¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤
06:18¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤
. Judul: Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: Hwaseong Akademi ’salang, eum-aggwa kkum’
. Hangul: 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight
Episode #5
“Jung Jin Woon!”
Jinwoon terkejut melihat Ai sudah menunggunya di
ujung tangga. Gadis itu berdiri melipat tangan dan menatap dingin pada Jinwoon.
“Ikut aku!” Jinwoon menarik Ai pergi.
Ai dan Jinwoon berdiri saling berhadapan di taman
belakang sekolah. Hanya ada mereka berdua disana. Wajah keduanya sama-sama
menunjukan ekspresi tak bersahabat. “Kenapa kau tidak menerima panggilan ku
semalam? Kau pikir dengan mengganti nomer ponsel, kau bisa mengelabuhi aku?!
Apapun itu, kau tidak akan bisa membodohi aku!”
Jinwoon terlihat tenang. “Syukurlah jika kau menyadari
itu aku.”
“Tindakan mu itu konyol dan membuang waktu saja.
Kebencian mu yang teramat sangat itu, aku terima jadi tidak perlu bertindak bodoh
seperti ini. Itu kekanak-kanakan sekali! Pendapat mu, aku telah membuat mu
terbuang dan terasing dalam keluarga mu sendiri? Ish! Pikirkan lagi tentang
itu. Aku atau kau sendiri yang menciptakan kondisi itu?”
“Kau pikir dirimu hebat bertindak seperti ini, ha?!”
“Tindakan mana yang kau maksud? Aku memang hebat dan
aku tidak ragu akan hal itu.”
“Membuat kehebohan di sekolah, apa itu hebat?”
“Kau mengikutinya juga? Kau lihat bagaimana
reaksinya? Apa itu kurang untuk mendukung jika aku hebat? Berhenti membuang
waktu dengan tindakan konyol mu itu!” Ai berjalan pergi.
“Fujiwara!” panggil Jinwoon dan berhasil menghentikan
langkah Ai. “Apa kau juga merasa hebat telah mempermainkan keluarga ku seperti
ini? Dimana rasa terima kasih mu? Appa dan Umma sudah melimpahkan begitu banyak
kasih sayang mereka pada mu, tapi kau! Apa yang kau lakukan? Begitukah cara mu
membalas kasih mereka? Ayah dan Ibu angkat mu.”
Ai berbalik menatap Jinwoon. “Aku tidak pernah
meminta mereka untuk untuk memungut ku sebagai anak angkat mereka dan aku tidak
pernah mengharapkan hadiah atau pembuktian atas hal itu. Jadi uang itu adalah
bentuk kasih sayang? Atau penebusan? Tidak ada lagi yang perlu di bicarakan.”
“Fujiwara!!” Ai tetap berjalan pergi mengabaikan
panggilan Jinwoon. “Hah…!!!” umpatnya kesal melihat sikap Ai.
“Oh, ma’af.” Daehyun segera membungkuk meminta ma’af
usai tanpa sengaja menabrak seseorang.” Mata Daehyun berbinar melihat gadis
yang berdiri tak jauh darinya. “Jiyoo Fujiwara?? Oh…” Daehyun heran melihat
Jinwoon melintas. Ia muncul dari lorong jalan menuju taman belakang sekolah, Ai
muncul dari arah yang sama. “Kalian??”
“Tidak seperti yang kau pikirkan.” Jawab Ai. “Tapi
benar, kami baru saja bertemu.”
“Sepagi ini?? Beberapa waktu yang lalu Jinwoon Hyung
terus mencari tahu tentang mu. Kalian berdamai?”
“Kau pikir begitu? Lalu bagaimana yang terlihat?”
“Sepertinya Jinwoon Hyung marah pada mu.”
“Dia selalu marah pada ku dan sepertinya akan selalu
begitu.”
Daehyun ikut merasa sedih melihat ekspresi Ai. “Aa,
Jiyoo Fujiwara, tindakan mu itu keren sekali.”
