Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

06:23

Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
 

 


 
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-                  Song Hyu Ri (송휴리)
-                  Rosmary Magi
-                  Han Su Ri (한수리)
-                  Jung Shin Ae (정신애)
-                  Song Ha Mi (송하미)
-                  Lee Hye Rin (이혜린)
-                  Park Sung Rin (박선린)
-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.
 
 
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini...?
***
 
Land  #10

                “Kalian nampak canggung sejak semalam.” Magi duduk di gazebo taman depan usai mengajak Suri dan Hyuri berkeliling. “Ada apa?” Magi menatap Hyuri lalu Suri.

                “Aneh saja. Rasanya saat kau tampil seperti ini begitu berwibawa, cara bicaramu pun berbeda. Kami sedikit canggung karenanya.” terang Hyuri.

                “Ayolah. Ini hanya aku. Rosmary Magi. Bukan Yang Mulia Tuan Putri Wisteria Land.”

                “Magi, Wisteria, apa itu bunga kesukaanmu? Kita menemukannya di sana-sini. Wisteria Tunnel lalu beberapa di sana-sana. Hah... Wisteria Tunnel terlihat begitu indah di kala terang seperti ini.” Suri menggeleng menatap kagum Wisteria Tunnel yang terbentang tak jauh dari tempat mereka duduk kini.

                “Karena ini Wisteria Land dan aku mencintai Wisteria Land  sepenuh jiwaku. Menanamnya di sana-sini agar kami tetap ingat dimana kami tinggal, dimana kami berpijak, dimana kami hidup. Kakek ingin kami seperti itu.”

                Suri dan Hyuri tertegun mendengarnya.

                “Bagiku hanya karena kecntikan, kaharuman dan kesan misterius. Tak lebih. Tapi aku jadi benar terpengaruh oelh cara pandang Kakek. Karena aku tak bisa menggenggam Wisteria Land dan memilikinya, maka aku menanam ribuan bunga Wisteria. Biarkan mereka memiliki Wisteria Land, menguasainya. Tapi kemurnian Wisteria akan selalu menjadi milikku.”

                Hening. Suri dan Hyuri diam menatap Magi.

                “Lelah kalian sudaah hilang?” tanya Magi.

                “Nee...?” Suri kaget.

                “Jika sudah, ikuti aku!” Magi bangkit dari duduknya dan kembali berjalan.

                Hyuri dan Suri bergegas menyusul. Magi memimpin berjalan menuju arah kanan, melewati samping bangunan megah kastil yang berdiri di tengah-tengah area luas ini. Magi membawa Hyuri dan Suri ke bagian belakang kastil. Magi mengajak Hyuri dan Suri ke kebun herbal tempat dimana Nichkhun biasa bekerja. Rumah kaca yang luas namun seluruhnya terbuat dari plastik tebal, bukan kaca.

                “Woa... daebak! Jinja daebak!” puji Suri penuh kekaguman.

                “Hanya rumah plastik, bukan rumah kaca, apa hebatnya?” komentar Magi.

                “Ey! Lihat isinya! Plastik lebih bersabahat dari kaca, apa begitu?”

                “Menurutku.”

                “Bunga-bunga?” tanya Hyuri.

                “Tanaman herbal juga karena Nichkhun Oppa membuat parfum dari ini semua.” jawab Magi.

                “Parfum...? Aku suka!” sahut Suri.

                “Jadi semua membuat parfum?” tanya Hyuri.

                “Hanya Nichkhun Oppa. Baro seniman tembikar, dia yang membuat botol untuk parfum.” jawab Magi.

                “Dan pria cantik itu, maksudku Lee Sungjeong Sunbaenim, dia kepala pelayan di kastil ini?”

                “Bisa juga disebut begitu. Dia kepala keluarga, ibu juga ayah.” Magi dengan ekspresi bingung. “Dia mengalahkan aku yang sejatinya wanita tulen.” imbuh Magi dengan innocent-nya membuat Suri tersenyum geli.

                “Apa dia seorang transgender?” Hyuri lanjut mengintrogasi Magi.

                “Entahlah. Sejak pertama bertemu sudah begitu.”

                “Lalu tentang Baro Sunbaenim, apa dia menderita werewolf syndrome? Kenapa tubuhnya penuh bulu?”

                “Hyuri!” bisik Suri. Ia sungkan pada Magi atas serangan pertanyaan-pertanyaan Hyuri.

                “Entahlah. Sejak pertama bertemu sudah begitu.” jawaban Magi sama dengan nada bicara yang sama pula. “Apa yang kalian tahu tentang Kastil Asphodel adalah kastil yang terkena kutukan bukan? Jika aku katakan mereka semua terkena kutukan apa kalian akan percaya? Selain terkenal sebagai kastil yang terkena kutukan, bunga Asphodel sendiri, nama dimana diambil untuk menamai kastil ini adalah bunga yang identik dengan kematian . Dalam legenda Yunani bunga Asphodel adalah salah satu yang terkenal erat dengan orang mati dan dunia bawah. Karena warna daunnya yang keabu-abuan itu di kaitkan dengan kematian dan bunganyayang berwarna kekuningan menunjukan kesuraman neraka dan pucat kematian.”

                Suasana mendadak hening dan dingin di sekitar Hyuri dan Suri. Suri menyilangkan tangan dan mengusuk lengannya sembari was-was mengamati sekitar. Ia tiba-tiba merinding. Hyuri pun merasakan hal yang sama dan merapat pada Suri.

