Bilik shytUrtle - Jum'at Nostalgia 20 Mei 2016.
03:57
Bilik shytUrtle - Jum'at Nostalgia
20 Mei 2016.
Bekerja di instalasi kesehatan bukan berarti bisa berbuat banyak hal yang bisa membantu mempercepat proses pengobatan dll. Ibu saya sendiri yang bekerja di PUSKESMAS tidak bisa menolong dirinya sendiri ketika harus operasi miom dua tahun yang lalu. Tidak bisa menolong dirinya sendiri maksudnya adalah ketika masuk IGD rumah sakit tidak bisa mendapat prioritas perawatan dan kamar walau beliau pemegang ASKES dan seorang pegawai PUSKESMAS. Ibu harus berjuang sama seperti pasien lainnya yang entah itu umum atau JAMKESMAS yaitu mengantre kamar setelah penanganan di IGD. Waktu itu kami menunggu 12 jam di IGD hanya untuk mengantre kamar. Tapi karena Ibu pemegang ASKES waktu itu sempat ditanya apa mau naik kelas (kelas I) karena jatah kelas (kelas II) kamarnya penuh semua. Sayangnya Ibu nggak mau jadi kami harus menunggu selama dua belas jam baru dapet kamar. Itu pada tahun 2014.
Belakangan kisah-kisah susahnya dapet kamar untuk rawat inap di rumah sakit makin marak. Prosedur rujukan pun sedikit rumit (menurut saya). Kecuali jika Anda pasien umum Anda bebas mau ke rumah sakit mana saja tapi tetap saja--belajar dari kasus semalam, melihat pasien umum dirujuk- kamar pun harus mengantre karena rumah sakit penuh.
Mungkin sebagian besar orang awam berpikir bahwa orang yang bekerja di instalasi kesehatan bisa berbuat banyak hal termasuk melobi-lobi rumah sakit untuk cepat dapat kamar. Bisa jadi ya tapi jika punya koneksi di rumah sakit dan memiliki kedudukan tinggi. Tapi tentu tidak akan semudah yang kita bayangkan karena ada peraturan dan prosedur rumah sakit yang harus dipatuhi. Saya sendiri pernah mengalami bagaimana rasanya seolah terkatung-katung di IGD rumah sakit karena menunggu dapet kamar. Kasihan lihat keluarga yang sakit, pasti. Capek fisik dan pikiran, tentu saja. Tapi mau bagaimana lagi? Kita pengen yang sakit cepat dapet kamar biar kita juga segera bisa istirahat--walau sebenarnya menjaga orang sakit di rumah sakit itu tidak bisa benar-benar istirahat- udah pasti, tapi mau bagaimana lagi jika kondisi rumah sakitnya emang lagi penuh dan kita harus mematuhi prosedurnya. Kadang miris juga tapi kita hanya orang awam yang lebih banyak gatau. Tapi mari kita berusaha memahami.
Sempat menulisnya tapi tak jadi mempublikasikannya. Saat Kakek dirujuk ke rumah sakit pun mengalami hal yang sama. Di rujuk pada pukul dua belas malam tapi sampai kami menyusul ke rumah sakit pada Jum'at siang Kakek belum dapat kamar.
Judulnya nostalgia. Ya nostalgia karena dengan dirujuknya Kakek ke rumah sakit yang kebetulan dapet di RS Kanjuruhan Kepanjen udah pasti membuat saya dan keluarga harus balik mengunjungi rumah sakit tersebut setelah sempat menginap di sana pada awal tahun 2014 lalu.
Jum'at 20 Mei 2016 sepulang Jum'atan kami sekeluarga berangkat ke Kepanjen. Karena belum berani nyetir jauh sendirian, saya pun ditemenin adik ipar. Tentu saja masih dengan membawa tas punggung yang berisi segala macam alat tempur. Wates - Kepanjen jauh, jadi walau dibonceng harus tetep bawa semua alat tempur yang ya Anda pasti sudah tahu apa saja.
Berangkat sekitar pukul setengah dua siang jalan lintas selatan lumayan sepi. Tapi sepinya jalan lintas selatan ya masih ketemu truk gede-gede yang bikin deg-deg pyar (?). Maklum dulu pas awal-awal dapet SIM trus perjalanan ke Kepanjen nyetir sendiri pulangnya kecelakaan hampir tabrakan sama truk. Jadi kadang masih suka ngeri kalo naik motor trus papakan truk walaupun cuman dibonceng. Apalagi kalo ke jalur selatan.
