Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
06:43
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #27
Sore itu Magi, Suri dan Hyuri
berkumpul di gazebo favorit Magi di belakang kastil Asphodel. Ditemani teh
melati hangat dan kue, ketiganya tampak akrab mengobrol di gazebo.
“Magi, apa benar tak ada cara
lain selain membunuh Ratu Maesil agar Baro Sunbaenim dan yang lain terbebas
dari kutukan?” tanya Hyuri penasaran usai mendengar penuturan Suri tentang
obrolannya bersama Baro. “Ratu Maesil dikenal sebagai orang biasa. Dari zaman
aku kecil, aku mendengar tentangnya selalu sebagai sosok peniyihir hitam yang
kuat. Walau aku tak tahu kebenarannya, tapi aku yakin itu kenyataannya. Dia
begitu berkuasa hingga kini. Walau tak tinggal di istana Wisteria Land dan
membentuk istana sendiri, tapi ia masih begitu berkuasa mempengaruhi
pemerintahan. Ditambah kurang tegasnya Raja negeri ini dan rumor tentang Putri
Ahreum. Apakah benar Putri Ahreum masih hidup? Jika tidak, lalu apakah
selamanya Sungjeong Sunbaenim dan yang lain harus menanggung kutukan itu hingga
mati? Atau ini abadi?”
Magi menghela napas pelan.
“Sepertinya aku telah menyeret kalian terlalu jauh dalam misteri keluargaku
ini. Ah, ada benarnya juga kata Sungjeong Oppa, rasa penasaran itu harus
dibendung sebelum berakibat pada sebuah banjir besar.”
Hyuri sedikit menunduk. Ia
merasa telah berbuat salah dengan melontarkan pertanyaan dan kata-kata itu pada
Magi.
“Inilah alasan kenapa Nichkhun
Oppa sangat membatasi ruang pergaulanku. Dan aku tetap saja membuat banyak
pelanggaran dan kekacauan. Mungkin sebaiknya aku memang sendiri selamanya.”
Imbuh Magi.
Suri menatap Magi lalu melirik
Hyuri yang sedikit menundukan kepala. “Sejak kau berbaik hati padaku, aku
merasa menemukan keluarga yang selama ini aku inginkan walau sangat tak pantas
aku mengatakan hal ini tapi apa yang kurasa kau adalah keluargaku Magi. Begitu
juga Baro Sunbaenim, Sungjeong Sunbaenim, Myungsoo Sunbaenim dan Nichkhun
Sunbaenim. Maaf jika kami keterlaluan.” Suri menundukan kepala tanda menyesal
dan meminta maaf.
Senyum terkembang di wajah Magi
yang sempat membuat Hyuri dan Suri tegang dengan ungkapannya. “Jika tak
membunuh Ratu Maesil atau meminta Ratu Maesil mencabut kutukannya, yang bisa
mereka harapkan hanyalah keajaiban.”
Hyuri dan Suri kompak mengangkat
kepala dan menatap Magi. Senyum getir terkembang di wajah Magi.
“Puluhan tahun hidup bersama
kutukan itu membuat mereka terbiasa dan tampak kuat. Semakin kemari semakin
melupakan keajaiban itu dan mengubur dalam-dalam impian mereka masing-masing.
Tapi perlahan harapan mereka kembali menyala ketika kalian datang kemari. Walau
awalnya sempat menolak kehadiran kalian, namun perlahan aku melihat harapan itu
kembali bersinar pada mereka setelah mulai terbiasa dengan adanya kalian di
sini. Kehadiran kalian yang tak canggung pada keanehan mereka membuat mereka
merasa normal. Itu menumbuhkan semangat baru bagi mereka. Gomawo. Dan maafkan
aku. Ini salahku.”
“Bukan. Ini bukan salahmu Magi!”
bantah Suri.
“Apa kalian terlibat skandal
asmara?”
Suri melotot menatap Magi dan
Hyuri segera menunduk.
“Inilah kesalahan yang tak aku
perhitungkan sebelumnya.”
“Tidak seperti yang kauduga
Magi. Sungguh.” Suri meyakinkan.
“Mungkin kau tidak, tapi Baro?
Maafkan aku atas ketidaksopanan Baro mengkhayalkan dirimu adalah putri yang
mampu membebaskannya dari kutukan. Ia memang berhak berfantasi, tapi itu sudah
keterlaluan. Kondisi membuatnya berpikir irasional seperti itu. Maafkan kami.”
Magi menunduk sopan. “Padamu aku juga minta maaf Hyuri. Tentang kau dan
Myungsoo.”
“Bukankah dalam keluarga itu tak
ada kata maaf atau terima kasih? Tolong jangan bersikap demikian pada kami. Dan
kau juga mengatakan jika bukan karena tak takdir dan Penguasa Alam berkehendak
itu terjadi maka tak akan terjadi. Lupakan untuk meminta maaf atau berterima
kasih seperti itu.” Suri merasa sungkan.