                “Akan tetapi bunga ini  bisa menjadi obat untuk gigitan ular dan dapat melawan sihir tertentu.” nada bicara Magi terdengar lebih bersahabat.

                Sejenak kemudian hawa dingin itu hilang. Hyuri dan Suri kembali merasa hangat. Keduanya kembali menatap Magi.

                “Sangat berhubungan, seperti namamu. Rosamary Magi. Magi adalah ilmu sihir namun bunga Rosmary adalah penangkalnya. Mungkin maksudnya sama. Benar tidak?” Suri mengutarakan pendapatnya.

                “Terlalu berat topik pagi ini. Semoga tour singkat ini membuat kalian senang dan menjawab beberapa pertanyaan kalian. Semoga kalian betah tinggal di sini.” Magi kembali tersenyum manis.

                “Secepatnya kami akan mencari tempat tinggal. Maaf karena merepotkanmu.” Hyuri teringat tekanan dari saudara-saudara Magi.

                Magi mengangguk. Suri dan Hyuri tersenyum lega.
***

                Hyuri dan Suri kembali bertemu Magi saat sarapan. Magi telah kembali menjadi gadis berambut oranye terkepang dua. Hyuri dan Suri terlihat lebih nyaman berada dekat Magi dengan penampilan ini. Usai sarapan, Magi memimpin Hyuri dan Suri untuk berangkat ke sekolah.

                “Magi! Itu...” tuding Suri pada dua sepeda yang terparkir di samping sepeda Magi di depan pintu utama.

                “Untuk kalian. Lumayan jauh jarak sekolah dari sini dan tidak mungkin aku membonceng kalian berdua. Kalian bisa mengendarainya?”

                Suri mengangguk antusias di susul anggukan ringan Hyuri.

                “Baiklah. Ayo berangkat!” Magi menuntun sepedanya diikuti Suri dan Hyuri.


                Sungjeong, Nichkhun dan Baro kembali mengamati dari balik jendela lantai 2 kastil.

                Sungjeong kembali menghela napas panjang. “Memang terlihat lebih riang dari biasanya namun masih menyisakan ketakutakan di hatiku.” ungkapnya.

                “Sebaiknya tak berlebihan memikirkannya. Itu sama saja dengan mensugestinya kan?” komentar Baro. “Semoga ini semua bukan awal yang buruk seperti yang kita takutkan.”

                “Jangan lupa untuk memberitahu Myungsoo tentang ini atau ia akan mengamuk.” Nichkhun mengingatkan.

                “Oh, tugasku ini. Aku akan segera menemuinya.” Sungjeong menyanggupi.
***

                Magi, Suri dan Hyuri semangat mengayuh sepeda mereka ke sekolah. Sesekali mereka balapan ketika jalanan sepi. 30 menit perjalanan mereka pun sampai di sekolah. Setelah meminta ijin pada Sukjin, trio Maehwa ini pun mendapatkan tempat parkir untuk sepeda mereka. Di area parkir yang luas ini hanya mereka bertiga yang membawa sepeda. Rata-rata murid Hwaseong Academy mengendarai mobil dan motor ke sekolah.

                “Ini terlihat aneh. Kita,” kata Suri melayangkan pandangan ke seluruh area parkir.

                “Unik. Setuju tidak?” Magi berpendapat lain.

                “Setuju!” seru Suri semangat.

                Ketiganya hendak menuju kelas. Tak sengaja berpapasan dengan geng Flower Season Boys. Kwanghee, Kevin, Taemin dan Ren berhenti menghadang langkah trio Maehwa. Tampak di kejauhan Ricky dan Aron mengamati pertemuan dua geng ini.

                “God! Mimpi apa aku semalam hingga sepagi ini harus bertemu kalian! Sanderson Sisters yang kumuh!” Kwanghee mencibir pada trio Maehwa yang berdiri di depannya.

                “Siapakah pria-pria lembek ini?” tanya Magi mengamati empat pria di hadapannya.

                “Lembek...? Ish! Kau tak tahu kami...? Kami ini Flowers Season Boys. Pria-pria tampan yang lebih cantik dari bunga! Ara?!” Kwanghee menegaskan.

                “Pria tampan lebih cantik dari bunga...” Haha! Slogan macam apa itu?” Magi geli mendengarnya. “Seungjeong Oppa lebih cantik. Kalian setuju?” Magi bertanya pada Hyuri dan Suri yang berada di samping kanan dan kirinya.

                “Mereka yang aku ceritakan padamu. Flower Season Boys. Kau dengar sendiri bagaimana dia menyebut kita tadi,” balas Suri berbisik.

                “Oo, jadi ini Flower Season Boys. Kenapa menyebut kami Sanderson Sisters? Kalian mengidolakan kami?” tanya Magi dengan innocent-nya.

                “Mwo...? Mengidolakan...?” Kwanghee terbahak. “Memangnya siapa kau hingga merasa pantas di idolakan?”

                “Rosmary Magi,” jawab Magi santai.

                “Ish! Baboya?! Sudah membuat onar masih bertingkah sok lugu seperti ini!” Kwanghee menggeleng.

                “Jangan-jangan kau yang menyebarkan rumor itu,” balas Magi geleng-geleng.


                “Mwo...? Apa untungnya bagiku...?”

                “Entahlah! Hanya kau yang tahu.”

                “Kau!”

                “Dia berusaha memancing emosimu,” cegah Ren dengan nada datar. Tenang.

                “Pura-pura tak bersalah,” Kevin ikut menggeleng mengamati trio Maehwa.

