The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)
06:07
The
Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love,
Music and Dreams’
다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum
iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author:
shytUrtle
. Rate:
Serial/Straight
.
Cast
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
Cinta,
musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat
dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik
memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik
menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang
dan hidup…
Episode #23
Ai
sumringah berjalan keluar ruangan usai menjalani pemeriksaan. “Sekarang kau
percaya? I’m 100% OK!” katanya riang.
“Tapi
tetap saja kau harus banyak istirahat, tidak boleh berpikir terlalu berat.”
“Em.” Ai
manggut-manggut.
“Hah,
apa yang terjadi padamu itu selalu tergolong langka. Aneh.”
“Langka…?
Aneh…?”
“Tanganmu
pulih lebih awal, tapi tiba-tiba kau sering mimisan. Dokter mengatakan itu
trauma akibat kecelakaan yang kau alami. Dokter sendiri dibuat termangu akan
hal ini. Kecelakaan itu hampir tiga bulan berlalu. Harusnya kau melakukan CT
Scan dan tes darah.”
“Aku
yakin aku baik-baik saja. Sebenarnya ini membuang waktu.”
“Ish!”
Langkah
keduanya terhenti menatap televisi di ruang tunggu klinik yang sedang menyiarkan
liputan tentang YOWL.
“Kenapa
RS dan klinik gemar memutar stasiun tv yang menayangkan mereka?” gumam Ai
lirih.
Byunghun
tersenyum.
“YOWL
jadi terlalu mainstream.”
“Ish!
Kau tak suka? YOWL kan sedang naik daun.”
“Kalau
keseringan bosan juga kan.”
“Tim
YOWL yang lebih paham tentang itu. Jadi kau mau tidak? CT Scan dan tes
darah..?”
“Aku
sudah terapi.” Ai kembali berjalan.
“Terapi…?”
Byunghun mengejarnya.
“Iya.”
“Terapi
apa?”
“Meditasi.”
“Meditasi…?
Bisa ya…?”
“Tentu.”
Byunghun
memiringkan kepala. Ia tak paham, apakah benar meditasi bisa jadi terapi manjur
untuk Ai.
***
“Setelah
ini, kau harus makan dan istirahat dengan baik.” Byunghun duduk berhadapan
dengan Ai menikmati menu yang tersaji di hadapan mereka. “Kau suka tempat ini?
Ini restoran vegetarian favoritku. Sudah lama ingin mengajakmu kemari, namun
baru kali ini bisa.”
“Tempat
yang nyaman dan makanan yang enak. Terima kasih mengajakku kemari.”
“Aku
perhatikan kau jarang makan, seringnya hanya apel merah. Aku pikir kau
vegetarian.”
“Aku
makan makanan lain juga kok.” Ai tersenyum. “Hah, apel merah.” Ai kembali
tersenyum seolah sedang mengenang sesuatu.
“Kenapa
dengan apel merah?”
“Gara-gara
aku suka apel merah, Minki Oppa kadang suka memanggilku Ryuke.”
“Ryuke…?”
“Kau
pernah membaca komik Death Note? Atau menonton filmnya?”
Byunghun
menggeleng.
“Ryuke
itu Dewa Kematian di sana.”
“Dewa
Kematian…?”
Ai
meraih ponselnya, lalu menunjukan gambar Ryuke pada Byunghun.
“Ih!”
Byunghun merasa ngeri. “Bagaimana bisa Minki Hyung menyamakan kau dan Ryuke…?
Kau kan… cantik.” Byunghun lirih pada kata ‘cantik’.
Ai
pura-pura tak mendengar. Masih sibuk dengan ponselnya. “Karena aku suka makan
apel, lebih dari makanan pokok manusia. Ryuke di Death Note juga suka makan
apel.”
“Hanya
gara-gara itu…?!”
“Ekspresimu
berlebihan sekali. Minki Oppa hanya bercanda.”
“Tapi
makhluk itu benar menyeramkan.”
“Kau
takut?”
“Ish!”
Ai
terkikik geli.
Keduanya
kembali diam. Berulang kali Byunghun curi-curi pandang pada Ai.
“Hari
ini kau cukup membuatku senang, Lee Byunghun. Terima kasih.” kata Ai.
Byunghun
tersenyum tulus. “Jika aku tak bisa merebut posisi Hanbyul, bolehkah aku
tinggal sebagai teman?”
“Kau
serius akan merebut posisi Hanbyul…?”
“Jika
ada kesempatan.”
“Ish!”
“Lupakan.
Aku memang menyukaimu, tapi tak mungkin aku mengkhianati Hanbyul.”
“Jika
suatu saat nanti, tiba-tiba hatiku goyah dan beralih menyukaimu, bagaimana?”
“Kita
lihat saja nanti. Karena kita tidak akan pernah tahu pada apa yang akan terjadi
nanti.”
Ai
tersenyum lebar. “Jawaban yang bagus.”
Byunghun
membalas senyum kemudian melanjutkan makan.
***
Minki
berdiri melipat tangan di ambang pintu kamar Ai. Ia memperhatikan Ai yang sibuk
berkutat dengan laptopnya.
“Sampai
kapan Oppa akan berdiri seperti itu? Tidak baik berdiri di ambang pintu seperti
itu.”
Minki
tersenyum dan mendekat lalu duduk di atas karpet di kamar Ai. “Jadi seharian
ini Byunghun menemanimu? Kalian membolos bersama?”
“Byunghun
mengantarku periksa.”
“Periksa…?”
“Aku
bohong pada Oppa itu benar. Belakangan ini beberapa kali aku mimisan.”
“Mimisan…?”
Minki berubah panik. “Kau merokok lagi…?”
“Tidak,
Oppa. Dokter mengatakan ini trauma akibat kecelakaan yang aku alami.”
“Tapi
kecelakaan itu sudah berlalu, hampir tiga bulan yang lalu.”
“Dokter
juga heran.”
“Kita
lakukan CT Scan.”
“Ah,
Oppa berlebihan. Sama seperti Byunghun.”
“Tapi…”
Minki tak melanjutkan perkataannya. Ia sadar betapa keras kepalanya Ai.
“Baiklah. Terserah kau saja.”
“Nanti
kalau ada hal ganjil yang aku rasakan di kepalaku atau dimanapun itu, aku akan
minta Oppa mengantarku periksa. Aku tak mau bohong lagi pada Oppa.”
“Janji?”
“Yap.
Aku janji.”
“Belakangan,
aku perhatikan kau makin dekat dengan Lee Byunghun.”
“Dia
baik. Jadi dekat karena beberapa kali tak sengaja ia menemukan keterpurukanku,
termasuk insiden mimisan itu. Itu saja.”
“Kau
dan Apel Merah awalnya juga demikian kan? Banyak kebetulan dan… kalian dekat
lalu pacaran. Hatimu mulai meragu pada Hanbyul?”
“Oppa
lihat apa yang aku lakukan?” Ai menunjukan laptpnya. Ia sedang chatt dengan
Hanbyul. “Itu akun si Apel Merah.”
“Long
Distance Relationship hanya sedikit yang berakhir happy. Menurutku pribadi
1:100.”
“Oppa
meragukan aku? Aku tak peduli tentang nanti, esok atau lusa dan apalah nama
lainnya dan masa depan hubunganku dan Jang Hanbyul. Aku telah memilihnya dan
memilih jalan ini. Kemudian aku menjadi terlalu lelah pada rasa khawatir. Lelah
menjadi khawatir, setiap hari. Itu tak hanya membuang waktu, tapi juga tenaga
dan pikiranku. Kerutan di wajahku bisa muncul lebih cepat dari waktunya.”
Minki
tersenyum geli mendengar canda Ai pada kalimat terakhirnya.
“Kepergian
YOWL terbang tinggi di awan tanpa aku adalah terapi kejut yang cukup lumayan
membantuku. Sebelumnya aku juga beberapa kali mengalami hal ini. Kehilangan.
