Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy - Land #49

04:25

  Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

 


 

It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.

 

 

. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”

. Author: shytUrtle

. Rate: Serial/Straight/Fantasy/Romance.

. Cast:

-                  Song Hyu Ri (송휴리)

-                  Rosmary Magi

-                  Han Su Ri (한수리)

-                  Jung Shin Ae (정신애)

-                  Song Ha Mi (송하미)

-                  Lee Hye Rin (이혜린)

-                  Park Sung Rin (박선린)

-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

 

 

Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, di Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini?

 

Land #49

 

Magi kembali usai bermeditasi pagi di taman Rumah Seni Snowdrop. Ia mendengar suara gaduh dari orang-orang yang entah membahas kehebohan apa. Ia ingin mengabaikannya, tapi Su Ri dan Song Eun menghampirinya.

"Pagi-pagi sudah ribut apa?" Magi menyambut Su Ri dan Sung Rin. Ekspresi keduanya membuat kening Magi berkerut. Pasti terjadi sesuatu yang buruk. Tapi, apa? Apakah Raja mengirim pasukan untuk menjemputku? Magi menduga-duga dalam hati. "Eonni, kenapa?" Magi mendesak Song Eun untuk bicara.

Song Eun mendekat dan membisikkan sesuatu di telinga Magi.

Kedua mata Magi melebar setelah mendengar apa yang disampaikan Song Eun. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari menuju gerbang utama Rumah Seni Snowdrop, berniat keluar untuk menuju lokasi keributan. Namun, Choi Jin Hyuk meraih lengan Magi sesaat gadis itu akan keluar gerbang. Langkah Magi pun terhenti seketika.

"Lepaskan! Jangan hentikan aku!" Dengan mata berkaca-kaca, Magi menatap lurus pada Jin Hyuk. Meminta pria itu melepaskan lengan kanannya.

"Jeosonghamnida," Jin Hyuk meminta maaf seraya menundukkan kepala, "tapi, Anda tidak boleh pergi." Imbuhnya.

"Wae?!!" Magi berteriak frustasi. Air matanya melelah.

Su Ri dan Song Eun berhasil menyusul Magi. Napas keduanya terengah-engah. Song Eun lega, melihat Jin Hyuk berhasil menahan Magi. Ia pun berjalan mendekat diikuti Su Ri.

"Ajushi...." Magi merengek.

Jin Hyuk teguh pada pendiriannya dan menggeleng. "Mohon tunggu di dalam dan tunggu konfirmasi dari pihak berwenang. Seseorang yang menemukannya telah melapor. Kasus sudah ditangani pihak berwenang. Yang Mulia tidak bisa ke sana dan menarik perhatian."

Magi yang sebelumnya berontak menyerah. Ia seolah kehilangan tenaga, hingga tubuhnya sedikit oleng. Jin Hyuk dengan sigap menahan tubuh Magi. Membuat Su Ri dan Song Eun yang kompak hendak menangkap tubuh Magi mengurungkan gerakan mereka.

"Ini salahku... Ini salahku...." Magi berbisik lirih.

"Mohon tenangkan diri Anda, Yang Mulia." Song Eun mendekat dan membantu menyangga tubuh Magi.

"Tolong bawa Yang Mulia ke dalam." Jin Hyuk meminta bantuan Song Eun. "Yang Mulia, mohon menahan diri. Saya akan pergi untuk mencari informasi."

Magi berusaha menguatkan dirinya. "Tolong cari tahu secara mendetail penyebab kematiannya. Lalu, laporkan padaku. Karena Lee Jun Ki Seonsaengnim yatim piatu, aku akan berada di rumah duka saat jenazah tiba hingga prosesi pemakaman usai."

Jin Hyuk menganggukkan kepala, lalu melepaskan Magi dan pergi. Su Ri mengambil alih tempat di samping kiri Magi, bersama Song Eun membawa Magi kembali ke kamar.

Magi tak ingin memercayai apa yang ia dengar. Tentang mayat yang ditemukan di pinggir jalan tak jauh dari Kampung Lupin. Karena mayat menggunakan hanbok, diduga korban usai mengunjungi Festival Seni Kampung Lupin. Informasi sementara yang masuk korban adalah Lee Jun Ki. Semalam Magi bertemu dengan Jun Ki, tapi pagi ini guru kesayangannya itu ditemukan tak bernyawa. Dugaan sementara Jun Ki menjadi korban pembunuhan. Magi yakin dalang di balik kematian Lee Jun Ki adalah Ratu Maesil.

