Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
06:30
Wisteria
Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's
about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of
Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-
Song Hyu Ri (송휴리)
-
Rosmary Magi
-
Han Su Ri (한수리)
-
Jung Shin Ae (정신애)
-
Song Ha Mi (송하미)
-
Lee Hye Rin (이혜린)
-
Park Sung Rin (박선린)
-
Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung
Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim
Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many
other found it by read the FF.
...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di
benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami
percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang
selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu
muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga
percaya akan hal ini...?
***
Land #19
Hyerin merinding melihat
sambutan penonton untuk penampilan duet
Snapdragon dan Clovis.
“Bagaimana? Apa ini cukup
memberi jawaban?” Hyuri menyela, membuyarkan kekaguman Hami dan teman-temannya
yang sedang menatap panggung. “Gadis yang duduk memainkan kecapi itu adalah
Butterfly Bronze Snapdragon Rosmary Magi,” Hyuri memperkenalkan member termuda
dari Snapdargon itu.
Hyerin bungkam. Hami pun sama.
Tak ada yang bisa mereka katakan kini.
“Ketenaran mereka di sini, tak
cukup menjadi alasan untuk mereka bisa lolos tanpa audisi,” Jonghun menyela.
“Bagaimanapun juga temanmu itu harus mengikuti aturan sesuai prosedur.”
“Aku tak meminta Anda sekalian
meloloskannya begitu saja. Kebijakan untuk ikut audisi itu sudah sangat sangat
membantu kami. Aku mengundang Anda sekalian kemari hanya karena ada yang
mempertanyakan apa kemahiran yang akan kalian tampilkan hingga kalian berani
mengajukan diri untuk ikut menjadi pengisi acara Hwaseong Festival.”
Hami menundukan kepala mendengar
penjelasan Hyuri.
“Karena tampaknya sangat tak
meyakinkan maka aku berinisiatif memberi sedikit petunjuk. Itu saja. Agar kami
tak dinilai main-main atau sengaja bunuh diri.”
‘Anak ini benar-benar frontal.
Berani-beraninya ia memojokan kami seperti ini’. Hyerin hanya bisa menggerutu
dalam hati.
Hyuri kembali menyunggingkan
senyum menatap satu per satu kaum borjuis yang duduk di depannya.
“Dan
untuk musim semi yang akan segera datang dan berlalu tergantikan musim panas
beberapa waktu nanti, Summer Sunshine,” kata Magi usai memberi sambutan
singkat.
Snapdragon kembali tampil
membawakan Summer Sunshine-The Corrs. Magi bernyanyi dan sesekali bergoyang
melakukan tarian yang ia ciptakan sendiri.
***
“Melihatmu semalam dan kau
seperti ini sama saja seperti melihat ulat dan kupu-kupu. Kenapa kau memilih
berdandan bak ulat yang menggelikan ini saat ke sekolah?” Seungho tak bosannya
membahas tentang pertunjukan yang ia tonton semalam. Kali ini Magi menjadi
sasaran langsung wawancaranya.
“Aku sedang dalam penyamaran.
Berdandan seperti ini sejak masuk SMA,” terang Magi ringan.
“Penyamaran...?” pekik Seungho.
“Kau ini sebenarnya siapa?”
tanya Jonghwan.
“Rosamary Magi.”
“Ck! Selalu itu yang ia katakan
setiap kali ditanya ‘kau ini siapa sebenarnya?’ Tak ada jawaban lain.” Sahut Suri
kesal.
“Ya sudah birakan saja, Magi
punya hak untuk bertindak sok misterius.” Bela Jonghwan.
“Ey! Kau ini dipahak mana sih?”
Suri bersungut kesal. Jonghwan tertawa geli melihatnya.
“Persiapan kalian untuk nanti
bagaimana?” tanya Seungho.
“All clear! We’re ready to go!”
jawab Suri.
“Kira-kira Sunbaenim cantik itu
akan ada di sana juga tidak ya?” Seungho seolah bicara sendiri.
“Sunbaenim cantik itu siapa? Apa
dia gadis pelompat gerbang itu?” tanya Magi dengan ekspresi penasaran.
“Apa aku belum cerita tentang
ini? Tentang gadis pelompat gerbang itu? Aku sudah menemukannya.” Seungho
berubah antusias.
“Oya...? Siapa dia Seungho,
siapa?” Magi menirukan gaya bicara Sarah Sanderson.
“Ya! Berhenti bertingkah
menirukan trio Sanderson seperti itu!” protes Suri.
Magi meringis menunjukan barisan
giginya yang putih dan rapi. “Beri tahu kami siapa Onni cantik itu,” desak
Magi.
“Dia...” Seungho menatap satu
per satu temannya—Magi, Hyuri, Jonghwan dan Suri yang benar menaruh perhatian
padanya. Sepertinya mereka benar-benar ingin tahu siapa gadis misterius yang
membuat Seungho benar jatuh hati. “Aku rasa dia adalah teman baik L.Joe
Sunbaenim, Jung Shin Ae Sunbaenim.” Seungho dengan cepat.
“Jung Shin Ae Sunbaenim...? Kau
yakin itu?” Magi meragukan di setujui tatapan mata Hyuri, Jonghwan dan Suri
yang mengisyaratkan pertanyaan yang sama.
“Nee aku yakin. Ini semua berkat
kekasihmu.”
“Mwo...? Kekasihku...?” pekik
Magi. “Ya! Siapa kekasihku? Ish! Kau ini jangan sembarangan bicara!”
“Saat kau di bully, L.Joe
Sunbaenim melindungimu dan Jung Shin Ae Sunbaenim turut terseret. Saat kita di
gedung olah raga, di sanalah aku menemukannya.”
“Bagaimana kau bisa seyakin
itu?” tanya Suri.
Seungho tersenyum lebar
mengenang kejadian di gedung olah raga. “Saat ia hendak pergi, tiba-tiba ia
jongkok membetulkan tali sepatunya. Posisi itu benar-benar sama dengan posisi
usai ia melompat gerbang. Jantungku berdetub kencang menatapnya. Saat itu
seolah ada yang berbisik jika dialah benar gadis pelompat gerbang yang aku cari.”
“Woa! Daebak! Misteri terungkap
dengan jalan sesimpel itu. Sang Penguasa Alam, rencana-Nya selalu tak terduga.”
Suri menggeleng pelan.
“Aku rasa aku harus berterima
kasih pada kekasih Magi.”
“Ya! Seungho-ya!” bentak Magi.
“Wae...? Bukankah sudah banyak
bukti?”
“Bukti...?”
“Aigo! Sudah berani berpelukan
di depan umum masih mengelak,” Seungho menggelengkan kepala masih menatap Magi.
“Ya! Siapa yang berpelukan? Itu
tidak sengaja tahu! Eum, maksudku...”
“Dia yang sengaja memelukmu?”
potong Seungho. “Sudah akui saja kalau kalian pacaran. lalu jangan lupa bantu
aku untuk bisa dekat dengan Jung Shin Ae Sunbaenim. Kau mau kan Magi? Kita kan
teman baik.” Seungho merayu Magi.
“Lakukan sendiri! Kau kan
laki-laki! Dan perlu kau tahu. Aku tidak berpacaran dengan L.Joe Sunbaenim!”
Magi menegaskan.
“Belum...” sahut Suri.
“Ya! Han Suri!” Magi beralih
menatap kesal Suri yang terkikik geli.
“Song Hyuri!”
Semua langsung menoleh ke arah
sumber suara yang meneriakan nama Hyuri. Semua tekejut terlebih Hyuri melihat
Daehyun yang berjalan lengkap dengan senyum lebarnya. Daehyun mendekat dengan
menenteng sebuah tas keranjang di tangan
kanannya.
“Annyeong...” sapa Daehyun saat
sampai di depan Hyuri dan teman-temannya.
“Annyeong...” jawab Seungho, Magi,
Jonghwan dan Suri kompak.
“Song Hyuri, kau akan pergi sore
ini kan? Mengikuti kegiatan club Foxglove. Ini untukmu.” Daehyun menyodorkan
tas keranjang dari bambu di tangan kanannya pada Hyuri.
Hyuri bengong menatap Daehyun.
“Minuman ini akan berguna sekali
di tempat dingin. Kau akan pergi ke pegunungan, di sana pasti lebih dingin dari
di sini. Kau bisa membagi ini dengan teman-teman satu gengmu ini.”