Sebelumnya sudah mendapat informasi kalau Kakek udah dapet kamar di ruang Imam Bonjol. Belum tahu kalau peraturan berubah jadi langsung masuk lewat pintu masuk selatan. Untung nggak jadi lewat pintu masuk IGD yang ternyata sekarang nggak bisa masuk lewat sana. Bingung ya? (o.O")?
Masih kayak dulu, pas masuk langsung bayar parkir dulu dan dapet karcis. Tempat parkir motornya nggak berubah cuman ada tambahan di belakang gedung poli... dulu sih poli kandungan dan poli anak, nggak tahu sekarang, pokoknya di belakang gedung itu lah.
Two years later and a lot of changes. Bangunan yang dulunya adalah ruang Imam Bonjol tak ada lagi. Berganti bangunan megah bertingkat. Ruang Imam Bonjol berganti di belakang bangunan megah itu dan nggak cuman satu gedung kayak dulu. Ruang Imam Bonjol luas dan sepertinya ada beberapa bangunan. Sudah masuk ruang Imam Bonjol ternyata dapet informasi Kakek masih di IGD. Well, kami pun harus jalan balik ke IGD yang letaknya di ujung utara. FYI ruang Imam Bonjol di ujung selatan.
Melewati lorong itu lagi. Lorong yang menjadi pemisah ruang laundry dan dapur kalo nggak salah. Jadi keinget dua tahun yang lalu, malem-malem udah hampir jam sembilan jalan di lorong itu sendiri. Keluar lorong sebelah kanan adalah kamar mayat, well can you imagine what I feel?? Jalan sendirian malem-malem di lorong dan keluar lorong di sambut kamar mayat. Tapi aku lupa apa yang aku rasain dua tahun yang lalu (-.-")!
Menyusuri koridor panjang melewati ruang Fatahilah dan taman di depannya. Masih sama. Bagian belakang ruang F-8 pun masih sama ketika menengoknya. Dua tahun yang lalu lima hari lima malam daku ngemper di teras belakang ruang F-8. Saat melintasi koridor tempat "mbak cantik bergaun hitam dan berambut merah" duduk, aku tersenyum. Mbak Cantik itu duduk di tepian itu dan menampakan diri di kamera saat Mbak Maimun memotretnya.
Jalan lagi, sampai di ruang G. Aku lupa G itu singkatan dari apa. Di depan ruang G itu dua tahun yang lalu aku berpapasan sama Dokter muda berkacamata yang menurut aku mirip Hojoon. Jadi senyum lagi. Eh tunggu, Dokter apa perawat ya? Perawat deh kayaknya. Soalnya seragamnya putih-putih. Kalo Dokter kan biasanya jasnya aja yang putih sedang baju dalemnya baju bebas but rapi. Ya perawat kayaknya. Di ruang G itu dulu Tunjung sempet lihat Mr. Poci pas dia besuk Ibu.
Ruang Hasanudin. Juga masih sama. Ruang VIP yang ruang H-2 -nya jadi kamar Ibu dari Minggu malam sampai Jum'at pagi. Ruang yang kata Tunjung mirip hotel. Tidak berubah. Dua tahun yang lalu lima hari lima malam daku sempat jadi penghuninya. Itu pohon rambutan berbuah lebat di parkiran kayaknya udah nggak ada. Kamar operasinya entah masih di depan ruang H itu atau sudah pindah. Tapi sepertinya masih.
Sampailah kami di IGD. IGD masih sama. Kantin dan swalayannya juga masih sama. Cuman ada tambahan farmasi di depan IGD. Enak dah kalo nebus obat ga jauh-jauh. Ga kayak aku dulu yang harus jalan dulu ke bagian depan di ujung selatan. Trus di belakang ruang satpam ada ruang tunggu luas plus kamar mandi. Entah itu dari dulu udah ada atau baru di bangun. Dua tahun lalu pas nungguin Ibu ga nemu tempat itu. Dan lega mendengar kabar kalo Kakek udah sadar di dalam IGD. Tapi mau masuk ketir-ketir. Trauma. Dulu pas jagain Ibu masuk IGD sumpah bikin pusing dan mual. Pasien di samping kanan Ibu entah sakit apa. Di bawah ranjangnya darah dan urin bercampur aduk memenuhi lantai. Sedang pasien di depan Ibu terbungkus seperi mummy. Korban luka bakar katanya. Serem dah. Makanya ragu-ragu mau nyusul Mbak yang masuk lebih dulu ke IGD.