***

 

Hyu Ri terduduk lemas di atas lantai saat mendengar berita tentang penemuan mayat yang diduga sebagai Lee Jun Ki.

"Seonsaengnim..." Bisiknya lirih. Ia tak menduga jika Jun Ki akan dijadikan alat untuk meneror Putri Ahreum. Mendadak Hyu Ri teringat pada Jun Ho dan keluarganya, juga teman-temannya; Amber, J.B, Kris, dan Rap Monster. Ia ketakutan hingga tubuhnya menggigil.

"Yang Mulia." Dayang Choi terkejut ketika menemukan Hyu Ri duduk di atas lantai. Kedua lengannya memeluk kedua lutut yang ditekuk dan tubuh Hyu Ri menggigil. Dayang Choi membantu Hyu Ri berdiri dan membawa gadis itu untuk berbaring di ranjang. Ia menyelimuti tubuh Hyu Ri yang masih menggigil.

"Tolong panggil dokter untuk Yang Mulia!" Dayang Choi meminta bawahannya untuk memanggil tabib istana. "Yang Mulia. Apa yang sebenarnya terjadi?" Ia benar khawatir melihat wajah pucat Hyu Ri dan tubuhnya yang menggigil.

Seruan yang mengabarkan jika Ha Mi tiba didengar Dayang Choi. Membuatnya yang duduk di tepi ranjang Hyu Ri segera bangkit. Ia memberi salam saat Ha Mi sampai di dekat ranjang.

"Yang Mulia." Ha Mi duduk di tepi ranjang, khawatir melihat kondisi Hyu Ri.

"Apakah temanku baik-baik saja? Semua?" Suara Hyu Ri bergetar. Ia bangkit dan duduk. Pandangannya tak fokus.

Hati Ha Mi sakit melihat kondisi Hyu Ri. "Nee. Semua baik-baik saja. Yang Mulia tidak perlu khawatir."

"Tolong lindungi teman-temanku. Tolong lindungi mereka. Aku takut mereka akan dibunuh. Seperti Seonsaengnim. Tolong selamatkan teman-temanku. Tolong mereka. Aaa!!!" Hyu Ri berteriak histeris sembari menutup kedua telinganya.

Ha Mi berusaha menenangkan Hyu Ri dengan memeluknya erat. Walau Hyu Ri berusaha berontak, ia tetap memeluknya. Hingga gadis itu menyerah dan menangis tersedu dalam pelukannya.

Melihat kondisi Hyu Ri, Dayang Choi turut menangis bersama Ha Mi yang masih memeluk Hyu Ri.

***

 

Il Woo memanggil Geun Suk yang kemarin terlihat bersama Lee Jun Ki hingga saat guru muda itu meninggalkan Rumah Seni Snowdrop. Selain Dong Hae dan Kyu Hyun, Shin Ae juga ada dalam pertemuan itu. Geun Suk menjelaskan kronologi mulai dari ia bertemu Jun Ki hingga berpisah.

"Kami berpisah sebelum meninggalkan Kampung Lupin. Tuan Muda Yoo Seung Ho ingin melihat bazar sebelum pergi, jadi kami tetap tinggal. Sementara itu,Seonsaengnim pergi untuk pulang." Geun Suk menutup penjelasannya.

"Kau bilang, di Rumah Seni Snowdrop, Seonsaengnim sempat beradu panahan dengan Park Shi Hoo Seonsaengnim? Dan kemampuannya mengejutkan?" Dong Hae mengajukan pertanyaan.

"Iye. Mungkin saja Ssaem adalah atlit panahan atau hanya hobi. Itu hanya dugaan. Tapi, kemampuannya benar-benar mengejutkan."

"Apa kalian tahu jika Park Shi Hoo Seonsaengnim terlibat dengan keluarga pejabat yang mendukung Ratu Maesil?"

Pernyataan Dong Hae membuat Shin Ae dan Geun Suk terkejut.

"Tuan Killer terlibat dengan orang-orang Ratu Maesil?" Geun Suk ingin memastikan.

