My Curious Way: [170730] Road To Lembah Tumpang Resort (LTR)
05:48
My Curious Way: [170730] Road To Lembah
Tumpang Resort (LTR)
Ini kali ketiga aku berkunjung ke Lembah
Tumpang Resort (LTR). Dan, akhirnya bisa masuk juga. Alhamdulillah.
November 2016 lalu pertama kali berkunjung
ke LTR. Itu pun melalui sebuah perburuan yang ditemani Bapak. Baca aja kisahnya
di sini. Cerita bagaimana aku tahu LTR dan proses perburuannya semua ada di
sini. Happy reading!
27 April 2017 lalu, kembali mengunjungi LTR
sama Thata. Seingatku waktu itu kami pulang dari kantor BPJS. Lupa ngurus apa.
Karena pulangnya masih pagi, kami sepakat mengunjungi LTR yang mulai ramai
dibicarakan di sosial media.
Gagal masuk lagi. Dari ibu-ibu yang jualan
di depan LTR barulah kami tahu kalau LTR hanya buka di hari Minggu saja. Karena
pembangunannya belum 100% jadi, maka LTR hanya dibuka pada hari Minggu dan
tanggal merah saja.
Hari ini sebenarnya ada jadwal dolen ke
Nanasan. Itu lho mengunjungi situs sejarah yang baru saja ditemukan dan
sekarang udah di pugar menjadi cantik. Tapi, sayangnya Nyai memberi jawaban yang
membuat aku meragu untuk pergi.
Karena hari terakhir di bulan Juli, kalau
Agustus ntar rencananya nggak dolen-dolen dulu. Khawatir kejebak macet event
Agustusan. Jadi, hari ini dolen. Dan karena batal ke Nanasan, aku merubah
tujuan ke LTR. Lihat isi dompet masih cukup kok kalau buat main ke LTR berdua.
Hehehe.
Hari ini tujuan dolen adalah ke Lembah
Tumpang Resort aka LTR.
Pagi sempet kabut tebal. Bahkan sampai jam
delapan kabutnya belum reda di sebelah barat. Hawanya juga dingin kebangetan.
Sebenernya enak banget buat tidur-tiduran sambil baca di dalam tempurung
kura-kura. Tapi, ntar Agustus kan rencananya mau hiatus dari dolen. Jadi,
rasanya sayang banget kalau hari ini nggak keluar.
Pukul sembilan meninggalkan markas.
Nyamperin Mbak Jamile ke tempat janjian. Pukul sembilan lebih lima belas menit
berangkat menuju LTR. Aku milih jalur lewat Malangsuko. Karena lebih dekat
daripada lewat Bokor.
Lewat Malangsuko itu di gang menuju Sumber
Ringin itu lho. Gang yang berhadapan sama gang ke SMA Negeri I Tumpang. Gang
yang juga menuju rumah makan Raos Agung dan kolam pemancingan Embung.
Kalau jalur lewat Bokor dan desa Slamet,
udah aku jelasin di link di atas ya. Link perburuan pertama mencari LTR.
Masuk gang itu terus. Kalau ke Sumber
Ringin kan belok kiri, nah jalur le LTR itu yang terus ke barat. Ikuti aja
satu-satunya jalan itu. Jalannya agak sempit emang, tapi aspalnya udah alus.
Lewat sawah-sawah yang view-nya juga bagus buat yang mau selfie. Lewat makam
juga.
Ikuti aja jalan utama, dan di jalan masuk
kampung setelah makam dan sawah-sawah, ada jalan menurun di arah kiri. Belok ke
arah itu, arah kiri. Hati-hati ya. Jalannya agak menukik lalu turunannya juga
lumayan tajam. Jadi, pelan-pelan aja. Bangunan pertama di turunan itulah LTR.
Karena datang di hari Minggu, aku menemukan
situasi yang benar-benar berbeda. Ramai!!! Beda pas ke sana hari Kamis sama
Thata sepi. Kemarin, ramai!!!
Nyampek di area luar pagar kawasan LTR, aku
bingung. Parkirnya di mana? Nanya... mbak-mbak yang kayaknya juga ibu muda yang
juga berada di area itu, beliaunya ndak ngerti juga.
Akhirnya nyuruh Mbak Jamile masuk duluan,
jalan kaki buat nanya tempat parkirnya di mana. Aku ngekor di belakang dia,
nuntun Jagiya.
