The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)
10:10
The
Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love,
Music and Dreams’
다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum
iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author:
shytUrtle
. Rate:
Serial/Straight
.
Cast
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
- Fujiwara Ayumu (藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (김재중)
2. Oh Wonbin (오원빈)
3. Lee Jaejin (이재진)
4. Kang Minhyuk (강민혁)
- Song Hyuri (송휴리)
- Kim Myungsoo (김명수)
- Jang Hanbyul (장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1
New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
Cinta,
musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat
dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik
memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik
menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang
dan hidup…
Episode #20
Daehyun
berjalan terburu-buru sambil membawa secari kertas di tangan kanannya. Ia telah
mengunjungi beberapa tempat, namun Daehyun tak menemukan seseorang yang ia
cari, Ai. Di semua tempat dimana Ai biasa berada telah Daehyun datangi, namun
Ai tak nampak di kesemuanya. Kecuali toilet siswi kelas X. Daehyun tak masuk ke
sana. Sempat berhenti di depannya, namun Daehyun tak menemukan siswi untuk
sekedar ia minta tolong menengok apakah Ai ada di dalam sana. Mengingat jika
tempat itu angker, Daehyun pun ngeri sendiri dan bergegas pergi. Putus asa.
Harus mencari Ai kemana lagi? Daehyun kembali ke taman belakang sekolah.
Lagi-lagi sepi. Tak ada siapa pun di sana.
Langkah
Daehyun melemah. Sepertinya ia benar putus asa. Ponsel dalam saku Daehyun
bergetar. Dengan malas Daehyun merogoh sakunya dan mengambil ponselnya.
Lee Taemin: kau tahu gazebo kecil di depan
klinik? aku melihat Fujiwara di sana, bersama Dokter Song.
Wajah
Daehyun sumringah menerima sms Taemin. Ia berlari kecil bergegas menuju gazebo
di depan klinik sekolah.
Daehyun
mengerutkan dahi ketika sampai. Gazebo itu kosong. Tak ada siapa pun di sana.
Daehyun kembali membaca sms Taemin sambil menggerutu sendiri.
“Omo!”
Daehyun hampir bertabrakan dengan Hyuri.
Hyuri
yang berjalan sambil membaca buku di tangannya tak kalah terkejut dari Daehyun.
“Song
Hyuri…?”
“Jung
Daehyun…?”
Keduanya
saling menatap dan sama-sama terkejut.
“Oh,
Jiyoo Fujiwara, kau melihatnya?” tanya Daehyun.
“Eum…”
Hyuri mengamati sekitar, “entahlah. Kenapa?”
“Kau
sendirian?”
“Nee…?
Eum, iya. Wae…?”
“Sini-sini.
Aku butuh pendapatmu.” Daehyun menuntun Hyuri menuju gazebo dan mengajak gadis
itu duduk mengobrol di sana.
“Aku
mencari Jiyoo Fujiwara dimana-mana namun tak ada. Taemin memberi tahuku Jiyoo
Fujiwara di sini bersama Dokter Song, tapi ketika aku sampai, tak ada siapa pun
di sini.”
“Aku
juga tak tahu dimana Ai berada. Ada apa sampai mencari Ai segencar ini?”
“Ada
hal penting yang ingin aku sampaikan padanya. Tapi karena Jiyoo Fujiwara
menghilang, maukah kau mendengar ideku ini? Aku butuh pendapatmu. Tapi, kau
sibuk tidak? Kalau kau sibuk, lain kali saja.”
“Aku
luang kok. Katakan, ide apa? Aku jadi penasaran.” Hyuri tersenyum tulus.
Daehyun
berbinar dan membuka kertas yang dibawanya. “Begini…” ia pun mulai menjelaskan
tentang ide rahasianya itu pada Hyuri.
***
“Aku
setuju saja. Ini akan jadi sangat menarik.” kata Yiyoung penuh semangat.
“Sunbaenim?”
Byunghun bertanya pada Junghun.
“Aku
tak yakin Fujiwara akan setuju.” Junghun ragu. “Setelah YOWL tak ada lagi di
sini, lalu kecelakaan itu, sepertinya Fujiwara tak terlalu berminat lagi pada
performance dan musik. Tapi ini hanya analisisku saja. Maaf jika salah.”
Semua
diam menatap Ai. Byunghun, Yiyoung, Minhwan, Jungshin dan Junghun. Ai yang
sedari awal pertemuan hanya duduk diam.
