LYAN
06:11
LYAN
Jangan menilai buku dari sampulnya, jangan melihat orang
hanya dari penampilannya saja. Tak kenal maka tak sayang. Dalam urusan cinta,
nekat itu perlu. –Juro-
Kebanyakan orang menyebutku tampan.
Kebetulan Papa emang turunan Jepang dan walau Mama orang pribumi asli, ras Mama
termasuk super. Terlahirlah aku yang tampan. Tapi, demi apa aku terdampar di
sini? Walau tak begitu pelosok tapi untuk sampai ke klinik tempatku bekerja kini
cukup menyita waktu. Butuh 45 menit mengendarai motor untuk bisa sampai kemari.
Aku harus bangun pagi-pagi karenanya.
Panggil saja aku Juro. Tampan dan
punya kedudukan. Siapa yang tak akan luluh ketika melihatku? Walau tanpa
mengadakan polling, bisa dipastikan
aku lah perawat paling tampan di klinik ini. Bukannya narsis atau over PD, tapi
ini kenyataan. Gadis-gadis di lingkungan sekitar klinik, hampir seluruhnya
tergila-gila padaku. Ada yang nekat, ada yang sekedar curi-curi pandang cari
perhatian. Awalnya aku merasa risih dengan ini semua, lama-lama terbiasa juga.
Kecuali gadis itu. Gadis berwajah
pucat dengan dandanan acak-adur. Dia benar-benar mirip panda dengan lingkar
hitam mata selebar itu. Gadis yang sama sekali tak menunjukan ekspresi berseri
atau tersipu ketika pertama kali bertatap muka denganku. Gadis yang tetap
bersikap datar walau aku beramah-tamah padanya. Lyan. Kenapa gadis ini cuek
sekali? Apa benar gosip yang beredar itu? Dia lesbian? Jika dipikir-pikir,
pastilah aku menarik perhatiannya. Karena Lyan seorang KPOP Lover, pecinta
musik Korea. Aku ini masih keturunan Jepang. Bisa dibayangkan bukan, bagaimana
tampannya diriku ini? Namun, atmosfer yang aku dapatkan tak demikian. Lyan
sangat cuek padaku. Sikapnya selalu datar.
Lyan. Dia bekerja di toko yang tak jauh
dari klinik tempatku bekerja. Aku akui cantik. Aku paling suka jika ia
tersenyum. Tapi senyum itu mahal. Lyan tak jarang akan langsung memasang muka
garang jika ada pembeli laki-laki yang mencoba mengakrabinya. Sikap ini semakin
menguatkan dugaan orang-orang jika Lyan ‘nggak doyan laki-laki’.
Lyan juga lumayan terkenal di lingkungan
kerjaku. Selalu ada saja obrolan tentang dia, dari yang baik sampai yang buruk.
Lyan itu lumayan jadi sorotan lah, walau bukan artis sih. Lyan yang aku tahu,
gadis aneh. Nggak pernah terlihat ia keluar rumah untuk bergaul, sekedar
ngumpul sore bareng tetangga. Pantes aja sampai hari ini jomblo, nggak pernah
gaul sih. Aku ramah-ramah tanggepannya sedingin es batu. Mana ada cowok mau
deket-deket sama cewek jutek kayak gini?
***
Awalnya memang aku pikir Lyan beda, tapi
setelah peristiwa semalam, penilaianku berubah total. Lyan sama aja, nggak jauh
beda sama cewek-cewek di lingkungannya. Tapi cara pendekatan Lyan beda. Nah,
terbukti kan? Siapa yang bisa menolak pesonaku? Private message dari akun dengan nama aneh dan mengaku jika itu
Lyan. Jujur ini mengejutkan. Sempat nggak percaya itu Lyan. Isi pesan itu tiga
pertanyaan tentang hemophilia. Aku
akui, ini pendekatan yang kreatif. Aku tak menanggapinya dengan serius.
Memberikan jawaban sekenanya. Jika itu benar Lyan, pasti dia sangat kesal waktu
membaca jawabanku walau pesan balasan yang ia tulis terbaca begitu bersahabat
dipenuhi emotion senyum. Aku puas.
Ini pelajaran buat Lyan. Gayanya aja sok cuek, tapi dalemnya sama, pengen juga
deket sama aku.
***
“Baca apaan sih? Heboh banget.” Aku
menghampiri tiga rekanku yang sedang duduk bersama.
“Novelnya Mbak Lyan. Seru ceritanya.”
Jawab Tadya, perawat yang lumayan dekat denganku.
“Mbak Lyan? Novel?” Sambil duduk di samping
Tadya.
“He’em. Aku juga baru tahu kalo Mbak Lyan
itu suka nulis dan dia udah nerbitin novel. Tahunya baru tiga hari yang lalu,
Mbak Lyan kirim pesan ke fbku, nanya tentang hemophilia, aku tanya balik sapa
yang sakit, Mbak Lyan jawab, cuman pengen tahu aja tentang penyakit itu. Aku
desak terus, akhirnya ngaku dia kalo itu buat bahan penulisan novel dia yang
baru. Ternyata ada dua buku Mbak Lyan yang udah terbit.”
Jadi malam itu Lyan ngirim private message ka Tadya juga? Lyan,
gadis kuper sok cuek itu, penulis? Masak sih? “Kasih liat dong bukunya?”
Pintaku pada Tadya.
Aku membawa buku biru itu ke ruanganku. lyan. Empat huruf itu dicetak dengan
menggunakan huruf kecil semua di pojok kanan atas sampul buku. Entah kenapa
jantungku tiba-tiba berdetub kencang ketika mulai membuka buku ini. Sambil
mulai membacanya, aku masih dibuat tak percaya. Benarkah ini Lyan yang
menulisnya?
***
Malam minggu nemenin adek datang ke acara
festival KPOP Lover. Karena digelar oleh stasiun radio swasta di kota kami,
festival ini ramai pengunjung. Aku dan adikku, Nara, memilih datang malam hari
di hari terakhir festival.
Nara buru-buru menyeretku ke depan
panggung utama. Padahal aku masih ingin melihat-lihat berbagai macam
pernak-pernik khas Asia yang tersaji di kanan-kiri sepanjang jalan menuju
panggung utama. Nara seolah takut melewatkan sesuatu di panggung utama. Nara
menghela napas panjang dan menguntai seutas senyum lega ketika sampai di depan
panggung. Aku heran, apa sih yang ia tunggu?
Aku menggeleng lalu menatap panggung. Kedua
mataku terbelalak. Itu… itu kan… Lyan?? Untuk apa dia naik panggung?? Aku
mengerjapkan kedua mataku, khawatir salah lihat. Benar adanya, ini bukan mimpi.
Salah satu gadis yang ada di atas panggung adalah Lyan. Aku menoleh, Nara
tersenyum lebar menatap panggung.
“Mereka penyanyi?” Pertanyaan bodoh ini
meluncur mulus dari bibirku.
“Bukan. KPOP Lover juga kok. Tapi mereka
itu member girls band fantasi. Mereka
sering melakukan cover song dan
merekam suara mereka lalu di upload
biar bisa di download. Mereka juga
sering nyanyi di radio. Ini pertama kalinya mereka tampil live. Itu Hilda, Nao dan Lyan. Sebenarnya mereka berlima, tapi yang
dua di luar kota.” Terang Nara antusias. “Aku paling suka sama Lyan. Dia paling
ramah. Kakak kok ekspresinya kaget gitu?” Nara curiga.
“Eng… itu… Lyan, aku kenal sama dia.”
“Ha??? Beneran Kak?? Kok Kakak nggak
pernah cerita sih?! Dari dulu aku pengen ketemu dia tahu!”
***
Hanya ada aku dan Lyan di toko. Lyan
sibuk di depan mesin fotocopy. Aku
menunggu sambil terus menatapnya. Belakangan ini, setelah aku banyak tahu fakta
mengejutkan tentang Lyan, jika di dekatnya, jantungku selalu berdetub kencang.
“Mbak.” Panggilku. Lyan segera menaruh
perhatian padaku. “Novelnya keren!” Pujiku. Lyan segera tersenyum tersipu.
Sungguh aku suka senyum itu.
“Terima kasih. Masih berantakan. Maklum
masih belajar.” Ucap Lyan merendah.
“Ada satu judul yang paling aku suka. Itu
keren.” Lagi-lagi Lyan tersipu. “Mbak!” Panggilku lagi. Lyan kembali menaruh
perhatian padaku. Aku terdiam menatap Lyan, jantungku berdetub makin kencang.
Kami sama-sama terdiam. Yang terdengar hanya deru mesin fotocopy yang sedang bekerja. Lyan akan mengalihkan perhatiannya.
“Aku suka sama Mbak.” Ucapku cepat dan
bisa ditebak Lyan syok mendengarnya. Ia berdiri tertegun, menatapku heran.
“Udahan bercandanya. Soal private message waktu itu…”
“Itu salahku.” Potongku. “Aku nggak confirm Mbak, itu juga salahku. Aku
nggak mau hubungan maya Mbak. Aku mau mau hubungan nyata.” Entah kenapa
tiba-tiba aku mengatakan ini semua pada Lyan. Gadis cuek yang dua tahun lebih
tua dariku Lyan menatapku makin keheranan. “Aku mau nunggu kok Mbak. Aku mau
nunggu sampai Mbak jawab, terima aku atau tolak aku. Aku nggak main-main Mbak.
Aku beneran suka sama Mbak. Entah sejak kapan, tapi belakangan makin nggak bisa
aku tahan.
***
Setelah
pengakuan dadakan itu, setiap kali bertemu kami jadi canggung. Aku mencuri
nomor ponsel Lyan dari kontak di ponsel Nara. Aku nggak peduli pada sikap Lyan
dan tetap rajin PDKT via sms. Gengsi
kalau lewat facebook. Lagi pula Lyan
sudah membatalkan permintaan pertemanannya padaku.
Sebulan kemudian, aku memberanikan diri
mengajak Lyan bertemu. Lyan awalnya terus menolak, namun akhirnya ia setuju.
Lyan memilih alun-alun kota dan menolak aku jemput. Walau aku datang 10 menit
lebih awal, aku masih kalah dari Lyan. Dia sudah duduk menunggu di salah satu
bangku di alun-alun kota. Aku duduk di samping kanan Lyan dan sangat gugup.
Hari ini keputusannya, apakah aku akan ditolak atau diterima untuk menjadi
kekasih Lyan.
“Sampai detik ini, aku nggak tahu apa
yang membuatmu suka sama aku.” Kata Lyan. “Aku ini jelek, gendut pula.”
“Mbak cantik kok, suer. Aku juga nggak
tahu kenapa aku bisa suka sama Mbak. Jadi, aku diterima apa ditolak nih?”
Tanyaku langsung to the point.
Lyan kembali menunduk. Jantungku berdebar
makin kencang nggak karuan. Sepertinya aku bakal ditolak sama Lyan. “Hatiku ini
sangat rapuh, jadi tolong jaga dia baik-baik, karena aku telah menyerahkan
hatiku yang rapuh ini… padamu.”
Aku ternganga. Senang bukan kepalang.
Hampir saja aku memeluk Lyan karena saking senangnya. Untung kesadaranku masih
pegang kendali. Aku merasa lega. Kuraih tangan kanan Lyan dan kugenggam erat.
Kami sama-sama tersipu kemudian.
***
Kalau kamu suka sama seorang cewek, segera katakan! Jangan
dipendam terus. Ini bahaya, lho! Bisa-bisa bisulan. Atau yang paling parah,
cewek yang kamu taksir keburu digebet cowok lain. –Juro-
THE END
tempurung kUra-kUra, 23 Mei 2013
by: shytUrtle
0 comments