"Nee. Dahulu keluarganya dihukum karena terbukti berkhianat pada kerajaan. Dia diampuni karena masih berusia empat tahun. Ia tinggal di panti asuhan dan kemudian menjadi guru di Hwaseong Academy. Kami belum menemukan bukti kuat, tapi Park Shi Hoo selalu dalam pengawasan dan terlihat berhubungan dengan orang-orang Ratu Maesil." Dong Hae memberi penjelasan lebih detail.

"Apa karena alasan itu Park Shi Hoo Seonsaengnim selalu mengawasi Trio Mae Hwa?" Shin Ae setengah bergumam.

"Bisa jadi." Dong Hae menyahut. Membuat Shin Ae terkejut. "Walau ya wajar saja, tapi rasanya aneh karena Park Shi Hoo juga berada di Rumah Seni Snowdrop."

"Mungkin karena penasaran karena tahu Trio Mae Hwa tinggal di rumah seni. Kami menyimpulkan begitu." Geun Suk memberi jawaban.

"Hanya karena penasaran?? Buang-buang waktu sekali ya." Dong Hae menyangkal kesimpulan Geun Suk.

"Bagaimanapun, tolong berhati-hati dengan Park Shi Hoo." Il Woo memperingatkan Shin Ae dan Geun Suk.

"Setelah peristiwa ini, rasanya tak mungkin lagi bagi Magi dan Su Ri untuk tetap sekolah. Saya yakin wali murid akan mendesak pihak sekolah untuk menendang mereka keluar." Shin Ae mengutarakan isi kepalanya.

"Sudah dipastikan. Akan lebih mudah kalau Snapdragon menerima tawaran Yang Mulia Raja untuk menjadi musisi kerajaan."

Shin Ae dan Geun Suk kompak menatap Dong Hae. Tawaran itu sudah diajukan langsung pada Snapdragon.

"Kyu Hyun, bagaimana dengan hasil penyelidikan?" Il Woo beralih pada Kyu Hyun yang hanya diam sejak bergabung dalam pertemuan.

"Diduga korban meninggal karena serangan jantung. Tidak ada bekas kekerasan ditemukan." Kyu Hyun membagi informasi yang dia dapat.

"Rasanya tidak mungkin. Seonsaengnim terlihat sangat sehat." Shin Ae meragukan informasi Kyu Hyun.

"Benar sekali. Lalu, kami meminta penyelidikan ulang. Ditemukan luka berupa satu titik jarum di leher korban. Sepertinya korban tidak bisa menghindari serangan senjata beracun yang menyebabkan kematian seolah-olah seperti serangan jantung. Kami belum menerima hasilnya." Kyu Hyun menambahkan.

"Setelah ini Raja pasti akan meminta kita untuk bertemu. Jadi, siapkan laporannya." Il Woo meminta Kyu Hyun bersiap.

"Nee."

"Shin Ae, setelah ini tolong kunjungi Putri Ahreum. Aku dengar, Yang Mulia sempat histeris dan ketakutan." Il Woo beralih memberi perintah pada Shin Ae.

"Nee." Shin Ae menerima perintah.

Geun Suk menatap Shin Ae yang masih duduk melamun setelah Il Woo, Dong Hae, dan Kyu Hyun pergi. Sama sepertinya, Shin Ae pasti sangat syok saat menerima berita kematian salah satu guru Hwaseong Academy.

"Nggak akan pergi?" Geun Suk memecah keheningan.

Shin Ae menghela napas panjang. "Bagaimana aku bisa mengabaikannya?"

"Nee?" Geun Suk bingung mendengar jawaban Shin Ae.

"Anee." Shin Ae menggelengkan kepala. Ia bangkit dari duduknya dan menatap Geun Suk yang masih duduk. "Terim kasih untuk kemarin. Untuk datang dan mengawasi duo Mae Hwa yang tersisa di luar istana." Ia menundukkan kepala dengan sopan.

Menerima perlakuan Shin Ae, Geun Suk pun merasa canggung. "Mm. Tak apa. Sudah jadi tugas kita."

"Karena kau pun berada di lingkaran Trio Mae Hwa, mohon berhati-hati." Shin Ae kemudian pergi.

"Bukankah kamu juga. Kita semua harus saling menjaga, kan?" Geun Suk bergumam. Ia pun tersenyum mengingat bagaimana Shin Ae berterima kasih dengan ramah, sekaligus memintanya untuk lebih berhati-hati.