“Kali
ini apa kau akan menolak kami lagi?” Junghun kembali bicara.
“Aku
tidak tahu apakah aku bisa ikut andil atau tidak.” Ai memberikan jawaban yang
tak pasti.
“Apa
karena Jinwoon?” tanya Junghun lagi.
“Ayolah.
Perpisahan masih lama dan kita punya banyak waktu untuk berlatih. Ini akan
sangat baik bagi kita semua. Ini juga senada dengan usulan Jieun dan Daehyun.
Tangan kirimu juga sudah pulih, apalagi? Kau tak terpuruk Fujiwara, aku tahu
itu. Ayolah. Apa yang membuatmu ragu? Ini akan mempengaruhi langkah YOWL?
Tidak. Yang kau lakukan tak akan memberi pengaruh apa pun bagi YOWL.” Yiyoung
ikut bicara. “Aku yakin, para pendukungmu masih berharap kau bisa tampil di
atas panggung, walau tanpa YOWL.” imbuhnya dengan nada lebih merendah.
“Stardust,
Red Venus, Viceroy dan Fujiwara Ayumu berkolaborasi dalam satu panggung di
malam pelepasan murid tingkat III. Pasti akan indah sekali, aku sudah
membayangkannya.” Yiyoung tersenyum kecut.
“Ini
memang ide yang sangat baik, tapi aku tidak bisa janji. Maaf. Permisi.” Ai
bangkit dari duduknya dan keluar dari ruang latihan musik sekolah.
Yiyoung,
Junghun, Jungshin, Minhwan terdiam saling melempar pandangan saat Ai pamit
pergi. Byunghun bangkit dari duduknya dan berlari keluar menyusul langkah Ai.
“Jiyoo~ya.”
Byunghun memanggil nama Korea Ai sambil menarik lengan kanan Ai hingga langkah
Ai terhenti. Mata sipit Byunghun melebar ketika ia beralih ke hadapan Ai.
“Jiyoo~ya…” bisik Byunghun menatap Ai.
Wajah
Ai pucat dengan keringat memenuhi wajahnya. Byunghun yang masih syok semakin
dibuat terkejut ketika tiba-tiba darah segar itu meluncur dari hidung Ai.
“Jangan!”
Ai menahan tangan kanan Byunghu ketika pemuda itu akan meminta bantuan. Ai
menutup hidungnya dengan tangan kirinya dan tersenyum lesu pada Byunghun yang benar panik.
***
Byunghun
kembali membawa satu kantung plastik berisi air mineral dan roti untuk Ai.
Sesuai permintaan Ai, Byunghun membawa gadis itu pergi ke “lubang tikus”,
tempat ia biasa bersembunyi.
Ai
duduk di atas ranjang kecil yang hanya cukup untuk satu orang itu. Ia terlihat
lebih baik. Tissu tak lagi menyumpal kedua lubang hidungnya. Mimisan itu telah
berhenti dengan sendirinya. Ai tersenyum ketika Byunghun masuk.
Byunghun
membalas senyum dan duduk di tepi ranjang. “Kau yakin tak perlu ke klinik?”
Byunghun masih khawatir pada kondisi Ai.
“Em.
Gwaenchanna. Ini biasa terjadi, sejak aku kecil dulu. Jika badanku demam dan
panas tinggi atau cuaca panas yang ekstrim, aku pasti mimisan.”
Byunghun
meletakan tangan kanannya di kening Ai. “Saat ini kau tidak demam. Cuaca juga
tak begitu ekstrim, tapi tiba-tiba kau mimisan. Sebaiknya kita ke klinik.
Dokter Song masih di sana.”
Ai
menggeleng. “Percayalah, aku baik-baik saja. Tadi hanya sedikit pusing,
tiba-tiba ia meluncur begitu saja. Maaf membuatmu panik dan merepotkanmu.
Terima kasih untuk ini semua.”
Suasana
berubah hening sejenak. Byunghun kemudian menghela napas panjang. “Baiklah, aku
percaya.” Byunghun pun menyerah. “Ini, makanlah.” Ia memberikan kantung plastik
di tangannya.
“Gomawo.”
Byunghun
tersenyum dan mengangguk.
“Janji
ini akan jadi rahasia kita.” Ai mengulurkan jari kelingkingnya.
Byunghun
menatap jari kelingking Ai yang terulur lalu kembali menatap wajah Ai.