Ternyata aturan mainnya, bayar tiket masuk
dulu. Untuk dewasa HTM-nya Rp. 30.000,-
Kalau untuk anak-anak, lupa kemarin nggak
nanya. Jangan kaget kalau tidak dapat karcis. Karena, memang belum ada karcis.
Setelah bayar, masuk bersama motor. Motor di parkir di deket pintu masuk sedang
mobil ada area sendiri di dekat kolam renang.
Video di dekat pintu masuk
LTR ini beda sama tempat wisata yang udah
aku kunjungi kebanyakan. Biasanya kan kolam renang ada di bagian agak dalam
atau urutan paling belakang. Di LTR, kolam renang ada di dekat pintu masuk.
Tapi, kolam renang khusus anak-anak.
Konsep di LTR juga unik. Berbau kultur Jawa
zaman dulu. Banyak patung-patung, juga bangunan yang mirip candi. Tamannya luas
dan punya nama sendiri-sendiri. Sayang aku tidak mencatat nama-nama itu. Karena
lokasinya luas banget. Dan, walau belum jadi 100% udah bisa dinikmati
keindahannya. Kalau udah jadi keseluruhan, pasti bagus banget.
Bangunan resort-nya juga ada di dekat pintu
masuk. Dekat kolam. Bagus bangunannya. Jadi pengen nginep di sana. Tapi, berani
nggak?
Tahun 2016 lalu, waktu berkunjung ke sana.
Aku melihat bangunan menjulang tinggi yang aku pikir mungkin bakal dijadiin
macem kastil gitu ya. Pas bisa masuk, oh ternyata kayak candi. Dan, kayaknya
bangunan itu termasuk salah satu ikon LTR.
Video Candi
Bangunan yang kayak candi itu belum jadi
100%. Tapi, selfiable banget. Sayangnya aku nggak masuk dan naik. Kaki udah
capek karena berkeliling. Jadi, cuman selfie di depannya aja.
Walau areanya luas, kalau cuaca panas nggak
bikin apa ya nggak nyaman. Gerah pasti lah ya. Soalnya kan jalan, jadi
keringetan. Tapi, karena sepanjang mata memandang itu hijau karena banyaknya
pepohonan. Jadi tetep nyaman. Kalau capek, bisa duduk-duduk di bawah pohon.
Bangunan yang mirip candi itu ada kolam di
bagian samping dan belakangnya. Di dalam kolam itu ada bunga teratai dan ikan
koi yang banyak sekali. Sayang pas aku ke sana, bunga teratainya pas nggak
mekar. Bunga teratai itu bunga favoritku. Jadi kalau ketemu teratai, rasanya
pengen nyebur ke kolam dan nyiumin dia. Hehehe.
Ada sungai juga di tengah area. Ada jembatan
kayunya. Airnya bening.
Sebenernya bebas sih kayaknya mau ambil
rute perjalanannya dari mana. Kebanyakan orang ambil rutenya dari kiri. Kami
kemarin dari arah kanan. Jadi, tidak menuju candi dulu. Tapi, ke arah kanan dan
nyebrang sungai lewat jembatan kayu. Jembatan itu membawa kami lebih dekat pada
resort. Di dekat resort ada jalan, satu jalan lebar, satu jalan setapak.
Di dekat area resort ada tanah lapang yang
ditumbuhi banyak tanaman... aku nggak tahu namanya apa. Pokoknya yang bisa
ditiup kayak bunga dandelion gitu deh. Hehehe.
Putri Malu
Di sanalah aku bermain-main. Meniupi
bunga-bunga itu. Lalu, duduk melepas lelah di jalan setapak. Ditemani dua ekor
burung dara yang asik main kejar-kejaran. Burung aja ada pasangannya. Kamu
gimana kura-kura? Masih sendiri aja? Hahaha. Burungnya pamer kemesraan.
Jalan terus, nemu satu area yang juga belum
jadi. Namanya Gazebo Novita kalau nggak salah. Nah, deket situ ada patung kayak
pasukan perang kerajaan Cina.
Trus, ada jembatan yang membuat kami
akhirnya sadar bahwa kami melawan arus. Ya, kami jalan dari arah menuju pintu
keluar. Pantesan banyak mobil yang lewat. Kami sampai harus melipir. Nepi deket
tanaman.
Tanamannya di dominasi jenis palem-paleman.
Bikin suasana rindang dan sejuk.
Nyebrang jembatan, di sisi kiri ada area
yang masih di bangun. Kayaknya sih bakal jadi kolam gitu.