“Mereka semua pemuda yang baik.
Apa tak ada cara lain? Kau kan juga penyihir? Apa kau tak punya ramuan
penangkalnya? Andai Ratu Maesil mengajukan syarat dan aku bisa memenuhinya
untuk menebus kutukan itu, aku rela...” Hyuri kembali tertunduk lesu.
“Bicaramu! Memangnya apa yang
membuat Ratu Maesil tertarik padamu hingga mau bernegosiasi seperti itu
denganmu?” olok Suri. “Kecuali jika kau adalah Putri Ahreum, akan lain lagi
jalan ceritanya.”
“Apa hebatnya menjadi Putri
Ahreum? Jika benar ia masih hidup kini, apa saja yang ia lakukan? Banyak orang
menaruh harapan besar padanya tapi dia malah bersembunyi dan membuat rakyat
tetap menderita. Aku rasa sosok fenomenal Putri Lee Ahreum itu tak ada.” Bantah
Hyuri.
“Kalau Putri Ahreum itu tak ada
lalu kenapa ada Lesovik yang mati-matian membelanya? Maksudku terus
mengelu-elukan tentang kebenaran adanya Purti Ahreum yang masih hidup.” Suri
mempertahankan pendapat dan keyakinannya.
“Hey! Kau menyebut nama salah
satu organisasi terlarang.” Sela Magi.
“Konyol! Bagaimana bisa Lesovik
dianggap organisasi terlarang? Padahal tindakan mereka sangat mulia.” Suri
kembali menyangkal pendapat temannya.
“Benar
ada Lesovik dan saat ini mereka sebagai sosok pahlawan pembela seperti sosok
Iljimae yang fenomenal. Merampok dan mencuri di rumah para pejabat korup dan
membagikannya pada rakyat jelata yang hidup susah. Tapi menurutku mereka bodoh.
Untuk apa membawa nama Putri Ahreum yang hingga kini tak kunjung ada tirik
terang ia benar ada dan masih hidup atau bagaimana.” Hyuri menggeleng dan
kembali meneguk teh dalam cawan di hadapannya.
“Ya,
Magi, apa alasanmu mengamini tuduhan itu? Tuduhan jika Lesovik adalah
organisasi terlarang?” Suri bertanya pada Magi.
“Kau
ini benar-benar mengidolakan mereka? Pendukung sosok fenomenal Purti Lee
Ahreum?? Aigo.. itu konyol Han Suri. Ia tak bisa memberikan jaminan apa pun
pada hidupmu. Benar yang dikatakan Hyuri, jika ia benar masih hidup dimana ia
kini?”
“Kau
merasa hebat karena kau punya ini semua. Jika kau orang susah sepertiku, tak
menutup kemungkinan kau pun akan sepertiku.”
“Tapi
Hyuri tidak sepertimu.”
“Sudah!
Sudah! Kenapa kita jadi meributkannya?” sela Hyuri. “Apalah itu Lesovik atau
Putri Lee Ahreum. Itu bukan urusan kita. Urusan dan tugas kita saat ini
hanyalah belajar agar lulus dengan nilai baik nanti. Setelah itu terserah
kalian mau jadi apa.”
“Sadar
tidak jika yang kau lakukan bersama Chrysaor sebelumnya adalah cerminan kecil
dari tindakan Lesovik?” Suri beralih menatap Hyuri.
“Aku
bukan bagian dari Lesovik dan Chrysaor hanyalah nama geng kami. Itu saja.”
“Apa
pun itu yang kalian bicarakan, aku tak memihak semua. Aku memihak diriku
sendiri karena hanya aku yang bisa merubah nasibku bukan mereka.” Sela Magi
yang kemudian meneguk habis teh dalam cawan miliknya. “Berbicara tetang politik
hanya membuat kalian tampak lebih tua dari umur kalian. Percayalah padaku.”
Hyuri
tersenyum kecil dan Suri mendesah pelan.
***
“Selamat
pagi.” Sambut Suri saat Magi tiba didapur. “Silahkan duduk.” Suri menarik kursi
dimana Magi biasa duduk dan mempersilahkan Magi untuk duduk.
Magi
menyincing sebelah alisnya dan menatap curiga pada Suri yang tiba-tiba begitu
baik padanya pagi ini. Sementara Hyuri yang berdiri di belakang Magi tersenyum
geli melihat tingkah Suri.
“Ada
apa ini?” tanya Magi pada Suri. “Sikapmu aneh.”
“Dia
hanya ingin minta maaf atas ulahnya di gazebo kemarin. Semalam Suri mengatakan
jika ia merasa tak enak padamu karena terlalu ngotot di depanmu.” Jawab Hyuri
yang kemudian menghentikan langkahnya di samping Suri. “Dia mengaku kesurupan
kemarin sore hingga mengatakan semua itu.” Hyuri merangkul Suri. “Tolong
maafkan dia.”