Ai
tersenyum masih mengulurkan jari kelingkingnya.
Byunghun
tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Ai. “Janji.”
bisiknya.
“Jangan
katakan pada yang lain, Minki Oppa dan terlebih… Hanbyul.”
Byunghun
terdiam, terlihat ragu.
“Kau
mau kan memegang janji ini?” tanya Ai memastikan.
“Aku
janji. Aku tak mengatakan pada yang lain terlebih pada Minki Hyung dan
Hanbyul.”
Ai
tersenyum tulus. “Gomawo.” Bisiknya dengan ekspresi terharu.
Byunghun
memaksakan senyum terindah di wajahnya sembari melepas kaitan jari kelingkingnya
pada jari kelingking Ai. Tiba-tiba dadanya terasa penuh sesak. “Istirahatlah.
Aku akan kembali ke kelas.” Byunghu
kembali tersenyum dan bangkit dari duduknya.
“Nee.”
Ai mengangguk setuju.
“Jangan
lupa, makan rotinya agar kau bertenaga.” Byunghun seolah enggan beranjak.
“Arasho.”
Byunghun
tersenyum dan berjalan keluar. Ia menutup pintu dan bersandar padanya. Byunghun
menghela napas meluapkan sesak di dalam dadanya. Byunghun berusaha mengontrol
emosinya. Setelah yakin ia merasa lebih baik, Byunghun pun berjalan pergi
meninggalkan lubang tikus.
Ai
tertunduk menatap tas plastik dalam pangkuannya. Tas plastik berisi makanan dan
minuman pemberian Byunghun untuknya. Butiran bening itu jatuh menimpa plastik.
“Aku mohon jangan biarkan ini terus berlarut Tuhan. Maafkan aku, Lee Byunghun.”
bisik Ai di tengah tangisnya.
Jam
pulang tiba. Byunghun hanya memperhatikan dari kejauhan, hanya ingin memastikan
Ai benar dalam keadaan baik. Ai terlihat lebih baik memang, ia berada bersama
Jinwoon dan Daehyun juga Wooyoung. Byunghun tersenyum melihatnya.
Byunghun
menghela napas panjang dan membalikan badan mulai berjalan pergi. Semua yang ada padamu selalu mengejutkan,
sedari awal aku mengenalmu. Aku tahu ini tak akan mudah bagimu dan bagiku, bagi
kita. Terima kasih karena telah mempercayai aku. Gumam dalam hati Byunghun.
Ia terseyum lebar berjalan menuju area parkir tempat mobinya berada.
***
“Silver
Hawk…? Seperti judul film yang pernah aku tonton. Han Suri…?” gumam Ai sambil
mengamati private message yang mampir
ke dalam akunnya.
“Aku
pulang!” seru Minki saat memasuki rooftop.
“Selamat
datang, Oppa.” sambut Ai.
“Eh?
Tumben kau sudah di rumah?”
“Ess,
kalau tak lekas pulang Oppa protes, pulang cepat pun Oppa protes.”
“Kau
ingat pesan Dokter Song?”
“Iya,
aku ingat. Harus banyak istirahat, kan? Sebentar lagi, masih ada hal seru.”
“Hal
seru apa? Eh, kau belum makan?” Minki sudah di dapur.
“Aku
lupa, aku sudah makan apa belum…?” gumam Ai.
“Aigo~
semua masih utuh. Aku panaskan, kita makan bersama ya?!”
“Terlalu
larut, Oppa. Aku malas.”
“Bagaimana
dengan secangkir coklat panas?”
“Aa,
itu baru ide brilian.”
Beberapa
saat kemudian Minki duduk bergabung sambil membawa dua cangkir coklat panas.
“Apa yang seru?” tanya Minki.
“Silver
Hawk.”
“Film
itu kan, kita sudah pernanh nonton.”
“Aigo,
ini bukan film tapi akun dengan nama Silver Hawk.”
“Oh.
Lalu apa yang seru dari akun itu?”
“Dia
mengaku namanya Han Suri, saudara Hanbyul di Amerika.”
“Oh, si
Apel Merah. Sekarang saudaranya turut maju? Wah sepertinya di sana kalu mulai
dikenal oleh kerabat si Apel Merah ya? Itu yang menurutmu seru?”
“Bukan
itu, Oppa.” Ai sedikit kesal.
“Lalu?”