Di sebelah kanan ada tanah lapang yang ada
patung Budha-nya. Di taman ini lah aku ketemu bunga ungu cantik yang ternyata
adalah bunga dari kangkung yang entah bagaimana bisa tumbuh melata di atas
tanah.
Dari area ini jalan, ketemu area kolam. Tetep
ya ada patung di sana-sini. Kolam ini juga selfieable.
Jalan dari kolam, ada area kolam dan
gazebo. Juga patung... apa ini ya?? Kolamnya juga banyak ikan koinya.
Jalan lagi, ketemu area yang dipenuhi
patung perempuan zaman dulu. Mbak Jamile minta aku foto di tengah-tengah itu
patung yang berdiri berjajar. Tapi, aku udah keder duluan. Takut. Berasa kayak
mau diritual apa gitu. Tapi, bagus lho tempatnya. Sayang belum jadi.
Jalan lagi, ketemu kincir air dan ikon lain
dari LTR yang berupa tebing batu. Kenapa aku sebut ikon? Karena, dari hasil
pencarian di internet. Banyak foto yang muncul di sana. Jadi, itu merupakan tempat
favorit bagi pengunjung.
Di depan tebing batu itu ada kolam. Di
kolamnya ada patung manusia bergelut dengan ular. Kata Tunjung, itu patung
Bima.
Di area ini ada bambu kuning dan satu
tanaman langka bernama jali. Andai bisa, aku pengen minta benihnya jali itu.
Dia langka. Padahal banyak manfaatnya buat obat.
Jali
Di sebelah kanan area ini ada tanah lapang
yang punya spot selfie berupa deretan patung seperti ini.
Di depan patung ada tanah lapang dan sebuah
kolam. Kolamnya penuh ikan koi yang gede-gede. Dan ada satu ikan gede, beda
ndiri. Nurut aku sih arwana. Tapi, nggak tahu lagi.
Kolamnya unik. Jadi, bentuknya alami
kayaknya. Tanahnya bersap-sap. Waktu aku duduk di tepi kolam sambil menggoda
ikan koi, muncul satu ide di otakku.
"Kolamnya unik. Coba dibikin ini ya,
semacam lempar koin ke kolam biar harapannya terkabul. Kan seru tuh. Pasti
rame." aku mengungkapkan ide yang tiba-tiba muncul di otakku.
"Kamu tuh ada-ada aja, U." respon
Mbak Jamile.
"Iya kan? Kolamnya dibikin kayak model
zaman Kerajaan Majapahit dulu. Bawahnya kasih jaring. Kalau malem, koinnya di
angkat lagi. Kalau pas buka gini, koinnya dijual. Kan bisa jadi
pemasukan."
"Dasar otak bisnis!"
"Hehehe. Tapi, seru kan?"
"Iya juga sih."
Oya, ikan di kolam ini kalau kita ngucap
salam sambil mengulurkan tangan ke dekat kolam. Mereka mendekat lho! Tapi,
mereka kagetan juga. Pas aku ngomong terlalu keras, mereka kayak kaget trus
berenang menjauh. Pas aku minta maaf, mereka mendekat lagi. Seru kan!!!
Di deket kolam ada toilet dan gazebo.
Banyak orang-orang ngumpul makan bekal di gazebo. Diperbolehin tuh bawa bekal.
Soalnya di dalam emang nggak ada penjual makanan. Kantinnya kayak masih
dibangun.
Ada tangga naik ke atas bukit juga di deket
area patung-patung cewek berjajar. Tapi, tulisannya masih "coming soon
flying fox". Aku hanya bisa mendengus kesal menatapnya.
"Kenapa?" tanya Mbak Jamile.
"Wahana kayak gitu, aku cuman bisa
liat, tapi nggak bisa nyoba." ujarku.
"Emang kenapa nggak bisa nyoba?"
"Berat badannya kan dibatasi. Aku mah
nggak masuk kriteria. Kelebihan banget berat badannya."
"Bisa kok. Pakek talinya yang super
gede."
"Hahaha."
Ada satu area yang kami sengaja tidak
mampir. Bukan karena capek, tapi karena ada pemotretan pre wedding di sana.
Jadi, menghormati lah. Masak mau ganggu? Padahal penasaran sih. Kayaknya bagus
gazebonya.
Perjalanan kami yang melawan arus berhenti
di depan bangunan yang mirip candi. Di sini juga ada gazebo yang bisa buat
makan-makan juga.