Berasa menjadi pemeran utama dalam drama Decendants of the Sun.
Anda para penggemar Descendants of the Sun pasti sudah tahu dan hafal adegan di mana Yoo shi Jin pertama kali ketemu Kang Mo Yeon. Iya benar, di IGD rumah sakit. Biarin aje ye ane sok-sokan merasa ala-ala pemeran DOTS karena ada momen... eum, aku bingung menyebutnya. I'll tell you the story.
Bagiku kisah ini manis. Semanis madu yang biasa aku seduh di pagi dan malam hari sebagai obat GERD. Halah! Jadi gini, pas nyampek IGD langsung nyamperin Budhe dan Mas yang ngemper di teras minim kantin. Minim karena terasnya sempit. Jadi keinget dua tahun yang lalu. Aku juga begitu. Ngemper sama Thata dari jam sepuluh pagi sampai bedhug Maghrib menggema.
Ceritanya lagi asik ngobrol dan posisi aku ada di bawah pagar pembatas jalan menanjak masuk ke IGD, ada Dokter keluar dari IGD. Sebelum Dokter itu keluar ada mobil dateng, pasien baru. Sempet lihat ke mobil itu tapi ngalihin pandangan lagi. Nggak lama kemudian pas aku noleh ke kanan, ke arah mobil, ada Dokter keluar dari IGD. Dokter muda yang... sumpah ganteng banget. Wajahnya oriental tapi separo wajahnya tertutup masker. Nggak terlalu tinggi, kulitnya putih bersih, rambut hitam, berjas putih dan hem kotak-kotak warna-warni plus celana... jeans abu-abu seingatku. Sepatunya pun sepatu keds. Mungkin karena weekend jadi outfit yang dia pakek terkesan santai begitu.
Yeah, karena dia berada di atas dan begitu menarik perhatian hingga aku langsung memperhatikan detail penampilannya. Dokter itu membawa kertas di tangannya, memanggil keluarga pasien yang ia tangani sambil memperhatikan orang-orang yang bekerumun di depan IGD. Melihatku? Sepertinya tidak karena dari atas sana aku hanya nampak kepala saja. Tak mungkin Dokter itu melihatku. Tapi aku melihatnya, memperhatikannya bahkan sampai tak berkedip dan berujar dalam hati, "Subhanallah... Indah sekali makhluk-Mu ini ya ALLOH..." Tapi kemudian berceletuk, "Ya ALLOH gantenge," hingga membuat semua yang berada di sekitarku mengikuti arah pandanganku. Sayang si Dokter sudah membalikan badan jadi sepertinya mereka hanya melihat punggungnya saja.
Saat Dokter itu kembali masuk ke ruang IGD, aku mengerjapkan mata dan kembali berujar, "Ternyata Dokter cakep kayak di drama-drama Korea itu ada ya? Wow..." Yeah, sepertinya aku masih terkesima, tersihir. Hihihi...
Entah efek terkesima liat Dokter ganteng itu atau emang udah bisa ngatasi trauma aku pun masuk ke ruang IGD. Dua tahun yang lalu ruang IGD hanya ada dua sap, sekarang ada tiga. Ruang depan, ruang tengah yang sekaligus menjadi ruang berkumpulnya staf medis dan ruang belakang. Kakek ada di ruang sap tiga, deket pintu evakuasi.