Magi
tersenyum. “Hakmu untuk mendukung siapa saja. Lupakan saja,” Magi pun duduk di
kursi yang disediakan Suri, “lagipula tidak ada kata maaf dan terima kasih
dalam sebuah keluarga kan? Kita ada untuk saling melengkapi.” Magi tersenyum
manis pada Hyuri lalu Suri.
“Baiklah.
Hari ini hanya para gadis yang sarapan,” Sungjeong baru tiba di dapur sambil
sibuk menyincing lengan bajunya.
“Yang
lain... kemana?” tanya Hyuri.
“Tenanglah.
Semua baik. Myungsoo pun baik.” Jawab Magi membuat Hyuri tersipu. “Hari ini aku
berharap aku bisa membujuk Jung Shin Ae Sunbaenim.”
“Membujuk
Sunbaenim angkuh itu? Untuk apa?” tanya Suri penasaran.
“Ini
berhubungan dengan Lizzy. Aku membutuhkan bantuannya.”
“Arwah
penasaran itu?” tanya Hyuri.
“Aku
harap kalian membantu Nona untuk membujuk Nona Jung Shin Ae itu. Jika ini tak
berhasil, maka arwah gadis bernama Lizzy itu tak menutup kemungkinan akan terus
mengikuti Nona.” Sungjeong menyela.
“Wah,
itu gawat.” Suri menatap Magi dengan tatapan ngeri. Ia tak bisa membayangkan
bagaimana hidup di sekolah dan terus diganggu oleh arwah penasaran.
“Mari
kita sarapan.” Magi tersenyum lebar dan manis pada Suri dan memulai sarapannya.
***
Hening.
Shin Ae tetap bungkam usai Magi memberi penjelasan atas maksud kedatangannya
menemui Shin Ae. Keduanya duduk berdampingan di bangku di taman belakang
sekolah. Menghadap danau.
“Sunbaenim...
kenapa bungkam? Apakah tak ada usul dan solusi?” Magi kembali bicara. “Jika
Sunbaenim menolak, apakah tak ada saran orang lain untuk menjadi media? Andai
aku tak terlibat dalam festival dan wadahku cocok dengan Lizzy, aku tak akan
meminta bantuan Sunbaenim.”
“Aku
mau dia. Kita punya wadah yang sama dan sebenarnya dia bisa.” Lizzy
melayang-layang di depan Shin Ae.
“Memang
dunia kita dan Lizzy berbeda dan tak seharusnya mencampuri urusan satu sama
lain, tapi ada kalanya aturan itu menjadi benar tak berlaku pada beberapa orang
yang memang telah diberi wasiat oleh Sang Penguasa Alam untuk menjadi jembatan
bagi dua alam berbeda ini.”
“Kau
bukan manusia yang tak punya hati kan?” sambung Lizzy. “Coba bayangkan jika kau
ada dalam posisiku, bukan tak mungkin kau pun akan melakukan seperti apa yang
aku lakukan kini.”
“Sudah
cukup!” Shin Ae membentak dan berdiri dari duduknya.
Magi
dan Lizzy sama-sama terkejut dan menatap Shin Ae. Shin Ae berdiri diam. Tampak
jelas jika napasnya sedikit terengah-engah karena Shin Ae berusaha menekan
emosinya. Emosi atas desakan Magi dan Lizzy yang meminta bantuannya.
“Kau
pikir ini mudah? Tak beresiko? Aku mau tapi aku punya syarat untuk itu, apa kau
sanggup?” Shin Ae kembali bicara.
Magi
tercengang menatapya. Begitu juga Lizzy.
Shin
Ae menarik napas dan menghembuskannya cepat. “Jika aku bersedia menjadi media,
apakah kau bersedia meninggalkan Byunghun sebagai gantinya?” Shin Ae
mengutarakan syaratnya.
“Apa??”
Magi syok mendengar syarat yang diajukan Shin Ae.
“Jika
kau bersedia, maka aku akan bantu.”
“Tapi
Sunbaenim, ini tak ada hubungannya dengan Lee Byunghun Sunbaenim dan lagipula
aku tak mau meninggalkannya. Maaf...” Magi tertunduk.
“Kalau
begitu lupakan saja semua.”
“Benar-benar
tak punya hati.” Lizzy menggeleng-gelengkan kepala sembari menatap heran Shin
Ae.
Magi
terdiam. Ia ingin menolong Lizzy namun ia tak akan sanggup jika harus memilih
meninggalkan L.Joe sebagai ganti dari bantuan Shin Ae.
“Aku
rasa itu imbalan yang setimpal. Menjadi mediator bukan perkara mudah dan punya
resiko besar. Aku rasa kau paham itu semua.” Shin Ae kembali mempertegas syarat
yang ia ajukan.
“Apa
alasan dibalik ini semua? Apa Sunbaenim menyukai Lee Byunghun Sunbaenim?” Magi
bertanya dengan menatap Shin Ae yang berdiri membelakanginya.
“Iya.
Aku menyukainya. Benar-benar menyukainya, tapi kau datang dan merusak semua.
