Ayo. Kita harus bergegas
menyiapkan diri,” sela Yeonmi mengakhiri obrolan yang sempat menegang itu.
***
Seluruh penghuni Panti Jompo Peony berkumpul di gedung
pertemuan panti. Hyuri dan Suri mengintip dari samping kanan panggung sederhana
yang merupakan jalan untuk naik ke atas panggung.
“Aku tak menyangka, ternyata
panti jompo juga punya aula pertunjukan, walau kecil,” komentar Suri.
“Walau sudah renta, kakek dan
nenek di sini juga butuh hiburan. Aku penasaran, pertunjukan apa saja yang
digelar di sini,” Hyuri tersenyum geli.
“Paling-paling pertunjukan khas
kakek-kakek dan nenek-nenek. Musik, tarian dan drama tradisional.”
Satu rombongan tampak memasuki
gedung pertemuan.
“Omo! Itu kan...” Suri menuding
rombongan yang baru saja memasuki gedung pertemuan.
“L.Joe Sunbaenim...?” Hyuri tak
kalah terkejut melihat L.Joe berada di dalam rombongan itu.
“Hey! Apa yang kalian lakukan?”
tegur Magi.
Suri dan Hyuri terperanjat kaget.
Melihat Magi akan ikut mengintip, Hyuri dan Suri kompak menghadang. Magi
menatap heran pada Suri dan Hyuri secara bergantian.
“Mulai ramai di luar sana,
sebaiknya kau duduk dan rileks,” Suri mendorong Magi mundur.
Walau
penasaran Magi hanya bisa pasrah ketika Suri mendorongnya mundur, membawanya
kembali duduk. Suri dan Hyuri tersenyum lega sembari menatap satu sama lain.
***
L.Joe
duduk di samping kanan sang ayah Lee Byungman. Di samping kiri Lee Byungman
duduk istrinya Nyonya Lee. Ibu Kepala Panti membuka acara dan memberi sambutan
singkat. Selanjutnya pertunjukan untuk menyambut donatur Panti Jompo Peony pun
digelar. Penampilan di buka dengan persembahan kakek dan nenek perwakilan dari
panti. Para pengurus panti pun urun tampil menghibur.
“Dan
inilah puncak persembahan kami, teman baik kami yang selalu datang menghibur
kami secara cuma-cuma di Sabtu malam,
Snapdragon!” seru MC antusias.
L.Joe
berbinar dan tersenyum lebar mendengar nama Snapdragon disebut. L.Joe turut
bertepuk tangan antusias dengan tatapan tak sabar pada panggung kecil itu.
Secara
berurutan kelima member Snapdragon muncul di atas panggung. Paling akhir yang
menaiki panggung adalah Magi. Kelima member Snapdragon ada yang duduk dan ada
yang berdiri siap dengan alat musik tradisional masing-masing.
L.Joe
tersenyum, menatap kagum pada Magi yang malam itu benar cantik dan anggun
dengan hanboknya. Suri dan Hyuri yang bersembunyi di dekat panggung dan
memperhatikan L.Joe turut tersenyum melihat bagaimana eskpresi Tuan Muda itu.
Minchi
siap dengan kayageum, Magi dengan kecapi, Yeonmi dengan haegeum—rebab, Songeun
dengan sogeum—seruling kecil dan Sori dengan janggu. Snapdragon memulai
pertunjukan mereka. Menghibur tamu kehormatan Panti Jompo Peony, donatur Lee
Byungman dan keluarganya.
“Appa,
menurut Appa, gadis-gadis itu bagaimana?” bisik L.Joe.
“Mataku
ini masih normal meskipun aku sudah tua, mereka cantik dan berbakat,” Lee
Byungman turut berbisik.
“Satu
diantara mereka adalah gadisku. Appa menyukainya? Mereka bukan gisaeng.”
“Mwo...?”
Lee Byungman terkejut lalu tersenyum lebar. “Selain Shin Ae kau mulai melirik
gadis lain?”
“Shin
Ae teman baikku. Tentang salah satu gadis di atas panggung itu aku ingin dia
menjadi gadisku, lebih dari teman baik, lebih dari sahabat.”
“Kau
mulai dewasa rupanya.”
L.Joe
tersenyum. “Dari mereka berlima, mana yang Appa suka?”
“Mana
yang kau suka?”
“Aku
hanya ingin memastikan apa kita sehati sebagai ayah dan anak.”
“Kau
pikir aku akan setuju begitu saja ketika kau memilih salah satu dari mereka?”
“Harus
setuju. Appa ingat kan? Ayah tak bisa menang dari anaknya.”