Kesan pertama masuk IGD pastilah adem karena ruangannya ber-AC. Di ruang sap pertama diisi pasien-pasien yang nggak terlalu gawat. Lanjut jalan ke ruang sap kedua. Melirik meja titik tempat para staf medis berkumpul. Dokter cakep itu duduk di sana, fokus pada lembaran-lembaran kertas di tangannya. Ketika aku masuk ke ruang sap dua itu dan meliriknya, Dokter cakep itu juga kebetulan mengangkat kepalanya dan menatap ke arahku. Ya, tatapan kami bertemu. Aku lanjut berjalan, sedang Dokter cakep itu tetap duduk di kursinya. Tubuhnya nggak bergerak tapi matanya terus menatap ke arahku sampai aku mengalihkan pandanganku. Kalau sesuai adegan di drama, aku yakin Dokter itu terus natap aku hingga aku sampai di tempat tujuanku. Tapi aku gatau karna aku juga udah ngalihin pandanganku. Kalo melirik terus bisa-bisa aku nabrak perawat yang sibuk lalu-lalang. Aku sampai di ranjang Kakek lalu salim dan diusir sama perawat. Cuman satu orang yang boleh jaga. Akhirnya aku buru-buru keluar. Pas nyampek di ruang sap dua, si Dokter cakep lagi nangangin pasien. Makin nambah kerennya. Heuheuheu...
Nggak tahu kenapa aku selalu terkesima setiap kali melihat staf medis lagi nangangin pasien. Kelihatan keren gitu. Apa karena aku tumbuh dan besar di lingkungan medis jadi aku punya pandangan begitu ya? Entahlah~
Mbak kirim pesan via WhatsApp dan bilang Kakek nyariin aku. Oh harus masuk IGD lagi. Kondisi di dalem sih bersih, nggak kayak pas Ibu masuk dulu. Tapi di dalem ber-AC. Setelah kena GERD daku jadi nggak tahan sama AC, tapi lawan aja dah. Masuk kedua si Dokter tampan entah ada di mana. Mungkin lagi nanganin pasien. Aku langsung nyelonong ke ranjang Kakek. Mbak keluar karena Kakek minta makan sama lontong orem-orem, gantian aku di dalem. Kakek udah bisa diajak ngobrol. Udah inget sama Nenek dan ayam-ayam piaraannya. Cuman lucunya Kakek bilang, "Wahyu tak suruh keluar beli lontong orem-orem." Padahal yang jagain Kakek kan aku, Wahyu. Hehehe. Mungkin kesadarannya belum stabil.
Di tengah-tengah ngobrol Kakek minta minum. Aku nggak tahu yang mana minumnya. Kakek nuding minuman dalam anting. Aku ragu kok yang dalam anting air mineral sedang Kakek kan nggak mau minum air tawar. Orang samping yang juga jaga pasien aku tanya apa anting itu punya keluarga Kakek, beliau gatau. Si Kakek udah ngeyel tapi aku menyanggupi agar sabar karena aku mau keluar dulu manggil Budhe yang tahu yang mana minuman Kakek. Cuekin Kakek yang ngomel ngotot kalo air di dalam anting itu miliknya, aku berjalan cepat keluar. Saat di ruang sap dua ketemu lagi sama si Dokter cakep. Dia lagi berdiri di dekat meja dan masih bawa lembaran-lembaran kertas. Kami beradu pandang lagi dan aku tersenyum sambil menurunkan masker yang menutupi daguku lalu berlari kecil segera keluar dari ruang sap dua. Pas nyampek di luar baru mikir gini, mungkin Dokter tampan tadi liatin aku gara-gara masker yang aku pakek. Karena masker hitamku dibubuhi parfum sama Thata hingga bikin aku enek, aku ke RS pakek masker putih dari Potlot. Masker putih bergambar logo peace dengan warna khas reggae yaitu merah, kuning dan hijau. Ya, mungkin karena masker itu.
Pas masuk lagi ke IGD, lupa mau ngapain. Apa pas mau pamit ya? Lupa deh. Pas masuk lagi si Dokter tampan lagi berdiri di pintu (tanpa daun pintu) yang menghubungkan ruang sap dua dengan ruang sap tiga. Dia masih bawa kertas-kertas di tangannya dan masih memakai masker. Dia nggak terlalu tinggi emang dan aku sampai di depannya jarak satu langkah. Waktu aku mau lewat kiri, dia ke kiri. Aku mau lewat kanan, dia ke kanan. Kepalanya nunduk fokus sama kertas-kertas di tangannya tapi kok bisa gerakan tubuhnya samaan kayak aku? Akhirnya aku berhenti, diem natap dia. Lalu liatin tag name yang dia pakek. Karena hurufnya latin dan berwarna emas, aku nggak bisa baca namanya. Babo! Pas aku fokus ke tag name-nya, Dokter tampan itu berjalan dekat lewat samping kanan dan melewati aku. Setelah dia menghilang dari pintu, aku langsung menuju ranjang Kakek.