Kau merebutnya dariku. Sekarang siapa yang benar-benar tak punya hati?”
Sejenak
suasana berubah hening. Hanya terdengar alunan angin musim semi di taman
belakang sekolah. Shin Ae masih berdiri membelakangi Magi yang masih bertahan
di tempat ia duduk sedang Lizzy masih bertahan berdiri di samping kanan Shin Ae
berhadapan dengan Magi.
“Bohong!”
Magi kembali berbicara memecah kebisuan.
Lizzy
menatap heran Magi lalu beralih menatap Shin Ae yang datar tak bereaksi apa pun
mendengar ucapan Magi.
“Jika
benar itu yang terjadi, kenapa Sunbaenim berbicara dengan membelakangi aku?
Kenapa tak menatapku dan mengatakan itu semua? Aku yakin bukan itu alasan
sebenarnya kenapa Sunbaenim memintaku meninggalkan Lee Byunghun Sunbaenim. Apa
ada sebenarnya?”
Shin
Ae mendesah pelan. “Masih banyak waktu. Pikirkan baik-baik lalu temui aku
kembali setelah kau membuat keputusan dan menentukan pilihan.” Shin Ae berjalan
pergi meninggalkan Magi dan Lizzy tanpa menatap keduanya.
“Apa
dia itu gila? Magi jangan lakukan apa pun untuk menukar keinginanku dengan
syarat yang diajukan Shin Ae.” Lizzy berbicara sambil menatap Shin Ae yang
menjauh pergi.
Magi
tertunduk diam. Lizzy mengggeleng dan terbang melesat pergi.
***
Lizzy
kesal pada sikap Shin Ae dan sikap pasrah Magi. Ia melayang, melesat mengejar
Shin Ae. Shin Ae serta merta menghentikan langkahnya ketika Lizzy tiba-tiba
muncul dihadapannya.
“Apa
kau benar-benar kehilangan akal sehatmu? Benar-benar dingin dan tak punya hati?
Kejam sekali syarat yang kau ajukan pada Magi. Ini semua salahku, jadi kalau marah
luapkan padaku. Jangan sakiti Magi. Bagaimanapun juga dia berhak bahagia dan
aku melihat binar bahagia itu ketika ia bersama L.Joe. Kau benar menyukai
pemuda itu? Dan kau menyalahkan Magi karena keterlambatanmu mengutarakan
perasaan sukamu pada L.Joe? Aiya... kau jauh dari yang aku duga Jung Shin Ae.”
Shin
Ae menyincingkan senyum di bibir tipisnya dan sedikit memicing menatap Lizzy
yang berdiri tak memijak bumi di depannya. “Apa ini? Arwah penasaran yang tak
bisa menyeberang dan tertahan di sini menceramahi aku? Berbicara tentang
perasaan? Kau sudah terlalu jauh menjamah ini semua. Ini bukan urusanmu wahai
arwah penasaran.”
“Ini
menjadi urusanku kini.”
“Kau
berniat melawanku?”
“Walau
kau memiliki anugerah Tuhan itu aku tak takut. Jangan membuat Magi menderita
atau hidupmu di sekolah ini tak akan tenang. Aku akan membuatmu sebagai gadis
gila di sekolah ini.”
“Kau
berani mengancamku?”
“Kau
tak lebih hebat dari Magi. Kau tahu itu kan?”
“Dan
kau berharap dia akan membelamu?”
“Anee.
Mantramu hanya akan membuatku lebur sejenak tapi tak akan bisa memusnahkan aku.
Setiap hari aku akan mengganggumu dan membuatmu gila di sini. Bagaimanapun juga
aku lebih dulu menghuni tempat ini daripada kau Jung Shin Ae.”
Shin
Ae menatap geram pada Lizzy yang segera menyincingkan senyum membalas tatapan
Shin Ae. L.Joe muncul dan heran menemukan Shin Ae berdiri tercengang seperti
itu.
“Shin
Ae?? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya L.Joe sembari mendekati Shin Ae.
“Sepertinya kau sedang kesal. Pada siapa?” L.Joe mengamati sekitar yang hening.
Tak ada siapapun di sana kecuali dirinya dan Shin Ae.
“Aa...
jadi pemuda ini masalahnya. Heummm bagaimana jika aku membuat hari-harinya di
sekolah menjadi tak tenang?” Lizzy melayang-layang di sekitar L.Joe.
“Hentikan!”
bentak Shin Ae membuat L.Joe tersentak kaget.
“Shin
Ae?? Ada apa??” L.Joe semakin keheranan menatap Shin Ae.
“Bukan
kau, tapi dia!” Shin Ae menuding ke arah kanan L.Joe membuat L.Joe turut
menoleh ke arah yang sama.
“Dia??”
tanya L.Joe masih kebingungan.
“Ah...”
Shin Ae mendesah kesal dan melangkah pergi.