“Anak
ini,” Byungman kembali menatap panggung. Memperhatikan satu per satu member
Snapdragon. “Hah... mereka semua cantik dan berbakat, tapi... aku lebih
menyukai gadis yang memainkan kecapi itu. Aku perhatikan dia yang paling
berbeda walau dia bukan yang paling cantik.”
L.Joe
tersenyum puas mendengar uraian pilihan sang ayah.
“Lalu
yang mana pilihanmu?” tanya Byungman kembali menoleh menatap L.Joe.
“Aku
pastikan dialah yang akan menjadi menantu Appa kelak.” janji L.Joe sembari
tersenyum yakin.
“Mwo...?
Anak ini,” Byungman merangkul L.Joe.
Magi
terkejut saat memperhatikan penonton usai menyelesaikan lagu pertama. Ia melihat
L.Joe duduk di deretan paling depan kursi para tamu. Pemuda itu duduk,
tersenyum menatap panggung sembari bertepuk tangan. Magi sedikit gugup usai
menyadari keberadaan L.Joe sampai-sampai Songeun yang mengambil alih tugas
untuk memberi sambutan sebelum Snapdargon melanjutkan pertunjukannya.
Snapdragon
melanjutkan pertunjukan mereka, kembali memainkan alat musik tradisional
menghibur semua yang berada di gedung pertemuan. Lagu yang ceria dan beberapa
lanjut usia maju untuk menari di depan panggung. Seorang nenek meminta L.Joe
menemaninya menari. L.Joe menolak namun nenek itu tak mau mundur. Malu-malu
L.Joe bangkit dari duduknya, maju ke depan panggung dan menemani si nenek
menari bersama para lanjut usia lainnya yang menari di depan panggung. Magi menahan
senyum melihatnya.
***
Jamuan
makan digelar. Snapdragon, Hyuri dan Suri turut membantu melayani jamuan makan.
Penuh senyum dan semangat mereka membantu pengurus panti meladeni tamu dan para
lanjut usia penghuni panti makan malam.
Magi
berjalan sendiri usai mengambil minuman di dapur. Ia membawa baki berisi gelas
dan poci dengan sedikit melamun menyusuri jalan kembali menuju gedung
pertemuan. Magi terkejut ketika L.Joe tiba-tiba muncul menghadangnya. Magi
terbelalak menatap L.Joe yang tersenyum menatap kagum padanya.
L.Joe
menatap Magi dari atas ke bawah. Gadis itu terlihat cantik dan anggun dalam
balutan hanbok dengan jeogori—bagian atas hanbok berwarna oranye dengan motif
bunga mekar pada kedua lengan dan pundak dan chima—bagian bawah hanbok berwarna
hitam dengan motif senada pada bagian bawah. Rambut Magi terkepang rapi ke
belakang seluruhnya dengan terikat pita dengan warna senada dan jepit rambut
berbentuk replika bunga wallflower berwarna oranye.
Manyadari
ekspresi L.Joe, Magi segera menundukan kepala tanda memberi salam. Ia merasa
teradili melihat L.Joe mengamatinya seperti itu. Magi merasa yakin jika L.Joe
kecewa karena tak menemukan jepit rambut dan pita pemberiannya sebagai penghias
rambutnya malam ini.
“Kita
memang berjodoh, kau masih tak mempercayai hal itu?” L.Joe memulai obrolan.
Magi
mengerjapkan kedua matanya. Menatap heran pada L.Joe.
“Malam
ini sama sekali tak kuduga kita akan bertemu di sini. Keajaiban bukan?”
“Keajaiban
yang sengaja Anda buat?”
“Mwo...?”
“Semua
informasi tentang Snapdragon telah masuk kepada Anda sebelumnya. Bukankah itu
hal yang sangat mungkin.”
“Mwo...?
Hah!” L.Joe tersenyum dan menggelengkan kepala. “Apa sedetail itu aku menjadi
penggemar rahasiamu? Tak banyak yang aku tahu tentangmu.”
Magi
diam sedikit menunduk.
“Malam
ini aku menemani Appa dan Umma berkunjung kemari. Itu saja. Dan mendengar nama
Snapdragon disebut, benar-benar membuatku terkejut juga senang. Terlebih saat
kau muncul di atas panggung.” L.Joe tersenyum mengenang momen beberapa jam yang
lalu. “Appaku... kami sehati.”
“Nee...?”
Magi mengangkat kepala menatap L.Joe.
“Diantara
kalian berlima, Appaku menyukai gadis yang memainkan kecapi. Menurut Appa, dia gadis
yang memainkan kecapi adalah yang paling berbeda walau dia bukan yang paling
cantik.”
Magi
segera menundukan kepala. Ia tak mau L.Joe menyadari jika ia tersipu mendengar
penilaian Lee Byungman.