Harusnya aku kebal dan tak terpuruk. Aku terlalu menganggap rapuh diriku dan
menjadikan ketergantungan pada mereka. Pada Oppa. Aku ingin menjadi kebal.
Menjadi kuat. Aku sedang mempelajarinya kini. Aku akan menikmati hidupku dari
hari ke hari, dari jam ke jam, dari menit ke menit, dari detik ke detik. Hari
ini, cukup hari ini. Menikmatinya tanpa harus mengkhawatirkan hari esok. Begitu
seterusnya.”
“Jangan
menolaknya. Itu akan menyakitkanmu.”
“Aku
tahu. Oppa tahu, kemarin aku menangis tersedu karena rindu. Rindu pada YOWL,
rindu pada Hanbyul. Lalu aku mimisan dan tadi malas ke sekolah.”
“Lalu
membolos bersama Byunghun?”
“Em,
begitulah.”
“Ish!
YOWL luang lusa, kita berkunjung?”
“Taerin
akan kesana. Seunghyun minta izin, mungkin akan sedikit terlambat saat latihan
karena Taerin memintanya menemani untuk berkunjung ke dorm YOWL.”
Minki
mengangguk paham. Lalu mengelus kepala Ai. “Eum, tak ngobrol via webcam?”
sambil menatap laptop Ai.
“Ada
Oppa di sini, bagaimana kami bisa bercumbu mesra…?”
“Ish!”
Minki memutar tangannya yang masih berada di puncak kepala Ai.
“Oppa!
Sakit, tau!!!” protes Ai.
Minki
terkikik geli.
“Oh!
Hanbyul mengirim foto.”
Minki
mengerutkan dahi. “Siapa gadis itu…?”
“Han
Suri. Menurutku sebagai saudara mereka sama sekali tak mirip. Bagaimana
menurutmu, Oppa?”
“Mereka
saudara…?” Minki kembali mengamati foto Hanbyul yang sedang bersama seorang
gadis itu.
“Mereka
lebih cocok sebagai sepasang… kekasih. Oppa setuju denganku?”
“Ish!”
Minki menjitak pelan kepala Ai. “Mana boleh kerabat dekat menjalin hubungan
kasih…?”
Ai
memiringkan kepala. “Sungguh tak terlihat jika mereka kerabat…” gumamnya.
***
Hari-hari
Ai disibukan dengan persiapan pembukaan Wisteria Land. Di Amerika, Hanbyul juga
sibuk mempersiapkan pertandingan bergengsi bersama clubnya. Karena kesibukan
maasing-masing, komunikasi pun makin jarang dilakukan.
Persiapan
menuju pembukaan Wisteria Land semakin matang. Gambaran bagaimana acara ini
akan digelar sudah matang. Semua sudah didiskusikan dan tersusun rapi. Latihan
pun berjalan rutin setiap sore di basecamp.
Disela
kesibukannya Ai tak lupa mengunjungi Jinyoung dan Hyunjung. Ia juga beberapa
kali menemani Yongbae terapi. Ritual lainnya adalah berkunjung ke dorm YOWL. Ai
benar-benar menyibukan diri. Memberi dan meminta dukungan pada orang-orang yang
ia kasihi.
“Hah…
makin sulit saja menaruh buket mawar merah di depan rumahnya.” keluh salah
seorang rekan Ai. “Nona, sepertinya Kim Taerin sudah tahu jika di hari-hari
tertentu Nona memintaku menaruh buket bunga di depan pintu rumahnya. Sepertinya
ada yang membocorkan rahasia kita.”
Kibum
yang sedang minum tiba-tiba terbatuk-batuk karena tersedak mendengar laporan
itu.
Ai
diam, hanya melirik Kibum.
Kibum
salah tingkah sendiri dibuatnya.
“Tapi
Nona jangan khawatir. Aku punya cara sendiri. Selalu ada celah untuk melakukan
tugas ini.” tutup pemuda itu seraya tersenyum bangga.
“Terima
kasih. Maaf ya, aku jadi sangat merepotkanmu.”
“Tak
masalah, Nona. Rata-rata gadis itu suka mawar merah ya…? Padahal kan banyak
bunga lain yang juga wangi dan indah.”
“Marar
merah…?” gumam Ai. Tadinya Ai ingin menegur Kibum, namun ia urungkan ketika ia
mendengar kata mawar merah. Ai kembali duduk dan bergegas menyalakan laptopnya.
Ai segera mengunjungi blog Autumn Field dan mengamatinya.
Ai
menemukan mawar merah di sana-sini dalam blog Autumn Field. Semua hiasan dalam
blog itu bernuansa mawar merah. Ai menjatuhkan punggungnya pada punggung kursi.
“Ini
tidak mungkin…” bisik Ai lirih. “Rosewood…”
“Ai,
ini…” Kibum menghampiri Ai.
“Kau
urus saja.” Ai bangkit dari duduknya dan pergi.
Kibum
bingung dibuatnya lalu menatap laptop Ai yang masih menyala. Kibum penasaran
dan duduk menatapa monitor laptop Ai. “Autumn Field…?”
***
Taerin
terkejut. Langkahnya terhenti tiba-tiba. Kedua mata sipitnya terbelalak melihat
Ai berdiri melipat tangan dengan punggung bersandar pada tembok di sisi kiri
pintu rumah Taerin.
Ai
menegakkan badannya kembali ketika Taerin sampai.
“Kau
kemari.” sapa Taerin.
“Em.”
Ai mengangguk. “Terima kasih sudah merawatnya dengan baik.” Ai menoleh dan
menatap tamanan dalam pot kesukaan Jaejoong. “Harusnya kau taruh ia di dalam
rumah. Aromanya akan membuatmu tenang.”
“Masuk?”
“Aku
hanya sebentar.”
Taerin
berdiri di depaan pintu dan Ai beralih berdiri di hadapan Taerin.
“Ada
yang ingin kau sampaikan?” tanya Taerin.
“Tentu
saja. Tak mungkin aku kemari hanya untuk berbasa-basi menyapamu.”
Taerin
sedikit tersentak. Nada bicara Ai terdengar ketus.
“Aku
hanya ingin mengucapkan terima kasih padamu.”
“Soal
tissue dan bindermu?”
“Untuk
semuanya. Rosewood, Autumn Field.”
Jantung
Taerin seolah copot mendengarnya. Mimik wajahnya terlihat jelas jika ia benar
terkejut mendengar kata Rosewood, Autumn Field.
“Aku
tak yakin apakah Rosewood, Autumn Field itu kau. Kata hatiku membawaku kemari.
Semua itu bukan kebetulan. Selama ini, orang dibalik semua peristiwa itu,
foto-foto dalam Hwaseong Academy Community, kau kah itu? Bahkan foto ancaman
pada Jinwoon Oppa dan Daehyun, apa itu juga kau?”
“Ya!
Fujiwara! Atas dasar apa kau menuduhku…?!” nada bicara Taerin meninggi.
Ai
menyincingkan senyum. Ia puas melihat kemarahan Taerin. “Ide yang brilian dan
pengemasan yang sangat rapi. Beruntung Jaejoong tak terlalu peduli pada hal
semacam itu.”
“Kak-kau
akan mengatakannya pada Jaejoong Oppa…?!”
“Kenapa
kau berubah panik?” Ai dengan tatapan datarnya.
Taerin
bungkam. Seolah ia kehabisan kata.
“Terima
kasih. Semua itu menguatkan kami. Aku akui kau keren dan brilian. Dibalik wajah
innocent itu… hagh! Ada untungnya. Itu semua menguatkan kami, membuat YOWL
mencuat ke permukaan dengan cepat. Sekali lagi terima kasih.” Ai membalikan
badan dan maju dua langkah. “Sebaiknya kau berhenti sekarang, Kim Taerin. Walau
permainan itu benar mengasikan, tapi itu bukan cara yang tepat untuk mengusir
kesepian yang menderamu. Jika keu tetap memaksa, aku jamin kau akan tetap
kesepian. Bagaimanapun juga, akulah pemenangnya.” Ai menekankan pada kata
‘akulah pemenangnya’. Ia kemudian berjalan pergi meninggalkan Taerin yang
berdiri terpaku di depan pintu masuk rumahnya.