“Ada
apa dengannya??” gumam L.Joe sembari mengusuk tengkuknya dan berjalan menyusul
Shin Ae.
Lizzy
melayang dan melipat tangan tersenyum sinis menatap Shin Ae dan L.Joe yang
berjalan pergi meninggalkannya.
***
“Aku
benar-benar gila karena masalah ini.” Shin Ae menutup luapan kata-katanya pada
Geunsuk.
Geunsuk
terdiam dan mengedipkan mata berulang kali menatap Shin Ae. Selama ini Shin Ae
tak pernah bicara panjang-lebar seperti ini di depannya. Namun hari ini Shin Ae
berbicara banyak di depan Geunsuk yang bersedia menemuinya di atap gedung
sekolah.
“Hah...
memilih membantumu adalah pengkhianatan pada kelompokku dan juga pada teman
baikku. Birch... Byunghun... maafkan aku...”
“Ehem!
Apa kau pikir aku juga tenang?” Geunsuk balik bertanya. “Menyembunyikan hal ini
dari kelompokku juga menyiksaku setiap waktu ditambah pula pertanyaan yang
selalu muncul ‘apakah harus memisahkan mereka?’ Bukankah itu sangat keji? Apa
salah Lee Byunghun dan Rosmary Magi hingga kita harus memisahkan mereka? Tapi
menolak permintaan Yang Mulia juga sama artinya sebagai dosa bagi kita. Kau dan
aku, kita sama-sama tersiksa dan menjadi gila karena masalah ini.”
Shin
Ae diam dan menghela napas mendengarnya.
“Karena
ini menyangkut langit kita dan teman-teman kita, kau dan aku, Kyuhyun Hyung,
kita bertiga benar-benar menjadi khawatir. Tapi selama kita menutupnya
rapat-rapat maka semua akan baik-baik saja.”
“Mata-mata
Ratu Maesil dimana-mana dan ini pertama kalinya Yang Mulia Raja jatuh cinta,
kepolosan Yang Mulia benar-benar membuatku khawatir. Ini... akan membahayakan
mereka semua.” Shin Ae kembali tertunduk lesu.
“Apa
seperti itu yang terlihat?” Geunsuk menggeser posisi berdirinya lebih dekat
pada Shin Ae dan menatap penasaran gadis itu.
“Kau
ini bicara apa?”
“Ya!
Jung Shin Ae, aku tahu kau menyembunyikan sesuatu tentang ini. Apa yang
sebenarnya yang kau lihat?”
“Bel
tanda masuk. Annyeong...” Shin Ae berjalan pergi meninggalkan Geunsuk.
“Hah...
dia itu pelit sekali.Ck!” Geunsuk berdiri berkacak pinggang menatap kesal Shin
Ae yang pergi meninggalkannya.
***
Di
rundung dilema, Shin Ae memutuskan menemui Jung Hye Young ketua Holly-nim
istana yang juga bibi dari Shin Ae. Shin Ae menceritakan semua yang menjadi
beban pikirannya dan menjadikannya dilema. Jung Hye Young tersenyum anggun
mendengar Shin Ae menceritakan semua yang menjadi beban pikirannya.
“Aku
benar-benar merasa bersalah pada Byunghun, Magi dan juga Lizzy dan juga Yang
Mulia. Bagaimana ini Bibi?” tutup Shin Ae.
“Karena
kita dilahirkan berbeda dengan manusia pada umumnya, kita pun dibebani beberapa
tugas yang berbeda pula dari manusia pada umumnya. Tetaplah bertindak bijak
anakku. Berhati-hati dan berpikir sebelum mengambil keputusan atau semua itu
nanti akan menjadi sesal bagimu.”
“Itulah...
dan aku merasa sudah berada di ujung, itu kenapa aku memilih menemui Bibi di
sini. Aku berharap aku mendapat pencerahan.”
Hyeyoung
kembali tersenyum anggun. “Pencerahan itu ada di dalam dirimu sendiri. Jangan
mencari cahaya di luar dirimu karena kau telah memiliki cahaya yang sangat
benderang di dalam dirimu sendiri. Dengarkanlah hati kecilmu, bisikan itu tak
akan pernah salah karena jika hatimu bersih, di sanalah Sang Penguasa Alam
bersemayam.”
Shin
Ae kembali menghela napas panjang. “Aku benar-benar takut pada kekejaman Ratu
Maesil. Aku takut apa yang aku lihat menjadi nyata seperti beberapa hal
sebelumnya. Dan... dan setiap kali menatap Magi, ada sesuatu yang membuatku
bertanya-tanya sendiri tentang siapa dia. Itu yang membuatku penasaran dan sekaligus
ingin selalu membantunya. Ini benar-benar melawan egoku sendiri. Bagaimana jika
mimpi burukku itu menjadi kenyataan Bibi?”
“Orang-orang
yang berpegang teguh pada kebenaran ini seharusnya benar menjadi lebih kuat dan
tidak takut pada apa pun. Pada apa pun itu yang disebarkan Ratu Maesil karena
sebenarnya ketika kita memutuskan menjadi penentangnya kita telah memegang
tiket penderitaan dan menunggu antrean untuk mendapatkan giliran yang tak
jarang membawa kita pada kematian. Dibandingkan bibimu ini kau belum mengalami
kekejaman apa pun dari Ratu Maesil anakku. Tidak ada sama sekali. Kau hanya
takut pada apa yang kau pikirkan tentang Ratu Maesil. Dan yang pantas ketakutan
adalah bibimu ini. Wanita bodoh yang tak bisa berbuat apa-apa ketika langit yang
bibi junjung dan teman-teman baik bibi dibuat porak-poranda oleh Ratu Maesil.”
Ekspresi Hyeyoung berubah sedih. Ia kembali teringat peristiwa perih puluhan
tahun yang lalu yang menimpanya.
“Itu
pula yang aku takutkan terjadi padaku Bibi. Apa yang Bibi alami dahulu...”
“Bolehkah
bibi mengatakan bibi kecewa padamu?”
“Bibi...”
“Perjuanganmu
baru dimulai anakku, tapi sudah begini menyerahkah kau pada keadaan?”
Shin
Ae tertunduk di depan Hyeyoung.
“Bertahan
hidup dalam penyesalan dan kehancuran hanya demi melihat kebenaran berbicara
menunjukan kekuatannya dan kami para orang tua ini hanya bisa berharap pada
kalian kaum muda. Jika kalian takut dan memilih mundur, maka apa yang bisa kami
lakukan selain menunggu ajal menjemput dalam keadaan hina ini?”
“Bibi...”
“Takdir
memang tak bisa dirubah, tapi tidak dengan nasib. Kau melihat cahaya terang
menaungi gadis itu bukan? Jika memang takdir mengatakan demikian maka rawatlah
apa yang bisa kau rawat dan dipercayakan padamu.”
“Apa
aku bisa? Pilihan itu terlalu sulit bagiku Bibi.”
“Jika
garis yang ditentukan Sang Penguasa Alam demikian, apa kau ingin menentangnya?
Tidak. Jangan lakukan itu anakku. Kau sama sekali tak punya kuasa untuk itu.”
“Aku
sama sekali tak ingin menentang garis ketentuan Sang Penguasa Alam.”
“Jika
kau sadar akan kedudukanmu maka lakukanlah tugasmu itu demi orang-orang yang
kau cintai. Kau tidak bisa memeluk bulan dan matahari bersama. Kau paham kan?”
Shin
Ae mengangguk pelan. Hyeyoung tersenyum manis pada Shin Ae.
***
Jam
istirahat tiba. Magi kembali duduk di bawah pohon rindang di pinggir danau
buatan di taman belakang sekolah. Tangan kanannya sibuk melempar batu-batu
kecil yang ia kumpulkan sebelumnya ke dalam danau.
“Aku
hanya ingin dia atau kau, tapi tak apa bagiku melupakan ini semua asal kau
tetap bersama Lee Byunghun hingga akhir. Aku mendukungmu bersama pemuda itu.”
Lizzy duduk menopang wajah dengan kedua tangannya tepat di samping kanan Magi.
“Karena aku tahu bagaimana pahitnya ketika kebahagiaan itu terenggut dari kita.
Cukup aku saja yang merasakannya. Aku tak ingin kau juga mengecap rasa itu
karena kau orang baik Rosmary Magi.”
“Aku
hanya sedang berpikir tentang cara lain. Mungkin ada wadah yang cocok untukmu
dan kita masih punya banyak waktu untuk itu.”
“Jangan
buang-buang energi dan pikiranmu hanya untuk aku. Tak apa menunggu tahun depan
kan. Aku masih bisa bertahan di sini. Selama kau baik padaku seperti ini aku
sudah bahagia di sini.”
“Bagaimana
jika tahun depan tak ada kesempatan lagi?” Magi melempar kerikil terakhir ke danau.
“Apa yang terjadi esok, kita tidak pernah tahu. Aku akan sangat menyesali itu
semua karena kau begitu percaya padaku Lizzy.”
“Tapi
kita hanya bisa berencana Magi.”
“Dan
merubah rencana itu ketika gagal bukan?”
Lizzy
terdiam.
“Aku
tak mau menyerah. Coba aku pikirkan kembali dari awal...”
“Kau
harus tetap meenjaganya.” Terdengar suara Shin Ae membuat Magi dan Lizzy kompak
menoleh. Shin Ae tersenyum ketika sampai dan langsung duduk di samping kanan
Lizzy.
“Kau
masih punya muka untuk datang kemari? Jung Shin Ae...” Lizzy menatao kesal pada
Shin Ae.
“Maafkan
aku. Kemarin aku terlalu kacau hingga meracau di depan kalian.”
“Ada
apa denganmu kini??” Lizzy beralih menetap heran Shin Ae.