Hyuri masih mendongak tertegun
menatap Daehyun. Suri menyikut Hyuri membawa kembali kesadaran gadis itu.
“Tak baik menolak pemberian
orang yang berniat baik padamu. Terima saja,” bisik Suri kemudian melempar
senyuman pada Daehyun.
“Gomawo,” Hyuri menerima tas
keranjang dari bambu itu.
Daehyun tersenyum puas. “Aku
yakin kau telah mempersiapkan semua dengan baik. Semoga perjalananmu
menyenangkan Song Hyuri.”
***
Sungjoeng membantu Magi
melakukan cek ulang pada keperluan yang harus dibawanya. Nichkhun diam saja
memperhatikan Magi berkemas.
Suri selesai berkemas dan mulai
mengangkut tas ranselnya keluar kamar. Baro yang menunggu di ruang utama
bergegas menaiki tangga membantu Suri menurunkan tas ranselnya yang terlihat
begitu berat.
Hyuri pun telah selesai. Ia
berjalan pelan menyusuri koridor. Langkah Hyuri terhenti ketika sampai di ujung
koridor. Myungsoo berdiri di sana entah menunggu siapa. Namun yang pasti yang
melewati koridor ini hanyalah Suri dan Hyuri. Suri telah lebih dulu pergi.
Hyuri yakin jika Myungsoo berdiri menunggunya. Hyuri kembali berjalan pelan dan
berhenti di depan Myungsoo.
“Masih begitu cerah untuk terbangun,” sapa Hyuri pada Myungsoo.
Myungsoo mengulurkan tangan
kanannya yang membawa sebuah termos kecil. “Ini cukup untuk dua malam. Di sana
pasti sangat dingin, pastikan dirimu untuk tetap hangat dan tolong jaga Nona.
Aku menitipkan Nona padamu.” kata Myungsoo sambil mengulurkan tangan.
Hyuri merasa senang dan terharu
menerima perhatian Myungsoo yang terkenal arogan pada orang asing itu.
“Gomawo,” kata Hyuri lirih sembari menerima termos kecil pemberian Myungsoo.
“Tunggu!” Hyuri memegang tangan
kiri Myungsoo ketika pemuda itu hendak pergi.
Myungsoo kembali membalikan
badan menghadap Hyuri. Hyuri tersenyum manis sambil mengulurkan tas keranjang
dari bambu di tangan kanannya.
“Kau bisa membaginya dengan yang
lain. Seorang teman memberiku ini, tapi aku lebih suka minuman buatan Magi, jadi
aku memilih meninggalkan ini untukmu.” Kata Hyuri dan Myungsoo meraih tas
keranjang bambu itu. “Aku pergi dulu. Sampai jumpa lagi nanti di hari Minggu.
Annyeong...!” Hyuri melambaikan tangan dan berjalan cepat meninggalkan
Myungsoo.
“Jangan
lupa menghubungiku tiga kali sehari sesuai janji Nona. Dan ingat semua
pesan-pesanku,” Sungjeong kembali mengingatkan Magi sembari memberikan tas
Magi.
“Nee,” Magi tersenyum pada
keluarganya. “Kami berangkat. Sampai bertemu hari Minggu nanti!” Magi
melambaikan tangan lalu pergi bersama Hyuri dan Suri.
“Hah... inilah kehidupan yang
sebenarnya. Kalian setuju kan?” tanya Baro.
“Walau ia terlihat baik seperti
itu, mencoba mengenal dunia luar lebih luas tapi tetap saja itu semua membuatku
sangat khawatir. Bahkan lebih dari sebelumnya,” komentar Nichkhun.
“Kita harus percaya padanya.
Selama ini ia selalu memegang teguh apa yang ia katakan dan menepati apa yang
ia janjikan. Ia selalu mempertimbangkan resiko dari setiap tindakan yang dia
ambil. Harusnya kita sudah bisa melepasnya untuk mengenal dunia luar yang lebih
luas demi kebaikan dan kemajuannya sendiri. Tapi tetap saja, walau aku memiliki
pemikiran seperti ini, rasa khawatirku jauh lebih besar daripada rasa
percayaku.” Jawab Sungjeong.