***

 

Magi tak banyak bicara sejak mendengar berita kematian Lee Jun Ki. Bahkan ia menolak hidangan untuk sarapan dan makan siang. Hal yang membuatnya bersemangat adalah ketika Song Eun mengabarkan bahwa Nichkhun datang untuk berkunjung. Tuan Yoon menyediakan ruang khusus untuk pertemuan rahasia antara Magi dan Nichkhun.

"Racun??" Magi merasa salah dengar atas penjelasan Nichkhun. Di ruangan itu, selain dirinya dan Nichkhun, ada Tuan Yoon, Choi Jin Hyuk, dan Song Eun yang turut dalam pertemuan.

"Apakah tujuannya untuk menjatuhkan Rumah Seni Snowdrop?" Song Eun menyela. "Kemarin, kami menyajikan banyak makanam secara gratis."

"Bukan begitu." Nichkhun menyanggah. "Tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan. Korban diduga meninggal karena serangan jantung. Namun, karena mengingat selama ini korban dikenal dengan fisik yang sehat, penyelidikan ulang dilakukan. Petugas autopsi menemukan bekas luka setitik jarum di leher korban. Artinya, korban diserang dengan senjata beracun dan kemudian meninggal karena racun yang membuat jantungnya gagal bekerja. Karena itu disimpulkan sebagai serangan jantung."

"Racun dari bunga wolfsbane atau foxglove? Atau arsenik?" Magi menuntut kepastian.

"Masih diselidiki. Jika kita mengevakuasi lebih dulu, pasti tidak akan serumit ini."

"Kapan jenazah akan dibawa ke rumah duka?"

"Sepertinya besok. Yang Mulia benar ingin bertindak sebagai keluarga korban?"

"Nee. Aku dan Su Ri. Seonsaengnim sudah banyak menjagaku hingga kemarin. Bahkan aku tak sempat menunjukkan diriku dan berterima kasih." Air mata Magi kembali menetes.

"Seonsaengnim adalah salah satu ksatria Lesovik yang terbaik. Dengan tidak ditemukannya bekas kekerasan atau perlawanan, pasti beliau ditipu dan kemudian diserang diam-diam."

"Harusnya Seung Ho ada bersamanya kemarin. Ini pasti akan menyulitkannya juga." Magi menutup wajah dengan kedua tangannya yang bersangga pada meja kecil di hadapannya.

"Pasti hanya akan dimintai keterangan sebagai saksi, tapi keamanannya tentu saja harus menjadi prioritas kita."

"Yoo Seung Ho adalah anak Gubernur. Penjagaan dari sang ayah pasti memadai." Tuan Yoon menyahut.

"Oh iya. Maaf." Nichkhun menggaruk tengkuknya.

"Aku ingin bertatap muka dengan anggota Lesovik yang sudah mendukungku selama ini." Magi menurunkan kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya. Pernyataannya membuat Tuan Yoon, Choi Jin Hyuk, Nichkhun, dan Song Eun kompak menatapnya.

"Seonsaengnim sangat berjasa, tapi tidak sempat melihat siapa sebenarnya orang yang beliau bantu hingga harus meregang nyawa. Hal itu membuatku sangat sedih. Perang akan segera dimulai, aku ingin bertemu langsung dengan para pendukungku."

"Yang Mulia...." Nichkhun keberatan dengan permintaan Magi. Selama ini ia lah yang mewakili Magi sebagai Leshy untuk bertemu dengan anggota Lesovik. Semua itu dilakukan demi keamanan Magi, karena khawatir adanya penyusup dalam anggota Lesovik. Namun, tiba-tiba saja Magi meminta untuk bertatap muka langsung. Tentu saja ia sangat keberatan dengan alasan keamanan.

"Aku tidak akan bersembunyi lagu di balik topeng Leshy. Bagaimanapun, yang pantas mengisi posisi itu adalah Nichkhun Oppa. Aku akan memperkenalkan diriku sebagai Putri Ahreum yang selama ini bisa tetap hidup karena Leshy dan Lesovik, serta sokongan dari para pendukung mendiang ayah. Aku ingin bertemu dan bertatap muka dengan mereka. Seperti Ratu Maesil bertemu dengan para pendukungnya. Aku tak ingin orang-orang yang mendukungku selama ini terus meragu, mempertanyakan keberadaanku nyata atau tidak.