Eh, ada yang kelupaan. Di dekat pintu
masuk, di sebelah kanan ada kolam kecil yang juga dipenuhi ikan koi.
Di dekat kolam renang kayaknya ada yang
jualan deh. Ada pengunjung yang bawa sepiring gorengan dari arah sana. Tapi,
karena situasi kolam sangat ramai. Aku nggak ikutan masuk. Hanya Mbak Jamile
yang masuk untuk mengambil beberapa foto.
Oya, kami sempet duduk di bawah pohon di
salah satu bangku. Di LTR ini banyak burung dara alias merpati. Pas kami duduk,
banyak yang lagi nyantai di atas pohon. Aku nyapa mereka dan minta mereka nggak
poop sembarangan karena kami duduk di bawah mereka. Ajaibnya, mereka nurut. Ada
yang poop tapi pindah tempat. Poop di atas tanah. How cute they are!!!
Ada cerita lucu dalam perjalanan menuju
kolam renang. Kami jalan di dekat sungai. Aku yang udah ngibrit duluan, tiba-tiba
dipanggil sama Mbak Jamile.
"U! U! Sini deh!" Mbak Jamile
yang berdiri di dekat tanaman—yang aku gatau namanya apa, tapi kayaknya jenis
palmae- melambai-lambai sambil terus menatap sungai.
Aku menghentikan langkah dan membalikkan
badan. "Apaan?!" tanyaku.
"Cepet sini!"
Aku pun berjalan mendekati Mbak Jamile.
"Liat itu deh. Ada ikan emas di
sungai." Mbak Jamile menuding ke arah sungai.
"Eh?!" aku kaget melihat seekor
ikan emas yang berenang melawan arus. "Ikan? Dia sendirian? Lepas? Aduh!
Kasian dong? Ini sungai beneran kan? Bukan sungai buatan kayak yang lain? Aduh!
Kalau dia nggak dapat makan bisa mati dong? Gimana ini? Lapor petugas
aja?"
"Terserah sampean."]
"Kalau dia nggak dapat makan, nanti
mati." Aku teringat seekor ikan yang mati mengambang di dalam kolam buatan
yang mengitari candi. Itu di kolam yang terpantau petugas aja mati. Lha gimana
sama nasib ikan emas yang sendirian di sungai ini?
"Apa kita laporin petugas aja?"
aku kembali bertanya.
"Terserah. Tapi, nggak papa lapor aja.
Kasian ikannya." jawab Mbak Jamile.
"Petugas, mana petugas. Bapak-bapak
yang lewat depan kita tadi mana sih!" aku celingukan mencari kru LTR.
Lalu, aku menemukan seorang mas-mas yang sedang sibuk dengan taman di seberang
sungai. "Itu ada mas-mas petugas. Apa kasih tahu dia aja?"
"Boleh. Udah sana pergi."
"Kok aku?"
"Lha siapa?"
"Sampean."
"Lhah?! Emoh!!"
"Ayo sut wes. Yang kalah lapor ke
petugas."
"Emoh! Sampean aja yang lapor."
Aku diam sejenak. Menatap ikan emas yang
masih terus berenang berusaha melawan arus. Lalu, aku berjalan menuju jembatan
kayu.
"Semangat!" aku mendegar suara
Mbak Jamile yang berteriak memberiku semangat.
Bismillah. Aku harus lapor. Kasiha kalau
ikannya kelaparan trus mati. Ikan emas kan ikan yang biasa dipelihara. Artinya
dia nggak bisa cari makan sendiri. Kalau dia terlepas dari kolam yang
menampungnya dan di sungai itu nggak bisa cari makan kan kasihan.
Aku bergegas naik ke jembatan kayu dan
menyeberang. Lalu, berjalan mendekati mas-mas kru yang sibuk dengan kebunnya.
"Maaf, Mas." sapaku membuat
masnya menghentikan aktifitas dan menaruh perhatian padaku. Aku tersenyum dan
memulai laporan. "Itu di sungai ada ikan emas, lepas dari kolamnya
mungkin."
Masnya membalas senyum. "Nggak papa,
Mbak. Emang di lepas disitu."
"Eh? Di sungai?"
"Iya."
"Cuman satu lho!"
"Ada banyak kok, Mbak."
"Eh? Beneran?"
"Iya, Mbak."
Aku nyengir. Malu. "Itu, tadi aku liat
ada satu berenang melawan arus. Khawatirnya lepas. Kan kasian kalau lepas, dia
nggak bisa nyari makan trus mati. Jadi, emang ada yang dilepas di sungai ya?