“Ayo kita minum ini!” Myungsoo
mengangkat tas keranjang bambu di tangan kanannya membuat Baro, Nichkhun dan
Sungjeong kompak menoleh dan menatapnya heran. “Song Hyuri meninggalkan
pemberian seorang temannya ini dan boleh membaginya dengan yang lain.” Imbuh
Myungsoo.
Sungjeong menyahut tas keranjang
dari bambu di tangan Myungsoo. “Song Hyuri...? Membeli minuman mahal sebanyak
ini...?” pekik Sungjeong mengangkat tas keranjang bambu di tangannya.
“Aigo. Aku rasa ada masalah
dengan telingamu,” olok Baro. “Myungsoo mengatakan ‘Song Hyuri meninggalkan
pemberian seorang temannya ini dan boleh membaginya dengan yang lain’, apa itu
kurang jelas?”
“Aa...?” Sungjeong menurunkan
tangannya dan terlihat bingung. “Ah, ini karena aku terlalu mengkhawatirkan
Nona.”
***
Hyuri, Magi dan Suri tiba di
sekolah saat semua peserta kegiatan club Foxglove telah berkumpul dan siap
berangkat. Hoya segera mendata trio Maehwa di daftar hadir peserta. Yonghwa,
Seunghyun, Dongwoo dan Hyoseok menyambut Magi. Mengerumuni gadis berkepang dua
itu.
“Omo! Flower Season Boys juga
ikut?” Suri melotot menemukan geng empat pria cantik dalam rombongan club
Foxglove.
“Hampir seluruh kegiatan club
yang berbau travelling selalu mereka ikuti,” terang Dongwoo.
“Mendapatkan tiket liburan yang
murah bahkan gratis. Begitu cara mereka? Sama sekali tidak berkelas,” Magi
menggelengkan kepala.
“Hey, jaga bicaramu. Bukankah
mereka itu benci sekali padamu. Bisa-bisa kau dihajar habis-habisan nanti,”
sahut Hyoseok.
“Atau malah mereka yang kuhajar
habis-habisan,” balas Magi penuh percaya diri membuat semua teman dekatnya itu
tertawa.
“Semua, mohon naik. Kita akan
segera berangkat!” seru Hoya.
Semua naik ke dalam bus. Suri
duduk bersama Jonghwan dan Hyuri bersama Seungho. Magi berdiri sambil mengamati
bangku kosong dan siapakah yang mau menjadi rekan untuknya duduk bersama selama
perjalanan.
“Sini, duduk denganku.” Yonghwa
yang baru naik menuntun Magi. Magi berdiri diam. Yonghwa membantu menaruh
barang Magi di bagasi di atas tempat mereka duduk. “Kenapa? Duduklah di dekat
jendela agar kau bisa menikmati indahnya perjalanan ini,” Yonghwa
mempersilahkan Magi.
“Aku tak bisa duduk di dekat
jendela, itu membuat kepalaku pusing,” jawab Magi malu-malu.
“Mwo...? Ah, baiklah. Aku yang
duduk dekat jendela,” Yonghwa duduk lebih dulu.
Magi tersenyum lebar dan
menyusul duduk. “Gomawo, Sunbaenim,” bisiknya. “Jangan khawatir. Aku tak akan
merepotkan. Saat bus ini mulai melaju, aku pun akan berangkat.”
“Mwo...?” Yonghwa menatap tak
paham pada Magi.
“Aku akan tidur hehehe.”
“Kau mabuk darat? Mabuk
kendaraan?”
“Anee. Nikmati saja
perjalanannya,” Magi mulai bersiap tidur.
Yonghwa menggeleng pelan dan
membiarkan Magi mulai memejamkan mata bersiap untuk tidur.
***
Mulai dari bus melaju Magi sudah
tertidur. Yonghwa menyandarkan kepala Magi di bahunya agar gadis itu merasa
nyaman tidur selama perjalanan. Suri terlihat menikmati perjalanan itu. Sambil
mengobrol dengan Jonghwan sesekali ia memotret keluar jendela bus dengan kamera
ponselnya. Sementara itu Hyuri yang duduk bersama Seungho tertidur. Kepala
Hyuri jatuh menimpa bahu Seungho. Seungho tersenyum sendiri lalu membetulkan
letak kepala Hyuri yang bersandar di bahunya.