“Dan
aku mengatakan pada Appa, aku pastikan dialah yang akan menjadi menantu Appa
kelak.”
“Mwo...?”
lagi-lagi Magi terbelalak, mengangkat kepala menatap tajam L.Joe.
L.Joe
tetap tenang melihat reaksi Magi. Malahan L.Joe tersenyum manis penuh keyakinan
sembari membalas tatapan Magi.
***
Minggu
yang cerah di awal musim semi di Wisteria Land. Hyuri, Magi dan Suri berdiri di
depan sebuah mall ternama di Wisteria Land. Ketiganya menatap bangunan
megah nan tinggi menjulang itu, yang
tengah ramai pengunjung itu.
Magi
mengerutkan dahi menatap bangunan itu. Ia mengepalkan kedua tangannya. “Aku
tidak bisa!” Magi seraya membalikan badan membelakangi mall. “Aku takut masuk
ke sana.”
“Mwo...?
Ya, ini hanya mall. Kugjungmayo, ada kami,” bujuk Suri sambil mengedipkan mata
pada Hyuri bermaksud meminta bantuan untuk membujuk Magi.
“Kau
bukan alien, kau manusia Magi,” Hyuri merangkul Magi.
“Tapi...”
“Menurut
buku yang aku baca, ada kutipan seperti ini, lawanlah ketakutan dengan
tindakan. Jadi ayo bertindak. Konyol saja jika kau takut masuk mall.” Suri
menggaruk lehernya. Ia masih dibuat heran, bagaimana mungkin seorang Rosmary
Magi takut masuk mall?
“Sudah.
Ayo!” Hyuri menyeret Magi masuk dengan merangkulnya.
Suri
tersenyum lebar dan bergegas menyusul.
Awal
masuk Magi terlihat canggung karena ini pertama kali baginya memasuki pusat
perbelanjaan megah seperti itu. Magi terkagum-kagum mengamati kanan kiri sepanjang
berjalan mengikuti Suri dan Hyuri. Ia benar-benar tak bisa menyembunyikan
ekspresi polos yang menunjukan jika hari ini adalah pertama kali baginya
berjalan-jalan di mall.
Hyuri
dan Suri membantu Magi mencari beberapa keperluan untuk bepergian bersama club
Foxglove nanti. Lama-lama Magi bisa menyesuaikan diri dengan Hyuri dan Suri.
Tak terlihat canggung lagi.
Hyuri
dan Suri tak lupa menyeret Magi untuk untuk mencoba berbagai macam permainan di
arena game mall. Magi tertawa riang, antusias mencoba berbagai macam permainan.
Puas
berburu diskon dan bermain, agenda terakhir sebelum pulang adalah makan
bersama. Beruntung ada stan yang menyediakan menu vegetarian di food court
mall.
“Chingu,
apa kalian pikir ini akan berhasil?” tanya Magi. “Hadiah-hadiah itu apakah
benar akan bekerja sesuai rencana kita? Dan membuat Oppa-oppaku setuju?”
“Harusnya
tinggal memantrainya saja kan?” Hyuri menatap serius pada Magi.
Magi
balas menatap Hyuri dengan tatapan tak paham.
“Kau
bisa sihir kan? Itu maksud Hyuri,” sela Suri. “Kau memang punya kemampuan itu.
Kau pandai memadu padan kata-kata hingga membentuk rayuan merdu bak mantra
sihir. Hadiah-hadiah itu anggap saja media sihirnya.”
Senyum terkembang di wajah Magi. “Chingu, jongmal
gomawoyo. Hari ini aku benar-benar senang.”
“Aku
masih tak habis pikir. Masa iya ini pertama kalinya kamu pergi ke mall? Tampak
begitu canggung pula. Kau menguasai jalan Elder Flower dan panggung club Golden
Rod, tapi ke mall kau takut sampai gemetaran.” Suri menggelengkan kepala.
“Selama
ini apa-apa yang aku butuhkan selalu tersedia tanpa aku harus bersusah payah
mencarinya sendiri seperti yang baru saja kita lakukan. Walau melelahkan, tapi
aku senang. Lain kali kita pergi ke pantai sama-sama ya? Aku ingin melihat
pantai, laut secara nyata.”
“Kau
tak pernah ke pantai sebelum ini?” Suri melebarkan kedua matanya menatap Magi.
Magi
mengangguk.
Suri
kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. “Seperti barang pecah belah yang harus
di jaga dengan super hati-hati agar tak pecah dan hancur karena harganya sangat
mahal. Bahkan ke pantai kau pun tak pernah. Keluargamu begitu kaya, apa kalian
tak pernah berlibur?”
“Myungsoo
tak bisa pergi di siang hari dan Baro pastilah akan membuat manusia yang lain
takut dengan penampilannya yang seperti itu,” Magi tersenyum getir.