“Aku
benar-benar minta maaf padamu Magi. Aku bersedia membantu kalian. Bukankah ini
janjiku padamu?”
“Dalam
semalam saja kau sudah berubah pikiran seperti ini? Ya, apa kemarin kau
kerasukan?” Lizzy makin keheranan.
“Jangankan
semalam, dalam sedetik pun aku bisa berubah. Magi, apa kau meragukan aku?”
“Kamsahamnida
Sunbaenim,” Magi menunduk pelan.
“Jangan
berterima kasih dulu. Bagaimana jika ia punya rencana lain.” Lizzy masihy
curiga pada perubahan Shin Ae.
“Terserah
kalian yang pasti hari ini aku memutuskan berniat membantu kalian dan itu
janjiku maka aku akan menepatinya walau kalian meragukan aku.”
“Jika
aku meragukan Sunbaenim pasti aku telah menjauh dari awal.” Ucap Magi membuat
Shin Ae terkejut.
Shin
Ae tersenyum lega. “Gomapsseumnida untuk tetap bertahan dan mempercayai aku
walau sempat aku berpikir untuk mengkhianatimu Magi.”
“Hah...
inilah duniaku kini...” Lizzy merangkul Shin Ae dan Magi yang duduk di kanan
dan kirinya. “Kamsahamnida, chingu...”
Magi
dan Shin Ae tersenyum dan bersama membalas pelukan Lizzy.
***
Magi
mengumpulkan teman-temannya—Hyuri, Suri, Seungho, Jonghwan- di kediaman Sukjin
untuk membahas rencana pembuatan pesta lampion di sekolah untuk Lizzy. Bersama
Sukjin mereka berdiskusi bersama sore itu usai jam sekolah berakhir.
“Kau
yakin ini akan berhasil?” tanya Jonghwan.
“Setelah
membaca habis buku ini,” Magi menunjukan diary peninggalan Lizzy, “dan beberapa
eksperimen aku rasa akan berhasil. Aku rasa di sinilah permasalahannya,
keinginan terakhir Lizzy yang belum terpenuhi dan rasa bersalahanya pada Paman
Sukjin. Itulah yang membuatnya tetap tertahan di sini. Jika kita bisa
memenuhinya kemungkinan besar Lizzy akan terbebas dari penderitaan itu dan bisa
menyeberang untuk menuju alam keabadian.”
“Terdengar
tak masuk akal, tapi aku pernah dengar juga beberapa kasus seperti ini.”
komentar Seungho.
“Ini
terdengar keren tahu!” ralat Suri.
“Keren??
Bagiku aneh tahu!” Seungho ngotot mempertahankan pendapatnya.
“Lalu
apakah Jung Shin Ae Sunbaenim sudah memberi keputusan? Apa dia bersedia
membantu?” sela Hyuri.
“Jung,
Jung Shin Ae Sunbaenim akan ikut membantu?” Seungho menatap Hyuri lalu Magi.
“Sudah.
Dia bersedia membantu.” Magi tersenyum dan mengangguk.
“Wah...”
Seungho berseri-seri membuat teman-temannya saling melempar senyum melihatnya.
“Maaf
aku terlambat.” Sungrin baru bergabung. “Bagimana rencananya?” ia pun duduk
bergabung dan Magi mengulang dari awal menjelaskan rencananya sedang yang lain
duduk menyimak.
***
“Karnaval
Bunga saat Festival Gardenia?” tanya Joongki pada Kyuhyun.
“Iya,
Yang Mulia. Saat Festival Gardenia para gadis di wilayah Ambrosia akan keluar
rumah untuk berpartisipasi, bukankah ini kesempatan baik bagi Yang Mulia?”
Joongki
tersenyum lebar. “Kenapa tak terpikirkan olehku? Lalu apakah aku bisa?”
“Saat
menjadi rakyat biasa apa yang tak bisa Yang Mulia lakukan?”
“Kau
benar. Kalau begitu siapkan perjalanan rahasia ini. Ajak pula Donghae dan
Ilwoo. Seperti biasa.”
“Baik
Yang Mulia.”
Joongki
tersenyum lebar dengan wajah berseri sedang Kyuhyun menatapnya dengan ekspresi
redup. Menyarakan hal ini sebenarnya membuat Kyuhyun merasa teradili setiap
kali mengingat Magi dan L.Joe.
***
“Jadi
ia memutuskan membantu gadis itu?” reaksi Geunsuk usai Seungho bercerita.
“Kalian akan benar-benar membantu hantu itu??”
“Iya,
Hyung. Bukankah itu keren?” Seungho dengan senyum berbinar.
“Aigo...
apa itu karena Jung Shin Ae maka kau jadi begini bersemangat?”
“Jika
bukan dia siapa lagi? Ini kesempatan baik bagiku kan Hyung untuk bisa dekat
dengan Jung Shin Ae Sunbaenim.”
“Aigo!
Cinta padaa pandangan pertama itu benar-benar membuatmu gila. Sampai detik ini
aku masih bertanya-tanya apa yang membuatmu begitu tergila-gila padanya. Lalu
bagaimana reaksinya setelah kau memberinya bunga waktu itu?”
“Tidak
ada.”
“Tidak
ada??”
“Iya.
Tidak ada.”
“Kau
percaya padaku sekarang?”
“Percaya??
Tentang apa??”
“Jung
Shin Ae itu gadis yang tak punya perasaan pada lelaki. Aku rasa hanya Byunghun
yang menarik perhatiannya.”
“Benarkah??
Tapi ByunghunSunbaenim menjadi milik Magi sekarang, itu artinya masih ada
harapan bagiku untuk bisa bersama dengan Jung Shin Ae Sunbaenim hehehe. Semoga
Sang Penguasa Alam benar-benar mendengar bisikan hatiku ini.”
“Hah...
dasar.”
***
Empat
orang dengan kostum hijau tua itu berkumpul di tengah hutan, diantara pepohonan
di malam yang gelap. Keempatnya bergantian bicara mengungkap kata sandi yang
menjadi tanda jika mereka adalah teman.
“Sampaikan
pada Leshy, seluruh anggota Lesovik telah siaga karena musim semi telah tiba
dan semua akan berpesta.” Kata pria bertopeng yang berdiri di arah Timur.
“Sampaikan
pada Leshy, tak ada pergerakan berarti dari pasukan dan koloni Ratu Maesil
namun sepertinya mereka merencanakan sesuatu untuk musim semi kali ini.”
sambung pria bertopeng yang berdiri di arah
Selatan. “Pasukan kami telah mengamati lebih dalam tentang ini.”
imbuhnya.
“Sampaikan
pada Leshy, uang pendanaan Lesovik dari para pendukung Raja terdahulu telah
diterima dan kami menunggu perintah selanjutnya. Ada beberapa calon donatur
baru tapi kami masih menyelidiki latar belakang mereka.” Gantian pria bertopeng
yang berdiri di arah Utara bicara.
“Sampaikan
pada Leshy, jumlah relawan muda yang ingin bergabung dalam Lesovik bertambah
sejak ditutupnya SMA Maehwa. Beberapa tampak mencurigakan dan kami akan
bertindak ketat dan selektif untuk ini.” pria bertopeng yang berdiri di raha Barat
menutup laporan.
Pria
dengan kostum serba hitam yang berdiri menyandarkan punggung pada pohon besar
itu menegakan badannya dan berjalan mendekati empat pria yang sebelumnya
menyampaikan laporan padanya. Empat pria dengan kostum serba hijau tua dan bertopeng
sebagai ciri khas anggota Lesovik itu.
“Leshy
sangat berterima kasih atas kerja keras kalian hingga detik ini. Pastikan semua
anggota kita terutama anggota baru dalam keadaan aman. Waspadai para penyusup
yang semakin lihai mengelabui kita.” Pria berpostur tubuh tinggi dengan suara
berat itu membalas laporan keempat anggota Lesovik yang menemuinya malam ini.
“Leshy mengatakan Ratu Maesil mulai bergerak pelan menyusun rencana baru untuk
mengacaukan musim semi berhubungan dengan peristiwa cincin pelangi matahari
kala itu. Aku pastikan Leshy akan menerima semua laporan kalian dan perintah
baru akan segera dikirimkan. Tetaplah waspada dan lindungi Yang Mulia Putri Ah
Reum bersama kita.”
“Nee!”
ucap keempat pria itu kompak.
Terlihat
dari sorot matanya--bagian wajah yang terlihat- pria bertubuh tinggi besar
dengan kostum serba hitam itu sedang tersenyum puas menatap keempat pria di
hadapannya.
***
Kastil
dengan bentuk aneh tak beraturan lengkap dengan aura suram terpancar dari
dalamnya. Mengesankan hanya ada penderitaan di sana. Kastil Basil tempat dimana
Ratu Maesil dan pasukannya tinggal. Burung Gagak besar itu terbang mengitari
Kastil Basil lalu menukik semakin rendah dan kemudian memasuki sebuah jendela
besar yang sedang terbuka lebar.
RatuMaesil
tersenyum menyeringai menyadari burung Gagak kesayangannya telah kembali pulang
dan hinggap di tempat kesukaannya di kamar Ratu Maesil. Ratu Maesil berjalan
cepat mendekati Gagak itu dan mengulurkan tangan kanannya. Gagak itu pun
beralih hinggap di tangan kanan Ratu Maesil. Ratu Maesil menatap mata Gagak itu
selama beberapa saat lalu ia kembali menyeringai dan mengembalikan Gagak
kesanyangannya pada tempat favoritnya. Ratu Maesil berjalan mendekati jendela
besar di kamarnya yang sedang terbuka lebar itu.
“Selamat
datang musim semi. Selamat datang penderitaan. Selamat datang kehancuran.
Hahahaha....”
***
-------TBC--------
Keep on Fighting
shytUrtle
0 comments