Dua jam perjalanan rombongan
club Foxglove pun sampai di Juniper Botanical Garden.
“Aigo... bahuku sakit karena
harus menahan kepala Hyuri yang berat,” keluh Seungho saat turun dari bus.
“Mianhae... lelah sekali hingga
tertidur pulas.” Hyuri sungkan dan meminta maaf.
“Aku juga tidur selama
perjalanan,” Magi masih berada di atas bus melongok dari pintu belakang.
“Beruntung aku duduk bersama Sunbaenim yang baik hati, Jung Yonghwa Sunbaenim!”
Magi melompat turun. “Oh!” Magi terkejut mendapati L.Joe tersenyum manis
berdiri di dekat bus menyambut para peserta yang datang.
“Kalian yang terakhir?” sambut
L.Joe.
“Iya. Kami yang terakhir,” jawab
Yonghwa.
Pria di sebelah L.Joe membisikan
sesuatu di telinga L.Joe. “Mwo...? Hah... mereka itu selalu saja membuat
masalah.” L.Joe tampak kesal usai mendengar bisikan pria paruh baya itu. Ia
kemudian menatap Yonghwa, Magi, Seunghyun, Dongwoo, Hyoseok, Jonghwan, Suri,
Hyuri dan Seungho yang tersisa di dekat bus.
“Mianhae ini jadi merepotkan,”
Hoya datang menghampiri.
“Bukan kau, tapi mereka dan kebetulan
penuh. Mereka yang tersisa,” L.Joe masih terlihat kesal.
Sementara
itu sembilan orang yang tersisa menatap L.Joe lalu Hoya dengan ekspresi penuh
tanya. ‘Ada apa sebenarnya?’
“Mianhae,
ini kesalahanku sebagai ketua. Karena geng Flower Season Boys itu ikut dan
meminta penginapan yang ini itu jadinya hanya tersisa dua dua rumah singgah.
Bangunan paling pojok. Dan kebetulan kalian paling akhir. Aku benar-benar minta
maaf akan hal ini.” Hoya benar menyesal.
“Empat
gemulai itu buat masalah lagi. Mereka tak jera juga,” gumam Suri sembari
menggeleng pelan.
“Tak
apa, kami akan menempatinya. Benar kan teman-teman?” tanya Yonghwa.
“Nee.”
Jawab kesemuanya hampir bersamaan.
“Itu
bangunannya...? Woa... pojok VIP pasti seru,” Magi berbinar menatap dua rumah
singgah yang berada paling ujung menghadap perkebunan dan hanya dua bangunan
berjejer itu yang berada di sana.
“Rumah
singgah itu sebenarnya cukup untuk empat orang, tapi kalian akan menempatinya
berenam. Apakah itu tak menjadi masalah? Berenam dalam satu rumah?” L.Joe
menatap para pria.
“Jonghwan
dan Seungho bisa tinggal bersama kami,” sahut Magi.
“Mwo...?”
L.Joe melotot menatap Magi.
Suri
menyikut Magi. “Auw!” pekik Magi. “Apayo!” protesnya. “Ya, pikiran kotor itu.
Ck! Apa salahnya tinggal bersama? Hanya tinggal bersama! Seperti kita. Hapus
pikiran kotormu.” Cerocos Magi meluruskan pernyataanya.
Suri
dan Hyuri kompak menatap tajam pada Magi. Magi mengerucutkan bibirnya dan
menundukan kepala. L.Joe mendengus pelan melihat tingkah Magi.
“Kalau
begitu silahkan beristirahat,” Hoya mempersilahkan.
“Ah,
lelah sekali! Yang paling pojok itu milik kami!” seru Magi menyusul Jonghwan
dan Seungho yang berjalan lebih dulu.
Yonghwa
turut pamit bersama ketiga rekannya menyusul lima hubae—junior mereka yang
lebih dulu pergi. L,Joe dan Hoya masih berdiri berdampingan menatap peserta
terakhir itu.
“Baru
aku tahu kalo Yonghwa mengenal trio Maehwa itu,” kata Hoya seolah masih tak
percaya trio Maehwa memiliki teman di Hwaseong Academy.