Mendengarnya
Suri menundukan kepala karena merasa bersalah telah mengungkit rasa perih bagi
Magi sedang baru saja Magi mengaku jika hari ini ia sangat senang.
“Tapi
bagaimanapun juga akulah sang tuan putri,” Magi kembali riang.
“Putri
dalam kastil menyeramkan Asphodel. Apa kau ini Rapunzel versi Wisteria Land?”
sahut Hyuri mencairkan suasana.
“Bisa
jadi.”
Magi
dan Hyuri tertawa bersama. Suri tersenyum lesu melihat kedua temannya itu.
***
Baro,
Nichkhun, Myungsoo dan Sungjeong mengamati hadiah masing-masing yang baru saja
diberikan Magi. Kecuali Myungsoo yang tetap bersikap datar, lainnya tampak
begitu senang menerima hadiah dari Magi. Magi, Hyuri dan Suri saling melempar
pandangan dan tersenyum sedikit kaku melihat bagaimana ekspresi pria-pria itu.
“Apa
maksud dari semua ini?” tanya Nichkhun langsung. Ia menyipitkan mata, menatap
curiga pada Magi.
“Aku
butuh tanda tangan waliku untuk surat ini,” Magi meletakan amplop berisi surat
pemberitahuan dari club Foxglove di atas meja.
Sungjeong
memungut amplop itu, membuka dan membaca isinya. “Camping bersama di Juniper
Botanical Garden terhitung dari Jum’at sore sampai Minggu sore?”
“Nee.
Agenda tahunan club Foxglove dan aku ingin ikut,” jawab Magi tenang. Sungguh
berbeda dengan Magi yang ragu-ragu saat makan siang bersama di mall.
“Kau
harus menginap di sana? Dari Jum’at sampai Minggu?” Nichkhun menatap keberatan
pada Magi.
“Ini
tradisi club Foxglove. Diharapkan semua anggota baru ikut. Kami bukan
bersenang-senang di sana, tapi ini study tour, seperti itulah,” sahut Suri
memberi penjelasan.
“Beraninya
kau berbicara tanpa diminta?” Nichkhun melotot tajam pada Suri.
Suri
segera menundukkan kepala.
“Suri
menjelaskan apa yang tak kalian paham dan aku memberinya izin,” bela Magi.
Nichkhun
hanya bisa menghela napas merespon pembelaan Magi. Sejenak suasana menjadi
tegang.
“Jika
berhubungan dengan botanical, bukankah kalian bisa belajar di sini,” Sungjeong
memecah keheningan.
“Kalau
begitu aku akan usul pada ketua club dan membawa seluruh anggota club Foxglove
kemari, memberi tempat bagi mereka dari Jum’at sore hingga Minggu sore. Jika
aku memaksa bisa saja ketua club setuju. Jadi itu yang akan kita lakukan?” Magi
dengan santainya.
Gantian
Sungjeong yang menghela napas kesal menatap Magi. “Sepertinya dua makhluk asing
itu telah benar-benar meracuni pikirannya,” batin Sungjeong sembari menatap
Hyuri lalu Suri.
“Sejauh
ini aku baik-baik saja berkeliaran sendiri di luar sana. Saat ini ada Hyuri dan
Suri menemaniku, tak bisakah ini membuat kalian tenang? Aku hanya ingin
mengenal Wisteria Land lebih jauh, apa itu pun tak boleh?” tanya Magi.
“Kami
lebih merasa tenang jika kau sendirian,” jawab Nichkhun. “Pergi berasama-sama
bukan berarti aman bagimu.”
“Kalau
begitu rantai saja aku di dalam kamarku. Biarkan selamanya aku terkurung dalam
kastil ini. Aku hanya ingin merasakan hidup normal layaknya manusia pada
umumnya.”
Mendengar
kalimat “aku hanya ingin merasakan hidup normal layaknya manusia pada umumnya”
yang dilontarkan Magi benar-benar menusuk Nichkhun. Bak pedang yang menghujam
jantungnya. Sungjeong yang merasakan hal yang sama sedikit menundukan kepala.
Baro bingung, bergantian menatap Magi, Sungjeong dan Nichkhun.
“Biarkan
Nona pergi,” kata Myungsoo tiba-tiba.
Semua
beralih menatap Myungsoo. Hyuri tersenyum menatap Myungsoo.
“Benar
yang Nona katakan, Nona harus mengenal Wisteria Land lebih jauh karena membaca
saja tak akan cukup untuk benar-benar mematangkan pengetahuan Nona,” Baro
mendukung Myungsoo dan Magi. “Karena kepercayaan yang kita berikan dan Nona
mengembannya dengan baik, sejauh ini Nona bisa bertahan dengan tangguh di luar
sana, tanpa kita. Apa kita masih pantas meragukan Nona? Bagaimanapun juga Nona
adalah gadis normal. Rasanya sangat tidak manusiawi jika kita terlalu mengekang
Nona seperti ini.”