Punggung
Taerin jatuh menimpa daun pintu yang masih tertutup. Kepalanya tertunduk begitu
dalam.
“Kim
Taerin!” suara pemuda yang memanggilnya dengan sedikit berbisik itu kembali
mengejutkan Taerin.
Taerin
mengangkat kepala. Seorang pemuda dengan kepala tertutup topi jaket yang
dikenakannya tampak mengamati sekitar dan berjalan mendekati Taerin. “Hyoseok…?
Kim Hyoseok, kau kah itu…?” Taerin turut was-was.
“Nee,
ini aku.” Hyoseok sudah sampai di depan Taerin.
“Untuk
apa kau kemari…? Ayo, masuk!”
“Tidak!”
tolak Hyoseok. “Aku hany sebentar.” Hyoseok kembali mengamati sekitar. “Aku
hanya ingin mengatakan, aku tak mau lagi bekerja sama denganmu. Aku tak mau
mencuri-curi foto dan diam-diam menyebarkannya seperti dulu. Aku berhenti.
Maafkan aku, Kim Taerin.” Hyoseok masih was-was.
“Wa-wae…?”
“Itu
semua tak menarik lagi bagiku. Membuang waktu saja. Maafkan aku. Anggap saja
kita tak pernah melakukan itu sebelumnya. Anggap saja kau tak pernah meminta
bantuanku untuk melakukan itu semua. Aku benar-benar ingin berhenti.”
“Wa-wae…?”
“Fujiwara
melamarku untuk bekerja sama dengannya. Awalnya aku tak tertarik, namun makin
hari aku makin ingin bergabung. Maafkan aku. Menurutku akan sangat baik jika
kita bergabung dalam tim Wisteria Land.”
“Kau
akan melawan Ayahmu sendiri…?”
“Nee.”
“Hyo-hyoseok…?”
“Mianhae,
Taerin.” Hyoseok bergegas pergi.
Taerin
kehilangan keseimbangan. Tubuhnya jatuh terduduk di depan pintu rumahnya.
“Oppa… mianhae…” bisik Taerin lirih.
***
Ai
kembali ke basecamp usai menemui Taerin. Ia kemudian duduk melamun mengabaikan
bunyi gaduh musik dari atas panggung dimana Seunghyun, Yonghwa dan Dongwoo
berlatih. Tatapan Ai kosong mengabaikan lalu lalang orang di sekitarnya. Ai
menghela napas panjang dan bangkit dari duduknya.
“Sambil
menunggu Minik Oppa datang, kita latihan dulu.” kata Ai sambil bergabung ke
atas panggung. Ia kemudian duduk siap menabuh drum.
“Fujiwara,
kau benar-benar akan melakukannya? Kau yakin tanganmu akan baik saja?” Dongwoo
khawatir. “Harusnya kau menjadi frontman. Kau cukup menguasai panggung.”
“Itu
tugas Yonghwa. Harusnya aku tak ikut tampil, jika kita ada drummer.” jawab Ai
sambil sibuk memeriksa drum.
“Aku
tak yakin. Ini akan jadi sangat sulit.” Yonghwa masih saja keberatan pada
keputusan Ai.
“Suaramu
paling bagus. Kau pasti bisa. Karenanya persiapkan dari sekarang.” Ai massih
dengan santainya. Ai kemudian menghentikan aktifitasnya. Ia menatap Yonghwa,
Dongwoo dan Seunghyun yang berdiri mengahadap padanya lengkap dengan alat musik
masing-masing. “Lihat! Betapa sempurnanya kalian. Andai saja dia mau menduduki
kursi ini.” Ai kembali lesu.
“Memangnya
siapa yang kau lamar untuk menduduki kursi itu?” tanya Dongwoo.
Ai
kembali menghembuskan napas panjang. “Kim Hyoseok.”
“Kim
Hyoseok…?” Dongwoo dan Seunghyun kompak.
“Nuna,
dia kan anak dari Tuan Kim. Orang yang paling menentang segala kegiatan Nuna
ini.” protes Seunghyun.
“Tapi
dia pemain drum yang hebat.”
“Mana
mungkin dia mau terima. Itu sama saja memberontak pada ayahnya sendiri.”
sambung Dongwoo.
“Tujuannya
adalah membuka mata Tuan Kim…?” tanya Yonghwa.
Ai
tersenyum dan mengangguk. “Sudahlah. Ayo kita latihan.”
Usai
latihan Ai, Seunghyun, Dongwoo dan Yonghwa duduk di atas lantai panggung. Minki
tak kunjung datang. Basecamp kembali sepi. Hanya tersisa beberapa orang saja di
sana. Ai menjelaskan sesuatu pada Seunghyun, Dongwoo dan Yonghwa. Tiga pemuda
ini duduk diam menyimak.
“Halo!
Permisi!” suara lantang Ai membuat Ai bungkam seketika.
Ai,
Seunghyun, Dongwoo dan Yonghwa kompak menatap ke arah pintu utama.
“Oh.
Rupanya dia kemari.” respon Ai datar.
Hyoseok
berdiri di ambang pintu dengan senyumnya yang lebar.
“Biarkan
dia masuk!” tahan Ai ketika rekan-rekannya akan menghadang Hyoseok yang datang
masih ditemani anak buahnya.
“Aku
akan maju sendiri.” Hyoseok lirih lalu berjalan tergopoh-gopoh menuju panggung.
“Datang
membawa pasukan, kau ingin menentangku berkelahi?” sambut Ai dengan nada malas.
“Aku sangat sibuk malam ini.”
“Tidak.
Tidak.” Hyoseok menggoyang kedua tangannya. “Tolong sisakan kursi drummer itu
untukku. Aku ingin bergabung dengan kalian.” Hyoseok memelas.
“Harus
kah aku percaya…?”
Hyoseok
tertegun.
“Berapa
lama dari waktu yang aku tentukan? Gerakanmu lebih lambat dari kura-kura!”
“Jadi…
aku sudah terlambat?”
“Apa
kau bisa meyakinkanku?”
“Aku
benar ingin bergabung, tak ada niatan lain.”
“Lalu
mereka?” Ai menggerakan kepala menunjuk anak buah Hyoseok. “Kau yakin mereka
semua setia padamu? Tak ada mata-mata diantara mereka?”
“Kau
tak tahu betapa sulitnya menjadi aku. Dilema. Bukan hal yang mudah. Setiap hari
aku menabuh drum di kamarku keras-keras agar ibu marah pada ayah. Aku adu mulut
dengan ayah. Kau tahu siapa yang kemudian membelaku? Ibuku. Ibuku membelaku
karena bosan dengan suara gaduh drumku. Biarkan saja ia menabuh drum di sana
dengan leluasa, di sini itu membuat kepalaku sakit. Begitu kata ibuku. Ayah
semakin terpojok dan bungkam ketika aku memilih pergi. Kau, kau bisa tanya
teman dekatku, di sana.” Hyoseok menunjuk salah satu anak buahnya.
“Lambat,
penakut, pelit, banyak bicara dan…” Ai menggerakan jarinya menghitung kejelekan
Hyoseok, “tak yakin pada dirinya sendiri. Bahkan kau tak berani meyakinkanku
pada kenyataan yang kau hadapi. Kau tetap meminta dukungan anak buahmu. Padahal
pemimpin itu tak boleh percaya pada siapa pun.”
Lagi-lagi
Hyoseok diam tertegun.