Banyak ya?"
"Iya, Mbak."
"Hehehe. Ya udah. Makasih, Mas."
aku tersenyum, menundukkan kepala, lalu buru-buru pergi. Berjalan cepat dengan
kepala tertunduk.
"Emang sengaja dilepas di situ kata
masnya," ujarku pada Mbak Jamile. "Ada banyak katanya."
"Oh gitu. Ya udah kalau emang
dilepas." Mbak Jamile terlihat lega juga.
Lalu, aku menoleh ke arah kanan. Mataku
terbelalak. Menemukan satu ekor ikan emas yang ukurannya lebih besar yang juga
sedang berenang melawan arus. "Itu juga ikan emas!" tudingku.
"Ah! Sampean ini sengaja ngerjain aku ya?!" aku memberengut menatap
Mbak Jamile.
"Loh! Aku kan bilang terserah kalau
mau lapor. Lagian aku emang liat satu tadi doang."
"Hahaha." aku terbahak.
"Hidup baik-baik ya ikan-ikan. Annyeong!" aku melambaikan tangan pada
kedua ikan itu lalu melanjutkan perjalanan menuju kolam renang.
Di area parkir mobil, aku menemukan
pemandangan tak wajar pada salah satu patung. Ada patung bawa tas kresek warna
putih. Loh! Itu patung habis belanja apa gimana ya? Padahal dari tampilannya
itu patung gender-nya "man" lho! Kok anggun banget bawa tas plastik
di depan dada.
Ulah manusia. Kalau tidak hati-hati kan
bisa merusak patungnya. Ya, kita emang masuknya bayar. Tapi, bukan berarti bisa
memakai fasilitas seenaknya kayak gini kan?
Sebelumnya juga melihat segerombolan
ibu-ibu yang nekat menerobos taman, menginjak-injak tanaman untuk sampai di
jalan seberang. Mungkin malas lewat jalan utama yang posisinya emang memutar.
Nggak jauh lho padahal.
Tolong lebih bijak lah. Walaupun buatan
manusia, tapi tanaman yang hidup di taman kan makhluk hidup juga. Kasian kan
tanamannya diinjak-injak.
Well, LTR memang indah. Kalau istilahnya
orang Jawa, "Ono rego, ono rupo", ya ini. Bener emang HTM-nya mungkin
mahal ya bagi sebagian orang. Tapi, fasilitas yang disajikan di dalam itu
sesuai sama harganya. Walau buatan manusia, tapi indah banget.
Kolam renang anak
Sentuhan tangan manusia yang mendesain LTR,
semakin memperindah kondisi alam di sana yang emang udah cantik.
Lokasi LTR ini kayak itu, di desa Puthuk
yang katae mau jadi danau nggak jadi itu lho. Makanya jalan-jalan di sana, aku
merasa ada di dalam alam imajiku. Atau merasa imajinasiku jadi nyata.
Kenapa begitu? Otak zodiak cancer-ku yang
doyan ngayal ini, membayangkan Sarang Clover di bangun di sana lho. Di desa
Puthuk. Punya taman yang luas juga. Dengan bunga-bunga warna-warni. Hahaha.
Berjalan-jalan di LTR feel like, my dream come true!!!
Buat yang udah punya pasangan, jalan-jalan
di LTR berdua sama pasangan seru tuh. Buat jalan bareng keluarga juga seru.
Mungkin ntar kalau udah jadi 100% HTM naik.
Tapi, dijamin nggak nyesel kok buat pecinta taman dan tanaman.
Oya, buat yang males jalan. Bisa nyewa
kereta kuda alias andong buat keliling area. Tapi, aku nggak tahu tarifnya
berapa.
Aku berharap sih next time ada sewa sepeda.
Seru banget pastinya bersepeda di sana. Kalau kata Mbak Jamile, "Kayak di
pilem-pilem Korea." Hehehe.
Mbak Jamile itu Mbak Siti Maimun itu lho.
Iya, si potograper usil. Namanya ganti Jamile sekarang. Hehehe.
Itu lah cerita perjalanan kami di LTR. Maaf
videonya cuman tiga. Saking luasnya areannya, aku sampai bingung mau bikin
video di mana. Hehehe. Jadi, cerita lewat tulisan dan foto saja ya.
Maaf jika ada salah kata. Terima kasih.
Semoga bermanfaat.
Tempurung kura-kura, 01
Agustus 2017.
. shytUrtle .
0 comments