Suri
tersenyum dan menanggukan kepala menatap Baro.
“Apa
kalian lupa?” tanya Nichkhun.
“Kami
selalu mengingatnya. Dan tanpa kita sadari kitalah yang membuat Nona terkesan
tak normal sepertiku,” sahut Myungsoo.
Sungjoeng
menghela napas menyadari perkataan Myungsoo ada benarnya juga.”Biarkan saja
Nona pergi. Jika Hyung tak mau menandatangani surat itu, biarkan aku yang
membubuhinya dengan tanda tanganku.” Sungjoeng dengan nada tak semangat.
Nichkhun
diam dan pasrah.
“Aku
akan selalu melapor pada Oppa. Aku janji,” Magi tersenyu lebar.
***
Selarut
ini Magi masih begadang di dapur bawah tanah. Ia duduk bersila di atas lantai
dapur. Di depannya terdapat sebuah tungku kecil yang menyala dengan kuali tanah
liat kecil pula di atasnya. Magi mengaduk-aduk isi kuali yang mendidih. Bibir
Magi terus bergerak, bergumam tanpa suara. Magi sedang merapalkan mantra.
Mulut
Magi berhenti berkomat-kamit. Tangan kiri Magi terangkat dengan membawa sehelai
rambut pirang. Magi menyincingkan senyum dan memasukan sehelai rambut itu pada
kuali. Ramuan di dalam kuali mendidih semakin sempurna dan Magi kembali
mengaduk-aduknya dengan membentuk angka delapan dalam gerakan adukannya.
“Wahai
kau yang manis tunjukanlah dia padaku. Tunjukan wujud bayi kecil bernama Jung
Daehyun itu kehadapanku. Jung Dae Hyun,” Magi berbisik dengan wajah mendekati
kuali dan tangan masih terus mengaduk isi kuali dengan membentuk angka depalan.
Ramuan
dalam kuali bergerak, berputar semakin cepat dan cepat sampai sangat cepat.
Lalu muncul asap dari dalam kuali. Magi kembali menyeringai, menengok isi kuali
yang tiba-tiba tenang itu. Beberapa saat kemudian muncul gambar Daehyun sedang
terlelap di ramuan yang tenang di dalam kuali tanah itu. Magi menyincingkan
senyum penuh kepuasan.
“Wahai
bayi kecilku yang tengah terlelap malam ini. Bayi kecilku Jung Daehyun,
dengarkan bisikku, tanam dalam-dalam dipikiranmu, Simpan dengan rapi di dasar
hatimu yang paling dalam. Aku katakan semua ini sebagai benar untukmu wahai
bayi mungilku Jung Daehyun. Kebenaran yang hanya kuucap untukmu bayi kecilku,
untukmu seorang Jung Daehyun.” Magi fokus menatap wajah Daehyun yang sedang
terlelap.
“Wahai
iblis penguasa cinta buta, aku perintahkan kau! Masuklah! Masuklah saat ini
juga ke dalam gua jiwa terdalam, dasar hati bayi kecil bernama Jung Daehyun
ini. Remukan! Hancur leburkan hatinya! Putuskan setiap senti urat-urat ususnya!
Bolak-baliklah seluruh isi dari tubuhnya. Jika kau temukan ia sedang tertidur,
bangunkanlah! Jika kau temukan ia dalam keadaan terbangun, tuntunlah! Tuntun
bayi kecil bernama Jung Daehyun ini berjalan untuk bertemu, bertatap muka di
hadapan bayi kecil bernama Song Hyuri. Tumbuhkanlah keinginan di dasar hati
bayi kecil Jung Daehyun untuk mencintai bayi kecil Song Hyuri. Tumbuhkanlah keinginan di dasar hati bayi
kecil Jung Daehyun untuk mencintai bayi kecil Song Hyuri. Tumbuhkanlah
keinginan di dasar hati bayi kecil Jung Daehyun untuk mencintai bayi kecil Song
Hyuri. Tumbuhkanlah keinginan di dasar hati bayi kecil Jung Daehyun untuk
menyayangi bayi kecil Song Hyuri. Satukan jiwa kedua bayi kecil ini. Satukan
jiwa Jung Daehyun dalam jiwa Song Hyuri. Menyatu seluruhnya jiwa Jung Daehyun
penuh mencintai dalam jiwa Song Hyuri.”
BLUP!!!
Terdengar
bunyi letupan dan asap mengepul dari dalam kuali di hadapan Magi. Api tungku
tiba-tiba padam dan isi kuali tanah itu pun kosong. Magi kembali menyincingkan
senyum puas di bibir tipisnya.
***
Senin
pagi ini Magi benar terlihat ceria. Lebih ceria dari biasanya. Suri berpendapat
hal itu dikarenakan Magi telah memperoleh tanda tangan Nichkhun dalam surat
izin untuk mengikuti kegiatan bersama club Foxglove. Tapi Hyuri berpikiran
lain. Sejak ia tak berhasil merebut rambut Daehyun dari tangan Magi, Hyuri
terus dihantui pikiran buruk tentang Magi dan rambut Daehyun itu. Walau tak
yakin jika Magi benar bisa sihir, tapi tetap saja Hyuri merasa khawatir. Hyuri
khawatir Magi benar-benar memantrai rambut itu dan membuat Daehyun tergila-gila
padanya sebagai wujud balas dendam pada Daehyun untuk Hyuri.
“Magi,
kau tak berbuat macam-macam kan dengan rambut Daehyun?” Hyuri akhirnya bertanya
langsung pada Magi perihal rambut Daehyun.
“Rambut...?”
Magi pura-pura tak paham.
“Jangan
pura-pura lupa. Rambut Jung Daehyun!” tegas Hyuri.
“Aigo.
Kau pikir anak ini benar-benar bisa sihir?” sahut Suri.
“Kau
lupa tentang ulahnya pada Flower Season Boys dan Elroy?” Hyuri mendelik pada
Suri.
“Ya!
Itu bukan ulahku!” sangkal Magi. “Itu ulah Lizzy.”
“Lizzy...?”
pekik Suri.
Hyuri
hanya melotot menatap Magi.
“Siapa
dia?” tanya Suri penasaran.
“Aku
belum cerita ya?” Magi balik bertanya dengan polosnya. “Dia... dia siswi itu,
siswi yang sering muncul dengan rambut terurai menutupi semua wajahnya dan
kalian tak bisa melihatnya.”
“Ada
ya...?” Suri dengan ekspresi bingung.
“Ada.
Dia meninggal tiga tahun yang lalu, tenggelam di danau buatan di taman belakang
sekolah.
Glek!
Hyuri dan Suri terdiam. Kompak menelan ludah mendengar pengakuan Magi.
“Jadi...
maksudmu... dia... hantu...?” tanya Suri ragu-ragu.
“Arwah
penasaran,” ralat Magi.
“Apa
bedanya arwah penasaran dan hantu?” tanya Hyuri.
“Entahlah,”
Magi mengangkat kedua bahunya.
“Kau
mau kami percaya?” tanya Suri lirih.
“Kalian
bisa tanya pada Jung Shin Ae Sunbaenim, teman dari L.Joe Sunbaenim itu. Dia
juga melihatnya. Untuk apa aku bohong atau mengada-ada.”
Hyuri
dan Suri kembali terdiam. Wajah keduanya berubah pucat. Sepagi ini Magi
bercerita tentang hantu di sekolah. Walau keduanya sadar Magi adalah gadis
pencerita yang terkadang bisa saja membuat bualan seolah nyata, tapi menyebut
nama Jung Shin Ae membuat Hyuri dan Suri percaya jika Magi kali ini bercerita
tentang kenyataan. Kenyataan tentang adanya hantu di sekolah.
“Mitos
hantu di sekolah ada di mana-mana, termasuk SMA Maehwa kan? Kenapa kalian masih
merasa asing?”
“Bukan
asing, tapi ngeri. Kenapa kau bisa melihatnya? Kau punya kemampuan indera
keenam...?” buru Suri yang penasaran bercampur takut.
“Tidak.
Menurut Jung Shin Ae Sunbaenim, aku jadi bisa melihat Lizzy karena dia ingin
aku membantunya.”
“Membantunya...?”
pekik Suri.
Hyuri
diam menatap Magi dengan tatapan ngeri. Ngeri pada apa yang dialami Magi.
“Ya!
Pagi-pagi kau sudah membuat semangat kami drop!” Suri dengan kesal.
“Salahkan
Hyuri yang memulai,” Magi menuding Hyuri.
“Kok
aku...?” Hyuri menatap Magi lalu Suri. “Hantu bisa keluar di siang hari?”
“Dia
bukan hantu, tapi arwah. Arwah penasaran yang tak bisa menyeberang. Dia
tertahan di dunia fana ini.”
“Apa
pun itu, pikiranku tak bisa menjangkaunya,” Hyuri menggelengkan kepala. “Lalu
bagaimana dengan rambut Jung Daehyun? Kau tak berbuat macam-macam kan
dengannya?” Hyuri mengulang pertanyaannya.
“Rambut
Jung Daehyun? Aku lupa menaruhnya dimana.”
“Rosmary
Magi!!!” Hyuri geram. Memperingatkan Magi agar tak berpura-pura bodoh lagi.
“Lihat
saja bagaimana Daehyun bersikap padamu hari ini,” jawab Magi enteng.
“Jadi...
jadi kau benar berbuat macam-macam pada rambut itu...?” Hyuri panik saat sampai
di depan gerbang sekolah. Ia menghentikan langkahnya. Menatap Magi dengan
ekspresi panik. “Kau benar-benar memantrainya...?”
“Mwoya?!”
Magi turut menghentikan langkahnya yang juga menuntun sepeda sama seperti Hyuri
dan Suri. “Kau pikir aku ini benar-benar penyihir? Penyihir cinta? Aish~ ck!”
Magi kembali berjalan mendahului Hyuri dan Suri.
“Ottokke...”
bisik Hyuri panik.
“Anak
itu. Ck!” Suri menatap kesal punggung Magi. “Hyuri, tenangkan dirimu. Semoga
apa yang diucapkan Magi tentang rambut Daehyun tak benar adanya.” Suri kemudian
menyusul langkah Magi.
Hyuri
menghela napas. Berjalan lesu memasuki area Hwaseong Academy.
***
Hyuri
tak bisa konsentrasi sepanjang mengikuti pelajaran hari ini. Pikirannya
dipenuhi oleh sehelai rambut Jung Daehyun yang dicuri Magi. Hyuri khawatir Magi
benar-benar memantrai rambut Daehyun, membuat Daehyun jatuh cinta padanya. Otak
Hyuri membayangkan Daehyun terus mengejarnya, mengikuti kemanapun ia pergi.
Daehyun mengejar Hyuri sambil tak hentinya mengatakan, ‘Song Hyuri saranghae. I
love you! Aku mencintaimu!’
“Andwae!!!”
jerit Hyuri tiba-tiba di tengah kelas yang hening mengejutkan murid-murid yang
lain.
Seluruh
mata menatap Hyuri. Mereka benar-benar dibuat terkejut oleh jeritan Hyuri.
“Apa
dia tidur dan ngelindur,” gumam Ricky lirih turut menatap ke arah Hyuri.
“Tumben
dia, biasanya kan Rosmary Magi,” Aron menanggapi gumaman Ricky.
“Song
Hyuri!” tegur Guru yang mengajar hari itu.
Hyuri
malu, meringis menatap sekitar.
“Kau
ketiduran di kelas?” tanya Guru itu lagi.
“Animnida,
Sonsaengnim. Soal Matematika ini... sulit. Aku tak kunjung menyelesaikannya.”
Hyuri beralasan.
“Soal
Matematika...? Tapi aku mengajar Sejarah di sini.”
Hyuri
ternganga menyadari jika jam ini adalah jam pelajaran Sejarah. Suri menepuk
keningnya mendengar alasan Hyuri. Sedang Magi yang duduk tepat di depan Hyuri
tersenyum geli. Jonghwan dan Seungho hanya menggelengkan kepala.
“Cuci
mukamu lalu kembali ke kelas,” perintah guru Sejarah itu.
“Iye,
Sonsaengnim,” Hyuri bangkit dari duduknya dan keluar kelas dengan wajah lesu.
***
Daehyun
duduk di kelas sambil terus memegangi kepalanya. Murid-murid berhamburan keluar
ketika mendengar bel istirahat berdering.
“Hey,
kau kenapa?” tanya Woohyun. “Dari tadi aku perhatikan kau terus memijit
keningmu.”
“Iya.
Sejak datang pagi ini berulang kali aku melihatmu memukul pelan kepalamu. Kau
sakit ya?” sambung Yoseob. “Kau terlihat lesu.”
“Kau
juga banyak melamun hari ini,” imbuh Changjo.
“Entahlah.
Sejak terbangun tadi pagi, kepalaku terasa berat,” Daehyun mengusuk tengkuknya.
“Badanku pun terasa sakit di sana-sini. Padahal kemarin aku tak beraktifitas
berat. Pulang dari sekolah aku menonton film hingga tertidur.”
“Dasar
maniak film. Mata dan otak juga butuh istirahat. Atau kau butuh vitamin khusus?
Bisa jadi ini lelah yang bertumpuk-tumpuk,” Ilhoon mencoba menganalisis.
“Kau
tahu sendirikan, setiap pagi aku minum vitamin.”
“Iya
juga sih,” Ilhoon mengelus dagunya. Berpikir, kembali menganalisis kemungkinan
yang dialami Daehyun.
“Tapi
hari ini... aku lupa. Sepertinya...” Daehyun memiringkan kepala ke kanan dengan
ekspresi sedikit bengong.
“Aigo!
Anak ini!” Yoseob menatap geram pada Daehyun yang memang sedikit pelupa.
“Pasti
Nuna pelayan tak mengingatkanmu hari ini,” Changjo menggeleng pelan.
“Iya.
Sepertinya begitu.” Daehyun masih kebingungan.
“Dia
tampak parah hari ini,” Yoseob berbisik dekat pada Woohyun.
“Kau
harus jaga kondisi. Persiapan untuk Hwaseong Festival akan sangat menyita
waktu, pikiran dan tenaga kita. Ara?” Woohyun menepuk pundak kanan Daehyun.
“Nee.”
Daehyun tersenyum lesu.
***
Magi
merasa aneh karena seharian ini Hyuri mengikutinya kemanapun ia pergi.
“Ya!
Kau ini! Kenapa terus mengekor padaku?!” protes Magi.
“Sebelum
kau mengaku tentang rambut itu, aku akan terus mengikuti kemanapun kau pergi.”
Ancam Hyuri.
“Aigo!
Dari pagi kau ribut tentang rambut, rambut dan rambut!”
“Sikapmu
aneh, Rosmary Magi.”
“Kau
yang aneh, Song Hyuri. Hentikan pikiran kacaumu itu!”
“Katakan
yang sebenarnya!”
Magi
mendesah pelan. “Kau lihat Daehyun berubah sikap hari ini?”
Hyuri
diam sejenak. “Anee.”
“Lalu
kenapa kau panik?”
Hyuri
kembali diam. “Kau yang membuatku kacau!” Hyuri sebal menatap Magi.
Magi
memilih diam. Meladeni orang yang sedang kesal sama saja membuang energi secara
sia-sia menurut Magi.
Suara
ribut-ribut dari murid lain menyita perhatian Magi dan Hyuri. Keduanya menoleh
ke arah kanan dimana tampak murid-murid berkerumun.
“Ada
apa lagi? Mereka berkerumun di depan mading,” gumam Magi penasaran. “Hyuri, ayo
kita lihat!”
“Nee...?”
Magi
mencengkeram erat tangan kiri Hyuri dan menyeret gadis itu mendekati mading—majalah
dinding sekolah. Saat Magi dan Hyuri tiba di kerumunan, murid-murid menatap
keduanya dan segera membelah. Memberi jalan untuk Magi dan Hyuri. Magi berjalan
tenang melewati murid-murid yang membelah memberinya jalan, sedang Hyuri
keheranan melihat sikap murid-murid ini.
“Jangan-jangan...”
batin Hyuri kembali berpikir buruk tentang Daehyun.
“Oh,
poster Hwaseong Festival sudah rilis rupanya,” Magi saat sampai di depan
mading. Sekilas ia membaca poster itu lalu melepas genggamannya pada tangan
Hyuri dan pergi dari depan mading.
Hyuri
membaca cepat isi psoter lalu berlari mengejar Magi. Murid-murid kembali ribut
dan berkerumun di depan mading setelah Magi dan Hyuri pergi.
“Kita
seperti virus mematikan saja. Lihat bagaimana murid-murid itu minggir, membelah
memberi jalan untuk kita,” Magi saat Hyuri berhasil mengejarnya.
“Kau
tak tertarik?” tanya Hyuri.
“Anee.”
Magi menggeleng. “Mana mungkin boleh ambil bagian. Murid transferan dari SMA
Maehwa, trio Maehwa. Sanderson Sisters.”
“Kenapa
tidak? Mereka mengatakan seleksinya adil. Kau punya bakat Magi dan ini saatnya
kau unjuk kebolehan di depan murid Hwaseong Academy yang selalu memandangmu
dengan tatapan memicing.”
“Sama
sepertimu tanpa Chrysaor, begitulah aku tanpa Snapdragon.”
Hyuri
tersentil mendengar pengakuan Magi.
“Lagi
pula terlalu beresiko. Festival ini akan dihadiri Raja dan keluarganya bukan?
Lebih baik aku mematangkan diri untuk menyambut Festival Gardenia.”
“Festival
Gardenia?”
“Em.
Festival musim semi di Ambrosia. Kau tak pernah dengar? Ini pesta rakyat
terbesar di Ambrosia. Ini keren. Oh!” Magi menghentikan langkahnya.
Hyuri
turut menghentikan langkah, kemudian mengikuti arah pandangan Magi. Hyuri
terbelalak melihat Daehyun dan Elroy berjalan ke arahnya.
***
Terkadang kita tak menyadari ketika cinta itu mulai
bersemi.
-------TBC--------
Keep on Fighting
shytUrtle
0 comments