                “Apa benar kami berbuat kesalahan?” tanya Hyuri menatap datar Kevin.

                “Mengintimidasi Yang Mulia Tuan Putri lalu adikku Ricky dan adik Ren, Aron harus di hukum karena kalian. Setelah ini apa kalian pikir kalian bisa tenang berada di sini?” Kevin tak ragu membalas tatapan Hyuri.

                “Jadi kalian mengancam?”

                “Mimpi jika kalaiaan berharap bisa tenang setelah ini semua,” Taemin menimpali.

                “Yah, kita di bully,” Magi masih dengan ekspresi dan nada datar itu. “Kalau begitu ayo kita nikmati mimpi buruk ini,” imbuhnya sambil tersenyum lebar.

                “Dasar Sanderson Sisters kumuh!” olok Kwanghee kesal.

                “Sanderson Sisters...?” Magi menyeringai. “Step back, sisters!” Magi merentangkan kedua lengannya meminta Hyuri dan Suri sedikit mundur.

                Hyuri dan Suri mundur selangkah. Magi tetap pada posisinya. Ia kembali menyeringai menatap empat pemuda cantik yang masih bertahan berdiri di depannya. Magi mengangkat kedua tangannya sejajar dada dan menirukan bagaimana ekspresi Winiferd ketika akan merapalkan Cat Spell. Magi pun mulai bergumam merapalkan Cat Spell seperti yang dirapalkan Winifred bersama dua saudarinya Maria dan Sarah.

Cat Spell
Twist the bone and bend the back
Itch-it-a-cop-a, mel-a-ka-mystic-a
Trim him of his baby fat
Itch-it-a-cop, mel-a-aka-mystic-a
Give him fur black as black! Just! Like! This!

            Kedua tangan Magi mengarah pada geng Flower Season Boys. Semirip mungkin Magi menirukan bagaimana Winifred beraksi merapalkan mantra dalam film Hocus Pocus itu. Hening. Yang terdengar hanya desiran angin. Magi menarik tangannya kembali.

                “Usaha yang lumayan... konyol!” olok Kwanghee disusul gelak tawanya bersama ketiga rekannya.

                Ketika hendak pergi, tiba-tiba geng Flower Season Boys roboh dan terjatuh menimpa satu sama lain. Magi tersenyum puas melihat empat member Flower Season Boys jatuh tersungkur di hadapannya. Suri ternganga. Hyuri terkejut kemudian mengerjapkan kedua matanya. Ricky dan Aron kompak berlari mendekati geng Flower Season Boys yang terduduk berusaha melepas ikatan tali sepatu yang terkait satu sama lain.
***

                Magi duduk tenang di bangkunya sambil membuka-buka buku di tangannya. Suri yang duduk tepat di depan Magi terlihat kaku. Ia masih tak percaya dengan kejadian di area parkir. Suri tak berani menoleh. Ia khawatir Magi benar-benar bisa sihir. Mendadak Suri merasa ngeri berada di dekat Magi. Hyuri yang duduk tepat di belakang Magi diam-diam mengamati Magi dari belakang. Hyuri juga penasaran pada peristiwa di area parkir. Benarkah itu semua ulah Magi?

                Hami terlihat fokus pada buku di hadapannya. Namun  dibalik sikap seriusnya itu, Hami menyimak obrolan Ricky dan Aron yang berbisik-bisik membicarakan tentang Magi dan kejadian di area parkir. Hami mengerutkan dahi.

                Di bangkunya, Sungrin terus menatap Ricky dan Aron lalu sesekali menatap Magi. Sepertinya ia paham pada apa yang dibahas Aron dan Ricky.
***

                Jam istirahat tiba. Setelah kantin lumayan sepi, Jonghwan, Suri, Magi, Seungho dan Hyuri makan siang bersama. Kejadian di area parkir yang menimpa geng Flower Season Boys segera menyebar seantero Hwaseong Academy. Bahkan dalam komunitas dunia maya Hwaseong Academy Communtiy hal ini sudah ramai dibicarakan lengkap dengan beberapa foto kejadian. Perseteruan geng Flower Season Boys dan trio Maehwa yang lebih dikenal sebagai Maehwa’s Sisters ini segera menjadi bahasan hangat bagi sebagian besar murid-murid Hwaseong Academy. Karenanya kini Hyuri dan teman-temannya menjadi pusat perhatian.

                “Daebak! Kita jadi pusat perhatian,” Seungho tersenyum mengamati sekitar.

                “Ini pasti benar membuat kalian tak nyaman. Mianhae. Aku menyusahkan lagi,” Magi tertunduk menyesal.

                “Apa benar seperti itu yang terjadi? Kau... memantrai mereka dan mereka terjatuh dengan tali sepatu terikat satu sama lain?” tanya Jonghwan.

                “Magi benar merapalkan Cat Spell yang dirapalkan Winifred Sanderson dalam film Hocus Pocus. Ia meinirukan apa yang dilakukan Winnie dalam film itu. Aku pikir Magi hanya bercanda. Aku legaa kuartet senior itu tak berubah menjadi kucing saat Magi selesai merapalkan mantra, tapi terkejut ketika empat pemuda itu jatuh tersungkur di depan kami. Tali sepatu mereka terkait satu sama lain. Karena itu mereka terjatuh saat hendak pergi dari hadapan kami,” terang Suri.

                “Saat menuju kelas, kami sudah membahas ini dan Magi mengatakan ini bukan ulahnya. Dia hanya iseng merapalkan mantra dan gadis itu lah yang mengacaukan tali sepatu empat member Flower Season Boys,” imbuh Suri.
               
                “Gadis itu...? Siapa?” tanya Seungho penasaran.

                “Entah siapa gadis itu karena saat kejadian, hanya ada kami bertiga di sana. Aku, Magi dan Hyuri.”

                Jonghwan mengerutkan dahi mengamati Magi. “Kau memiliki teman tak tampak Magi?” tanyanya kemudian.

                “Teman tak tampak...?” pekik Suri.

                Hyuri segera merapat lebih dekat pada Suri.

                “Kau tahu tentang itu...?” Magi berbinar menatap Jonghwan.

                “Jadi benar? Teman tak tampakmu adalah gadis itu?” Jonghwan memastikan.

                “Hal seperti itu ada?” sela Suri.

                “Di Wisteria Land bukankah hal semacam ini wajar adanya?”  Jonghwan balik bertanya.

                “Bukan teman juga,” jawab Magi menyita perhatian.

                Semua di meja ini diam menatap Magi.
***

                Hyerin menaruh perhatian penuh mendengarkan penjelasan Kwanghee perihal  peristiwa yang menimpa geng Flower Season Boys di area parkir pagi ini.

                “Aku yakin dia benar-benar penyihir. Lakukan sesuatu. Lindungi Yang Mulia Tuan Putri yang kita sayangi,” Kwanghee menutup penjelasannya.

                Hyerin menghela napas panjang, “Bukan hal mudah. Yang Mulia melindungi mereka.”

                “Hanya dengan merapalkan Cat Spell dia bisa melepas tali sepatu kami lalu mengaitkannya satu sama lain membuat kami jatuh tersungkur di depannya. Kau masih bisa duduk tenang dan mengiyakan jika dia manusia normal? Dia bukan manusia biasa. Dia itu penyihir.”

                “Aku pun tak nyaman dengan keberadaan mereka di sekitar Yang Mulia, tapi dengan Yang Mulia melindunginya aku bisa apa? Yang Mulia juga enggan pindah ke kelas khusus.”

                Kwanghee diam sejenak. “Bagaimana jika aku membantumu?”

                Hyerin menatap tak paham pada Kwanghee.

                “Mungkin bukan hanya aku atau kau yang merasa taak nyaman dengan keberadaan Maehwa’s Sisters di sini. Semakin membuat mereka berulah, semakin dianggap meresahkanlah mereka. Postingan yang sedikit di lebih-lebihkan pasti manjur. Dari awal mereka sudah cacat, ini keuntungan kita. Jika Yang Mulia Tuan Putri berubah pikiran dan sependapat dengan kita, maka dengan mudah kita bisa menendang keluar trio itu.”

                “Haruskah sekejam itu?”

                “Harus mengorbankan salah satu. Aku tak mau Yang Mulia Tuan Putri mengalami hal buruk seperti yang kami alami. Bagaimanapun juga Tuan Putri adalah keluarga Raja yang turut andil besar dalam penutupan SMA Maehwa, pemecatan dini pada Kepala Sekolah dan Wakil SMA Maehwa, transfer murid yang brujung pada banyaknya murid yang memilih mundur. Semua ini terjadi karena Raja setuju. Kita tak tahu misi apa yang mereka bawa dengan setuju pindah ke sekolah kita ini. Aku menyanyagi Yang Mulia Tuan Putri  dan sangat mengkhawatirkannya.”

                Hyerin diam merenungi kata-kata Kwanghee. Semua yang dikatakan Kwanghee masuk akal dan bisa jadi benar demikian adanya.

                “Biarkan aku yang bekerja. Tugasmu hanya menjaga Tuan Putri. Diam-diam kau harus membuat pandangannya berubah hingga tak mendukung trio Maehwa itu lagi.”

                Hyerin kembali menghela napas. “Baiklah. Akan aku coba,” ia menyanggupi.

                Kwanghee tersenyum puas dan mengangguk.
***

                Magi jongkok  terlihat sibuk merawat sebuah tanaman perdu yang batangnya patah. Magi menyambung batang tanaman perdu itu dan mengikatnya dengan kertas. Magi tersenyum puas selesai menyelamatkan tanaman perdu itu.

                “Musim semi akan segera datang. Kau harus bertahan. Janji ya? Aku ingin melihatmu berbunga,” Magi berbicara pada tanaman perdu itu.

                Magi menarik senyumnya melihat dua kaki itu berhenti di hadapannya. Ia menghela napas panjang dan pelan mengangkat kepala. “Sonsaengnim...” bisiknya melihat Junki sudah berdiri di hadapannya.

                Junki menghela napas dan turut jongkok. “Hari ini apa lagi yang kau lakukan?” tanya Junki lembut.

                “Sudah dengar tentang itu? Sungguh aku tak melakukan apa-apa, tapi gadis itu yang melakukannya.”

                “Gadis itu...? Persis seperti yang dikatakan Suri dan Hyuri.”

                “Memang begitu kenyataannya.”

                “Jika kamu tak bisa sedikit saja menahan diri, apapun alasanmu bersedia masuk ke sekolah ini akan menjadi sia-sia. Walau Tuan Putri melindungimu tapi jika ada lebih banyak protes yang menyatakan tak nyaman karena keberadaan kalian, bukan tak mungkin secepatnya kita bertiga akan di tendang keluar dari sekolah ini.”

                Magi bungkam. Tertunduk merenungi ucapan Junki.

                “Mungkin bagimu hanya main-main, namun apa yang dilihat oleh yang lain tak demikian. Ulah siapapun itu dimata mereka tetap kaulah tersangka utama. Di sini bukan hanya kau sendiri, tapi ada aku, Hyuri dan Suri. Kita satu hal yang sama bagi mereka. Aku mohon pikirkan kembali sebelum kau bertindak. Jika kau mau bersabar sedikit, aku yakin apa yang kau inginkan di sini pasti akan kau dapatkan. Bertindaklah secara bijak, Magi,” Junki menepuk pundak Magi lalu bangkit dan pergi.

                Magi tertunduk menatap tanaman perdu yang baru ia tolong.

               
                “Andwe!” tahan Shin Ae saat L.Joe yang sedari awal memperhatikan dari jauh hendak mendekati Magi. “Waktunya tak tepat. Aku rasa dia benar tak ingin diganggu orang asing kini.”

                L.Joe menghela napas mengurungkan niatnya mendekati Magi.

                Magi berubah lesu. Ia kembali mendesah, menghembuskan napas panjang lalu menoleh ke arah kiri. Gadis berseragam Hwaseong Academy dengan rambut panjang terurai hingga menutupi seluruh wajahnya itu masih bertahan di sana. Jongkok menemani Magi.
***

                Usai jam istirahat Magi hanya diam. Malas-malasan mengikuti pelajaran, malas membalas obrolan teman-temannya membuat Suri dan Hyuri heran bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

                Jam pulang pun tiba. Trio Maehwa hanya bisa menghela napas panjang menahan kesal melihat ban sepeda mereka kempes ketika sampai di tempat parkir. L.Joe yang masih memperhatikan Magi dari kejauhan menahan diri untuk tan mendekati Magi seperti saran Shin Ae.

                “Sepertinya perang telah dimulai,” Shin Ae berhenti di samping L.Joe.

                “Jika mereka keterlaluan, jangan halangi aku lagi.” L.Joe memperingatkan Shin Ae.

Jonghwan berlari kecil membawa pompa ditangannya. Ia segera membantu Magi, Suri dan Hyuri memompa ban sepeda yang kempes.

***

“Jadi Magi bersikukuh jika itu bukan ulahnya?” tanya Geunsuk usai mendengar penjelasan Seungho.

“Nee, Hyung. Magi bersikukuh itu semua ulah gadis itu yang menurut Jonghwan adalah teman tak tampak Magi. Secara pribadi aku juga tak percaya, bagaimana mungkin Magi bisa sihir.”

“Tapi semua kesaksian akan memberatkannya. Jika pihak istana tahu, bukan tak mungkin mereka akan segera di depak daris sekolah ini.”

“Setelah diberi pengharapan masuk ke sekolah ini, lalu di sini mereka di bully dan ketika mereka melakukan pembelaan mereka malah disalahkan dan dikeluarkan? Ah, praktek keji ini apa juga akan diterapkan di sini? Dengan alasan keamanan Tuan Putri? Konyol.”

“Sebaiknya kau menjaga jarak dengan mereka.”

“Hyung ini dipihak siapa?”

“Sekelas dengan Yang Mulia Tuan Putri, jika tak pandai-pandai menahan diri, mereka juga yang akan rugi. Banyak alasan bisa dibuat. Bertahan di dekat mereka, akan membuat posisimu sendiri tak aman. Ingat statusmu.”

“Hah... bukankah keberadaan Tuan Putri itu sendiri Yng menyusahkan murid lain?”

“Bagaimanapun yang berkuasa itu yang menang. Jika kau tetap ingin bersama mereka, maka ingatkan teman-temanmu itu untuk lebih menahan diri.”
***

Sepanjang perjalanan pulang Magi masih diam. Berjalan lesu menuntun sepedanya.

“Hah! Sebenarnya ada apa?!” Suri kesal. Tak tahan melihat sikap Magi.

“Aku hanya mals bicara,” jawab Magi lesu tanpa menghentikan langkahnya.

“Ada yang mengancammu?” tanya Hyuri.

Magi menghentikan langkahnya. Berdiri diam membelakangi Suri dan Hyuri. Beberapa detik kemudian Magi kembali menghadap Hyuri dan Suri. “Kalian apakah butuh pekerjaan?” tanya Magi mengalihkan topik.

Suri dan Hyuri menatapnya heran.

“Sejak tinggal bersamaku, kau tak akan bisa keluar pagi-pagi sekali sendirian. Maafkan aku Hyuri.”

“Tak apa. Aku bisa mencari gantinya. Swallow DVD’s Rental masih menampungku,” Hyuri tersenyum manis.

“Aku butuh pekerjaan. Setelah kabur, pada siapa lagi aku minta uang jajan. Tabunganku hanya cukup untuk setahun bertahan hidup,” sahut Suri.

“Bantu Suri saja. Aku bisa mencari pekerjaan lain setelah jam 8 malam. Paling akhir kita boleh pulang  ke kastil jam berapa?” tanya Hyuri.

“Tidak ada batasan. Hanya saja tanpa aku kalian tak bisa keluar masuk dengan bebas.”

“Itu masalahnya,” bisik Suri.

“Jadi kita berpisah di sini?” tanya Magi.

“Nee?” Suri tak paham.

“Hyuri harus ke Swallow DVD’s Rental kan? Dan aku akan mengantarmu pada pekerjaan untukmu Suri.”

“Secepat ini...?” Suri dengan tatapan tak percaya.

“Sebaiknya kau ikut saja. Sebelum Magi berubah pikiran,” Hyuri mendorong Suri.

“Aku akan menunggu kalian di perempatan dimana kita biasa bertemu jam delapan nanti,” kata Magi.

Hyuri dan Suri menangguk. Lalu Magi pergi bersama Suri. Ketiganya kembali berpisah.
***

Magi berhenti di depan sebuah toko parfum yang lumayan besar. Suri turut berhenti di samping Magi menatap kagum pada toko parfum di hadapannya.

“Rue de Parfum...?” Suri membaca tulisan pada papan yang tergantung di depan toko pasrfum itu.

“Selain menjual bibit parfum pada beberapa pabrik kosmetik, di sinilah kami memasarkan produk kami.”

“Wah! Jadi ini toko parfum milikmu...?”

“Milik Kakek.”

“Woa... daedbak! Tapi kenapa namanya aneh? Maksudku Rue itu terkesan... aneh. Misterius. Mengandung mistis.”

Magi tersenyum geli.

“Menurutku sih.”

“Rue, Herb of Grace atau ramuan rahmat. Tumbuhan asli Semenanjung Balkan, Eropa Tenggara. Tanaman perdu dengan daun berwarna kebiruan. Entahlah kenapa Kakek mengambil nama tanaman ini sebagai nama toko parfumnya.”

“Unik. Mungkin karena Herb of Grace itu. Harapan Kakek parfum-parfum ini bisa menjadi rahmat kebahagiaan bagi para penggunanya.”

Magi tersenyum. “Ayo, masuk!” ajaknya kemudian memarkirkan sepedanya di depan toko.

“Annyeong!” Victoria Song menyambut kedatangan Magi yang sudah ia tunggu-tunggu. Victoria segera mencium pipi kanan dan pipi kiri Magi. “Lama sekali kau tak kemari. Ketika kau mengatakan akan datang berkunjung, aku senang sekali.”

Magi tersenyum manis menanggapinya.

“Dia ini...?” Victoria menatap Suri.

“Dia yang aku ceritakan semalam. Han Suri.”

“Oh, jadi dia Han Suri. Annyeong. Aku Victoria Song yang bertanggung jawab atas Rue de Parfum.”

“Annyeong. Han Suri. Senang bertemu dengan Sunbaenim,” Suri membungkuk sopan.

“Onni tolong bantu Suri. Mulai besok aku harap dia bisa mulai bekerja paruh waktu di sini,” pinta Magi.

“Nee, Agashi,” Victoria masih dengan senyum lebarnya.

“Kalau begitu aku pergi dulu.”

“Kau mau pergi?” tanya Suri.

“Em. Annyeong,” Magi membungkuk dan pergi.

“Ayo. Ada beberapa hal yang harus kau ketahui,” Victoria merangkul Suri.
***

Sungrin menghentikan langkahnya. Ia tersenyum menemukan Magi sedang duduk sendiri di salah satu bangku di taman bermain jalan Elder Flower. Sungrin bergegas mendekati Magi.

“Hey, Penyihir!” sapa Sungrin.

Magi tersadar dari lamunannya dan mengangkat kepala menatap Sungrin.

“Aigo. Kau melamun? Wajahmu murung sekali. Tak ada pertunjukan sore ini?”

“Malas.”

“Apa yang membuatmu sampai enggan bercerita?” Sungrin duduk di samping Magi. “Anak-anak pasti menunggu, mencari Rosmary Magi yang selalu menghibur mereka. Aku pun pasti kecewa.”

Magi tersenyum lesu. “Mian, benar-benar tak ada mood untuk bercerita.”

“Merasa bersalah? Karena ulahmu semua orang terdekatmu jadi menderita?”

“Nee.”

“Klise sekali. Menurutku tindakanmu itu keren. Memberi mereka yang gemar menindas kaum lemah sebuah pelajaran. Tapi memang sangat beresiko, apalagi cara yang gunakan itu nyeleneh.”

“Aku terlalu egois. Mengabaikan mereka.”

“Dari sudut pandangku mereka hanya takut menjadi sepertimu, berbeda. Takut pada permainan nasib yang bisa dirubah kapan saja oleh kaum penguasa itu. Hampir sama denganku. Tapi apapun tujuanmu melakukan itu semua sejak awal kau masuk Hwaseong Academy, itu membuatku kagum. Keberanianmu itu...” Sungrin terseyum kagum, “tak ada aku temui orang sepertimu sebelumnya.”

“Aku harus menahan diri.”

“Bagus memang, tapi kalau mereka keterlaluan, kau tetap punya hak untuk melawan.”

Magi diam. Merenung.

“Yang aku dengar kau bersikukuh bahwa semua itu bukan ulahmu. Benarkah? Yang membuat kacau tali sepatu geng Flower Season Boys bukan kau?”

“Nee.”

“Kau merapalkan Cat Spell dalam film Hocus Pocus dan kekacauan itu terjadi. Bagaimana bisa? Wajar jika orang mempercayai kiriman dalam Hwaseong Academy Community. Kau adalah seorang penyihir.”

“Kau ingat ketika aku menyapamu di kantin saat jam makan siang? Aku mengatakan jika ada gadis duduk di sisimu. Dialah pelakunya. Dialah yang melepas ikatan tali sepatu empat pemuda itu lalu mengacaukannya. Tak ada yang bisa melihatnya kecuali aku.”

Sungrin diam. Berpikir.

“Aku tahu kau juga tak akan percaya begitu saja pada ceritaku ini.”

“Tapi aku berani sumpah di kantin, di meja itu hanya ada kita.”

“Karena kau juga tak bisa melihatnya. Jadi menurutmu lebih setuju tentang aku adalah penyihir? Itu lebih masuk akal bagimu?”

“Entahlah. Jadi menurutmu itu hantu? Bagaimana mungkin hantu muncul di terang hari?”

“Entahlah.”

“Apa mungkin itu arwah penasaran? Dia ingin kau tahu keberadaannya, mungkin dia butuh bantuanmu.”

“Bantuan...? Aigo, kau pasti terpengaruh buku yang kau baca hingga punya pendapat demikian.”

“Tapi bisa saja benar begitu kan? Sebuah buku itu ada karena ada kejadian nyata yang benar terjadi. Karya fiksi pun terinpirasi dari beberapa kisah nyata yang dikembangkan oleh imajinasi penulis.”

Magi tersenyum geli mendengarnya.

Tatapan Sungrin tertuju pada L.Joe yang baru sampai di taman. “Fans setiamu datang,” celetuk Sungrin.

“Em...?” Magi mengikuti arah pandangan Sungrin dan menemukan L.Joe. Magi mengamati pemuda berambut pirang itu. “Omo!” bisik Magi teringat kejadian semalam ketika L.Joe meminta bertemu dengannya. Magi meninggalkan L.Joe begitu saja tanpa pamit.

“Dia selalu menonton pertunjukanmu, selalu memotretmu,” terang Sungrin masih menatap L.Joe. “Aku rasa dia bukan penggemar biasa. Maksudku tak sekedar menonton pertunjukanmu.”

“Aigo. Tahu sekali. Dia temanmu?”

“Bukan. Tapi berulang kali menemukan ia di titik yang sama dan melakukan hal yang sama padamu.”

Magi kembali menatap L.Joe yang celingukan mencari sesuatu di taman. Sejenak Magi memuja mata elang L.Joe yang tajam mengamati sekitar.

“Dia pasti mencarimu dan bertanya-tanya kenapa tak ada pertunjukan sore ini. dia sama kecewanya denganku,” Sungrin menggeleng pelan.
***

Hyuri yang kebetulan luang tiba-tiba teringat tentang film Hocus Pocus yang sering disebut Suri tempo hari. Hyuri segera memeriksa katalog film. Ia tersenyum lebar menemukan jika Hocus Pocus tak sedang dipinjam. Hyuri segera mencari VCD dari film lama itu kemudian menontonnya.

Sesekali Hyuri tertawa kecil ketika menonton film Hocus Pocus ini. Ia teringat tingkah Magi. Bagaimana ketika Magi berusaha semirip mungkin menirukan Winifred Sanderson.

“Hagh... harusnya kita merapalkan mantranya bersama-sama,” gumam Hyuri kembali tertawa geli.

Hyuri terkejut dan menarik senyumnya ketika sosok itu tiba-tiba muncul di hadapannya. Daehyun memberikan DVD yang ia pinjam. Sedikit melemparkannya pada meja kasir. Lalu ia berjalan masuk dengan angkuh.

Hyuri menghela napas panjang dan meraih DVD yang tak jauh tergeletak di meja di depannya. Hyuri kembali menatap Daehyun yang sibuk melihat0-lihat koleksi DVD.

“Apa aku bisa membalas semua perlakuannya yang selalu membuatku kesal ini? Membalas sikapnya yang sama sekali tak bisa menghargai perasaan orang lain itu. Apa aku bisa...? Dia seperti matahari. Terlalu bercahaya. Membuatku silau dan terbakar jika berusaha mendekatinya. Oh...” batin Hyuri masih menatap Daehyun.
***

Magi sudah menunggu di perempatan. Tak lama kemudian Suri muncul dengan ekspresi riangnya. Beberapa detik kemudian Hyuri pun muncul.

“Kau sudah merasa lebih baik?” tanya Hyuri memperhatikan Magi yang sudah kembali berseri.

“Pasti karena bersenang-senang di jalan Elder Flower,” tebak Suri.

“Park Sungrin datang dan menemaniku ngobrol. Aku tak menggelar pertunjukan sore ini,” jawab Magi.

“Sekarang aku paham siapa Sanderson Sisters itu,” sahut Hyuri.

“Oya...?” Suri menoleh menatap Hyuri.

“Ini karenamu, Suri. Kebetulan tadi luang dan menontonya.”

“Kau ini payah. Kerja di rental DVD tapi pengetahuan tentang film sangat minim,” Suri menggeleng.

“Kenapa Kwanghee Sunbaenim menyebut kita Sanderson Sisters? Yang sama dari mereka dan kita hanya trio. Itu saja kan?” tanya Hyuri.

“Mungkin Kwanghee Sunbaenim melihat pertunjukan Magi saar Magi menceritakan ulang tentang film Hocus Pocus di jalan Elder Flower. Saat Magi menyanyikan lagu Siren Songs yang dinyanyikan Sarah Sanderson, tiba-tiba balita yang ada di sana menangis. Aku rasa karena hal itu Kwanghee Sunbaenim menyebut kita demikian,” ulas Suri.

“Apa mungkin dia melihat pertunjukanku?” Magi sangsi.

“Bisa jadi. Mungkin kebetulan. Letak  jalan Elder Flower itu sangat strategis bukan? Hampir semua kalangan melewatinya setiap hari. Mungkin saja seorang Hwang Kwanghee menonton pertunjukanmu.”

“Konyol saja. Memberikan julukan yang sangat tak mirip dengan kita,” sahut Hyuri.

“Aku punya penciuman yang baik, seperti Maria Sanderson. Magi punya suara merdu, hampir mirip Sarah Sanderson ketika bernyanyi,” jawab Suri.

“Lalu menurutmu aku Winifred Sanderson...?” tanya Hyuri yang lebih terdengar sebagai protes.

Ketiga gadis ini tertawa bersama.

“Bagaimana soremu tadi Suri? Pekerjaan apa yang ditawarkan Magi untukmu?” Hyuri mengganti topik obrolan.

“Wah, Song Hyuri berubah begini hangat,” goda Suri.

“Salah kah?”

“Anee. Ini bagus. Aku belajar banyak di Rue de Parfum. Aku rasa besok aku siap bekerja.”

“Rue de Parfum...?”

“Em. Toko parfum milik Magi.”

“Milik Kakekku,” Magi meralat.

“Wah, toko parfum? Heummm, kau semakin membuatku bertanya-tanya. Sebenarnya kau ini siapa?” kata Hyuri.

“Rosmary Magi.”

Suri terkikik geli mendengarnya.

“Kalian masih butuh pekerjaan lagi?” tanya Magi.

“Kalau ada aku mau. Tapi setelah Swallow DVD’s Rental tutup,” jawab Magi.

“Aku juga mau. Bekerja itu ternyata menyenangkan,” Suri pun berminat.

“Dimana lagi pekerjaan itu?” buru Hyuri.

Magi hanya tersenyum membuat kedua rekannya penasaran.
***

“Apa...? Nona memperkerjakan Han Suri di Rue de Parfum...? Apa semua ini tak terlalu jauh...?” Sungjeong benar keberatan atas tindakan Magi.

“Nee. Voctoria menelponku perihal ini sore tadi. Aku mendukungnya. Jika gadis itu bekerja dan mendapatkan uang maka secepatnya mereka akan keluar dari kastil ini,” Nichkhun setuju.

“Aku lebih setuju kita mnegeluarkan uang, menyewa satu tempat untuk mereka berdua di luar kastil daripada memberi mereka pekerjaan dan menunggu mereka keluar setelah uang mereka terkumpul.”

“Kau ini punya perasaan tidak? Bagaimana jika kau di posisi mereka dan Nona melakukan itu? Apa kau tak merasa tersinggung?” tanya Baro menatap kesal Sungjeong.

“Bukan masalah punya hati atau tidak. Ini demi keselamatan kita semua. Aku akan coba mengutarakan hal ini pada Nona.”

“Tapi jangan sekarang. Tak kau lihat kah bagaimana Nona tadi ketika tiba? Lesu. Biarkan Nona istirahat. Sepertinya hari ini lumayan berat di luar sana baginya.”

Sungjeong menghela napas panjang.

“Sungjeong, bagaimana dengan Myungsoo? Apa kau sudah bicara dengannya?” tanya Nichkhun.

“Aku belum bertemu dengannya hingga kini.”

Gantian Nichkhun yang menghela napas panjang.
***

Sunyi senyap dalam kastil. Sepertinya seluruh penghuninya sudah terlelap. Hyuri terbangun. Ia merasa haus namun botol air yang selalu ia sediakan di tepi ranjang kosong. Hyuri menghela napas kesal dan bangkit dari duduknya.

Hyuri menelan ludah mengintip koridor yang panjang dengan cahaya remang-remang itu. Tak mungkin ia membangunkan Suri. Hyuri memantabkan langkahnya menuju dapur. Secepat mungkin melangkah. Ia tak bisa menahan hausnya karena itu Hyuri melawan rasa takutnya dan berjalan menuju dapur.

Saat sampai di ujung koridor Hyuri berhenti sejenak dan memperhatikan sayap kanan yang memancarkan cahaya terang. Ada rasa penasaran, namun Hyuri teringat ucapan Sungjeong.  Hyuri pun bergegas menuruni tangga menuju dapur.

Hyuri berjalan pelan menuju dapur. Gelap. Hyuri fokus pada lemari es dan segera mendekatinya. Pelan-pelan Hyuri membuka lemari es. Hyuri terbelalak menemukan satu botol berisi cairan berwarna merah. Hyuri menelan ludah.

“Selain N ona, aku, Nichkhun Hyung dan Baro, di kastil ini tinggal juga satu orang beranam Kim Myungsoo. Dia jarang terlihat memang, karena ia hanya bisa keluar di malam hari. Jika tak sengaja bertemu, sebaiknya kau menghindar. Tak mengusiknya. Ia benci pada orang asing. Myungsoo bukan sosok yang ramah. Dia sangat tempramen.”

Penjelasan Sungjeong kembali terniang di telinga Hyuri. Hyuri bergidik mengingatnya. Hanya bisa keluar malam hari dan tempramen. Benarkah Myungsoo adalah sosok vampir? Atau pangeran buruk rupa seperti yang diduga Suri? Kini pandangan Hyuri tertuju pada botol berisi cairan merah di dalam lemari es. Apakah itu darah? Rasa penasaran itu mendesak Hyuri. Perlahan tangan Hyuri bergerak hendak menyentuh botol berisi cairan merah itu.

“Aa!” pekik Hyuri ketika tiba-tiba seseorang menyentuh pundaknya, menariknya dan mendorongnya ke tembok. Hyuri ketakutan.
***

-------TBC--------

Keep on Fighting
- shytUrtle

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews