¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤
04:25¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤
. Judul: Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: Hwaseong Akademi ’salang, eum-aggwa kkum’
. Hangul: 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight
Episode #7
Daehyun buru-buru menyusul YOWL ke belakang panggung usai menutup acara. “Jiyoo Fujiwara!!” panggilnya dan berhasil menghentikan langkah kelima member YOWL. Daehyun berhenti tepat berhadapan dengan Ai. Ia tersenyum lebar lalu tanpa sungkan langsung memeluk Ai. Minhyuk dan Jaejin kompak melongo di buatnya.
“Ya! Apa-apa’an kau ini!” Jaejoong memaksa Daehyun melepas pelukannya.
“Tidak di ragukan lagi, aku adalah Yowlism! YOWL daebak!” puji Daehyun mengabaikan ekspresi kesal Jaejoong padanya.
“Ahahaha… gomawo, gomawo!” Jaejin merangkul Daehyun.
“Tapi sebaiknya kau tidak berlebihan atau dia akan marah!” Minhyuk melirik Jaejoong.
“Hehehe… iya, iya. Ma’af, aku terlampau bahagia.”
Jieun memperhatikan dari jauh. Setelah yakin telah mendapat kekuatan untuk maju, Jieun pun melangkahkan kakinya dan mendekati YOWL. “Ma’af menyela.” Kata Jieun sopan ketika sampai. Semua menatap Jieun. “Fujiwara Ayumu, “Jieun berusaha menutupi rasa gugupnya, “Kepala Sekolah ingin bertemu dengan mu.”
“Mwo?? Apa ada masalah?” sela Jaejoong.
“Aku tidak tahu. Ayo, aku akan mengantar mu.”
Ai mengikuti langkah Jieun meninggalkan teman-temannya. Dari kejauhan Myungsoo memperhatikan dua gadis ini. Keduanya pun sampai didepan ruang Kepala Sekolah.
“Kita sampai.” Kata Jieun.
“Gomawo.” Ai membungkuk.
Jieun tersenyum manis. “Aku pergi.” Ai mengangguk dan Jieun pun pergi.
“Jieun~aa!” Myungsoo menarik tangan Jieun.
“Ah, kapchagi!” Jieun benar terkejut dibuatnya.
“Kau ini mudah sekali kaget!”
“Mianhae.”
“Kau pergi dengan Fujiwara?”
“Nee. Bapak Kepala Sekolah meminta ku membawanya. Wae?”
“Anee. Ah, kau kenal suara itu kan??”
“Nee. Fujiwara Ayumu benar member kelima YOWL dan dia gadis pengamen di Hongdae yang sering aku tonton dan aku kagumi.”
Myungsoo sedikit canggung. “Aku juga tak menyangka itu dia.”
Jieun mengangkat wajah dan tersenyum. “Jangan khawatir. Aku tidak mungkin menceritakan tentang ini pada yang lain. Aku janji, ini akan tetap menjadi rahasia kita, em?”
“Ok!” Myungsoo pun tenang.
“Permisi.” Ai membuka pintu dan masuk. “Saya Fujiwara Ayumu.” Kursi kepala sekolah berputar menghadap Ai. Namun bukan Hyunjoo yang berada disana melainkan Shin Min Gi pendiri Hwaseong Academy. Nyonya Shin mengamati gadis yang berdiri didepan meja kepala sekolah.
“Duduklah.” Pinta Nyonya Shin yang segera dituruti Ai. “Kau tahu siapa aku?”
“Nee. Anda adalah Nyonya Shin Min Gi, pendiri Hwaseong Academy ini.” Nyonya Shin menyimpan senyumnya namun ekspresi kagum itu terlihat di wajahnya. “Ada apa gerangan sampai Nyonya Shin ingin bertemu dengan saya? Apa ini berhubungan dengan Hyuri? Song Hyuri?”
“Sejauh mana kau tahu tentang kami?”
“Saya hanya tahu sedikit, sebatas yang ingin saya tahu. Internet terkadang tidak bisa diandalan untuk beberapa privasi.”
“Kau tahu banyak hal, namun kau berpura-pura bodoh di depan cucu ku, Hyuri, Song Hyuri.”
“Apa Nyonya ingin saya jujur pada Hyuri?”
“Apa kau sanggup jujur didepannya?”
“Tentu saja.”
Nyonya Shin benar tersenyum kini. “Tetap saja seperti itu, jika kau mengatakan yang sebenarnya, itu akan mempersulit Hyuri.” Ai tersenyum, merasa menang. “Kau tahu kenapa aku memanggil mu?”
“Karena Hyuri dan racauan ku tentang sekolah ini padanya.”
“Kau pikir, cucu ku tukang mengadu?”
“Bukan mengadu, tapi sedikit banyak Hyuri pasti bercerita pada Nyonya.”
‘Anak ini, sama sekali tidak terlihat keraguan dalam tatapannya. Dia mengingatkan aku pada masa muda ku dahulu.’ Gumam Nyonya Shin dalam hati. “Kau bertanya kenapa Hwaseong Academy ini identik dengan warna kuning, bukan merah, padahal hwaseong sendiri berarti planet mars?”
“Kuning adalah warna optimis dan jiwa muda, pilihan Nyonya sangat tepat. Seandainya Nyonya memilih warna hitam-merah, maka apa jadinya sekarang? Sekolah ini akan tampak seolah untuk YOWL saja.” komentar Ai membuat Nyonya Shin tidak bisa menahan tawanya. “Ma’af, saya sangat tidak sopan.”
“Sekarang aku tahu kenapa Hyuri begitu nyaman berteman dengan mu. Bisakah kau menjaganya untuk ku?”
“Dengan senang hati.” Ai tersenyum tulus.
“Lalu apa kau ingin sesuatu dari ku?”
“Nyonya menawarkan kompensasi?”
***
Ai berjalan sendiri menyusuri koridor. Suasana sekolah lumayan sepi karena beberapa murid telah pergi meninggalkan sekolah setelah acara pentas seni usai. Ai yang selalu berjalan dengan kepala menunduk menghentikan langkahnya melihat beberapa pasang kaki telah menghadangnya. Ai mengangat kepala dan dugaannya sedikit benar jika kaki-kaki itu milik member Viceroy, namun hanya ada Byunghun dan Minhwan yang membawa empat orang siswa kelas XI bersama mereka.
“Kerja yang bagus. Aku akui penampilan perdana YOWL sangat memukau. Dan ini akan menjadi awal pertempuran baru bagi kita.” kata Byunghun.
“Jangan merasa hebat karena pujian kami.” Imbuh Minhwan.
“Sudah?” Tanya Ai malas-malasan. “Aku sangat sibuk hari ini.” Ai berjalan menembus Byunghun dan Minhwan juga barisan siswa di belakangnya.
“Anak itu! Hagh!” umpat Minhwan.
-------
“Aku melihatnya, kalian, YOWL, KEREN!!!!!” puji Yoojin dengan wajah berseri dan melayang-layang di sekitar Ai yang duduk membelakangi cermin. “Ai chan kemari, tapi kenapa murung? Apa Kim Yoojin ini membuat mu bosan?” Yoojin berhenti tepat di depan Ai yang melipat tangan dan memejamkan mata. “Ai chan…” bisik Yoojin dan hawa dingin itu segera menyentuh pipi pucat Ai namun gadis itu tetap tak bergeming. “Kau meditasi? Dan aku frustasi!” Yoojin putus asa.
Keempat member YOWL berkumpul bersama Kibum, Hyuri dan Wooyoung menunggu Ai yang tak kunjung kembali sejak Jieun membawa gadis itu pergi bersamanya 1.5jam yang lalu. Sekolah semakin sepi dan rombongan murid, sepertinya yang terakhir ini melewati Jaejoong dan rekan-rekannya.
“Sepertinya mereka yang terakhir,” Minhyuk menatap gerombolan murid yang berjalan menuju gerbang.
“Ai tak membalas semua pesanku,” Jaejin masih sibuk dengan ponselnya.
“Seluruh member Red Venus sudah pergi, Jieun… jangan-jangan ini jebakan??” terka Kibum yang sukses membuat Wooyoung panik.
“Jieun Sunbaenim bukan tipe orang seperti itu,” sanggah Hyuri. “Dimana Ai sekarang?”
“Toilet.” Celetuk Wonbin. Semua kompak menatap Wonbin. “Di sekolah ini ada tiga tempat dimana Ai biasa berada, taman belakang sekolah, kediaman Paman Lee Moonsik dan toilet.”
“Lalu, siapa yang berani menyusul ke toilet?” Tanya Jaejin sambil melirik Wooyoung. Semua mata turut menatap Wooyoung kemudian.
“Baiklah, aku akan menyusul Nona ke toilet.” Wooyoung paham arti pandangan itu.
“Aku akan mencari ke taman belakang sekolah. Ayo Jaejin!” Minhyuk merangkul Jaejin.
“Aku akan mencari ke rumah Paman Lee,” kata Wonbin. “Harus ada yang tinggal disini.”
“Aku saja.” Jaejoong bersedia tinggal.
“Wooyoung, boleh aku ikut dengan mu?” Hyuri menawarkan diri.
“Ide bagus. Kau bisa masuk toilet peremuan dengan mudah, terima kasih. Kita pergi?”
“Nee.” Hyuri pergi bersama Wooyoung. Minhyuk dan Jaejin sedang Wonbin bergerak sendiri.
“Lebih baik aku berkelahi melawan puluhan preman daripada harus melihat hantu,” komentar Jaejoong sa’at teman-temannya mulai pergi.
“Kau takut melihat hantu?” Tanya Kibum.
“Kau sendiri?”
“Aku…” Kibum membetulkan letak kacamatanya, “jika aku, orang pasti memaklumi, tapi kau?”
“Ck!” Jaejoong tak menjawab pertanyaan Kibum.
“Kau bisa nervous juga??” Yoojin memainkan rambut kepang dua Ai. “Ai chan!”
“Aku butuh ketenangan. Aku harus menemukan sebuah rencana.”
“Rencana?? Ah, kau ini! Terlalu lama melihat mu duduk melipat tangan dan memejamkan mata seperti ini membuat ku takut!”
“Aku masih bernafas.”
“Ai chan!”
“Aku ragu, ini benar atau salah, keputusanku.”
“Kau bicara tentang hal yang sama sekali tak aku mengerti. Benar atau salah, keputusan apa?” Yoojin duduk disamping Ai, menunduk dan menggerutu.
“Haaaaah…..” Ai menghembuskan nafas panjang dan membuka mata. “Ah, pandanganku jadi kabur,” sambil mengucek kedua matanya. “Dunia kita berbeda, kenapa kau sangat ingin tahu sekali.”
“Bukankah kita teman? Kau bisa berbagi denganku.”
“Mempercayai hantu? Kau mau aku melakukan itu?”
“Kau… tidak boleh ya?”
“Sa’at manusia tidak bisa dipercaya, hantu bisa jadi alternatif sempurna.”
“Nah, kau bisa percaya aku!” Yoojin berbinar.
“Aku hanya mempercayai diriku sendiri.”
“Ck!”
Hyuri dan Wooyoung tiba didepan toilet khusus perempuan kelas X. Keduanya berada dekat dengan pintu dan bisa mendengar suara Ai yang sepertinya sedang mengobrol dengan seseorang. “Itu suara Nona?” Wooyoung berbisik dan Hyuri mengangguk. “Nona bicara sendiri?”
“Entahlah,” Hyuri ikut berbisik. Ia kemudian mendekatkan telinganya pada daun pintu. “Dia sedang berdebat?” bisiknya.
“Nona!” Wooyoung membuka pintu. Ai menoleh dengan posisi masih duduk membelakangi cermin. Ekspresinya tetap sama datar.
“Ai??” Hyuri mengamati sekitar.
“Tidak sopan sekali. Masuk tanpa permisi atau mengetuk pintu dahulu,” komentar Ai. Hyuri juga Wooyoung mengamati sekitar, namun tidak ada siapapun dalam toilet. Tidak ada orang lain disana, hanya ada Ai.
“Kak-kau sendirian?” Tanya Hyuri.
“Em.”
“Aku disini bersamamu Ai,” protes Yoojin yang duduk disamping Ai namun tak terlihat oleh Wooyoung dan Hyuri.
“Aku bersama Yoojin.” Ai meralat. Hyuri dan Wooyoung kompak melotot.
“Ai! Mereka tidak bisa melihatku!” protes Yoojin.
Ai menoleh dan menatap tajam Yoojin, “kau cerewet sekali, Kim Yoojin!” Hyuri dan Wooyoung kompak menelan ludah melihatnya.
***
Myungsoo kembali membantu Sang Mama direstoran. Ia keluar dan melihat kearah dimana Ai biasa menggelar pertunjukan. Sepertinya malam ini Ai tidak menggelar konser jalanan seperti sabtu malam sebelumnya. Myungsoo kembali menoleh dan betapa terkejutnya ia mendapati ‘gadis misterius’ yang ia cari sudah berdiri dihadapannya. Ai berdiri tepat didepan Myungsoo, hanya berjarak satu lengan saja. Ai menatap Myungsoo dengan tatapan datar tanpa ekspresi dengan kedua tangan memegang tali tas gitar yang tergantung di kedua bahunya.
“Apa aku mengejutkan mu?” Tanya Ai.
“Aa-anee!” Myungsoo kembali bersikap cool.
“Kau menatapnya, sekarang kau akan mengusir ku setelah tahu aku adalah member kelima YOWL?”
‘Anak ini! Tidak bisakah dia berbasa-basi sedikit saja?’ gumam Myungsoo dalam hati. “Apa aku terlihat sepicik itu?”
“Emm…” Ai memiringkan kepala mengamati Myungsoo, “kau lemah. Semua ini hanya untuk menutupi rasa kesepian mu dan sebenarnya kau itu orang yang minder. Jadi aku berhasil menarik perhatian mu?”
“Mm-mwo??” mulut Myungsoo membulat mendengar kata terakhir yang di ucapkan Ai.
Ai kembali menegakkan kepalanya. “Sebaiknya segera bunuh saja rasa itu, entah penasaran atau sejenisnya. Jangan biarkan rasa itu tumbuh subur, karena aku telah jatuh hati pada seorang pria dan tidak akan melirik pria lain,” kata Ai kemudian berjalan pergi.
“Ya!” Myungsoo berjalan cepat mengejar langkah Ai. Myungsoo memegang pundak Ai dan memaksa gadis itu menghentikan langkahnya. “Apa maksud mu berkata seperti itu?”
“Tidak ada.”
“Ya!”
“Kau marah, berarti benar.”
“Kau! Kau pikir, kau ini siapa ha?!”
Ai menyincingkan senyum dibibir tipisnya sambil menggerakan bahu kanannya membuat pegangan Myungsoo terlepas. “Aku, Fujiwara Ayumu.” Tegasnya lalu melanjutkan berjalan.
“Aish!” umpat Myungsoo kesal.
-------
Jaejoong, Wonbin, Minhyuk dan Jaejin dibuat ternganga melihat Yongbae dan anak buahnya sibuk membersihkan gedung milik Bibi Han yang telah resmi menjadi milik Ai.
“Yongbae, apa maksud semua ini?” Tanya Jaejoong.
Yongbae menyincingkan senyum, “ini bukan urusan mu! Tidak penting kau tahu!”
“Aish! Anak ini!”
“Jaejoong,” tahan Wonbin.
“Gedung ini sudah menjadi milik Ai, kau tahu itu?” Tanya Minhyuk.
“Ck! Berani sekali kalian menyebut nama Nona Besar seperti itu? Hey Bocah, aku adalah tangan kiri Nona Besar sekarang!”
“Nona Besar?” Jaejin bingung.
“Menyedihkan, kau baru mengetahuinya.” Komentar Wonbin.
“Ough! Dia juga pengikut Tuan Jung??” tuding Jaejin pada Yongbae. “Kau pasti mati jika Tuan Besar tahu kau berulang kali hampir mencelakai Ai.”
“Ya! Kau mengancam?!”
“Ada apa ini?” sela Minki.
“Hyung, kenapa mereka ada disini?” Tanya Jaejoong.
“Mereka adalah orang kita sekarang.”
“Mwo??” Jaejoong, Minhyuk dan Jaejin kompak. Jaejoong menggelengkan kepala, “Ai, dimana Ai sekarang??”
“Hongdae.’’
“Hongdae??” Minhyuk dan Jaejin kompak, lagi. “Restoran Myungsoo??” celetuk Jaejin.
“Sial!” Jaejoong berlari keluar disusul Wonbin, Jaejin dan Minhyuk.
“Ada apa dengan mereka?” Tanya Yongbae.
“Sebaiknya kalian istirahat.” Perintah Minki pada Yongbae dan kawan-kawannya.
“Setelah barang terakhir tiba, kami akan istirahat.”
“Ok.”
Jaejoong, Wonbin, Minhyuk dan Jaejin terburu-buru menembus keramaian Hongdae untuk bisa segera sampai di tempat Ai biasa menggelar pertunjukan jalanannya. Mereka berhenti tepat di depan restoran Myungsoo dengan nafas terengah-engah. Jaejoong tersenyum lega melihat Ai baik-baik saja dan sedang sibuk merapikan gitarnya.
Ai sudah menyangklet tasnya dan bersiap pergi. Ia kaget melihat Jaejoong tiba-tiba muncul dengan nafas terengah-engah. Belum sempat Ai bertanya Jaejoong sudah memeluknya erat. Wonbin, Minhyuk dan Jaejin ikut tersenyum lega lalu bersama memeluk Ai dan Jaejoong.
Myungsoo keluar dan kembali menoleh ke kiri. Dilihatnya kelima member YOWL berkumpul disana. Mereka terlihat sangat bahagia. Keempat member YOWL terlihat benar memanjakan Ai. Myungsoo segera kembali masuk ke dalam restoran ketika YOWL kembali berjalan. Myungsoo duduk di kursi dekat dinding kaca dan menutup wajahnya dengan buku menu ketika YOWL melintas.
***
Jinyoung sangat antusias mendengar Wooyoung menceritakan penampilan YOWL disekolah sabtu kemarin. Wooyoung tak lupa menyerahkan handycam yang diberikan Euichul untuk merekam penampilan YOWL. Ia bahkan menunjukan foto-foto diponselnya. Jinyoung tersenyum bangga melihat video rekaman penampilan YOWL. Hyunjung yang duduk disamping Jinyoung juga terlihat berseri.
Tangan Jinwoon bergetar melihat ekspresi kedua orang tuanya. Ia mengepalkan tangannya dan hendak pergi namun Euichul lebih dulu menahannya. “Kau tidak ingin bergabung?” Tanya Euichul.
“Hyung tahu aku tidak tertarik,” Jinwoon tanpa membalikan badannya. Euichul mengalah dan beralih ke depan Jinwoon.
“Jiyoo mengirim pesan ini ketika ia melihat penampilan mu kemarin,” Euichul menunjukan ponselnya. Jinwoon sempat melihat ponsel Euichul dan sekilas membaca sms yang dikirim Ai pada Euichul namun tetap bersikap acuh. Euichul tersenyum, menepuk pundak Jinwoon lalu pergi bergabung bersama Jinyoung.
Jinwoon membanting pintu kamarnya meluapkan kekesalannya. “Aa, kapchagi! Ah, Hyung mengejutkan ku saja,” kata Daehyun yang sudah duduk manis dibalik meja belajar Jinwoon sambil membaca majalah.
Mata sipit Jinwoon melebar mendapati ‘makhluk asing’ dikamarnya. “Sejak kapan kau disini?!”
“Semua sibuk membicarakan Jiyoo Fujiwara, kenapa Hyung hanya menguping?”
“Ya! Aku tidak menguping!” Jinwoon sudah berdiri di depan Daehyun dan terlihat berapi-api. “Aku tidak menguping! Seenaknya saja kau menuduh ku!!”
Daehyun menutup majalah ditangannya, “sepertinya itu memang hobi Hyung.”
“Ya! Jung Daehyun!!!”
“Ah, aku membayangkan jika Jung’s family tampil dalam satu panggung, dalam satu band, kita, Euichul Hyung, Ilwoo Hyung, Jinwoon Hyung, aku dan Jiyoo Fujiwara. Akh~ pasti kita sangat keren dan punya banyak penggemar. Disini Jiyoo Fujiwara akan jadi drummer, Euichul Hyung pada bass, aku, Jinwoon Hyung dan Ilwoo Hyung gitar, keren bukan??”
“Permainan gitar mu sangat buruk, bagaimana mau mendirikan sebuah band?”
“Aku bisa jadi lead vocal, suara ku yang terbaik di banding kalian-kalian,” Daehyun membanggakan dirinya sendiri. “Ah, Hyung setuju Jung’s family mendirikan band?”
“Kembalilah pada kenyataan dan berhenti bermimpi.”
“Mimpi adalah awal dari kenyataan. Kenapa Hyung begitu membenci Jiyoo Fujiwara? Apa yang salah padanya? Apa menjadi anak pungut itu sebuah kesalahan? Jiyoo Fujiwara itu sangat manis dan menurutku dia gadis yang baik walau dia tumbuh dilingkungan preman.”
“Pergi padanya dan berikan pujian itu padanya, jangan padaku!”
“Aku sudah melakukannya dan kini aku hanya bercerita pada Hyung.” Daehyun berdiri dan mendekati Jinwoon, “beda antara benci dan cinta itu sangat tipis, sebaiknya Hyung menimbang ulang apa yang Hyung rasakan pada Fujiwara. Lihat perbandingannya dan apakah alas an Hyung membencinya benar tepat,” bisiknya. Daehyun tersenyum dan pergi.
“Semua orang sudah gila!”
***
Murid Hwaseong Academy kembali libur selama satu minggu mulai senin ini untuk menikmati indahnya musim semi. Ai tersenyum melihat warna-warni bunga di Morning Glory Florist, toko bunga miliknya. Ai kemudian mengamati seluruh sudut florist dan kembali tersenyum. Florist ini menyimpan banyak kenangan tentang Lee So Yeon, ibu kandung Ai.
“Oh? Jiyoo? Kau kemari?” Minki terkejut melihat Ai.
“Ibu mewariskan keindahan ini, berada disini seolah bersamanya,” Ai menghirup wangi bunga lili putih di dekatnya. “Hah… Oppa jadi kerepotan, ma’af.”
Minki tersenyum geli melihat serbuk sari berwarna kuning itu menempel pada ujung hidung Ai. “Awalnya memang sedikit merepotkan, tapi mengurus bunga-bunga ini, sangat menyenangkan,” kata Minki sambil membersihkan serbuk sari di hidung Ai dengan lengan panjang T-shrit yang ia pakai. Ai tersenyum manis mendapatkan perlakuan itu.
“Aku ingin melihat kebun bunga kita. Sejak membelinya satu tahun yang lalu, aku belum pernah berkunjung kesana lagi.”
“Boleh, terserah kau saja kapan kita pergi kesana.”
“Aku akan serius mengurus ini semua. Setelah gedung selesai di renovasi, aku akan menjadikan tempat itu sebagai base camp kita, tidak hanya untuk YOWL tapi untuk semua yang mau bekerja sama bersama kita.”
“Apapun itu, aku pasti mendukung mu sepenuhnya.”
“Aku ingin mengajarkan ikebana kepada Yongbae dan anak buahnya.”
“Apa?? Anak-anak itu?? Ikebana?? Apa mereka mau??”
“Aku akan mencobanya. Jika mereka punya ketrampilan, aku yakin mereka bisa hidup lebih baik, tidak sekedar menjadi preman, seperti Oppa, preman berhati lembut hehehe.”
“Aku sudah pensiun. Hari ini aku sudah mengirim sisa pembayaran kita pada Seunghyun. Dia mengatakan jika kau butuh barang-barang bekas dengan mutu bagus, kau bisa langsung menghubunginya.”
“Menjual nama Ayah, lumayan juga hasilnya, mengandalkan kekuatan orang tua, ck! Aku tidak percaya pada akhirnya aku menggunakannya juga.”
“Kau yakin Yongbae mau belajar ikebana?”
“Mereka harus mau. Empat bulan waktu ku di Jepang, sebagian besar aku habiskan untuk belajar ikebana. Aku ingin melanjutkan impian mendiang ibu, florist ini… Aku ingin seperti ibu ku,’’ kenang Ai. “Jeonggu Dong, mereka harus melihat sisi lain dari tempat ini. Jeonggu Dong bukan sekedar kampong preman, em?”
“Bagaimana keluarga di Jepang?”
“Keluarga Fujiwara memperlakukan aku dengan sangat baik, kakek dan nenek juga sangat baik. Disana aku merasa seolah aku benar cucu mereka.”
“Kau memang cucu pertama keluarga Fujiwara.”
“Iya, walau aku hanya anak angkat dalam keluarga Fujiwara. Disana, aku banyak menemui foto mendiang Chichi (ayah) dan Haha (ibu).” Ai kembali terdiam, “hah… aku sangat bersyukur, hidup ku benar-benar diisi oleh orang-orang hebat yang tanpa lelah melimpahkan kasih sayangnya padaku.”
“Kau tidak marah pada mendiang ibu ku? Ibu adalah orang yang mengatakan segalanya tentang mu pada Tuan Besar.”
“Bibi Lee melakukan itu karena mengkhawatirkan masa depan ku. Jika Bibi Lee tidak melakukannya, mungkin aku tidak akan pernah tahu siapa ayah kandung ku dan aku tidak bisa menjual nama ayah untuk bertahan hidup disini.”
“Kau ini,” Minki mengelus kepala Ai dan keduanya tertawa bersama.
“Ai!” Minhyuk memasuki florist. “Ayo kita pergi ke taman dan menikmati indahnya musim semi,” ajak Minhyuk.
“Oppa, kau mau ikut dengan ku?”
“Pergilah. Aku masih ada pekerjaan.” Tolak Minki.
“Hyung, kami pergi!” Minhyuk pamit membawa Ai pergi.
“Em.” Minki tersenyum dan mengangguk.
Wonbin, Jaejoong, Ai, Jaejin dan Minhyuk duduk berjajar diatas rumput taman. Jaejin yang alergi pada serbuk bunga harus menggunakan masker agar tetap aman berada diluar rumah sa’at musim semi tiba. Mereka melihat indahnya bunga azalea yang sedang mekar sempurna.
“Heumm… aroma musim semi yang sempurna,” Minhyuk menghirup udara dalam-dalam membuat Jaejin sewot.
“Bunga azalea, benar-benar sempurna,” puji Jaejoong. Ai tiba-tiba menjitak kepala Jaejoong. “Aw!” Jaejoong segera tersadar dari lamuanannya dan mengelus kepalanya. ‘Ya! Sakit!”
“Kau melihat bunga azalea tapi tidak benar memujinya, apa yang kau pikirkan?” Tanya Wonbin.
“Ish! Kalian ini!”
“Pasti Yiyoung,” sahut Minhyuk.
“Hahaha kasihan sekali leader kita ini, kasih tak sampai,” imbuh Jaejin.
“He was a skater boy, she said see ya later boy,” Minhyuk dan Jaejin kompak bernyanyi mengolok Jaejoong.
“Puas-puaskan saja mengolok ku!” Jaejoong kesal.
“Sabtu kemarin benar-benar hari istimewa,” Wonbin mengalihkan perhatian.
“Benar sekali! Walau sempat gugup, bersyukur kita bisa tampil baik,” sahut Jaejin antusias.
“Untung Ai segera mengalihkan suasana, hingga rasa gugup kita teratasi. Jika saja hari ini kita tidak libur, pasti kita akan disambut banyak gadis digerbang. Hah… YOWL…” Minhyuk tersenyum benar membayangkan hal itu terjadi.
“Yongbae benar menjadi orang mu kini?” Tanya Jaejoong pada Ai.
“Nee.”
“Bagaimana bisa? Semudah itu dia menyerah?”
“Hah, itu…” Ai tampak ragu, “kekuatan orang tua, baying-bayang nama ayah.”
“Pantas saja.” komentar Wonbin. “Tidak mengapa, itu bonus, selama ini kau sudah berusaha berdiri diatas kaki mu sendiri, ada kalanya kau memang masih harus bergantung pada kekuatan orang tua. Itu wajar dan sangat manusiawi.”
“Itu benar.” Jaejin membenarkan. “Jika kau lahir lebih dulu dari Tuan Jung, mungkin beliau yang akan mendompleng nama mu.”
“Ya! Ai tidak mendompleng nama Tuan Jung!” protes Minhyuk. “Lalu ada apa kepala sekolah sampai memanggil mu?”
Ai mengembangkan senyum diwajahnya, “musim semi telah tiba. A new day has come, jadi bersiaplah YOWL.”
Keempat member YOWL kompak menatap Ai. Namun tak satu pun angkat bicara dan mereka tetap memendam rasa penasaran mereka.
-------TBC-------
kamsahamnida
.shytUrtle_yUi.
0 comments