“Lupakan
saja. Naiklah. Aku ingin lihat bagaimana permainanmu.” Ai bangkit dari duduknya
diikuti Seunghyun, Dongwoo dan Yonghwa.
Hyoseok
sumringah bergegas naik ke atas panggung, menuju drum. “Ini drum yang biasa
digunakan Kang Minhyuk?” Hyoseok mengamati drum berwarna biru itu.
“Nee.
Ini pusaka Wisteria Land. Kau harus serius memainkannya.” Ai membenarkan.
Seunghyun,
Dongwoo dan Yonghwa tersenyum geli melihat tingkah Hyoseok.
“Arasho!
Ini kehormatan. Aku tak akan merusaknya.” jawab Hyoseok.
“Jadi…
kau ini sebenarnya fans dari YOWL juga?” goda Ai.
Hyoseok
hendak bicara.
“Cepat,
mainkan!” potong Ai sebelum Hyoseok sempat bicara.
Hyoseok
kembali menutup mulutnya yang terbuka. Dengan kesal ia duduk di balik drum.
Ai
mengulum senyum puas dan duduk bersiap menyaksikan penampilan Hyoseok.
***
Semakin
hari YOWL semakin merangkak naik. Lagu-lagu mereka turut duduk di tangga lagu
populer di Korea. Bahkan di Jepang, single YOWL menduduki peringkat pertama
chart untuk pendatang baru. Wajah keempat personel YOWL mulai bermunculan di TV
untuk iklan dan reality show. Bahkan YOWL telah memiliki realty show khusus
untuk YOWL sendiri yang dibuat untuk mendongkrak popularitas YOWL. Selain
menjadi model iklan di TV, YOWL juga menjadi model iklan untuk beberapa pemilik
usaha kenamaan di Korea. Jaejoong bahkan tengah dikontrak untuk menjadi model
MV dari penyanyi solo senior mereka. Minhyuk dan Jaejin juga sering menjadi
sepasang MC tamu untuk beberapa acara. Wonbin sendiri mendapat satu kontrak
untuk membuat satu lagu untuk mengisi album soundtrack untuk film.
Senada
dengan kemajuan YOWL, persiapan di basecamp juga semakin matang. Boleh
dikatakan sempurna. Tim Wisteria Land telah siap untuk unjuk kebolehan di depan
publik. Hanya tersisa beberapa orang usai latihan. Hari sudah berubah gelap.
Desiran angin pun berubah. Tanda musim panas akan pergi dan berganti musim
gugur. Dongwoo, Seunghyun, Yonghwa, Hyoseok duduk di atas lantai panggung
menikmati makan malam. Kibum, Wooyoung dan Shin Ae berkumpul menikamati makan
melam mereka di dekat kantor basecamp. Tim pengajar merangkai bunga sibuk
merapikan meja.
Ai
berjalan mengamati rangkaian bunga hasta karya para peserta latihan. Ai
tersenyum puas. Semakin rapi, walau belum sepenuhnya sempurna. “Clovis!”
celetuk Ai tiba-tiba. Wajah Ai berseri dan segera menuju panggung.
“Clovis!
Kalian setuju…?” kata Ai pada Dongwoo, Seunghyun, Yonghwa dan Hyoseok membuat
keempat pemuda itu melongo kaget menghentikan acara makan mereka. “Clovis!
Prajurit terkenal! Ah…” Ai mondar-mandir di depan panggung. “Clovis! Nama ini
akan mudah dikenal setelah kalian muncul. Aku yakin itu!” Ai berhenti dan
tersenyum pada keempat pemuda yang masih menatapnya keheranan.
“Clovis…?”
Dongwoo buka suara.
“Suntuk
mencari nama untuk kalian. Ketika mengamati rangkaian bunga yang berjajar di
sana, tiba-tiba kata itu muncul. Kalian yang berjajar di barisan depan, tak
hanya gagah namun juga indah. Para prajurit pemberani. Cukup untuk
mendeskripsikan kalian berempat. Kalian harus punya nama.” terang Ai.
“Prajurit
yang gagah berani dan terkenal, ah…” Hyoseok tersenyum, “aku setuju.
Membayangkannya… itu keren!”
“Aku
juga setuju!” Seunghyun sambil mengangkat tangan kanannya.
“Kata
yang mudah diingat. Aku suka.” Yonghwa tersenyum manis.
“Aku
juga suka.” Dongwoo pun tak menolak.
“Ok!
Clovis.” Ai membalikan badan dan tersenyum riang kemudian berjalan pergi.
“Tema. Untuk Wisteria Land dan Jeonggu Dong… apa yang tepat…?” gumamnya lirih.
“Bantu
aku!” Ai menyela Shin Ae, Kibum dan Wooyoung.
“Untuk…?”
tanya Kibum.
“Tema.
Satu kalimat untuk menyatukan Wisteria Land dan Jeonggu Dong. Kita harus punya
tema itu untuk pembukaan nanti.”
“Autumn…
melody…?” usul Wooyoung.
“Musim
gugur dan Wisteria Land akan menciptakan melody indah di Jeonggu Dong. Masuk
akal kan?” Kibum mendukung usul Wooyoung.
“Jangan
autumn. Aku… aku agak risih dengan kata itu.” Ai keberatan. Hal itu membuatnya
teringat pada blog Autumn Field dan authornya Rosewood.
“Lalu
apa…?” Kibum dengan wajah putus asa.
Ai,
Wooyoung, Kibum dan Shin Ae diam. Masing-masing berpikir.
“Sunrise
and the beginning. Wisteria Land. Bagaimana?” usul Shin Ae. “Matahari terbit
dimana kita memulai awal yang baru.”
“Aa,
simpel. Masuk akal. Aku setuju.” Kibum langsung setuju.
“Merangkum
semuanya.” Wooyoung manggut-manggut.
“Ok.
Tulis itu di banner promosi kita. Jangan lupa.” tuding Ai pada Wooyoung.
“Nee.”
Wooyoung menundukan kepala.
“Hah…
aku jadi begini nervous.” keluh Kibum.
***
Ai
berjalan pulang sendiri. Tak hanya sekali Ai tampak tersenyum sendiri.
Inilah perjuangan yang sesungguhnya. Dimana
aku merasakan kesepian dan perihnya rindu. Dimana aku benar ingin kembali
bersandar dibahumu ketika aku lelah. Rasanya sangat tak sama. Aku ingin kau.
Kau yang di sana.
Ai
menghela napas panjang dan mendongak menatap langit.
Apa aku ini orang yang dilahirkan dibawah
naungan bintang kematian? Hingga semua yang dekat dan aku sayangi pergi. Aku
yang terlahir untuk sendiri.
Ai
membetulkan headset di telinga kanannya.
Ingin berbagi denganmu seperti dulu. Aku
rindu senyummu. Aku rindu tawamu yang selalu menjagaku. Hah… selalu terlambat
untuk menyadari. Aku benar membutuhkanmu.
Ai
berjalan menaiki tangga menuju rooftopnya. Ai tetap datar ketika sampai di atas
dan menemukan Taerin sudah duduk di bangku yang berada di teras rooftop. Ai
melepas headset yang bertengger di kedua telinganya.
“Sudah
lama kau duduk menungguku di sini?” sapa Ai.
“Baru
saja.”
“Tumben
kau kemari?” Ai benar-benar datar dan dingin pada Taerin.
“Aku…”
“Ingin
mengakui kesalahanmu? Ingin minta maaf?” potong Ai. “Lupakan saja! Lupakan
semua.”
“Fujiwara.”
Taerin memegang lengan kiri Ai. Menahan langkah Ai. “Kau memang pantas marah
padaku.”
Ai
menoleh. Lurus menatap datar Taerin. “Bukan aku tapi Jaejoong.”
Taerin
tercekat. Terdiam. Perlahan pegangannya pada lengan Ai merenggang kemudian
lepas.
“Tenang
saja. Aku jamin, Jaejoong, YOWL, Kibum, semua tak akan tahu tentang ini.” kata
Ai.
Taerin
jatuh berlutut. Kepalanya tertunduk dalam. “Maafkan aku… maafkan aku,
Fujiwara…” air mata Taerin meleleh. “Aku memang jahat. Aku jahat padamu, pada
Jaejoong Oppa, pada YOWL, pada semua…”
Ai
turut berlutut. Ia merengkuh Taerin dalam pelukannya. “Hentikan. Lupakan yang
sudaha berlalu. Kita mulai semua darai awal.” bisik Ai sambil membelai rambut
Taerin.
“Maafkan
aku. Maafkan semua keculasanku.” Taerin disela isak tangisnya.
“Itu
manusiawi. Aku kesal iya, marah pun sempat, tapi aku tak berhak untuk mengadili
ini semua. Kau berani datang, mengakui semua dan meminta maaf, ini… ini
benar-benar menakjubkan. Aku salut padamu Taerin.”
Taerin
melepas pelukan Ai dan mengusap air matanya. “Ini tak hanya memalukan, tapi…
sangat jahat. Padahal kau tak hanya baik pada Oppaku, tapi padaku juga.”
“Membuat
kesalahan lalu menyadarinya dan bertobat, itu berkah yang… yang sangat nikmat
dari Tuhan. Aku pun pernah melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan.
Mata dan otak kita ini kadang memang terlalu egois. Menganggap apa yang kita
lihat dan pikirkan adalah benar. Tapi hati akan memberikan analisis lain.
Inilah yang akan membawa kita pada kesadaran yang sebenarnya. Maka
berbahagialah kita yang pernah membuat kesalahan.”
Taerin
tersenyum dan mengangguk. “Oya, waktu itu… kau mimisan…? Apa kau baik-baik
saja…?”
“Kau
khawatir?”
“Eum,
aneh melihatmu begitu.”
Ai
tersenyum. “Aku baik saja.”
Taerin
tersenyum lega.
“Well,
kau mau bergabung dengan kami?”
“Apa
yang lain akan menerima?”
“Tentu
saja. Pintu Wisteria Land dan pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu.”
Taerin
tersenyum berseri. “Gamsahaeyo.” bisiknya.
Ai
kembali berdiri. “Kau mau masuk?” Ai mengulurkan tangan kanannya.
Taerin
tersenyum lebar menyambut uluran tangan Ai.
Ai
membalas senyum. “Ah, aku jadi lapar. Aku ingin membuat ramyun ala YOWL. Kau
mau coba?”
“Boleh.
Sudah lama aku penasaran ingin mencobanya. Jaejoong Oppa sering kali cerita
tentang ramyun ala YOWL.”
Dua
gadis ini tersenyum bersama dan masuk ke dalam rooftop.
Malam ini, aku pun tak menduga akan
demikian. Aku terhibur ditengah rindu yang mendera. Malam-malam berikutnya aku
harap tak akan begini menyiksa. Aku sudah sangat lelah menjadi khawatir dan
merasakan ini semua. Tuhan…
Ai
mendongak menatap langit malam.
***
Bendera
warna-warni berukuran kecil ditata rapi dalam seutas tali tergantung di udara
menghiasi langit, atap terbuka jalan masuk menuju kawasan Jeonggu Dong. Di kanan-kiri
jalan pun berdiri bendera berebentuk persegi panjang warna merah, biru, kuning,
hijau dan putih berselang-seling senada dengan bendera-bendera kecil yang
tergantung zig-zag di udara. Stan dipenuhi hiasan warna-warni juga berjajar
meramaikan bazaar. Berbagai macam produk yang dibuat oleh warga Jeonggu Dong
mengisi stan-stan bazaar, mulai dari makanan hingga hasil kerajinan tangan.
Pintu
masuk basecamp dihiasi dengan replica bunga wisteria berwarna biru keunguan.
Ada kesan mistis dan misterius namun juga indah dan anggun menyambut di pintu
masuk basecamp. Di dalam basecamp, desain diatur agar pengunjung bisa berjalan
mengitari basecamp searah jarum jam. Gitar-gitar koleksi Ai turut dipamerkan.
Rangkaian bunga hasta karya Ai dan mantan preman anak buah Yongbae serta
peserta pelatihan juga dipamerkan. Foto-foto masa lalu YOWL sebelum debut dan
juga foto-foto Jeonggu Dong juga turut dipamerkan. Di atas panggung, alat musik
yang biasa digunakan YOWL untuk berlatih sebelum mereka debut ditata rapi.
Bagian tengah basecamp tak dibiarkan kosong. Dibuatlah miniature taman di
bagian tengah basecamp lengkap dengan kolam. Warna-warni bunga dalam pot
tertata rapi menghiasi miniature taman. Dengan jalan searah jarum jam yang cukup luas, pengunjung
bisa puas berkeliling di dalam basecamp. Di dekat pintu keluar di letakan
barner para personel YOWL yang ukurannya sama seperti postur tubuh member YOWL.
Keluar
dari basecamp, tak jauh dari gedung ini terdapat panggung megah. Di atas
panggung ini pertunjukan hiburan akan digelar selama festival berlangsung.
“Aku
membawa mereka untuk membantu berjaga.” Hyoseok membawa anak buahnya.
“Awas
jika kalian mengacau lagi!” ancam Yongbae.
“Ya! Besok
adalah penampilan perdanaku, bagaimana mungkin aku mengacaukannya?!”
“Lalu
kenapa kau membawa semua anak buahmu kemari? Walau Nona mempercayaimu, tapi
tidak denganku.”
“Ya!
Dong Yongbae. Apa kata maafku tak cukup meyakinkanmu? Aku benar-benar ingin
orang melihat permainanku, terutama ayah dan ibuku.”
“Nah,
itu dia. Mungkin kau tidak, tapi ayahmu? Bisa jadi satu atau dua diantara anak
buahmu adalah mata-mata.”
“Kugjungma.
Ibu sudah menjinakan ayahku. Aku mohon percayalah. Aku benar-benar sudah
bertobat.”
Yongbae
menggelengkan kepala dan berjalan pergi. Hyoseok masih terus mengoceh dan
membuntututi Yongbae.
-------
“Sangat
megah. Kenapa kau terlihat redup?” Byunghun menghampiri Ai.
“Menatapnya…
ingin sekali menatap semua ini bersamanya, bersama mereka. Entah kenapa malam
ini aku merasa begitu kesepian. Walau begitu banyak orang di sekelilingku, namun
masih terasa ada yang kurang.”
“Hanbyul
masih tak ada kabar?”
“Mungkin
dia sangat sibuk. Jaejoong pun demikian. Wonbin, Jaejin, Minhyuk.”
“Musim
gugur tahun ini akan menjadi sejarah. Jangan terlalu murung. Citra baru Jeonggu
Dong akan dimulai esok.”
“Jadi
begini nervous.” Ai meletakan tangan di dadanya. “Lebih khawatir melebihi
sebelumnya. Takut.”
Byunghun
meraih tangan kanan Ai dan menggenggamnya. “Kau tidak sendiri. Ada kami. Em?
Kita sudah berusaha keras. Aku yakin Tuhan akan berpihak padamu untuk tujuan
mulia ini.”
“Jeonggu
Dong terlihat sangat berbeda malam ini.” Kibum bergabung. “Sangat, sangat… ah,
aku tak bisa melukiskannya dengan kata-kata.” Kibum penuh kekaguman.
“Nona,
Tuan Besar mengirim orang-orangnya untuk pengamanan lokasi hari ini dan besok.”
Wooyoung pun bergabung.
“Appa…”
Ai tersenyum, “ini bukan perang.”
“Apa
salahnya jaga-jaga.” sahut Kibum.
“Yowlism
antusias menyambut festival besok.” Shin Ae bersama Minhwan turut bergabung.
“Aku
tak sabar untuk menunggu esok.” Myungsoo tersenyum tulus.
“Aku
tak sabar untuk berkumpul di rooftop Ai. ah, akhirnya aku bisa kembali bebas.”
Hyuri merangkul Ai.
Ai
tersenyum lega. Walau ada ruang hampa itu, namun ia benar senang. Basecamp dan
rooftop-nya akan ramai malam ini.
***
Para
gadis, Shin Ae, Hyuri dan Taerin menginap di rooftop Ai. Sedang para lelaki
menginap di rumah Taerin. Rumah Taerin berubah menjadi asrama bagi para lelaki
dimana Minki menjadi kepala asrama mereka.
“Jadi
ini ramyun ala YOWL…? Heum… sedap sekali.” Hyuri mencumbu asap yang mengepul
dari dalam panci yang terhidang di atas meja.
Ai,
Shin Ae, Hyuri dan Taerin duduk mengitari meja.
“Aku
kira kau tak bisa masak.” Hyuri tersenyum melirik Ai.
“Hanya
ramyun, siapa pun bisa membuatnya.” balas Ai.
“Ini
beda. Ini ramyun ala Ryuke. Aku rasa kita harus sedikit berhati-hati
memakannya. Coba lihat. Dia, yang membuat ramyun ini justru makan apel merah.”
Shin Ae
dan Taerin tersenyum mendengar celotehan Hyuri.
“Aku
rindu apel merah, karenanya lebih baik aku memakannya agar ia menyatu dalam
tubuhku.”
“Aigo.
Bukannya apel merah memang makanan pokokmu?”
“Cepat
makan. Mumpung masih panas. Kalau sudah dingin tak akan enak rasanya.”
“Heummm…
ini enak sekali! Enak! Sangat enak!” puji Hyuri.
“Kau
ini berlebihan sekali.”
“Iya.
Nona Song ini selalu saja heboh sendiri.” Shin Ae membenarkan ungkapan Ai.
“Ya.
Jung Shin Ae. Tolong berhenti memanggilku dengan sebutan ‘Nona’. Bisa kan? Kita
ini teman.” Hyuri keberatan.
“Tapi,
Nona. Ini tak akan mudah.”
“Ia pun
berlaku demikian padaku.” sela Ai. “Padahal aku lebih dulu meminta Shin Ae
berhenti memanggilku dengan sebutan ‘Nona’. Susah sekali sepertinya.”
“Saya
sudah mencobanya, tapi yang keluar selalu saja seperti itu. Maaf.” Shin Ae
sedikit menundukan kepala.
“Harus
terbiasa dan sedikit di paksa. Pasti bisa.” Hyuri menyemangati.
Shin Ae
tersenyum dan mengangguk.
“Senang
melihat adik Jaejoong akhirnya bergabung.”
“Namanya
Taerin.” Ai mengingatkan Hyuri pada nama dari ‘adik Jaejoong’.
“Ah,
iya Taerin. Selamat ya. Kau juga menang kan waktu itu?”
Taerin
mengangguk. “Terima kasih.”
“Oya,
aku lupa. Untukmu Jung Shin Ae, tahun ajaran baru nanti kau mulai menempuh
pendidikanmu di Hwaseong Academy ya. Mendengar ceritaku tentangmu, Nenek ingin
kau sekolah di Hwaseong Academy.”
“Benar
kah…? Tapi, tapi Nona Jung juga akan memintaku bersekolah di sana. Bagaimana
ini…? Shin Ae menatap Hyuri lalu Ai.
“Ai tak
perlu repot-repot melakukan itu karena Nenek akan memberikan beasiswa padamu.
Tiga tahun sekolah gratis di Hwaseong Academy.”
Shin Ae
terlampau senang mendengarnya dan tak mampu berkata-kata.
“Selamat
ya. Kita akan berkumpul lagi di sekolah. Bersemangatlah Jung Shin Ae.” Taerin
menyemangati.
“Terima
kasih Nona Jung. Terima kasih Nona Song. Terima kasih semua.” Shin Ae
membungkukan badan.
“Lanjutkan
makannya.” perintah Ai.
Shin Ae
mengangguk antusias dan melanjutkan makan.
“Aku
penasaran. Kira-kira apa yang dilakukan para lelaki ketika mereka berkumpul
ya…?” celetuk Hyuri. “Hah… jadi teringat kala liburan waktu itu. Ai, kapan kita
liburan bersama lagi…?” Hyuri penuh semangat.
Ai
hanya tersenyum menanggapinya.
-------
Hyuri
dan Shin Ae sudah terlelap. Mereka sengaja memilih ruang tengah dan tidur
bersama-sama di sana.
Taerin
tak bisa memejamkan mata lelahnya. Ia kembali duduk dan menemukan Ai masih
duduk berkutat di depan laptopnya.
“Tak
bisa tidur?” tanya Ai tanpa mengalihkan pandangannya.
“Nee.
Tak terbiasa tidur bersama-sama seperti ini.” jawab Taerin. Taerin mengamati
Ai. “Boleh aku ke sana?” pintanya ragu.
“Silahkan.”
Ai masih kukuh tak mengalihkan pandangannya.
“Ah,
maaf. Kalian sedang pacaran…?” Taerin sungkan mendapati Ai sedang bermain-main
di akun Hanbyul.
“Anee.
Dia tak muncul belakangan ini.”
“Pasti
tak mudah. Pacaran jarak jauh semacam ini.”
“Sangat.
Apalagi saat dirundung rindu.”
“Kau
juga punya rasa seperti itu…? Dibalik semua sikapmu itu…?” Taerin keheranan.
“Aku
hanya manusia biasa.”
Taerin
tersenyum. “Sampai saat ini aku masih seolah tak percaya jika kau memilih
Hanbyul. Tadinya aku pikir kau benar menyukai Jaejoong Oppa.”
“Apa
jadinya jika aku benar berpacaran dengan Jaejoong…? Bisa-bisa kau membunuhku.”
“Ih.
Aku bukan psikopat tahu!”
Ai
tersenyum geli. “Cinta pertamaku adalah Minki Oppa. Mungkin karena ia adalah
pria yang muncul menjadi pahlawan dalam hidupku.”
Taerin
tersenyum mendengarnya.
“Sempat
aku menyukai Jaejoong, namun Jaejoong menyukai gadis lain. Gadis yang sangat ia
puja dan membuatnya tergila-gila, Noh Yiyoung.”
“Ah,
aku tak suka pada gadis itu.”
“Kau
tak suka padaku juga Noh Yiyoung…? Apa kau ingin oppa-mu itu sendiri seumur
hidupnya?” canda Ai.
“Bukan
begitu. Aku tak suka saja padanya. Alasan kenapa aku tak menyukaimu, dari yang
aku dengar dan lihat, Jaejoong Oppa sangat sayang padamu, namun kau terkesan
tak memperdulikan hal itu dan menganggap apa yang Jaejoong Oppa berikan padamu
adalah sama seperti yang lain lakukan padamu. Jaejoong Oppa lebih sering
bercerita tentangmu daripada tentang Yiyoung. Dari situ aku tahu jika Jaejoong
Oppa menyukaimu.”
Taerin
tersenyum. “Jika dipikir ulang, dulu sebenarnya kalian saling menyukai, hanya
saja terlalu egois untuk menyatakan perasaan masing-masing. Lalu datanglah
Hanbyul yang lebih mampu merebut
perhatian dan hatimu. Jaejoong Oppa kalah. Dia terlalu pengecut untuk mengakui
perasaannya.”
“Karena
melihat Jaejoong begitu menyukai Yiyoung, aku berniat membantunya kelak saat
aku juga masuk Hwaseong Academy. Semua itu berubah ketika aku bertemu langsung
dengan Yiyoung. Jaejoong terlalu baik untuknya. Aku berusaha mengingatkannya
namun Jaejoong acuh. Hingga aku melihat Lee Junki Sonsaengnim dan merasa jatuh
hati padanya.”
“Jaejoong
Oppa juga mengeluhkan hal itu. Ia dibuat kesal ketika tahu kau menyukai Lee
Junki Sonsaengnim.”
Ai dan
Taerin sama-sama tersenyum mengenang itu semua.
“Pada
akhirnya aku hanya bisa menyanyangi Jaejoong sebatas ini. Jaejoong seperti
saudaraku sendiri. Sifat kami… saling melengkapi.” kenang Ai sambil kemudian
tersenyum kecut. “Entah kenapa hatiku tiba-tiba menyerah pada Hanbyul.”
“Cintalah
yang memilih kita. Cinta itu tangan Tuhan. Manusia hanya bisa mereka-reka
rencana, namun tetap Tuhan yang menentukan akhirnya. Kisah cinta kalian benar
penuh perjuangan. Aku berharap ini akan langgeng.”
Ai
tersenyum tulus.
“Jika
Jaejoong Oppa adalah saudara seumuran denganmu, jadi… aku harus memanggilmu,
Onni. Jiyoo Onni. Onn-chan. Onni…” panggil Taerin dengan manja.
Ai
tersenyum dan mengangguk.
“Mau
kah Onni memelukku? Sebentar saja.”
Ai pun
memeluk Taerin.
Taerin
merasa terharu. Gadis yang memeluknya ini sangat baik padanya, namun selama ini
Taerin telah berbuat jahat pada Ai. “Mianhae, jongmal mianhae…” bisik Taerin
masi mendekap tubuh Ai yang memeluknya.
“Setiap
orang pasti pernah membuat kesalahan. Tolong jangan terus meminta maaf padaku.
Itu benar membuatku tak enak.”
“Gomawo,
Onni.”
Ai
tersenyum dan mengangguk masih memeluk Taerin.
***
Ai
berdiri di teras rooftop. Merentangkan kedua tangannya dengan kedua matya
terpejam menyambut datangnya pagi. Peralahan Ai membuka mata dan menatap
langit. “Omoni. Ibu, Ayah. Bibi Lee. Tolong bantu kami hari ini.” Ai tersenyum
menatap langit.
Tim
Wisteria Land bekerja menyebar sesuai tim dan tugas masing-masing. Anak buah
Hyoseok dan orang-orang yang dikirim Jinyoung melebur, turut bekerja sama
sesuai arahan tim Wisteria Land. Tim keamanan ini berkumpul di pos
masing-masing.
Ai
berdiri tepat di depan pintu masuk basecamp. Diamatinya pintu yang tampak indah
dengan hiasan replikan bunga wisteria dengan warna biru keunguan itu. Pandangan
Ai berkelana meraba bangunan besar yang dulunya tak terawat itu. Gedung itu
kini telah berubah total dan hari ini akam diperkenalkan ke dunia luar. Semua
bergemuruh dalam dada Ai. Senang, gugup dan juga takut bercampur aduk membentuk
gemuruh dahsyat di dalam dada Ai. Rasa yang sedikit membuat dada Ai terasa
sesak.
Ai
tersentak ketika merasakan sentuhan hangat itu dipuncak kepalanya. Ai menoleh
ke arah kanan. Mata bulat Ai melebar, mulut Ai terbuka tak percaya dengan apa
yang dilihatnya.
Wanita
cantik dan anggun ini berdiri turut menatap bangunan megah di hadapannya.
“Omoni…”
bisik Ai.
Wanita
cantik ini tersenyum dan mengangguk.
Ai
tersenyum haru. Masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya, Ai kembali
dibuat terkejut oleh seseorang yang tiba-tiba menggenggam tangan kirinya. Ai
menoleh ke arah kiri. Lagi-lagi Ai dibuat terkejut. “Ibu… Ayah…” bisik Ai
dengan tatapan bahagia dan haru.
Pasangan
suami istri berwajah Jepang ini tersenyum menatap Ai kemudian mengangguk.
Ai
semakin dibuat terharu.
Wanita
cantik di sebelah kanan Ai turut menggandeng tangan Ai. Ibu kandung dan orang
tua angkat Ai berdiri di samping kanan dan kiri Ai turut menatap bangunan
Wisteria Land.
Ai
tersenyum dan mengusap air matanya yang meleleh menuruni pipi pucatnya. Tatapan
Ai terhenti di antara lalu lalang orang. Ai melihat Bibi Lee berjalan diantara
orang-oranag itu. Bibi Lee, ibu Minki tersenyum bangga pada Ai.
Ai
makin tersedu. Ia taak kuasa menahannya lagi. Rasa senang bercampur haru.
“Kamsahamnida, jongmal kamsahamnida.” bisik Ai.
***
Benar-benar
diluar dugaan. Pengunjung yang datang membludak mulai dari acara di buka pada
pukul 01.00 siang. Orang tua dan anak-anak turut hadir membaur dengan kaum muda
yang mendominasi pengunjung.
Pengunjung
yang berusia lanjut lebih nyaman duduk dibawah tenda dan menikmati pertunjukan
kelompok musik tradisional yang berada di bawah asuhan Paman Hwang. Ibu-ibu
antusias menyerbu stan-stan bazaar. Anak-anak nyaman bermain di area playground
yang memang disediakan untuk pengunjung anak-anak. Remaja yang sebagian besar
adalah Yowlism langsung menyerbu basecamp. Mereka melihat-lihat koleksi gitar
Ai dan segala tentang YOWL. Mereka juga mengantri untuk bisa berfoto di atas
panggung yang di jaga ketat oleh tim keamanan Wisteria Land. Beberapa mengantri
untuk foto bersama baner member YOWL di dekat pintu keluar.
Hami,
Hyerin dan Sunyoung juga hadir dalam festival ini. Mereka langsung menuju
basecamp dan betah berlama-lama di sana.
Tuan
Kim dan Kim Hyusik juga hadir. Mereka tak menduga festival yang digelar
anak-anak muda di basecamp Wisteria Land mampu mengundang minat banyak orang
untuk mengunjungi Jeonggu Dong yang terkenal dengan reputasi buruknya selama ini.
Tuan Kim, ayah Hyoseok benar-benar dibuat terkagum-kagum.
Jung
Jinyoung datang bersama istrinya Go Hyunjung dan juga adik kandungnya beserta
istri; orang tua Daehyun. Jinyoung seolah kembali ke masa lalu. Di sinilah dulu
ia berasal, Jeonggu Dong. Kini tempat itu telah di sulap dari kesan angker
menjadi hangat dan bersahabat. Keluarga Jung benar-benar menikmati festival
ini.
Tuan
Kim menemukan Jinyoung yang dahulunya adalah orang nomer satu yang paling
disegani di Jeonggu Dong.
“Tuan,
Tuan Besar kemari?” sapa Tuan Kim; ayah Hyoseok.
“Oh,
nee. Acara yang sangat bagus, sayang kalau dilewatkan.”
“Selamat
datang kembali di Jeonggu Dong. Ah, tidak menyangka Tuan Besar bersedir hadir
menengok acara yang kami gelar.”
“Bagaimana
mungkin aku melewatkan even besar yang digelar oleh putri bungsuku sendiri?”
Tawa
Tuan Kim terhenti. “Maaf? Putri bungsu?”
“Iya.
Even ini, putri bungsuku yang menggelarnya.”
Tuan
Kim tampak kebingungan.
“Putri
bungsuku, Jung Jiyoo atau yang lebih dikenal sebagai Fujiwara Ai Ayumu. Bukan
kah dia yang menggelar even ini?”
Tuan
Kim tersentak kaget mendengar pernyataan itu. “Fuj-fujiwara Ayumu adalah putri
bungsu Tuan Besar…?”
“Hah…
cerita yang panjang. Dimana anakku itu.” Jinyoung kembali melanjutkan
perjalanannya.
Hyunjung
tersenyum pada Tuan Kim sebelum menyusul langkah Jinyoung. Begitu juga kedua
orang tua Daehyun.
“Omo!”
Tuan Kim tiba-tiba merasa pusing dan sedikit kehilangan keseimbangan. Hyunsik
segera menangkap tubuh Tuan Kim dan membawanya menepi.
***
Kibum
dan Shin Ae yang di daulat sebagai MC mulai membuka acara di atas panggung
untuk menarik perhatian pengunjung ketika senja tiba. Sepanjang siang banyak
pertunjukan persembahan dari Jeonggu Dong digelar di panggung ini. Pertunjukan
siang tadi lebih banyak di dominasi oleh pertunjukan khas rakyat yang bersifat
tradisional. Ketika senja tiba dan hari mulai gelap, panggung disediakan untuk
anak-anak muda yang masih rela tinggal di Jeonggu Dong. Modern dance dan cover
song mengisi pembukaan acara. Minki juga sempat naik panggung sebagai perwakilan
Wisteria Land untuk memberikan sambutan dan ucapan terima kasih.
Ai yang
paling ditunggu-tunggu oleh penggemar setianya akhirnya muncul di atas
panggung. Ai duduk di balik keyboard ditemani Seunghyun, Yonghwa, Dongwoo dan
Hyoseok yang siap dengan alat masing-masing. Beberapa anak-anak Jeonggu Dong
turut naik ke atas panggung dan berbaris rapi bak tim paduan suara. Hyuri turut
naik untuk memainkan biola. Ai bernyanyi membawakan lagu Somang
(Wish)-FT.Island (Choi Junghoon). Penonton benar dibuat terpesona oleh
kolaborasi apik ini. Suasana semakin terasa menyentuh ketika anak-anak yang
membawa lightstick berbagai warna ini turut ambil bagian bernyanyi. Senyum
penuh takjub terkembang di wajah para penonton yang kemudian bertepuk tangan
ketika pertunjukan usai. Taehee dan Sukjin yang datang ditengah-tengah
pertunjukan kolaborasi ini turut bertepuk tangan penuh semangat.
Ai
memberikan sapaan dan tak lupa berterima kasih. Ai kemudian memperkenalkan
Clovis. “Inilah band dari Jeonggu Dong. Give applause, Clovis-Hot Summer, untuk
menghangatkan kembali musim gugur ini.”
Yonghwa
selaku frontman memberi sapaan sebelum akhirnya bersama Seunghyun, Dongwoo dan
Hyoseok membawakan lagu Hot Summer-f(x) versi band.
“Secepat
ini dia membentuk band..?” komentar pemuda jangkung dengan kepala tertutup topi
jaket yang ia kenakan.
Clovis
tampil apik membawakan cover Hot Summer versi band. Penampilan yang fresh dan
menghibur.
Viceroy
juga urun penampilan. Senada dengan Clovis, tiga penampilan di persembahkan
Viceroy untuk penonton.
Hami
memulai menerikan untuk meminta Ai kembali tampil saat Viceroy masih berada di
atas panggung. Yowlism para pendukung Ai mendukung permintaan Hami. Teriakan mereka semakin kompak dan keras.
“Huuu…!!!”
seru penonton ketika Clovis kembali naik dan memainkan alat musik.
Intro
lagu Butterfly-Ost. To The Beautiful You dimainkan Clovis. Penonton bersorak
ketika Ai muncul ke atas panggung bersama Taerin. Ai dan Taerin duet
menyanyikan Butterfly diiringi permainan musik Clovis.
“Wah,
wah! Kalian senang!” seru Kibum bertanya pada penonton ketika penampilan Ai,
Taerin dan Clovis usai. “Ya, Ai, apakah ini penampilan terakhir…?” tanya Kibum
pada Ai.
“Penampilan
terkahir…?” Taehee berubah panik. “Ayo, cepat! Cepat!”
“Huuu!!!”
seru penonton kompak merespon pertanyaan Kibum.
“Kali
ini aku akan mengajak pria-pria tampan yang merelakan diri mereka untuk tampil
secara gratis di sini.” jawab Ai.
Penonton
kembali bersorak. Kemudian mereka kompak mengucap “We want YOWL”
berulang-ulang.
“Aniya.”
ucap Ai. “Wahai pria-pria tampan, silahkan naik ke atas panggung.” pintanya
kemudian.
“Oh!
Jinwoon Sunbaenim!?” tuding Gyuri yang berada di antara kerumunan penonton
bersama Chaerin, Soojung, Yiyoung, Junhyung, Jieun dan Taemin.
“Daehyun…?”
Jieun tak percaya melihat Daehyun ikut naik panggung.
“Itu
kan Jung Euichul, eksekutif muda itu…” Chaerin heran melihat Euichul. “Dan Jung
Ilwoo…? Kakak Daehyun…? Mereka keluarga Jung dari grup Jung’s Family kan?
Mereka kenal Fujiwara…?”
“Wew!
Apa nama grup ini?” tanya Kibum.
“Mereka
tak punya nama.” jawab Shin Ae.
“Band
tanpa nama?” tanya Kibum lagi.
“Nee.
Kita sebut saja mereka Jung’s Family.”
“Jung’s
Family? Itu nama grup dari sebuah perusahaan terkenal kan?”
“Ah,
kau ini banyak bicara. Ok, beri tepuk tangan untuk Jung’s Family!!!” seru Shin
Ae.
Jinwoon
dan Ilwoo siap dengan gitar mereka, Euichul dengam bass dan Ai duduk dibalik
drum. Melihatnya penonton bersorak. Daehyun terlihat nervous. Ia menoleh
menatap Ai. Ai tersenyum dan mengangguk. Daehyun membalas senyum lalu ia
terlihat lebih rileks dan percaya diri menyapa penonton. Lagu pertama yang
dibawakan Jung’s Family adalah cover TRAX-Crazy. Vokal apik Daehyun membuat
takjub teman-temannya yang hadir dalam festival ini. Mereka tak menyangka jika
Daehyun memiliki vokal yang apik ketika bernyanyi. Lagu kedua sekaligus lagu
penutup yang dibawakan Jung’s Family adalah cover Richocet-Seremedy. Lagu yang
sedikit asing ditelinga penonton ini tetap saja membuat penonton enjoy.
Penonton
bersorak sorai ketika pertunjukan Jung’s Family usai. Mereka beralih berteriak
“We want more” karena merasa belum puas.
Shin Ae
dan Kibum kembali naik panggung saat Jung’s Family bersiap turun.
“Ada
satu penampilan lagi.” kata Shin Ae membuat Ai dan keempat Oppa-nya bingung.
“Iya.
Ini surprise show dari sahabat yang datang dari jauh.” sambung Kibum.
Sahabat dari jauh…? Hanbyul kah…? Batin
Ai.
“Aku
merindukannya.” kata Kibum.
“Aku,
kau, kita semua merindukannya.” kata Shin Ae.
“Sudah,
sudah, jangan buat penonton penasaran. Berikan tepuk tangan meriah untuk
sahabat kita!” seru Kibum lalu menatap Shin Ae.
“Young,
Ordinary, Wild and Lovely, YOWL!” seru Kibum dan Shin Ae kompak.
Penonton
bersorak. Ai berdiri tertegun melihat Jaejoong naik ke atas panggung di susul
Wonbin, Jaejin dan Minhyuk. Keempat personel YOWL ini kemudian bergantian
memeluk Ai di atas panggung sedikit membuat suasana jadi haru.
Taehee
mengabulkan permintaan Jaejoong agar YOWL diijinkan tampil saat festival
pembukaan Wisteria Land di gelar.
YOWL
tampil di puncak acara. Malam ini sekaligus menjadi reuni bagi YOWL dan Ai
karena mereka juga tampil kembali berlima memuaskan rindu Yowlism pada formasi
awal YOWL.
---TBC---
shytUrtle
0 comments