"Seperti yang aku katakan sebelumnya, usai Festival Seni Kampung Lupin,  aku akan mengangkat bendera perang untuk melawan Ratu Maesil. Satu kerajaan tidak bisa dipimpin oleh dua tahta. Karenanya, kita harus segera bergerak. Kehilangan salah satu ksatria terbaik Lesovik adalah karena kelalaianku."

Semua yang berada di ruangan itu menatap iba pada Magi. Tuan Yoon tersenyum kemudian berkata, "Saya mendukung keputusan Yang Mulia. Sebenarnya, ini juga yang diharapkan oleh para pendukung Yang Mulia, yaitu bertemu langsung dengan pewaris sah tahta."

"Tolong siapkan semuanya, Leshy-nim. Yang Mulia adalah urusan saya." Choi Jin Hyuk siap mengawal Magi untuk pertemuan besar.

Karena semua setuju, Nichkhun pun tak bisa menolak. Ia pun menyanggupi akan mempersiapkan pertemuan antara Magi dan seluruh pendukungnya.

"Ajushi," Magi menatap Tuan Yoon, "karena nanti aku akan sangat sibuk, maka aku menitipkan Han Su Ri di sini. Mohon bantu dan lindungi dia. Dia mengalami banyak kesulitan karena berada dekat denganku."

"Dengan senang hati Yang Mulia." Tuan Yoon menerima perintah.

"Aku pun telah memikirkan untuk tawaran Raja." Semua kembali menaruh perhatian pada Magi. Magi menarik napas, lalu mengembuskannya dengan pelan. "Aku akan meminta Yoon Ajushi untuk menyiapkan ritual menghabiskan malam pertama dengan Yang Mulia Raja, di sini."

"Yang Mulia!" Song Eun keberatan hingga bersuara. Sedang yang lain menatap Magi dengan ekspresi terkejut.

"Aku tidak ingin memasuki istana dengan cara yang ditawarkan Raja. Satu-satunya jalan untuk menunjukkan jati diriku adalah dengan menghabiskan waktu berdua saja dengan Raja. Dengan begitu, Raja tidak akan salah paham lagi padaku." Magi menjelaskan maksudnya lebih detail.

"Tapi, itu terlalu berisiko. Mohon Yang Mulia mempertimbangkan keputusan Yang Mulia." Song Eun keberatan. "Saya tahu Yang Mulia lebih mengenal Raja dibanding kami, tapi sudah cukup lama Yang Mulia berpisah dengan Raja. Saya—" Song Eun tak bisa melanjutkan protesnya karena menyadari jika ia terlalu meragukan Magi. "Mohon maafkan hamba, Yang Mulia." Ia pun segera meminta maaf.

"Aku paham apa yang Eonni khawatirkan. Tapi, tolong percaya padaku." Magi menenangkan.

Tidak ada yang melayangkan protes. Magi menganggapnya sebagai sebuah persetujuan. "Rencana akan dijalankan setelah pemakaman Seonsaengnim. Mohon bantuannya."

***

 

Ayunan di taman Rumah Seni Snowdrop belum diturunkan. Magi duduk di sana dan melamun di hari senja. Tak menyadari kehadiran Su Ri yang kemudian berdiri menyandarkan punggung pada batang pohon yang menjadi tempat tergantungnya ayunan di salah satu dahannya. Magi terkejut ketika baru menyadari keberadaan Su Ri.

"Maaf." Magi meminta maaf karena tak menyadari kedatangan Su Ri.

"Aku datang sebagai teman yang protes karena seharian ini kamu nggak makan." Walau terasa canggung, Su Ri bersikap seperti sebelum ia mengetahui jati diri Magi yang sebenarnya.

"Ah iya. Aku lupa jika belum mengisi perutku sama sekali. Apa makan malam sudah disiapkan?"

"Mm." Su Ri menganggukkan kepala. "Sung Rin, Jong Hwan, dan Seung Ho menanyakan kabarmu. Kubilang, kamu baik-baik saja walau sedikit syok. Seung Ho bilang, kamu nggak perlu mengkhawatirkannya yang kemungkinan akan dipanggil sebagai saksi untuk kasus Seonsaengnim."

Magi menghela napas panjang. "Anak Gubernur itu pasti bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik. Sepertinya setelah ini akan sulit bagimu dan Jong Hwan. Mian."

"Memangnya kenapa aku dan Jong Hwan? Dari awal memang nggak seharusnya kami menjalin hubungan."

Magi tersenyum kecut. "Na do."

"Eh? Apanya yang, aku juga?"

"Aku dan L.Joe Seonbaenim. Begini baru terasa semakin sulit."

Sejenak suasana berubah hening. Magi dan Su Ri larut dalam pikiran masing-masing tentang hubungan dengan kekasih masing-masing.

"Sudah waktunya makan malam." Magi tiba-tiba bangkit dari duduknya dan memecah kebisuan. "Setelah ini, aku akan sangat sibuk. Karenanya, kamu akan sering kesepian. Tapi, aku yakin Rumah Seni Snowdrop tidak akan membuatmu kesepian. Mian, sudah menyeretmu dalam masalah pelik ini."

Magi menghentikan langkahnya karena Su Ri tiba-tiba memeluknya dari belakang. Su Ri tidak berkata apa-apa. Mulai sesenggukkan karena menangis. Magi pun kehabisan kata-kata. Ia hanya bisa diam, membiarkan Su Ri tetap memeluknya dan meluapkan air matanya.

***

 

Sesuai janjinya, karena Lee Jun Ki tak punya keluarga, Magi dan Su Ri tinggal di rumah duka. Kedunya menggunakan pakaian berkabung dan menyambut para pelayat. Sebagian murid SMA Mae Hwa dan Hwaseong Academy datang untuk memberi penghormatan terakhir pada mendiang guru mereka.

Sung Rin, Jong Hwan, dan Seung Ho datang melayat bersama. Ketiganya memutuskan untuk tinggal dan melayani jamuan untuk para pelayat.

Shin Ae datang bersama L.Joe untuk melayat dan memberi penghormatan terakhir. Melihat L.Joe, hati Magi terasa sakit. Ia takut L.Joe akan mengalami kemalangan karena memiliki hubungan dengannya. Sekuat tenaga Magi menahan air matanya agar tidak jatuh waktu melihat L.Joe datang melayat.

Geun Suk juga datang melayat. Ia menyapa Magi dan meminta maaf karena membiarkan Jun Ki pergi sendirian. Padahal ia dan Seung Ho berjanji akan menemani Jun Ki pulang. Sebelumnya Seung Ho juga meminta maaf pada Magi dan Su Ri. Bagi Magi, dua pemuda itu tak salah. Kematian Jun Ki adalah karena kesalahannya. Andai Jun Ki tak memilih jalan untuk menjadi anggota Lesovik, pasti pemuda itu masih hidup sekarang. Namun, sama sepertinya. Jun Ki kehilangan keluarganya karena Ratu Maesil. Tujuan mereka sama, yaitu untuk menumbangkan Ratu Maesil. Magi menyesal karena tak bergerak cepat dalam merespon bendera perang yang diacungkan Ratu Maesil padanya.

Taemin, satu-satunya anggota Flower Season Boys yang datang melayat. Ia memberi penghormatan terakhir dan kemudian menyapa Magi. "Mohon menjadi kuat. Aku turut berduka atas kemalangan ini."

"Terima kasih sudah datang." Magi membungkukkan badan di depan Taemin.

Melihat wajah Magi yang sembap, Taemin tak tega. Ia ingin mengatakan jika mulai sekarang ia berada di pihak Magi apa pun yang terjadi, tapi lidahnya terasa kelu. Ia membungkukkan badan, membalas ucapan terima kasih dari Magi.

Taemin menuju tempat perjamuan para pelayat. Ia melihat L.Joe sedang duduk sendirian. Tak memiliki niat menghindar, ia menuju meja tempat L.Joe duduk dan menyapa.

"Kau datang sendirian?" Taemin duduk di seberang meja, berhadapan dengan L.Joe.

"Bersama Shin Ae." Jawab L.Joe singkat.

Taemin berterima kasih setelah menerima sajian untuk pelayat. "Ke mana Shin Ae?"

"Menunggu di luar. Ia selalu menghindari jamuan untuk pemakaman. Kau kemari?"

"Mm." Taemin menganggukkan kepala karena mulutnya penuh usai menyuapkan sesendok makanan ke dalamnya. "Bagaimanapun, aku hutang budi pada Magi. Selain memberi penghormatan terakhir pada Seonsaengnim, aku ingin memberi penghiburan pada Magi."

L.Joe menyunggingkan senyum mendengarnya.

"Ya! Kau mengolokku?"

L.Joe menggeleng.

"Dari awal aku tidak pernah membencinya. Hutang budi karena dia menyelamatkanku dari serangan ular waktu itu, akan terus aku bawa selama aku masih hidup. Jangan khwatir. Aku tahu diri. Aku tahu jika Magi pacarmu." Ada nada kesal saat Taemin mengakui bahwa Magi adalah kekasih L.Joe. "Lagi pula, kita satu klan. Nggak seharusnya kamu mencurigaiku kan?"

"Mm. Ikatan darah memang lebih kuat. Tapi, bukan berarti tidak ada pengkhianatan dalam satu klan, kan?" L.Joe menatap Taemin lurus-lurus.

"Wah! Ke mana Jung Shin Ae Seonbaenim?" Seung Ho menyela perseteruan antara L.Joe dan Taemin. Tanpa permisi ia sudah duduk bergabung. "Wah! Taemin Seonbaenim datang?"

Taemin tersenyum dan melanjutkan makan. L.Joe pun melanjutkan makan dalam diam.

***

 

Shin Ae ada bersama Magi dan Su Ri saat Park Shi Hoo datang untuk melayat. Ia datang sendiri, tak bersama dengan rombongan staf Hwaseong Academy. Park Shi Hoo menjadi staf sekolah pertama yang datang melayat. Su Ri, Magi, dan Shin Ae menyambut Park Shi Hoo, lalu memberikan ruang pada Shi Hoo untuk melakukan penghormatan terakhir.

Melihat Shi Hoo mendekat, Shin Ae refleks siaga. Ia teringat pada penjelasan Dong Hae tentang status Park Shi Hoo. Apakah pria ini ada hubungannya dengan kematian Seonsaengnim? Shin Ae bertanya dalam hati. Sedang kedua matanya tak lepas dari mengawasi Shi Hoo yang sudah berdiri jarak satu langkah di depan Magi.

Shi Hoo mengembuskan napas pelan. Menatap Magi yang berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk. Walau wajah gadis itu sembap, tetap terlihat cantik di matanya. Shi Hoo mengerjapkan kedua matanya. Mengusir pesona Magi yang selalu membuatnya rapuh.

"Jangan larut dalam kesedihan. Semua guru di Hwaseong Academy adalah guru dan pelindungmu juga Han Su Ri sekarang. Mulai sekarang, kamu bisa membagi apa pun itu denganku." Shi Hoo menghibur Magi dan Su Ri. Namun, ia hanya terfokus pada Magi.

Shin Ae yang memperhatikan tingkah Shi Hoo mengerutkan dahi. Mungkinkah pria ini benar ada hubungannya dengan kematian Seonsaengnim? Kemarin, pria ini ada bersama Seonsaengnim cukup lama. Lalu, memisahkan diri sebelum acara puncak dimulai. Haruskah aku menyentuhnya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana jika ia tak selemah seperti yang aku bayangkan?

Jantung Shin Ae seolah terjun bebas ke lantai ketika Shi Hoo tiba-tiba mengalihkan pandangan dan menatapnya. Selama beberapa detik, ia melakukan kontak mata dengan Shi Hoo. Shin Ae bisa melihat semuanya. Park Shi Hoo yang bertemu dengan Lee Jun Ki di Festival Seni Kampung Lupin. Park Shi Hoo yang beradu panahan dengan Lee Jun Ki. Park Shi Hoo yang kemudian memilih memisahkan diri dari Jun Ki dan teman-temannya, tapi tetap mengawasi gerak-gerik mereka. Park Shi Hoo yang terkejut ketika melihat berita kematian Jun Ki di televisi. Dan, Park Shi Hoo yang datang ke Kastil Basil untuk menemui Ratu Maesil.

Shin Ae merasakan dadanya sesak. Seolah semua udara disedot habis dari dalamnya. Ia tak bisa bernapas. Tubuhnya kaku dan akan kehilangan kesadaran dalam hitungan detik saja.

***

 

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews