Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
06:18
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #15
Magi masih menatap siswi dengan
rambut panjang terurai dan menutupi seluruh wajahnya itu. Gadis itu bergeming.
“Aku datang untuk bertanya
kenapa aku? Apa tak ada yang lain yang kau inginkan? Apa karena buku agenda
kita sangat mirip?” Magi mengangkat agenda bersampul kulit coklat di tangan
kanannya. “Kau tak mau jawab? Ya sudah aku pergi!” Magi bangkit dari duduknya.
“Namaku Lizzy!” siswi dengan
rambut panjang terurai dan menutupi seluruh wajahnya itu memegang tangan kiri
Magi. Menahan langkah Magi.
Magi bergidik. Merasakan hawa
dingin yeng menyentuh tangan kirinya. “Magi,” jawab Magi lirih sambil berusaha
melepas genggaman tangan Lizzy.
“Kau takut padaku?”
“Tanganmu dingin.”
Perlahan Lizzy melepaskan
pegangannya pada tangan kiri Magi. Magi pun kembali duduk. Perlahan kembali
mengamati Lizzy.
“Akan mengajakku ngobrol tetap
dengan penampilan seperti ini?” tanya Magi masih mengamati Lizzy.
Lizzy menggeser posisi duduknya
menghadap Magi. Di siang bolong ini Magi benar-benar dibuat bergidik oleh
tingkah Lizzy. Perlahan kedua tangan Lizzy bergerak menyibak rambut yang
menutupi seluruh wajahnya. Mata bulat Magi makin melebar melihatnya. Ingin
rasanya beranjak dari tempat ia duduk, namun Magi tak bisa bergerak. Entah
karena hipnotis Lizzy atau karena rasa penasarannya pada sosok Lizzy yang
sebenarnya. Rambut hitam panjang Lizzy tak lagi menutupi wajah Lizzy, namun
gadis itu masih tertunduk. Magi menelan ludah melihatnya dan makin melebarkan
kedua mata bulatnya ketika perlahan kepala Lizzy bergerak terangkat.
Magi tercenung selama beberapa
detik. Melongo dan mengedipkan kedua matanya berulang-ulang ketika wajah Lizzy
sudah terangkat seluruhnya dan menatapnya. Lizzy tersenyum. Ia benar cantik,
hanya saja wajahnya sangat pucat.
“Rosmary Magi,” Magi kembali
mengenalkan diri usai kesadarannya kembali.
“Lizzy Park.”
Magi ragu-ragu tersenyum. Lizzy
turut tersenyum. Lizzy menatap buku agenda dalam pangkuan Magi.
“Aboji... memberikan buku itu
padamu?” tanya Lizzy.
“Nee. Sukjin Ajooshi
meminjamkannya tanpa aku memintanya.”
Lizzy kembali tersenyum.
“Dengan penyesalan sepenuh
jiwanya, berharap ini bisa membantu.”
Lizzy kembali redup dan
tertunduk.
***
Sungjeong terus mengomel sejak
Magi pulang dengan mengenakan seragam olah raga dan tubuh berbau campuran telur
dan tomat busuk. Sembari menyiapkan air hangat untuk Magi berendam, Sungjeong
tak hentinya mengoceh meluapkan kekesalannya pada Hwaseong Academy yang
membiarkan bullying massal ini menimpa Magi. Magi duduk menunggu dan melamun
ketika Sungjeong berhenti bicara dan menoleh padanya.
“Nona! Nona mendengarkan aku
bicara?” tanya Sungjeong.
“Nee...?” Magi tersadar dari
lamunannya.
“Aish! Bullying ini benar-benar
berdampak buruk. Aku rasa besok Nichkhun Hyung harus ke sekolah.”
“Andwae! Tenanglah. Aku bisa
atasi ini semua.”
Sungjeong membantu Magi
membersihkan rambutnya. “Hah... kenapa melarang Nichkhun Hyung ke sekolah? Ini
keterlaluan Nona. Tak adil.”
“Yang Mulia Tuan Putri sudah
mengambil tindakan. Jangan khawatir lagi. Aku akan selesaikan ini semua dengan
caraku.”
Sungjeong selesai mencuci rambut
Magi dan membungkusnya dengan handuk. “Berendamlah. Bau ini benar-benar...”
“Kamsahamnida,” Magi tersenyum
manis.
Sungjeong membalas senyum. “Akan
kusiapkan teh melati hangat untuk Nona.” Sungjeong pergi meninggalkan kamar
mandi Magi.
Magi diam sejenak lalu masuk ke
dalam bak berisi air hangat lengkap dengan taburan kelopak bunga warna-warni
dan aroma terapi. Magi berendam. Berada sendiri dan berendam dalam kamar mandi
yang dipenuhi aroma terapi ini membawa ingatan Magi pada kejadian bullying di
sekolah. Saat dimana tiba-tiba L.Joe muncul dan memeluknya erat.
“Jangan takut. Aku akan
melindungimu,” bisikan itu kembali terniang di telinga Magi.
Magi menenggelamkan seluruh
tubuhnya ke dalam bak. Tak peduli pada handuk yang membungkus kepalanya turut
tenggelam dalam bak.
***
“Nona? Apa yang Nona lakukan?”
Sungjeong menemukan Magi sibuk sendiri di dapur. Sungjoeng mendekati Magi dan
mengendus bau tubuh Magi. “Ah... akhirnya. Inilah bau tubuhmu yang asli.”
Magi tak menggubris. Tetap sibuk
berkutat dengan tumbuh-tumbuhan kering di depannya.
“Nona!”
“Nee. Aku dengar!”
“Aku tak yakin Nona
mendengarkanku.”
“Tolong cicipi ini,” Magi
membawa sesendok ramuan buatannya pada Sungjeong. “Bagaimana?”
“Pas. Pas sekali.”
Magi tersenyum puas. “Jangan
biarkan Myungsoo menyentuh ramuan ini!”
“Nee...?”
***
Suri terkesan melihat bagaimana
Baro mengolah tanah liat yang akan ia bentuk menjadi botol-botol unik untuk
bibit parfum buatan Nichkhun. Suri menatapnya penuh kekaguman.
“Kau mau coba?” tanya Baro.
“Nee...? Bolehkah?” Suri merasa
salah dengar.
“Kemarilah. Kau boleh belajar.
Syaratnya kau mau kotor karena tanah liat ini.”
Suri bergegas mendekati Baro.
Antusias ingin mencoba membuat botol dari tanah liat seperti yang Baro lakukan.
“Tunggu sebentar.” Baro
menyiapkan perlengkapan untuk Suri.
“Apakah aku harus cuci tangan
dulu? Ini semua seperti membuat kue kan?”
Baro tersenyum dan mengangguk.
Suri begegas mencuci tangan lalu mengeringkannya dengan lap.
“Aku siap!” seru Suri antusias.
“Pakai celemek itu.”
“Baik! Nah, aku siap!”
“Ikuti apa yang aku lakukan.”
“Iye! Sonsaengnim!”
Keduanya tertawa bersama.
***
“Apa yang mereka lakukan pada
Nona?” tanya Myungsoo dengan nada cepat dan tegas seperti biasa.
“Nee...? Oh itu... bullying
massal. Walau terlambat, kami berhasil mengatasinya. Seseorang telah datang
lebih dulu dan melindungi Magi,” Hyuri sambil memegang erat gelas yang tersaji
di hadapannya.
“Seseorang? Siapa?”
“L.Joe Sunbaenim.”
Myungsoo menamjakan telinganya.
“Kau tak perlu khawatir. Dia
pemuda yang baik dan selalu perhatian pada Magi.”
Myungsoo tampak kembali tenang.
“Kau tak perlu khawatirkan
tentang ini. Magi bisa mengatasinya.”
Myungsoo diam tak memberi
respon.
“Tempat ini sangat luas. Setiap
malam kau sendiri yang menjaganya?” Hyuri berusaha mengakrabi Myungsoo.
Myungsoo tak menjawab. Hanya
meneguk isi dari gelas di hadapannya.
“Pasti sangat membuatmu lelah
dan merepotkan.”
“Aku tak perlu menjaganya. Hanya
duduk di atas atap kastil yang tertinggi. Mengisi malamku yang panjang yang tak
bisa memejamkan mata,” Myungsoo mengucap kalimat yang lumayan panjang dengan
lancar.
Hyuri terkesan. Selama ini ia
menyimpulkan Myungsoo hanya bisa berkata-kata pendek saja. Hyuri tersenyum dan
meminum isi dari gelas yang dari tadi ia genggam erat-erat.
“Kau mau coba?”
“Mwo...?”
Myungsoo bangkit dari duduknya
dan mengulurkan tangan pada Hyuri. Hyuri terdiam, menatapnya heran selama
beberapa detik.
“Aku mudah berubah pikiran.”
“Aku mau!” tahan Hyuri meraih
uluran tangan Myungsoo.
Myungsoo membawa Hyuri ke atap
tertinggi dari kastil Asphodel. Hyuri terkesima. Terkagum-kagum. Dari atap ini
seluruh penjuru kastil Asphodel terlihat jelas. Hyuri tersenyum sangat lebar.
Senyum yang jarang ia tunjukan pada siapapun di sekitarnya. Senyum yang telah
lama tak terkembang di wajah manis Hyuri.
Hyuri merasa dekat dengan langit
malam. Ia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi seolah-olah ia bisa
menggapai langit dari jarak ini. Myungsoo diam memperhatikan dan Hyuri tak
menyadarinya karena terlampau asik
bermain.
Hyuri sedikit ceroboh. Karena
keasikan menikmati pemandangan dari atap tertinggi kastil Asphodel itu,
tampaknya ia lupa dimana ia berada. Hyuri terpeleset dan hampir terjatuh.
Beruntung Myungsoo bertindak sigap meraih tubuh
Hyuri dan menarik dalam pelukannya.
Hyuri takut juga terkejut. Jika
saja Myungsoo tak bertindak gesit, habislah ia jatuh ke bawah sana. Hyuri
merasa hangat dan aman dalam pelukan Myungsoo.
“Gom-gomawo...” bisik Hyuri.
Menyadari posisinya, Myungsoo
segera melepas Hyuri dari dekapannya. “Sebaiknya kau duduk dan lebih
berhati-hati!” Myungsoo kembali kaku.
“Nee. Mianhae.” Hyuri pun duduk.
***
Hyuri dan Suri menatap heran
pada Magi ketika gadis itu memberikan guci ramuan yang ia bawa untuk Sukjin
pagi itu.
“Aku pikir kau akan
memberikannya untuk L.Joe Sunbaenim.” Komentar Suri saat ketiganya menuntun
sepeda ke tempat parkir.
“Sukjin Ajooshi banyak membantu
kita bukan? Setiap hari meminjamkan pompa untuk ban sepeda kita yang selalu
kempes saat jam pulang sekolah.”
“Kalau begitu Jonghwan juga
pantas mendapatkan ramuan itu. Seungho juga. Mereka juga sering membantu kita.”
Magi diam.
“Dan L.Joe Sunbaenim, kemarin
tanpa ragu memelukmu di depan umum. Rela diguyur air bersamamu dan di serang
bertubi-tubi bersamamu. Tak ingin kah kau berterima kasih padanya atas semua
itu?”
“Bukan aku yang memintanya.”
“Rosmary Magi!” bentak Suri.
“Kau ini!”
“Kau ingin aku melakukan apa?
Kemarin kita sudah berterima kasih padanya kan?”
“Anak ini benar-benar ...” Suri
geram.
“Keras sekali hatimu ini,” Hyuri
turut komentar.
“Aku sangat menghargai niat
tulusnya. Lalu apalagi yang harus aku lakukan untuknya selain berterima kasih?”
Magi menatap Hyuri, lalu Suri.
“Dia dan semua yang ia lakukan,
aku tak yakin itu sama sekali tak mengetuk hatimu. Sama sekali tak tergetarkan
olehnya? Apa pengorbanannya tak membuatmu trenyuh?” Suri memberondong Magi
dengan pertanyaan penasarannya.
“Perasaan itu tak bisa
dipaksakan. Aku tak mau berpura-pura lembut padanya. Maaf jika ini membuat
kalian kecewa.”
Hyuri dan Suri menatapnya tajam.
“Tapi bagaimana nanti, aku pun
tak tahu. Jika tiba-tiba suatu saat perasaan ini berubah. Entah makin benci atau
luluh padanya. Dan sebenarnya... aku menyiapkan satu botol untuknya. Aku pun
membawanya, hanya saja... aku tak tahu bagaimana harus memberikan ini padanya.”
Hyuri dan Suri yang tadinya
menatap tajam pada Magi tiba-tiba terkikik geli.
“Aku lega. Ternyata kau ini
manusia,” Hyuri menepuk pelan lengan kanan Magi.
“Berikan saja saat ia menemuimu
seperti tempo hari,” saran Suri.
“Begitu saja? Semudah itu?” Magi
bingung.
Hyuri dan Suri kompak
menganggukan kepala.
“Benarkah semudah itu...?” gumam
Magi.
“Hey! Kau ini bukan alien,” Suri
merangkul Magi. “Jadi salah tingkah begini. Aku curiga jangan-jangan kau mulai
perhatian padanya.”
“An-anee,” bantah Magi.
“Ayolah. Itu hanya L.Joe
Sunbaenim, bukan Raja Wisteria Land,” Hyuri turut menyemangati.
“Jika Raja aku tak akan segugup
ini juga.”
“Wah, berarti dugaanku benar,”
goda Suri.
“Aniyo...”
“Hahaha. Arasho, arasho. Heum,
tanamkan baik-baik dipikiranmu agar kau tak gugup. Dia hanyalah L.Joe Sunbaenim
dan apa yang kau lakukan hanyalah wujud rasa terima kasihmu untuk kebaikannya
kemarin.”
“Kalian tertipu!” Magi
menjulurkan lidah dan berlari pergi.
“Haish! Dasar Magi! Ya, Magi!”
Suri mengejar Magi.
Hyuri tersenyum dan menggeleng
pelan sembari berjalan menyusul dua temannya.
***
Untuk pertama kalinya trio
Maehwa berkumpul di free computering area. Hyuri, Suri dan Jonghwan sibuk di
depan komputer masing-masing. Magi duduk di balik komputer di meja Suri. Di
dalam buku yang ia peluk, Magi membawa botol keramik berisi ramuan herbal untuk
L.Joe yang ia bungkus dalam sebuah kantung kain berwarna merah. Sesekali Magi
mengamati sekitar dan terlihat gusar.
Seungho menghampiri Magi dan
berdiri di sampingnya. “Ess...” Seungho menyilangkan tangan mengusuk kedua
lengannya. “Dingin sekali di sini,” bisiknya.
Magi menengok ke arah kiri.
Lizzy yang berdiri di samping kiri Seungho tersenyum dan melambaikan tangan
pada Magi. Magi mengernyitkan dahi.
“Tumben dingin sekali di sini,”
gumam Seungho lagi.
Lizzy melayang menembus tubuh
Seungho. Saat itu terjadi Seungho bergidik. Magi segera mengalihkan pandangan
pura-pura tak tahu pada apa yang dialami Seungho.
Lizzy berhenti dekat di samping
kanan Magi. “Apa yang kau sembunyikan? Botol?”
“Yang pasti bukan botol untuk
penyimpanan arwah penasaran.”
Seungho menoleh cepat. Menatap
heran pada Magi. “Bot-botol penyimpanan arwah penasaran?” Seungho terbata
sembari mengusuk tenguknya yang bergidik.
“Aniya. Hehehe.”
“Aniya...? Aku mendengarnya.”
“Itu...” Magi menggaruk lehernya
yang tak gatal.
Lizzy tertawa geli melihat
tingkah Magi.
***
Magi berjalan lesu mengikuti
langkah Hyuri dan Suri menuju area parkir sekolah.
“Woa! Hari ini ban kita aman!”
Suri menuding sepedanya yang tak kempes lagi seperti tempo hari.
“Titah Tuan Putri itu mulai
digubris rupanya,” komentar Hyuri. Hyuri menyadari ekspresi Magi dan menyikut
Suri. “Ada apa dengannya?” bisik Hyuri.
“Ess... hari ini sepertinya
L.Joe Sunbaenim tak menemuinya.”
“Dan Magi kecewa...?”
“Entahlah. Seharian ini Magi
bersama kita. Mungkin karena itu L.Joe Sunbaenim enggan menemui Magi.”
“Jangan-jangan hari ini L.Joe
Sunbaenim benar tak masuk. Apa mungkin dia sakit usai di bully bersama Magi
kemarin?”
“Dia selemah itu...?” Suri balik
bertanya.
“Wah! Ban sepeda kita tak kempes
lagi!” seru Magi riang sembari tersenyum lebar pada Hyuri dan Suri.
Suri menepuk keningnya sendiri.
Rupa-rupanya tadi Magi tak mendengar seruannya.
“Kau
yakin sudah menemukannya?” Geunsuk kembali memastikan pengakuan Seungho.
“Nee, Hyung. Aku yakin itu dia.”
“Lalu apa kau akan mengejarnya
kini? Masa sampai disitu saja nyalimu. Kau tak penasaran?”
“Entahlah. Tampaknya ia begitu
dingin pada siapapun di sekitarnya.”
“Hah, Yoo Seungho payah!”
“Harus mengumpulkan lebih banyak
dari ini. Itu saja.”
“Teman-temanmu. Apa ban mereka
kempos lagi?” Geunsuk menggerakan kepala menuju arah teman-teman Seungho
berada.
“Hah! Apakah setiap hari masih
harus begini?” keluh Seungho.
Jonghwan berlari sambil membawa
pompa ke tempat parkir. “Oh! Tak kempes lagi?” saat ia sampai di tempat trio
Maehwa berada.
“Sepertinya mulai bosan atau
takut pada titah Yang Mulia Tuan Putri,” jawab Suri.
“Syukurlah. Semoga untuk esok
dan seterusnya tetap seperti ini,” harapan Jonghwan.
“Jo Jonghwan, ini untukmu.
Terima kasih telah banyak membantu kami selama ini,” Magi memberikan botol
keramik yang terbungkus kain merah di tangannya pada Jonghwan.
“Nee...? Apa ini...?”
“Yang pasti bukan racun. Aku pergi dulu. Annyeong!” Magi
mengayuh sepedanya. Pergi lebih dulu.
Hyuri dan Suri menatap Magi.
Jonghwan masih kebingungan. Ia menatap Suri lalu Hyuri.
“Hey! Jelaskan padaku. Ini apa?”
tanya Jonghwan masih kebingungan.
Hyuri meraih botol keramik di
tangan Jonghwan dan mengendus aromanya. “Oh ini. Percayalah, rasanya enak
sekali.” Hyuri tersenyum yakin.
“Benarkah...?” Jonghwan turut
mengendus aroma dari botol keramik itu. “Aroma rempah-rempah...?”
“Nee. Ramuan itu Magi sendiri
yang meraciknya. Rasanya enak dan sangat hangat ketika masuk ke dalam tubuh.”
“Kau pernah meminumnya?” tanya
Suri. “Magi tak pernah membaginya denganku.”
“Bagaimana kalau kita meminumnya
bersama?” ajak Jonghwan.
“Bolehkah...?”
“Tentu saja.”
“Baiklah.”
Suri mengantar Jonghwan
mengembalikan pompa. Tersisa Hyuri sendiri.
“Masih kempes lagi?” Seungho menghampiri
Hyuri.
“Hari ini tidak. Semoga
selanjutnya pun tidak.”
Seungho tersenyum dan
mengangguk.
“Omo!” Hyuri segera bersembunyi
di balik badan Seungho ketika Daehyun dan teman-temannya lewat. Sembari
sembunyi di balik punggung Seungho, Hyuri mengintip Daehyun yang berjalan
angkuh menuju mobil sport hitam miliknya. Hyuri menghembuskan napas panjang
hingga Seungho bisa merasakan itu di punggungnya.
“Hey! Kau ini kenapa?” tanya
Seungho bingung atas sikap Hyuri.
Hyuri tak menjawab dan berjalan
pelan menuju sepedanya.
***
Magi duduk sendiri di taman di
jalan Elder Flower. Melamun. Magi terlihat lesu sore ini. Tiba-tiba seseorang
mengulurkan sebuah lilipop padanya. Magi tersentak kaget dan spontan
mendongakan kepala.
Sungrin tersenyum manis. Masih
mengulurkan lolipop di tangan kanannya. “Ini rasa buah. Aku tahu kau
vegetarian,” Sungrin duduk di samping Magi. “Anggur. Suka tidak?”
Magi tersenyum lesu. “Gomawo,”
ia meraih lolipop ditangan Sungrin namun tak mengupasnya.
“Kemarin benar-benar mengerikan.
Maaf aku tak berani membantumu. Bahkan tak berbuat apa-apa untukmu sesudahnya.”
Magi tersenyum malas.
“Beruntung pemuda itu muncul dan
dengan heroic melindungimu. Kau ingat pemuda itu? Hah... ternyata dia senior
kita. Tindakan L.Joe Sunbaenim segera ramai dibicarakan dalam Hwaseong Academy
Community. Tapi... apa pun yang masuk ke dalam komunitas itu selalu saja
dilebih-lebihkan. Tindakannya benar-benar... hati wanita mana yang tak akan
luluh.”
Magi tertunduk mendengar ocehan
Sungrin. Ia memutar-mutar lolipop di tangannya.
“Hari ini ia tak masuk sekolah.”
Magi terkejut mendengarnya.
Namun ia masih memegang kendali emosinya. Magi tetap bungkam walau di dalam
hati ia bertanya-tanya. Dia tak masuk?
Kenapa? Apakah ia sakit?
“Kau
tak ingin menggelar pertunjukan sore ini?”
“Begitu malas hingga menjalar
lemas ke seluruh tubuh ini.”
“Tapi dia muncul. Apa
benar-benar tak ingin menggelar pertunjukan?” Sungrin menyikut Magi.
Magi mengikuti arah pandangan
Sungrin. Magi terbelalak melihat L.Joe celingukan mengamati taman.
Sungrin
tersenyum sembari mengangguk pelan menyadari perubahan ekspresi Magi yang
tadinya lesu berubah sumringah. Sungrin mengangkat tangan kanannya berusaha
menarik perhatian L.Joe.
Akhirnya
L.Joe menyadari lambaian tangan Sungrin. Ia tersenyum melihat ke arah Sungrin
yang sedang duduk bersama Magi.
“Omo!
Dia kemari!” Magi segera menunduk.
Sungrin
bergerak cepat menurunkan tangannya sebelum Magi menyadarinya. Magi tiba-tiba
gugup. Sungrin menepuk pelan pundak Magi.
“Tenanglah.
Ini bukan kau yang kukenal, Rosmary Magi. Gugupmu begitu kentara,” bisik
Sungrin sambil menatap L.Joe yang semakin dekat pada bangku tempat dimana ia
dan Magi duduk. “Sebentar lagi. Kuasai dirimu. Hanya untuk berterima kasih. Kau
pasti bisa.”
“Annyeong,”
sapa L.Joe.
“Annyeong,”
balas Sungrin sembari sedikit meremas pundak Magi yang ia rangkul.
Magi
hanya tersenyum kecil membalas sapaan L.Joe. Magi tak bisa menutupi rasa
gugupnya.
“Hanya
duduk-duduk saja? Tak menggelar pertunjukan?” tanya L.Joe masih berdiri di
depan Magi.
“Dia
tak bertenaga. Sangat lemas,” jawab Sungrin.
“Kau
sakit...?” L.Joe berubah panik.
“Aniya.
Animnida.” Bantah Magi.
“Omo!
Aku terlambat. Bisa-bisa aku digantung,” Sungrin tiba-tiba bangkit dari
duduknya. “Baiklah. Aku pergi dulu. Annyeong!” Sungrin pamit mengabaikan
ekspresi Magi yang memohon agar ia tetap tinggal. Sungrin berlari kecil
buru-buru meninggalkan L.Joe dan Magi di taman.
Mendadak
hening di sekitar L.Joe dan Magi. L.Joe tersenyum menatap Sungrin yang menjauh
pergi. Magi masih tertunduk dan menggeser duduknya. L.Joe kembali menatap Magi.
“Karena
urusan keluarga, aku tidak masuk sekolah hari ini. Setelah selesai, aku
buru-buru kemari untuk melihatmu. Memastikan kau baik-baik saja,” L.Joe duduk
di samping kanan Magi.
Magi
tertunduk dan diam di samping kiri L.Joe. Magi tersentak ketika tangan kanan
L.Joe tiba-tiba menyentuh keningnya. L.Joe meletakan tangannya seperti itu dan
diam menatap Magi selama beberapa detik. L.Joe tersenyum lega sembari
menurunkan tangannya.
“Syukurlah
kau baik-baik saja,” ungkap L.Joe lega.
Magi
tercenung. Masih menatap L.Joe yang duduk di sampingnya.
***
Magi
melamun. Duduk sendiri di ayunan yang berada di taman depan kastil Asphodel.
Magi meletakan telapak tangannya di dada. Jantungnya kembali tenang. Tak
berdetub kencang seperti saat berada di dekat L.Joe.Magi menghela napas sembari
menurunkan tangannya.
“Kau
baik-baik saja?”
“Oppa.”
Magi bersungut kesal karena dibuat terkejut oleh suara Nichkhun.
“Aigo.
Kau melamun.Nichkhun duduk di ayunan yang sama. Di samping kanan Magi. “Walau
teman-temanmu itu telah membelamu di sekolah dan kau tampak senang, nyaman
bersama mereka, tetap saja aku tak setuju mereka berlam-lama di sini. Aku
berencana menelfon Victoria dan memintanya mencari rumah kontrakan untuk kedua
temanmu itu.”
“Oppa...
apa Oppa pernah merasakan jantung Oppa berdetub kencang tapi bukan karena
terkejut atau takut?” Magi mengajukan pertanyaan lain yang melencong dari
pernytaan Nichkhun.
Nichkhun
menatap heran Magi.
“Tadi
begitu hebat berdetak, tapi sekarang tak lagi.”
“Siapa
yang membuat jantungmu berdetub begitu dahsyat seperti itu?”
“Nee...?”
giliran Magi terkejut. Seolah kesadarannya baru kembali.
“Jangan
katakan jika kau sedang jatuh cinta pada seseorang, Magi. Katakan. Siapa yang
membuat jantungmu tiba-tiba berdetub hebat?” desak Nichkhun.
Wajah
Magi berubah pucat. “Tidak mungkin. Ini tidak mungkin,” Magi berbisik seraya
menggelengkan kepala.
***
Baro,
Nichkhun, Myungsoo dan Sungjeong berkumpul di gazebo di taman belakang kastil.
Wajah keempatnya berubah panik.
“Akan
tiba saat dimana ia membuka diri, menemukan kehidupan di luar sana yang benar
menarik minatnya. Ia belajar banyak hal dan mulai dikenal.” Ungkap Baro. “Itu
telah terjadi. Nona dan musik yang ia gemari.”
“Akan
tiba saat dimana ia membuka diri dan dekat dengan orang lain selain kalian.
Rasa peduli dan welas asih itu melumpuhkannya. Ia tersenyum lebih lebar dari
sebelumnya dan bicara lebih banyak dari sebelumnya.” Sambung Sungjeong. “Itu
terjadi ketika mereka datang kemari. Song Hyuri dan Han Suri.”
“Ia
akan menemukan dunia baru yang benar tak terduga. Menemukan luka namun juga
bahagia. Saat itu terjadi, ia akan bertemu dengan seseorang yang menggetarkan
hatinya. Terpilih menjadi murid yang di trasnfer ke Hwaseong Academy. Aku rasa
itulah kenyataan dari peringatan itu”. lanjut Nichkhun. “Ini pun telah
terjadi.”
“Dan
saat itulah semua dimulai. Kebahagiaan juga penderitaan,” tutup Myungsoo.
“Semua
catatan dalam buku usang itu...” Nichkhun membetulkan letak kacamatanya.
“Apa
yang harus kita lakukan Hyung?” Sungjeong terlihat paling panik.
Magi
duduk di kamarnya. Di balik meja belajar yang menghadap ke taman belakang kastil. Magi menutup buku coklat
usang di hadapannya dan menatap keluar jendela yang terbuka. Magi menatap ke
arah cahaya yang berasal dari gazebo. Dari kamarnya Magi bisa melihat dengan
jelas keempat saudaranya sedang berkumpul di gazebo malam itu. Magi merengkuh
buku usang di hadapannya dan memeluknya. “Kakek...” bisik Magi lirih.
***
Hyuri
dan Suri berdua saja berangkat ke sekolah hari ini. Menurut pengakuan
Sungjeong, Magi merasa kurang sehat hari ini dan memilih izin tak masuk
sekolah. Meski penasaran, Hyuri dan Suri tak berani bertanya lebih pada
Sungjeong.
Hami
menghela napas menatap bangku Magi yang kosong hari ini. Ia menatap rekan-rekan
Magi. Ingin rasanya menghampiri mereka dan bertanya tentang Magi, namun Hami
tak melakukannya. Ia paham betul ini akan menimbulkan isu baru. Perhatiannya
yang terkesan berlebih pada Magi.
Sungrin
pun sama. Mengamati bangku Magi yang kosong. Usai pertemuannya kemarin dengan
Magi, Sungrin merasa yakin jika Magi sakit. Karena kemarin Magi mengaku lemas
di sekujur tubuhnya. Sungrin menggeleng pelan. Menyesalkan pertahanan Magi
yanag akhirnya tumbang.
***
Yeonmi
terkejut ketika Magi tiba-tiba muncul di studio miliknya. Tempat dimana
Snapdragon biasa berlatih band. Yeonmi menatap heran Magi yang datang dengan
tak menggunakan seragam. Yeonmi menengok jam dinding.
“Tak
ke sekolah?” tanya Yeonmi.
“Beruntung
aku diberi anugerah rasa malas ini.”
“Ck!
Kau ini.”
“Aku
luang hari ini dan aku ingin sekali mengikuti Hyung kemanapun Hyung pergi.”
“Aku
tak berniat pergi. Apa yang membuatmu kacau begini?”
“Malas.”
“Hanya
itu?”
“Bahkan
aku malas untuk tampil malam ini.”
“Dasar
pengecut! Hanya ini yang bisa kau lakukan? Lari dan sembunyi?”
“Hyung...”
rengek Magi pada Yeonmi.
“Kau
meminta sebutan lain? Apa ada yang pantas selain kata pengecut untukmu saat
ini? Ini bukan Magi yang kukenal. Magi yang aneh dan selalu optimis. Ada apa
denganmu?”
Magi
duduk di samping Yeonmi yang duduk memangku gitar akustiknya.
“Kau
mau bernyanyi?” tanya Yeonmi sembari mulai memetik senar-senar gitarnya.
Magi
menggeleng.
I
can't run anymore,
I fall before you,
Here I am,
I have nothing left,
Though I've tried to forget,
You're all that I am,
Take me home…
I fall before you,
Here I am,
I have nothing left,
Though I've tried to forget,
You're all that I am,
Take me home…
Yeonmi mulai bernyanyi
sembari memainkan gitar akustiknya. Yeonmi menyanyikan lagu October-Evanescene
untuk Magi.
Magi menikmati
pertunjukan solo Yeonmi untuknya. Diam dan terus memikirkan tentang apa yang ia
alami, apa yang ia rasa. Magi tertunduk.
Yeonmi menghela napas
usai bernyanyi untuk Magi. Yeonmi menatap Magi yang duduk tertunduk di
sampingnya. “Apa pun itu, hadapi saja. Jangan pernah berlari dan sembunyi dari
kenyataan. Itu bukan hanya sikap pengecut, tapi tindakan itu juga akan menyiksa
dirimu sendiri. Semua ini tak akan terjadi jika Sang Penguasa Alam tak
menghendakinya. Aku tak tahu apa yang membuatmu jadi begini kacau, tapi aku
benci karena kau berusaha lari dari ini semua. Kau hanya berkuasa merubah
nasibmu, tapi tidak dengan takdirmu. Semoga kau bersikap lebih bijak.”
Yeonmi bangkit dari
duduknya meninggalkan Magi yang masih bertahan duduk terdiam di tempatnya.
***
Yeonmi
mulai memetik gitar akustiknya. Minchi siap dengan biolanya, Sori pada gendang
dan Songeun pada keyboard. Snapdragon tampil membawakan Everybody Hurt-The
Corrs.
Suri
dan Hyuri larut dalam pertunjukan Snapdragon, sama seperti pengujung Club
Golden Rod yang lain. Menikmati alunan musik yang menemani Magi bernyanyi.
L.Joe pun masih setia di tempat duduk favoritnya menonton pertunjukan
Snapdragon.
Pengunjung
bertepuk tangan, beberapa bersuit saat Snapdragon merampungkan pertunjukannya.
“Malam
ini kami akan mengukir sejarah,” Magi memberi sambutan di tengah berlangsungnya
pertunjukan dan disambut tawa pengunjung. “Aku tak bercanda,” Magi membela diri
ketika sambutannya justeru disambut dengan tawa. Pengunjung kembali tertawa
mendengarnya. “Malam ini Snapdragon akan berkolaborasi dengan pesaing
terberatnya sebagai sesama pengisi panggung hiburan club Golden Rod ini. Mereka
yang selalu membuat panas club Golden Rod di Sabtu malam dengan gebrakan musik
rock mereka. Teman-teman Snapdragon, sambutlah, Clovis!”
Pengujung
bertepuk tangan menyambut Yonghwa, Hyoseok, Seunghyun dan Dongwoo naik ke atas
panggung. Minchi, Sori, Songeun dan Yeonmi bertahan dengan alat musik
masing-masing. Dongwoo menyiapkan bass, Seunghyun menyiapkan gitar elektriknya,
begitu juga Yonghwa sedang Hyoseok sibuk mengecek drum. Snapdragon dan Clovis
berkolaborasi membawakan lagu SETHER feat. Amy Lee-Broken. Yonghwa dan Magi
duet bernyanyi diiringi musik aransemen perpaduan antara rock yang diselipi
bunyi gesekan biola dan tabuhan gendang tradisional. Kolaborasi apik yang
benar-benar memukau para pengunjung.
***
“Buket
bunga Daisy dari orang yang sama?” goda Minchi saat Magi kembali menerima
hadiah.
“Iya,
sama Onni. Dari L.Joe!” seru Sori yang berhasil merebut buket bunga dan membaca
nama pengirimnya. “L.Joe itu yang mana? Dia muda atau tua?” Sori penasaran.
“Muda
dan tampan,” sahut Songeun. “Jaesuk Ajooshi memberitahuku. Karena Jaesuk
Ajooshi mengiyakan, aku pun merasa lega ketika Magi menerima buket ini.”
“Bunga
Daisy, apa artinya?” tanya Sori.
“Aku
tak tahu. Bunga Daisy... bunga daisy...” gumam Minchi.
“Loyal
love, kasih yang setia,” sahut Yeonmi.
“Eh?
Kau tahu tentang bunga?” Minchi menatap heran pada Yeonmi.
“Sedikit.”
“Woa...
manis sekali....” Sori berseri seolah ia yang mendapatkan bunga itu.
Magi
tersennyum pada Yeonmi. Yeonmi pun membalas senyum seraya mengangguk pelan.
***
Hyuri,
Magi dan Suri duduk berjajar mengamati murid-murid lain.
“Bosan
juga ya menjadi normal,” Hyuri memulai obrolan.
“Sadis.
Kau lebih menyukai keterasingan dan bullying?” tanya Suri menoleh menatap
Hyuri. “Magi korbannya!”
“”Song
Hyuri, kau masih ingin balas dendam padanya?” Magi menggerakan kepala menunjuk
pada Daehyun dan teman-temannya.
“Jung
Daehyun...? Perlukah..?” Hyuri balik bertanya.
“Kau
bilang bosan, aku pun sama. Jadi ayo kita buat permainan,” Magi bangkit dari
duduknya.
“Ya!
Magi! Apa yang akan kau lakukan...?” panggil Suri namun diabaikan Magi.
Magi
tetap berjalan menuju Elroy berada.
“Apa
yang akan ia lakukan...?” bisik Suri terus menatap Magi.
“Entahlah.
Anak itu...” Hyuri pun sama menatap penasaran ke arah Magi.
Magi
mendekati Elroy lalu berpura-pura seolah tak sengaja menabrak Daehyun. Tampak Magi segera minta maaf pada
Daehyun yang kesal. Magi menuding puncak kepala Daehyun dan berusaha
membersihkannya walau Daehyun menolak. Melihat ulah Magi, Suri tertawa geli
sedang Hyuri mengernyitkan dahi.
Magi
mendapat perlawanan dari member Elroy yang lain. Magi segera meminta maaf
kembali dan buru-buru pergi dari hadapan Elroy dan kembali kepada dua rekannya;
Suri dan Hyuri.
“Ya!
Apa yang kau lakukan tadi? Itu konyol tahu!” sambut Suri.
Magi
tersenyum bengis lalu menunjukan sehelai rambut di tangannya.
“Rambut...?”
tanya Suri.
“Jung
Daehyun, dia akan bertekuk lutut di depan Song Hyuri, tak lama lagi.” Magi
menyeringai dan menyimpan rambut Daehyun dalam sapu tangannya.
“Ya!
Magi! Jangan lakukan itu!” cegah Hyuri.
“Aku
rasa itu balasan yang pantas untuknya. Kau diam saja! Song-Hyu-Ri!” Magi
melotot pada Hyuri.
“Wah,
sepertinya akan seru,” Suri tersenyum lebar membuat Hyuri semakin panas.
“Ya!
Anggota Club Foxglove diminta berkumpul sekarang!” panggil Seungho yang berdiri
tak jauh bersama Jonghwan.
“Kaja!
Kaja!” Magi bergegas menuju Seungho.
Hyuri
mengehela napas bangkit dari duduknya. Suri merangkulnya pergi.
***
Hoya
kembali mengoceh di depan para juniornya, anggota baru club Foxglove. Ia
menjelaskan maksud pertemuan hari ini sedang beberapa rekannya membagikan
amplop pada junior.
“Ini
adalah tradisi setiap tahun dari club Foxglove, tapi jika kalian tak mendapat
izin dari orang tua kalian, kami tak mengapa kalian alpa dari kegiatan ini.
Hanya saja kalian akan ketinggalan serunya bermain-main di Juniper Botanical
Garden. Amplop itu berisi undangan dan keterangan lengkap beserta surat izin
yang harus di tanda tangani orang tua kalian. Semoga kita semua bisa pergi
bersama-sama mengujungi Juniper Botanical Garden.” Tutup Hoya.
“Juniper
Botanical Garden...? Sepertinya seru,” komentar Suri.
“Iya.
Itu perkebunan terluas di wilayah Barat, Rudbeckia, juga di Wisteria Land ini,”
sahut Hoya yang tak sengaja mendengar celetukan Suri. “Pusat penelitian botani
terbesar dan terlengkap di Wisteria Land.”
“Benarkah...?
Woa...”
“Nee.
Setiap tahunnya, Lee Byungman, pemilik Juniper Botanical Garden memberikan
akomodasi gratis bagi seluruh anggota club botani di setiap sekolah yang ada di
Wisteria Land ini selama dua hari. Termasuk kita.”
“Lee
Byungman...? Bukankah itu ayah dari L.Joe Sunbaenim? Lee Byunghun Sunbaenim,”
sela Jonghwan.
“Nee,
kurae. Beliau pamanku,” Hoya membenarkan.
“L.Joe
Sunbaenim...?” pekik Suri berbinar menatap Magi. “Ini keren! Pasti
menyenangkan. Kita pergi kan...?”
“Maaf.
Sepertinya aku tak bisa,” Magi tertunduk lesu.
***
Setiap musim datang dan berganti membawa kisah
masing-masing. Satu yang tak berubah, cinta yang menyertainya.
-------TBC--------
Keep on Fighting
shytUrtle
0 comments