“Em? Tindakan?”
“Membuat keributan di sekolah. Ini baru dua hari
dank au mengacaukannya hehehe…”
“Itu.”
“Bagaimana aku memanggil mu?”
“Iya?”
“Bagaimana pun juga kita ini saudara walau…”
“Walau aku anak pungut? Em, itu benar saudara
sepupu. Ah, tidak enak sekali. Panggil nama ku saja, bagaimana?”
“Saudara sepupu? Iya kita saudara sepupu.”
“Aku harus pergi.” Ai tersenyum tulus dan pergi.
“Saudara sepupu? Kami saudara sepupu, itu nyata.”
Daehyun tersenyum lebar lalu melihat kea rah Ai yang sudah jauh berjalan.
***
*Avril Lavigne-I Love You*
Junki berdiri di depan kelas memberikan pelajaran
Bahasa Inggris untuk kelas X-F. Ai yang memiliki kebiasaan tidur di kelas hari
ini menaruh perhatian penuh pada Junki. Iya, pada Junki bukan pada pelajaran
Junki. Ai duduk menahan kepala dengan tangan kanannya dan terus menatap Junki.
Seluruh gerak-gerik Junki tak luput dari pandangan Ai dan hal ini membuat Junki
yang menyadari hal itu merasa kikuk. Junki tersenyum lega ketika bel tanda jam
istirahat bordering. Junki segera mengakhiri pelajarannya. Murid kelas X-F
berhamburan keluar kelas kecuali Ai yang tetap duduk manis di bangkunya. Ai
masih terus memperhatikan Junki yang sibuk merapikan buku-bukunya.
BRUK! Buku-buku dalam pelukan Junki jatuh berantakan
di lantai ketika ia hendak meninggalkan kelas. Junki semakin gugup ketika Ai
tiba-tiba membantunya. “Terima kasih.” Kata Junki segera kembali berdiri dan
pergi. Ai hanya tersenyum melihatnya.
“Huft…” Junki duduk di balik meja kerjanya dan
menghela nafas panjang.
“Kau kenapa?” Tanya Gahee –Park Ga Hee- rekan sesama
guru.
“Hah! Ini pertama kalinya aku merasa gugup ketika
mengajar di depan murid, bahkan lebih gugup dari waktu pertama ku mengajar.”
“Wah, ada apa sampai kau merasa seperti itu?”
Junki kembali teringat kejadian di kelas X-F, Ai dan
tingkah gadis itu. “Gahee, apa kau pernah mendapatkan tatapan dari seorang
murid? Dia benar-benar menatap mu tanpa ragu, hanya menatap mu.”
“Semua murid pasti akan menatap kita sa’at kita
mengajar di kelas.”
“Bukan seperti itu. Ini lain. Dia menatap ku…”
tatapan Ai kembali terlintas dalam pikiran Junki. Junki mengerjapkan kedua
matanya. “Hah.. tatapan itu… kenapa dia menatap ku seperti itu?”
“Dia?? Siapa??”
“Siswi itu.”
“Siswi??”
“Iya, siswi itu.”
“Apa dia menyukai mu?”
“Mwo?? Gahee, itu tidak mungkin.”
“Itu normal Junki dan bisa saja terjadi.”
“Itu tidak mungkin.”
-------
Sebagian besar murid mengantri makan siang di
kantin. Wooyoung meletakan baki di depan Kibum yang sudah duduk menikmati menu
makan siangnya lebih dulu. Wooyoung masih berdiri mengedarkan pandangannya
mencari sosok Ai diantara murid-murid yang memenuhi kantin.
“Kau tidak akan menemukan dia.” Kata Kibum. “Apa kau
akan tetap melakukan itu sampai tiga tahun ke depan?”
Wooyoung pun duduk. “Kenapa Nona selalu menghilang
sa’at istirahat? Apa Nona tidak lapar?”
“Aku juga heran bagaimana dia bertahan hidup.”
“Disini mereka.” Jaejoong duduk bergabung bersama
Wonbin, Minhyuk dan Jaejin.
Wooyoung mengamati orang-orang terdekat Ai itu.
Mereka makan begitu lahapnya. “Kalian masih bisa makan selahap ini meskipun
Nona tidak bersama kita?” Tanya Wooyoung kemudian.
“Sudahlah makan saja. Kalau kau menunggu Ai, kau
sendiri yang kan kelaparan. Dia itu bukan manusia normal seperti kita.” terang
Minhyuk.
“Ai tidak akan mati hanya karena dia tidak makan,
tenanglah.” Jaejin menepuk pundak Wooyoung.
-------
Ai berdiri melipat tangan dan menyandarkan punggung
pada dinding. Yoojin melayang-layang kesana-kemari di depan Ai. “Dia bergabung
di sekolah ini setahun setelah kematian ku.” kata Yoojin setelah berhasil
mengumpulkan sisa ingatannya. “Iya, hanya itu saja yang aku tahu.”
“Kau sama sekali tidak bisa di andalkan. Kau
bergentayangan di sini hampir lima tahun namun yang kau tahu hanya
menakut-nakuti saja, miris…”
“Aku kesepian dan aku butuh teman, karena itu aku
berusaha menunjukan keberadaan ku disini.”
Ai tersenyum sendiri. Baru saja ia membandingkan
Yoojin dengan hantu-hantu gentayangan dalam cerita Harry Potter. “Hah, bodohnya
aku!” Ai memukul pelan kepalanya sendiri.
“Ada apa dengan mu? Kau baik saja Ai chan?”
“Ai chan?? Hey! Aku bukan anak kecil lagi!”
“Hehehe…” Yoojin menatap Ai lebih dekat. “Ai benar
jatuh hati pada Lee Jun Ki? Ai?”
“Aku menyukainya, sejak pertama kali melihatnya.” Ai
tersenyum mengenangnya.
“Lalu kau akan mengejar guru itu? Ai chan!
Sadarlah!”
“Love at the first sight.”
“So sweet, tapi bagiku sangat menggelikan! Kau ingin
aku membantu mu?”
“Tidak, terima kasih! Aku pergi!” Ai membuka pintu
toilet dan ia sedikit kaget mendapati dua siswi sudah berdiri di depan pintu
dan menatapnya heran. Ai melewati dua gadis itu begitu saja dan pergi.
-------
Kibum dan Wooyoung memperhatikan teman-teman
sekelasnya. Mereka sibuk mengobrol, membahas sesuatu dan tak jarang dari mereka
melirik bahkan melihat kea rah Ai. Wooyoung menatap Kibum isyarat bertanya,
‘apa yang terjadi?’ Kibum mengangkat kedua bahunya tanda ia juga tak paham apa
yang sedang di bicarakan teman-teman sekelasnya.
Jam sekolah berakhir. Kibum membangunkan Ai yang
tidur sepanjang pelajaran berlangsung. Ai terbangun dan menggeliat menunggu
semua nyawanya kembali terkumpul. Wooyoung, Ai dan Kibum keluar kelas bersama.
Ai yang berjalan di tengah terlihat santai, namun tidak dengan Wooyoung dan
Kibum. Keduanya merasakan keanehan di dalam kelas tadi kini menjalar keluar
kelas.
“Apa kau merasa seolah mereka menatap dan
membicarakan kita?” Tanya Wooyoung.
“Iya. Seperti di kelas tadi.” Jawab Kibum.
“Itu karena kalian berjalan dengan ku.” jawab Ai.
“Bagaimana di kelas tadi? Oh, apakah ini reaksi dari
kejadian kemarin? Akhirnya mereka menyadari jika member kelima YOWL adalah
Ai??” terka Kibum.
“Itu bukan hal sulit. YOWL tenar di luar sana, mudah
saja mencari tahu siapa member kelima YOWL.” Bantah Wooyoung. “Ini lain,
menurut ku.”
“Woa! Firasat seorang Teisatsu-san!” puji Ai.
“Jangan berpikir macam-macam!” Ai mempercepat langkahnya.
***
Keanehan yang di rasakan Wooyoung dan Kibum kemarin
kini turut di rasakan pula oleh Jaejoong. Wonbin, Minhyuk juga Jaejin juga
merasakan hal yang sama.
“Omo! Apalagi ini??” Daehyun sibuk dengan tab
ditangannya. Taemin hanya meliriknya. “Aigoo, apa maksud dari semua ini?”
“Apalagi? Pengumuman resmi jika Fujiwara Ayumu
adalah member kelima YOWL?” komentar Taemin.
“Bukan! Murid-murid membahas hal baru di komunitas
sekolah.”
“Hal baru?” Taemin penasaran dan bergabung dengan
Daehyun. “Omo! Apakah ini benar??”
-------
“Tertangkap sedang berbicara sendiri di toilet?”
Tanya Myungsoo. “Ish! Hal konyol apalagi ini?”
“Semua ramai membicarakan ini di komunitas Hwaseong
Academy.” Jawab Byunghun.
“Yang aku dengar toilet itu angker, seorang siswi
bunuh diri disana, memotong urat nadinya sendiri.” Terang Minhwan.
“Jadi kau setuju jika Fujiwara berbicara dengan
arwah gadis itu?” Tanya Hanbyul. “Apa benar hantu itu ada?”
“Ada. Aku percaya mereka ada di sekitar kita. Di
dunia ini, Tuhan tidak hanya menciptakan manusia.” Jawab Jungshin. Semua kompak
menatapnya.
“Jadi kau mau kita juga percaya?” Tanya Byunghun.
“Omong kosong! Hantu itu tidak ada.”
“Tapi arwah penasaran itu ada.” Sahut Sunghyun. “Ada
yang mengatakan jika seseorang mati bunuh diri atau tidak sempurna maka akan
menjadi arwah penasaran, itu lebih mengerikan dari hantu.”
“Sunghyun! Kau membuat ku ngeri!” Minhwan merasa
merinding.
“Jika hantu hanya muncul sa’at hari gelap, malam
hari. Tapi tidak dengan arwah penasaran. Mereka bisa muncul kapan saja. Mungkin
saja itu yang di temui Fujiwara.” Semua diam dan merasa merinding.
-------
“Jadi mereka meributkan ini?” Minhyuk berada di area
komputer.
“Ai sudah tahu tentang ini?” Tanya Jaejoong.
“Walau tahu dia pasti akan bereaksi dingin.” Jawab
Jaejin. “Sejak semalam dia menghilang dan sekarang Wonbin mencarinya.”
“Wonbin?” Jaejoong menoleh menatap dua rekannya yang
sibuk di depan computer masing-masing. “Hah… kalian membuat ku bosan.”
Ai menatap Wonbin. Ia kesal, sejak menemukannya
Wonbin terus memburu Ai dengan banyak pertanyaan. “Jawaban ku tetap sama! Aku
tidak bicara sendiri, tapi aku bicara dengan gadis ini, Kim Yoo Jin.” Ai
menunjuk foto gadis pada buku arsip murid yang terbuka lebar di meja. Wonbin
tetap datar menatap Ai.
Ai mengawasi sekelilingnya, di perpustakaan. “Kau
boleh percaya, boleh tidak tapi benar aku berbicara dengan arwah Yoojin yang
sering kalian sebut hantu.” Ai dengan lirih.
Wooyoung diam dan menelan ludah mendengarnya. Kibum
terlihat tegang dan membetulkan letak kacamatanya dan sedikit gusar mengamati
sekitar. Wonbin tetap dingin menatap Ai.
-------
“Seorang siswi berbicara dengan hantu di sekolah.
Kenapa rumor ini begitu cepat berkembang? Inilah salah satu alasan kenapa aku
membenci perkembangan teknologi yang teramat pesat belakangan ini. Otak
anak-anak itu benar melebihi kita para orang tua.” Hyunjoo menatap Youngduk,
Shihoo, Junki dan Gahee. “Bagimana jika wartawan mengetahui hal ini? Haruskah
kita membenarkannya? Dan mendukung hal itu dengan pernyataan bahwa kita pernah
membawa beberapa mudang untuk mengusir hantu itu?”
“Obrolan murid tentang sekolah berhantu adalah hal
biasa dalam masyarakat kita. Bapak tidak perlu terlalu khawatir akan hal ini.
Ketika murid-murid bosan dan menemukan topik baru, dengan sendirinya rumor akan
berganti.” Youngduk menenangkan.
“Benar…” Hyunjoo mengangguk-angguk. “Kalau begitu
segera ganti topik yang baru untuk mereka.” Hyunjoo menatap Junki. “Lalu apakah
benar jika gadis itu adalah termasuk salah satu dari band berandalan bernama
YOWL itu?”
Junki sadar pertanyaan itu di tujukan padanya. “Belum
ada konfirmasi resmi dari YOWL.”
“Hah! Anak-anak ini benar membuat kepala ku sakit!”
Youngduk, Shihoo, Junki dan Gahee keluar dari
ruangan Hyunjoo. “Band berandalan? Hagh! Sebutan yang miris.” Komentar
Youngduk.
“Pantaskah seorang guru mengatakan hal itu untuk
muridnya?” protes Gahee.
“Sudahlah!” sela Shihoo. “Apa kalian akan bertindak
seperti anak-anak itu? “
“Kita pergi.” Junki mengajak Gahee.
“Hagh! Menggelikan!” Youngduk menahan tawa.
“Kau bangga akan dirimu?” Tanya Shihoo.
“Nee??”
“Jika kau menjadi Junki, apa kau bisa bersikap seperti
ini?”
“Hyung…”
Shihoo mengabaikan Youngduk dan pergi.
-------
Ai berjalan sendiri menyusuri koridor menuju
kelasnya usai menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan. Ia menyadari
jika murid lain yang berada di sekitarnya melihat padanya dan saling berbisik
satu sama lain. Ai tersenyum kecil dan terus berjalan.
Byunghun dan empat orang siswa kelas XI mencegat Ai.
“Inikah gadis itu?” Byunghun bicara tepat di depan Ai. Ia mengamati Ai dari
atas ke bawah. “Apa benar kau berbicara dengan hantu? Atau jangan-jangan kau
memiliki kepribadian ganda dan berbicara dengan diri mu sendiri? Em, sempurna!
Ini semakin menarik dan aku suka itu. Ck, kau bekerja keras sendiri untuk
mengangkat pamor YOWL, dimana yang lain? Empat orang tidak berguna itu?”
“Kau sudah selesai?” Tanya Ai tetap dingin walau
mendengar olokan Byunghun.
Byunghun beralih dari tempat ia berdiri dan
menghadang Ai yang hendak berjalan pergi. Byunghun dan Ai berhadapan sangat
dekat. “Kau itu benar-benar menggelikan.” Bisik Byunghun.
“Ada apa ini?” Junki menyela. Byunghun segera pindah
ke samping Ai yang terpesona menatap Junki. “Kalian bertengkar lagi?”
“Annyeong Songsaengnim.” Sapa Byunghun. “Kami hanya
saling bertegur sapa, iya kan?” Byunghun tiba-tiba merangkul Ai yang hanya
tersenyum membenarkan ucapan Byunghun. “Baiklah Fujiwara, lain kali kita
ngobrol lagi, em? Aku pergi dulu.”
Junki menatap Byunghun yang berjalan pergi bersama
keempat temannya. “Kau baik-baik saja?” Tanya Junki pada Ai.
“Sangat baik.” Ai tersenyum tulus.
“Syukurlah.” Junki menarik jarak.
“Apa Songsaengnim di buat susah oleh rumor itu? Aku
berbicara dengan hantu.”
“Oh, tidak. Jangan khawatir. Obrolan semacam itu
wajar terjadi di antara murid, pasti akan hilang seiring berjalannya waktu.”
“Lalu, apakah Songsaengnim juga menganggap ku gila
dan berkepribadian ganda?”
“Mwo?? Fujiwara, kenapa kau bertanya hal seperti
itu?”
“Terima kasih sudah membela saya.” Ai membungkuk dan
pergi.
“Huft…” Junki menghela nafas dan juga pergi.
***
“Anak-anak ini! Putri ku tidak gila atau memiliki
kepribadian ganda! Hah! Aku harus mengurusnya.” Jinyoung mengomel sendiri.
“Yeobo, kau mau melanggar janji mu?” cegah Hyunjung
–Go Hyunjung (Mishil)-. Hyunjung meletakan teh di meja. “Jiyoo pasti punya cara
sendiri untuk mengatasinya.”
“Ma’af Istri ku. Hah, anak ini, dia mewarisi bakat
ibunya.”
Hyunjung tersenyum dan mengelus pundak Jinyoung.
“Jiyoo membuat banyak kehebohan di sekolah, dia itu sangat mirip dengan mu.”
“Iya. Bahkan dia juga jago berkelahi. Hah… Istri ku,
menurut mu apakah tindakan kita ini benar? Membiarkan putri bungsu kita berada
sendiri di luar sana?”
“Itu pilihannya, kita harus menghargai itu. Andai
kita menemukannya sejak ia bayi.” Sesal Hyunjung. “Aku membayangkan seandainya
Jiyoo bersedia tinggal bersama kita disini, pasti akan sangat menyenangkan
memiliki seorang anak gadis bersama ku.”
Hati Jinwoon semakin sakit mendengar obrolan kedua
orang tuanya. Kebenciannya kepada Fujiwara Ayumu semakin menjadi. Euichul
tersenyum kecil menangkap sang adik sedang menguping.
“Kenapa tidak mencoba menerima kondisi ini? Situasi
yang semakin kau tolak, akan berbalik semakin menyakiti mu.” Kata Euichul
sambil berjalan mendekati Jinwoon. “Kau, aku dan Jiyoo, kita adalah saudara,
satu keluarga.”
“Hanya aku dan Hyung, tidak dengan Jiyoo, dia hanya
anak pungut. Bagi ku dia tetap orang lain dan duri dalam keluarga ini. Aku
heran, kenapa kalian begitu istimewa memperlakukan dia?”
“Kesabaran ku telah habis pada mu.”
“Bahkan Hyung mengancam adik kandung Hyung. Lalukan
saja apa yang ingin Hyung lakukan!” Jinwoon pergi.
***
“Kalian memaksa ku?! Aku belum punya uang!” bentak
wanita paruh baya bertubuh mungil itu sambil membusungkan dada di depan lima
orang pria yang berada di hadapannya. “Aku Han Soo Mi tidak akan lari! Aku pasti
akan melunasi hutang-hutang ku! Tapi tidak sekarang!”
“Aigoo, Ajumma, kenapa kau tidak menyerah saja ha?
Apa susahnya berbagi tempat ini? Hutang Ajuma lunas dan bisnis ku pun lancar.”
Kata pria yang berdiri di tengah.
“Benar ini kutukan Dewa! Mimpi buruk aku terlibat
hutang dengan kalian! Sampai mati aku tidak mau berbagi gedung ini dengan
kalian hanya untuk mengembangkan bisnis kotor kalian!”
“Hagh! Ahahaha… Ajumma, apa kau lupa siapa diri mu
yang dulu??”
“Kalian!!”
“Ajumoni!!” Ai berlari mendekat setelah lama berdiri
memperhatikan dari kejauhan. Jaejoong, Minhyuk, Jaejin dan Wonbin menyusul di
belakang Ai. “Kenapa ribut sekali?” Tanya Ai.
“Gadis kecil! Sebaiknya kau pergi dari sini!” pria
itu berkacak pinggang.
“Tunggu sebentar saja, Ajushi.”
“Mwo?? Ajushi?? Aku tidak setua itu!!”
Ai mengabaikan pria itu dan merangkul Soomi,
membawanya sedikit menjauh. “Aku tahu Ajumoni bisa menghajar habis mereka,
jangan cari masalah, percayalah pada ku, aku akan menyelesaikan ini, em?” bisik
Ai.
“Gadis ingusan! Apa yang akan kau lakukan?”
“Tenang saja, em!” Ai kembali menghadap pada pria
rentenir itu. “Ini!” Ai menyodorkan selembar cek. “Apa itu cukup?”
Pria itu melotot lalu mengusap kedua matanya. “Ini
lebih dari bunganya juga!”
“Ambil saja untuk mu! Tapi ingat! Jangan mengacau
lagi, atau kalian mati!” ancam Ai. Pria itu segera pergi di ikuti anak buahnya.
Ai tersenyum penuh kemenangan dan berbalik. Ia segera menarik kembali senyumnya
ketika berbalik dan mendapati Soomi sudah berdiri berkacak pinggang menatapnya
tajam.
“Kau, ikut aku!” ajak Soomi. Ai dan keempat rekannya
mengikuti langkah Soomi. Soomi berbalik menghentikan langkahnya. “Kalian tetap
disini!” bentaknya pada Jaejoong, Minhyuk, Jaejin dan Wonbin.
Ai menatap keempat rekannya. ‘Don’t worry.’ Gerak
bibir Ai tanpa suara. Ia segera menyusul langkah Soomi.
Lima menit berjalan. Keempat member YOWL ini mulai
gusar. Mereka harus menunggu Ai di luar sedang pintu besar dari gedung yang
lebih mirip gudang itu masih tertutup rapat.
“Ah, ini benar-benar membuat ku gila!” umpat
Jaejoong yang sedari tadi mondar-mandir di depan ketiga rekannya yang duduk
menatap ke arah pintu. “Apa yang mereka lakukan di dalam sana?” Jaejoong
berhenti dan berkacak pinggang ikut menatap pintu.
“Bibi Han dan Ai, apa mereka duel?” celetuk Jaejin.
“Anak ini! Ck! Untuk apa mereka duel?” Tanya
Minhyuk.
“Hah… aku benar-benat memikirkannya.” Jaejin
mendongak menatap langit. Dalam khayalan Jaejin tergambar Bibi Han dan Ai benar
berduel dan Bibi Han membanting Ai. Jaejin mengerjapkan mata dan menggeleng.
“Mengerikan.”
“Kau membayangkan apa? Ha?” Minhyuk mengacak rambut
Jaejin.
“Sobat, bagaimana kalau kita menerobos masuk?” Tanya
Jaejoong.
“Kita tunggu saja.” jawab Wonbin.
“Ck! Apa kau tidak mengkhawatirkan Ai?”
“Dia tahu bagaimana menjaga dirinya, dimana pun itu.
Aku percaya dia baik saja.”
Jaejin dan Minhyuk kompak menatap Jaejoong lalu
Wonbin.
Dua kursi dan satu meja. Soomi dan Ai duduk
berhadapan di tengah ruangan luas tanpa sekat itu. Ini seperti sebuah aula atau
gudang tanpa barang. Soomi dan Ai saling menatap dan diam, cukup lama.
“Hah…” Soomi menghela nafas panjang. “Apa arti semua
ini?”
“Kerjasama.”
“Kerjasama?”
“Aku butuh gedung ini, aku rasa Bibi sudah tahu hal
itu, sejak lama.”
“Apakah Beliau sengaja mengirim Nona?”
“Beliau?”
“Tidak perlu berpura-pura! Apa Nona pikir aku tidak
tahu tentang Nona?”
“Jika aku mengatakan iya, apakah Bibi akan setuju
memberikan tempat ini pada ku?”
“Benar-benar mirip dengannya.”
“Karena darahnya mengalir dalam darah ku.”
“Salah satu dari pemuda itu adalah putra rahasia
Jung Jinyoung? Hagh!”
“Bibi sempat mempercayainya dan memuja YOWL.”
“Kebodohan.”
“YOWL butuh basecamp serbaguna dan aku menginginkan
gedung ini, aku akan membayar sisanya nanti.”
“Tapi aku tidak berniat menjual tempat ini.”
“Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang?”
“Akan aku berikan jika Nona memintanya.”
“Setelah tahu aku putri bungsu dari Jung Jinyoung?”
“Karena keseriusan Nona, minat Nona yang teguh.”
“Mengingatkan Bibi pada diri Bibi sendiri? Bibi
adalah salah satu pengikut setia Jung Jinyoung, ayah ku dan mengikuti ayah
hingga kini, tapi ayah tidak melihat hal ini, apa aku bisa diam?”
“Bersikap acuh namun diam-diam mendukungnya. Tidak
sia-sia Lee So Yeon melahirkan Nona. Anak nakal!”
Ai tersenyum kecil. “Jadi tempat ini resmi aku
sewa?”
“Ai!” Jaejoong berlari menghampiri Ai ketika gadis
itu keluar dari gedung. “Kau tidak apa-apa? Apa yang Bibi Han lakukan pada mu?”
Jaejoong mengamati Ai. Ia khawatir jika ucapan Jaejin benar adanya.
“Kau ini kenapa?” reaksi Ai datar melihat
kekhawatiran Jaejoong. “Aku baik-baik saja.”
“Apa kalian duel?” Tanya Jaejin.
“Duel??”
“Bibi Han, apakah dia menantang mu berkelahi?”
sambung Minhyuk.
“Anak-anak gila ini.” Komentar Ai.
“Bagaimana keputusan Bibi Han?” Tanya Wonbin.
Ai tersenyum merangkul Jaejoong dan Jaejin yang
paling dekat dengannya. “Sobat, ayo kita pindahkan barang-barang kita kemari.”
“Mm-mwo??” mulut Minhyuk membulat.
“Bibi Han bersedia menyewakan tempat ini??” Jaejin
melepas pelukan Ai.
“Tempat ini resmi menjadi milik kita.” jawab Ai.
“Mil-lik kit-ta?” Minhyuk tak percaya mendengar
jawaban Ai. Ai mengangguk membenarkan.
“Ai, aku mencintai mu!” spontan Jaejin memeluk Ai.
“Jaejin, apa-apa’an kau ini!” Jaejoong memaksa
Jaejin melepas pelukannya pada Ai. “Kau serius tentang ini?” Jaejoong membawa
Ai mengahadap padanya.
“Bagaimana menurut mu?” Ai balik bertanya. Jaejoong
tersenyum lebar dan memeluk Ai.
“Kau ini!” gantian Minhyuk yang memaksa Jaejoong
melepas pelukannya. Wonbin menggeleng pelan melihatnya.
“Berhenti membuang waktu. Ayo kita bekerja! YOWL!!!”
seru Ai.
“Auuuuuw!!!” mereka kompak meraung.
“Ya! Kenapa kalian ribut sekali?!!” Soomi keluar
sambil membawa bo (toya/tongkat kayu). “Kemari kalian! Dasar anak-anak nakal!”
Jaejoong menggandeng tangan Ai dan membawa gadis itu berlari bersama Wonbin,
Minhyuk dan Jaejin. “Hah… anak-anak itu…” Soomi tersenyum sendiri melihat
anak-anak YOWL kabur.
-------TBC-------
kamsahamnida
.shytUrtle_yUi.
0 comments