“Sebaiknya
kau istirahat,” L.Joe merangkul Hoya dan pergi bersama.
***
Pagi-pagi
Magi sudah dibuat sibuk dengan ponselnya. Suasana masih sangat sepi saat Magi
keluar rumah singgah tempat ia tinggal di Juniper Botanical Garden. Magi
mengangkat tinggi-tinggi ponselnya untuk mendapatkan sinyal agar bisa menelfon
Sungjeong seperti yang ia janjikan sebelum berangkat.
“Aigo...
di tempat ini benar-benar miskin sinyal,” keluh Magi masih menaikan
tinggi-tinggi kanan kanannya yang memegang ponsel. “Ah, dingin sekali,” Magi
yang keluar tanpa menggunakan baju hangatnya berlari kembali masuk ke dalam
rumah singgah.
Magi
kembali masuk. Ia naik ke atas meja dan berdiri di sana, namun sinyal tak
kunjung muncul. Magi mengambil kursi dan menaikannya di atas meja lalu ia
menaiki kursi itu. Magi tersenyum lebar jongkok di atas kursi yang ia naikan ke
atas meja. Akhirnya ia menemukan sinyal yang ia cari-cari sejak ia membuka mata
pagi ini. Magi segera menelfon Sungjeong memenuhi janjinya.
Magi
tersenyum mengamati bayangannya di dalam cermin. Ia siap mengikuti kegiatan di
hari pertama ini.
“Jangan
lupa mengoleskan minyak kayu putih pada perut dan punggung Nona. Udara dingin
sering kali mendatangkan masalah kecil untuk Nona,” tiba-tiba suara Sungjeong
seolah muncul di atas kepala Magi.
Magi
mendesah pelan lalu segera mengambil minyak kayu putih di dalam tasnya dan
membalurkannya pada perut dan punggungnya sesuai saran Sungjeong. Setelah
selesai ia bergegas keluar menyusul Hyuri dan Suri.
***
“Pagi!
Tidur kalian nyenyak semalam?” sambut Dongwoo saat Hyuri, Suri dan Magi keluar.
“Nyenyak
sekali. Kami tidur bersama,” Suri merangkul Hyuri.
Dongwoo
menatap Magi. Begitu juga Yonghwa dan Seunghyun yang berada di luar bersama
Dongwoo.
“Magi
tak bisa tidur jika ada orang lain di kamarnya karena itu kami tak tidur bertiga,”
jawab Suri.
“Kami
tahu tentang itu,” Dongwoo masih menatap Magi.
“Nyamuk
dimana-mana. Ah, mogi.” Magi cemberut. “Dan sinyal benar-benar payah di sini.”
“Kau
dalam masalah besar,” Dongwoo menggeleng. “Aku paham bagaimana Nuna-mu itu.”
Dongwoo menggeleng.
“Sunbaenim
mengenal baik Magi?” sela Suri.
“Dia
punya pengalaman buruk dengan onniku.”
“Dia
itu wanita dengan nama aneh.” Kata Dongwoo kesal.
Hyuri
dan Suri saling melempar pandangan lalu tersenyum bersama Magi.
“Hah,
semalam dingin sekali,” keluh Seungho yang baru keluar bersama Jonghwan dan
Hyoseok. “Kami tidur bertiga saja masih kedinginan.”
“Tidur
merapat atau berpelukan satu sama lain efektif mengurangi dingin,” saran Magi.
“Mwo...?
Ya! Itu menggelikan!” Seungho merasa geli mendengarnya.
“Dasar
Seungho berotak mesum!” olok Magi.
“Mm-mwo...?
Ya, Magi-ya!” Seungho bergegas menyusul Magi.
Magi
berbaris mengantre untuk mengambil sarapan. Magi menelan ludah melihat
teman-temannya mengambil segelas kopi panas. Asap yang mengepul dan aroma kopi
yang menyengat benar-benar menggoda Magi. Gelas-gelas berisi kopi itu seolah
melambai-lambai padanya. Merayu Magi. Magi menggigit bibirnya menatap
rekan-rekannya yang mayoritas memilih kopi untuk menemani menu sarapan mereka.
Akhirnya
Magi sampai di meja yang menyajikan minuman. Magi tersenyum lebar di depan
deretan gelas berisi kopi panas mengepul. Benar menggoda Magi untuk
mencicipinya. Tangan kanan Magi bergerak hendak mengambil segelas kopi panas.
“Ingat! Hindarilah kopi! Apa pun jenis kopi itu, baik
murni atau campuran! Apa pun yang berbau kopi, jangan sampai Nona menyentuhnya
apalagi meminum atau memakannya. Walau hanya sedikit. Jangan melakukannya! Aku
tak di sana jadi Nona harus benar-benar menjaga diri!” Sungjeong tiba-tiba
muncul di samping Magi dan mengoceh.
Magi
mendengus pelan sambil mengalihkan tangan kanannya mengambil segelas teh
hangat. Usai memilih menu sarapan, Magi pun duduk bergabung dengan
teman-temannya.
***
Usai
sarapan seluruh anggota club Foxglove dikumpulkan untuk persiapan kegiatan
hiking sebagai agenda kegiatan di hari pertama. Hoya membacakan peraturan dan
tugas bagi anggota baru. Hoya membebaskan anggota baru untuk memilih kelompok
mereka dengan anggota maksimal lima orang. Karena terasing dan nyaman dengan
keempat temannya formasi kelompok Magi
tak berubah. Tetap berlima bersama Hyuri, Suri, Jonghwan dan Seungho.
Masing-masing kelompok terlihat sibuk mempersiapkan perlengkapan masing-masing.
“Ash!”
Magi mengamati tongkat kayu di tangannya.
“Kita...?”
tanya Suri.
“Kayu
Ash!” Magi melemparkan tongkat di tangannya pada Seungho. “Ular takut pada kayu
itu. Di dalam hutan sana kita tidak tahu apa yang menanti kita, yang pasti ular
aku rasa menjadi salah satunya.”
“Ini
hanya hiking dan di sana hutan lindung kan? Ditambah lagi ada tim penjaga bagi
kita,” sahut Kwanghee.
“Apa
jumlahnya seimbang?” Magi membalikan badan menghadap Kwanghee. “Sebaiknya
Sunbaenim gemulai tak meremehkan peralatan sederhana ini.” Magi menatap serius
pada Kwanghee.
“Kami
bukan anak SD yang harus membawa tongkat saat hiking. Kaja!” Kwanghee memimpin
kelompoknya pergi.
“Mereka
itu anggota? Sampai ikut hiking...” gumam Seungho.
“Semoga
hal buruk tak menimpa mereka,” Suri sambil menggelengkan kepala.
“Busur!
Panah! Kita bawa ini juga?” Magi menghampiri salah satu petugas yang hari ini
akan menjaga kegiatan club Foxglove di hutan. “Ajushi, berikan satu padaku.
Boleh kan? Satu busur dan beberapa anak panah untuk menemani satu tongkat Ash
kami.”
L.Joe
yang juga sibuk mempersiapkan perlengkapan untuk mengawal kegiatan club
Foxglove hiking tersenyum mendengar permintaan Magi. “Berikan satu untuknya.
Dia terbaik di kelas memanah,” sahut L.Joe.
Magi
mengerutkan dahi menatap L.Joe yang tersenyum padanya. Salah satu petugas pria
itu pun memberikan satu busur dan lima
anak panah kepada Magi.
“Kamsahamnida,
Ajushi,” Magi membungkuk di depan petugas.
L.Joe
masih memperhatikan lalu mengambil beberapa foto Magi.
“Aigo!
Itu tindakan ilegal. Mengambil foto tanpa minta izin seperti itu.” Magi
mengomentari tindakan L.Joe. L.Joe tersenyum geli mendengar dan melihat ekspresi
Magi. “Baiklah. Anggap saja itu bayaran dari busur dan anak panah ini.
Kamsahamnida Sunbaenim,” Magi membungkukan badan lalu kembali bertgabung dengan
kelompoknya.
Magi
kembali bergabung bersama kelompoknya. “Kalian siap? Jonghwan kamera?” Magi
sedikit melotot menatap Jonghwan.
“Nee.