Huft... kenapa kejadiannya sinetron banget sih? Komentar Cha, "Wkwkwkw kayak cerita novel." Hahaha. Yes like adegan di novel tapi udah sampai situ aja nggak ada lanjutannya. Kalo komentar Nyitnyit, "Cieee first sight love unn?" Heuheuheu... Mana ada? Yang kayak gitu cuman ada di drama, di novel, di film. In real mah kayaknya nggak ada walau katanya adegan dalam film atau novel ada karena kejadian kayak gitu pernah terjadi di dunia nyata.
Sayangnya nggak nungguin Kakek sampai dapet kamar karena hari itu masih harus jenguk sodara yang juga lagi rawat inap di salah satu RS di lintas selatan.
"Percayalah. Ini nyata. Dokter yang cakep kayak di drama-drama Korea itu ada lho di Indonesia, di Malang. Tadi ketemu di IGD. Sungguh indah ciptaan-Mu ya ALLOH..."
Status itu pun langsung menarik perhatian. Dari Nurse Yulia jadi tahu kalo Dokter tampan itu ternyata Dokter internship. Huaaa jadi ngarep itu Dokter ntar tugas di PKM. Hahaha. Dan Kelinci yang ikutan komentar menduga Dokter tampan itu tak lain adalah Dokter Kahfi. Hehehe entahlah.
Lihat di sini postingannya: https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=10201641980007830&id=1728908627&refid=17&_ft_=top_level_post_id.10201641980007830%3Atl_objid.10201641980007830%3Athid.1728908627%3A306061129499414%3A2%3A0%3A1464764399%3A-3705084290788602358
Btw, kalo Dokter tampan itu tiba-tiba tugas di PKM bisa-bisa kisah berlanjut ya? Wah, jadi Desta dan Dokter Juna versi real dong. Hahaha. Ngarep pol!!! Habis dia cool banget. Kalo Dokter William kan ramah, sama pasien selalu senyum ramah, nah Dokter tampan itu beda. Dia sikapnya dingin dan cuek gitu. Liat sekilas kapan hari pas ketemu gitu. Duh makanya jadi suka. Loh!!! Hahaha. Aku suka sih sama cowok yang ganteng, dingin dan cuek gitu. Korban drama kali ya. Hahaha.
Kemana langkahku pergi selalu ada creepy story.
Mungkin kurang afdol kali ya kalo pergi ke suatu tempat tanpa membawa pulang creepy story. Apalagi kalo tempat yang dikunjungi semacam rumah sakit. Entah kenapa rumah sakit identik sama hal-hal creepy. Apa mungkin karena beragamnya orang yang meninggal di sana? Entahlah...
Saat lagi duduk-duduk di depan IGD, aku dikejutkan sama munculnya luka cakaran di pergelangan tangan kananku. Sebelumnya nggak ada, bahkan saat melepas jaket juga belum ada. Lukanya berwarna pink, kelihatan masih baru. Ada dua bekas cakaran tepat dipergelangan tangan kanan dan satu lainnya agak bawah dari pergelangan tangan. Total ada tiga luka. Sayang hape yang kameranya clear rusak jadi nggak bisa fotoin.
Pas ketemu Tunjung langsung aku tunjukin lukaku. Dipengang sama dia, digenggam. Rasanya panas. Lalu si Tunjung senyum. Yakin dah pasti ada yang nggak beres. Buru-buru nanya ada apa sebenarnya.
Kata Tunjung aku digandoli anak kecil pas di pintu masuk. Anak kecil itu pegang pergelangan tangan kananku seolah melarang aku masuk. Anak kecil yang mati karena jatuh dari atap katanya. Tapi entah kenapa pegangan itu menyisakan luka bak cakaran padahal menurut Tunjung kuku-kuku anak itu tak panjang.
Well, seperti dua tahun yang lalu. Aku bawa pulang creepy story dari RS. Heuheuheu...
Tinggal menunggu kondisi Kakek pulih. Get well soon Kakek. Cepat sembuh. Jangan bandel biar cepet sembuh dan cepet pulang ya.
tempurung kUra-kUra, 22 Mei 2016.
-- shytUrtle --
0 comments