“Aku
menelusuri riwayatnya. Kami berteman jauh sebelum aku masuk Hwaseong Academy
dan mengenal Hanbyul, apalagi berpacaran dengannya. Dia tahu banyak tentang YOWL.”
“Eum…
siapa tahu dia Yowlism yang benar tinggal di Amerika dan saat ini memang
mengenal Hanbyul dan untuk menjadi lebih dekat denganmu, dia mengatasnamakan
Hanbyul sebagai saudara. Masuk akal kan, Ryuke?” Minki merangkul Ai.
“Aku
bukan Dewa Kematian, Oppa.” Ai menggerekan bahunya agar lengan Minki jatuh.
“Aku
pikik apa yang seru. Kalau orang dimabuk cinta, yah apa pun itu yang
berhubungan dengan orang yang dicintai, pastilah jadi hal seru. Sekecil apa pun
itu, walau terkadang tak penting.”
“Oppa
meledekku…?”
“Aku
hanya bicara kenyataan.” Minki meniup coklat panas miliknya dan menyruputnya
pelan. “Han Suri jadi lebih menarik kini? Kasihan sekali si Apel Merah.”
“Oppa!
Han Suri itu perempuan!”
“Apa
pun itu.”
“Oppa!!!”
Minki
terkekeh. Ia kemudian mengintip monitor laptop Ai. “Sejak kapan kau tertarik
bermain-main di blog?” tanya Minki heran.
“Sejak
dulu.”
“Jung
Jiyoo.”
“Sejak
sering chatting dengan Han Suri. Ia mengirimkan link blog ini. Dia pikir aku
penulis dari blog ini. Apa yang ditulis dalam blog ini, sangat mirip dengan apa
yang terjadi dalam Hwaseong Academy. Viceroy dan YOWL. Suri berpikir aku
sengaja menulisnya dengan merubah nama-nama tokohnya. Semua termasuk skandalnya
sangat mirip. Aku belum sempat membaca semua. Tak bisa di copy paste pula.”
“Benarkah…?”
Minki turut penasaran. “Sejauh mana kau baca? Autumn Field…?”
“Iya,
nick authornya Rosewood.”
“Rosewood…?
Nama sebuah pohon bukan?”
“Iya.
Kayu yang lumayan kuat dan menjadi favorit untuk pembuatan beberapa furniture.
Setahuku dari Inggris. Ah, gitarku ada yang terbuat dari kayu ini. Wajar jika
Suri menduga ini aku. Dia banyak tahu tentang YOWL dan sepertinya lumayan
mengenal bagaimana aku.”
“Eum,
postingannya berbahas Korea?” Minki masih mengamati laptop Ai.
“Oppa
jadi tertarik juga?”
“Aku
penasaran.”
“Iya,
mayoritas berbahasa Korea. Ada juga yang berbahas Inggris. Tapi sepertinya
terjemahan jadi sedikit kacau.”
“Kau
ini jeli sekali ya?”
“Bagaimana
mungkin ada kejadian semirip ini…?”
“Bisa
saja, jika si author ini adalah salah satu fans atau anti fans dari kalian,
maksudku YOWL atau Viceroy. Dia pasti orang hebat jika benar bisa menggambarkan
semirip itu. Seluruh hidupnya apa hanya ia habiskan untuk mengawasi kalian? Ah,
aku jadi benar penasaran.”
Ai
diam. Berpikir.
***
Hanbyul
dan Suri berangkat sekolah berasama. Sepanjang perjalanan Suri antusias
menceritakan pengalaman chatting-nya belakangan ini dengan Ai. Hanbyul diam
mendengarkan dan sesekali tersenyum merespon cerita Suri.
“Pelit
respon. Pantas saja semua tergila-gila padanya, karena penasaran.” tutup Suri.
“Kau
juga?” komentar Hanbyul.
“Sepertinya.
Lalu bagaimana denganmu?”
“Tapi
dia menyambutmu dengan baik.” Hanbyul tak menjawab pertanyaan Suri.
“Entahlah.
Padahal sempat tetap bersikap datar walau aku mengaku sebagai saudaramu.”
“Ia tak
akan percaya begitu saja. Bahkan ia langsung menyerangku.”
“Benarkah…?
Apa saja yang ia tanyakan padamu…?”
“Menurut
Jiyoo, kalian berteman jauh sebelum Jiyoo masuk Hwaseong Academy dan
mengenalku.”
“Sejeli
itu kah…? Aku bahkan lupa kapan awal berteman dengannya. Wah, dia tipe orang
yang penuh ketelitian ya? Salut. Kalau di Viceroy, siapa lawan tandingnya?”
“Eum…
entahlah. Byunghun mungkin.”
“Aku
heran bagaimana kau bisa tahan dengan gadis seperti itu. Cantik memang tapi
sikapnya itu…”
Hanbyul
terkekeh mendengarnya.
“Ok.
Cinta memang buta.”
“Jiyoo
tak sepenuhnya seperti itu kok. Dia itu… ah, sulit digambarkan dengan
kata-kata.”
“Ok.
Ok. Cukup kau nikmati sendiri saja. Itu privasimu. Oya, aku mengirim link blog
yang aku ceritakan padamu tempo hari pada Ai.”
“Oya..?
Lalu apa reaksinya?”
“Tak
ada. Mungkin banyak yang ia temukan seperti itu.”
“Belum
tentu. Justru kalau Jiyoo diam tak merespon, itu yang harus kau waspadai.”
“Jadi
itu menarik baginya…? Dalam diamnya itu dia mencari fakta…? Seperti detektif
saja.”
“Karena
kau sudah memberitahu Jiyoo, akan aku coba bicarakan dengannya. Aku juga
penasaran pada blog itu.”
“Em.
Nanti bisa kita bahas bersama.”
“Feeling
Jiyoo itu sangat tajam.”
“Wah,
kau harus berhati-hati.”
“Aku…?
Berhati-hati…? Kenapa…?”
“Tak
apa. Hati-hati saja.”
“Ya.
Kau tidak berpikir jika aku akan selingkuh kan…?!”
Suri
mengangkat kedua bahunya dan berlari pergi.
“Ish.
Apa maksudnya…?” gumam Hanbyul.
***
Seunghyun
menemani Taerin berkemas. Besok Taerin akan pergi bersama tim perwakilan
Hwaseong Academy selama tiga hari. Usai berkemas, Taerin dan Seunghyun
mengobrol di ruang tengah kediaman Taerin. Seperti yang selalu terjadi setiap
kali mereka ngobrol, pasti obrolan akan merembet membahas YOWL dan Ai.
Seunghyun
menceritkan perihal kedatangan Ai yang tak pernah ia duga. Ai yang tiba-tiba
menemuinya di sekolah dan menawarkan kerjasama pada Seunghyun.
Jadi dia juga melamarmu? Aku yakin kau
pasti langsung menerimanya saat itu juga dan kau pasti sangat senang mendapat
kesempatan ini. Bahkan jika dia tak melamarmu, aku yakin kau pasti akan
menawarkan diri padanya. Ish, dasar Song Seunghyun. Taerin
yang bergumam dalam hati menyincingkan senyum di bibirnya.
“Kau
pasti sangat senang. Aku dengar Jung Yonghwa dan Jang Dongwoo juga mendapatkan
lamaran itu.” komentar Taerin.
“Iya.
Semoga mereka setuju.” Seunghyun membenarkan. “Hah, semua ini sungguh… aku tak
menduganya. Semua ini akan menjadi sesuatu yang hebat. Menurut prediksinya kau
akan menang, walau tak teratas. Kau percaya?”
“Pada
ucapan seorang Fujiwara Ayumu? Apa dia benar seorang cenayang?”
“Entahlah.
Tapi beberapa prediksinya benar adanya.”
“Ini
semua bisa diraba, bisa dilihat. Kemampuan Kim Myungsoo dan Jung Soojung tak
diragukan lagi.”
“Aku
bicara tentangmu. Bukan tentang Kim Myungsoo atau Jung Soojung. Ini tentang Kim
Taerin dan Kim Kibum. Kalian pemain baru. Siapa yang tahu apa yang akan kalian
dapatkan? Tapi dia mengatakannya tanpa ragu dan benar membanggakan kalian.”
“Hah!
Ok. Terserah kau saja. Aku sama sekali tak percaya pada apa yang dikatakannya.”
“Itu hakmu.”
“Satu
lagi. Saat aku pergi, jangan mengirim mawar merah untukku.”
“Mawar
merah untukmu…?”
“Jangan
pura-pura bodoh. Tempo hari kau mengirim mawar merah untukku kan? Dari mana kau
tahu jika mawar merah adalah bunga kesukaanku?”
“Kau
ini bicara apa…? Mawar merah itu sangat mahal. Uang sakuku saja minim, tak
mungkin aku sia-siakan untuk melakukan hal romantis seperti itu. Bahkan aku
baru tahu jika kau suka mawar merah.”
“Jadi
itu bukan kau…?”
Seunghyun
menggeleng tersipu.
“Lalu
siapa…?” bisik Taerin.
***
Byunghun,
Hyuri, Minhwan dan Junghsin berkumpul di bawah pohon besar, hanya memperhatikan
dari jauh tim perwakilan Hwaseong Academy yang siap berangkat. Tak jauh dari
tempat mereka, berdiri Seunghyun yang juga turut melepas kepergian Taerin dari
jauh.
Ai ditemani
Wooyoung memantau momen itu dari atap gedung sekolah. Diam dan hanya mengawasi.
Ai kemudian tersenyum saat membaca sms yang dikirim Jaejoong untuknya. Jaejoong
berterima kasih karena Ai telah memilih Taerin untuk menjadi penggantinya.
“Ini
tim kedua, kan?” Jinwoon datang bergabung. Ia tersenyum dan berjalan mendekati
Ai. “Gadis kecil ini benar ingin merubah dunia, dan Tuhan berpihak padamu. Aku
rasa memang sudah waktunya Jeonggu Dong berubah.” Jinwoon mengelus kepala Ai.
“Semoga.
Aku pun berharap Tuhan akan benar-benar berpihak padaku. Hingga akhir.” Ai
lirih pada kalimat terakhir. “Appa masih terus memantau?”
“Iya.
Kau tak perlu khawatir. Appa hanya memantau saja, tak ada tindakan sabotase
atau hal lainnya. Percayalah. Dan sepertinya si Pembuat Onar sedang hibernasi
ya? Hwaseong jadi begini tenang tanpa adanya kiriman aneh-aneh di komunitas
sekolah kita.”
“Tuan
Muda benar. Atau mungkin dia mulai lelah membuat kekacauan?” Wooyoung turut
bicara.
“Kalian
masih mengingatnya?” tanya Ai.
“Hanya
penasaran. Setelah foto-foto itu.” jawab Jinwoon.
“Belakangan
aku jadi berpikir, apakah ini ada hubungannya dengan Tuan Kim.” kata Wooyoung.
“Tuan
Kim…? Untuk apa dia membuang waktu dengan bermain dengan kita seperti ini…? Ai
keheranan.
“Bisa
jadi. Cara ini cukup membuatmu jera.” Jinwoon sependapat.
“Tapi,
tapi Tuan Kim itu terlalu sibuk untuk mengurusi permainan tak penting semacam
ini.” sangkal Ai.
“Itu
kan menurutmu. Mungkin tidak baginya. Aku rasa kecurigaan Wooyoung cukup
beralasan. Selebihnya bisa jadi ini hanya kebetulan.”
Ketiganya
kemudian kembali menatap rombongan yang bersiap pergi.
***
Usai
membalas email dari Hanbyul, Ai kembali mengunjungi blog Autumn Field. Kembali
melihat-lihat apa saja yang ada dalam blog itu. Blog yang cantik dan menurut Ai
sangat gadis sekali, girly. Ai kemudian membalas private message yang dikirim Suri padanya. Ai memberondong Suri
dengan banyak pertanyaan sehubungan dengan blog Autunm Field. Ai mematikan
laptopnya ketika para peserta pelatihan mulai berdatangan.
Sore
ini, dibantu beberapa anak buah Yongbae yang dinilai sudah mahir dan mengusai
tehnik merangkai bunga, Ai kembali memberikan pelatihan merangkai bunga bagi
warga yang berminat. Ada sepuluh orang yang bergabung dan kesemuanya wanita.
Ai
berjalan mengelilingi meja dimana para peserta duduk memutar untuk belajar
merangkai bunga. Ponsel dalam saku celana Ai bergetar. Ai mengerutkan dahi
melihat nama salah satu anak buah Yongbae muncul dalam layar ponselnya.
“Hallo…”
Ai menerima panggilan itu. Ai diam mendengarkan. Tak mengucap sepatah kata pun,
Ai berjalan cepat keluar gedung basecamp.
“Hey!”
panggil Byunghun dari dalam mobilnya yang baru saja menepi.
“Byunghun~aa!”
Ai tersenyum lebar berlari menghampiri mobil Byunghun. “Tolong antar aku ke
rumah sakit. Sekarang.”
“Ada
apa…? Rumah sakit…?” Minhwan sudah turun dari mobil.
“Masuklah!”
perintah Byunghun.
Ai
mendorong Minhwan yang masih berdiri memegang pintu mobil Byunghun yang terbuka
dan masuk ke dalam mobil.
“Ya!!”
teriak Minhwan saat mobil Byunghun melaju begitu saja meninggalkannya. “Aish!
Ck! Mereka meninggalkanku. Di sini. Sendiri.” Minhwan berkacak pinggang dengan
ekspresi kesal.
Minhwan
masuk ke dalam basecamp. Ia tersenyum lebar, merasa beruntung karena Shin Ae
ada di sana. “Ya! Apa terjadi sesuatu?” Minhwan menghampiri Shin Ae.
“Terjadi
sesuatu…?” Shin Ae balik bertanya.
“Fujiwara
buru-buru mengajak Byunghun pergi ke rumah sakit. Ada apa?”
“Nona…?”
Shin Ae terkejut. “Eum, entahlah. Dia baik-baik saja tadi, melatih mereka. Ada
apa sebenarnya…?”
***
Ai
berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Byunghun berusaha mengimbangi
langkah Ai, tetap berada di samping Ai. Keduanya sampai di ruang ICU tempat
Yongbae dirawat. Ruangan itu telah kosong. Byunghun yang turut bersama Ai
tampak bingung dan bertanya-tanya dalam diam tentang apa yang sebenarnya
terjadi pada Yongbae. Tatapan Byunghun beralih cepat menatap Ai yang tertunduk
dengan tangan kanan menyentuh dinding kaca. Perlahan tangan kanan Byunghu bergerak dan menyentuh pundak Ai. Pelan ia
menepuk-nepuk pundak Ai dengan lembut.
“Nona!”
Ai juga
Byunghun terhenyak. Pemuda itu tersenyum lebar dan berlari kecil mendekati Ai.
Ai menatapnya heran. Pemuda itu masih tersenyum kemudian menganggukan kepala
memberi isyarat agar Ai mengikutinya.
Mereka
tiba di depan pintu sebuah kamar. Anak buah Yongbae yang menelfon dan menyusul
Ai ini tersenyum sambil membuka pintu.
Yongbae
yang duduk di atas ranjang dan menatap keluar jendela segera menoleh mendengar
suara pintu terbuka. “Nona…?” sapanya pada Ai yang berdiri di ambang pintu.
Yongbae tersenyum bahagia menyambut kedatangan Ai.
Ai
tersenyum bahagia, juga haru berjalan gontai mendekati ranjang Yongbae. “Duduk
saja di sana.” perintahnya saat Yongbae akan turun. “Kenapa kau baru beri tahu
aku sekarang, ha?!” Ai menepuk pelan lengan Yongbae.
“Maafkan
aku, Nona. Aku pikir pastilah sangat sibuk di sana.”
“Senang
melihatmu kembali, Dong Yong Bae.” Ai tersenyum lega.
“Ini
berkat Nona. Mendegar setiap cerita Nona…” pandangan Yongbae tertuju pada
tangan kiri Ai. “Tangan Nona juga sudah sembuh…?”
“Kuasa
Tuhan, untuk kita semua.”
Sebenarnya
kesadaran Yongbae telah kembali sejak kemarin malam, namun ia melarag rekannya
untuk segera memberi tahu Ai. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan pindah
ruangan, barulah Yongbae meminta rekannya menelfon Ai, hanya mengatakan “Nona
harus segera ke rumah sakit”, begitu saja.
“Yang
lain tak tahu kan?” tanya Yongbae setelah lumayan lama mengobrol dengan Ai.
“Tadinya aku ingin menghubungi Minki Hyung, tapi pastilah dia sangat sibuk.
Lalu dia mengusulkan menghubungi Nona saja, karena Nona pastilah yang paling
khawatir tentang kita semua.”
“Telefon
tadi cukup membuatku kelelahan berpikir di jalan.” jawab Ai.
“Sekali
lagi maafkan aku, Nona.”
“Malam
ini, kami akan berkumpul. Mereka pasti senang mendengar berita tentangmu ini.”
“Hah..
sangat rindu pada mereka semua.” keluh Yongbae. “Tapi Nona jangan khawatir, aku
tak akan bandel di sini. Aku akan patuh mengikuti semua terapi. Aku ingin
segera kembali.”
Ai
tersenyum dan mengangguk.
***
Byunghun
yang duduk dibalik kemudi tersenyum melihat ekspresi Ai yang berseri-seri.
“Uh!”
Ai tiba-tiba menutup hidung dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya
berusaha meraih tissue yang tergantung di depannya.
“Kau
mimisan lagi…?” Byunghun panik.
“Aku
baik-baik saja. Tetaplah fokus. Kau sedang mengemudi.” Ai menutup hidungnya
dengan tissue yang segera memerah karena darah yang mengucur dari hidung Ai.
“Kita
ke rumah sakit.”
“Jangan!
Aku mohon jangan. Aku baik-baik saja.”
“Tapi…”
“Percayalah.”
Byunghun
mendesah kesal.
“Kemana
pun, asal jangan rumah sakit, klinik atau basecamp.” pinta Ai.
Byunghun
masih terlihat cemas menunggu di luar toilet wanita. Karena posisi keduanya
dekat dengan taman bermain, Byunghu membelokan mobilnya ke sana. Lima menit
berlalu sejak Ai masuk, namun gadis itu belum juga keluar. Byunghun
mondar-mandir panik. Berulang kali ia melihat pintu masuk toilet. Ingin rasanya
menembus pintu itu untuk mencari Ai di dalam sana. Menit ketujuh, Byunghun
benar ingin nekat masuk. Beruntung Ai muncul dan menahan langkah Byunghun.
“Bagaimana?
Kau baik saja?” tanya Byunghun penuh kekhawatiran.
“Orang
mimisan masih kau tanya baik saja?” Ai balik bertanya.
Byunghu
terdiam. Bingung.
Ai
tertawa geli. “Kugjungma. Gwaenchanna.” Ai tersenyum lebar.
“Bohong.
Kita ke rumah sakit sekarang.” Byunghun menarik tangan kanan Ai, namun Ai tak
bergerak dari posisinya. “Hah! Kau ini!”
“Kita
ke basecamp.” Ai beralih menarik tangan Byunghun.
Walau
Ai mencoba bersikap biasa, Byunghun tetap mengkhawatirkannya. “Kau, kenapa
begitu keras kepala?” tanya Byunghun sambil berjalan menuju area parkir.
“Aku
harus kuat itu saja.”
“Bertahan
seperti ini adalah tindakan bodoh.”
“Aku
yang tahu siapa aku dan sebatas mana kekuatanku.”
Byunghun
berhenti tepat di depan Ai membuat langkah gadis itu terhenti. Ia menatap Ai,
antara khawatir dan kesal.
Ai diam
membalas tatapn Byunghun. Ia kemudian tersenyum. “Aku tahu kau begitu
mengkhawatirkan aku. Terima kasih. Aku janji jika aku merasa tak kuat lagi,
kaulah orang yang akan aku mintai bantuan pertama kali.”
Tatapan
Byunghun meredup. Keresahannya mulai surut.
“Ini
karena kau adalah orang tak sengaja mengetahui akan hal ini.” Ai kembali
berjalan.
Byunghun
menghembuskan napas panjang dan menyusul langkah Ai.
***
Saat
sampai di basecamp, Ai langsung mengumumkan berita kembalinya kesadaran Yongbae
pada rekan-rekannya. Semua lega dan menyambut bahagia berita ini. wajah mereka
berbinar dan terlihat kembali bersemangat walau lelah mendera. Mereka
menyetujui permintaan Yongbae yang ingin tetap merahasiakan hal ini walau
mereka tahu resiko berita ini menyebar entah dari siapa bisa saja terjadi.
Byunghun
berdiri melipat tangan memperhatikan Ai. Di depan rekan-rekannya, AAi terlihat
sangat baik. Penuh semangat dan tak terlihat lesu sedikit pun. Byunghun menghembuskan
napas panjang mengingat dua kejadian ketika Ai tiba-tiba mimisan.
Sadar
jika ada yang memperhatikan, Ai menatap ke arah Byunghun. Senyum tulus
terkembang di wajah Ai. Senyum yang mengisyaratkan kata terima kasih dengan
tulus.
Byunghun
membalas senyum dan menganggukan kepala.
Melihatnya, lagi-lagi dada Byunghun terasa penuh sesak. Hatinya seolah teriris
melihat ekspresi Ai itu. Namun Byunghun membuat seutas senyum manis di
wajahnya. Untuk Ai.
Ai
tersenyum lega dan kembali fokus pada rekan-rekannya.
---TBC---
shytUrtle
0 comments