Wae? Kau meragukan aku?” Jonghwan merasa tatapan Magi itu adalah ekspresi yang
meragukan kemampuannya memotret.
“Anee.”
Jawab Magi enteng.
“Aku
akan jadi juru catat!” sahut Suri antusias.
“Baiklah!
Power Rangers! Kita berangkat!” seru Magi penuh semangat.
“Power
Rangers...?” Hyuri, Jonghwan, Seungho dan Suri hampir bersamaan.
“Ya!
Power Rangers itu tiga laki-laki dan dua perempuan. Kita sebaliknya,” protes
Seungho.
“Hyuri,
kalian yakin dia perempuan?” celetuk Magi sembari melirik Hyuri.
“Mwo...?
Ya, Magi! Kau pikir aku bukan perempuan?” protes Hyuri.
“Meragukan.”
“Mwo...?
Ya! Awas, kau!” Hyuri mengejar Magi yang sedikit berlari mendahului menuju
hutan.
Seungho,
Suri dan Jonghwan tersenyum melihat tingkah kedua rekan mereka sembari berjalan
menyusul. L.Joe dan tim terakhir yang ada bersamanya berjalan di belakang
kelompok Magi yang menjadi kelompok paling akhir berangkat hiking. Bersama
Hoya, L.Joe turut mengawal kegiatan hiking club Foxglove di hutan lindung di
dekat Juniper Botanical Garden.
***
Satu
per satu kelompok club Foxglove memasuki kawasan hutan lindung di dekat Juniper
Botanical Garden. Masing-masing mulai berpencar dan mengerjakan tugas yang
diberikan para senior yaitu mengumpulkan data sebanyak mungkin tanaman yang
mereka tahu , memotretnya, menyebutkan ciri-ciri fisik dari tanaman itu,
menyebutkan namanya dan mengulas manfaatnya untuk manusia.
Dengan
memiliki Magi dalam kelompoknya, Hyuri dan Suri pun tenang. Sebagai adik
Nichkhun yang seorang ahli botani pastilah Magi tahu banyak tentang beberapa
tanaman. Dengan adanya Magi, kelompok ini pun tak begitu kesulitan dengan tugas
yang diberikan senior mereka. Baru memasuki hutan, Magi sudah menuding beberapa
tanaman herbal yang tumbuh liar di dalam hutan. Jonghwan memotretnya. Hyuri dan
Seungho bertugas mengamati ciri fisik tanaman dan mengulasnya, sedang Suri
bertugas mencatat. Usai Hyuri dan Seungho mengulas ciri fisik tanaman Magi
menyebutkan fungsi tanaman herbal yang mereka temukan. Namun daripada membantu
teman-temannya, Magi terlihat lebih sering sibuk sendiri dengan kamera
digitalnya usai menunjuk tanaman yang harus diamati teman-temannya.
“Ya!
Kenapa kau tak membantu kami mengamati?” protes Suri.
“Fungsi
tanaman bisa kita bahas saat mengerjakan laporan itu kan. Lagi pula tugasku
adalah penunjuk dan penjaga kalian.” Jawab Magi sambil sibuk memotret
sekitarnya dengan kamera digital miliknya.
“Ish!
Penjaga?”
“Walau
kawasan ini adalah kawasan hutan lindung, bukan berarti semua aman. Hewan buas
juga hidup liar di sini. Terlalu berbahaya jika salah jalan dan masuk terlalu
dalam. Aku hanya khawatir pada babi hutan yang sering muncul dekat pemukiman.”
“Babi
hutan...?” sahut Kwanghee yang kebetulan sedang melintas di dekat kelompok Magi
berada.
Magi
mengangguk. “Ketika bertemu babi hutan, mau diam atau berlari sama saja. Sama
seperti manusia, babi hutan pun akan panik saat bertemu manusia. Diam atau
bergerak mereka akan tetap menyerang. Jadi lebib baik berlari dan naik ke atas
pohon. Itu aman. Babi hutan tak bisa memanjat. “Tapi saat ada di atas pohon
kita harus waspada pada ular, ulat atau reptil pohon yang lainnya.”
Bukan
hanya Kwanghee dan teman-temannya yang merasa ngeri mendengar penjelasan Magi,
teman-teman Magi pun merasakan hal yang sama dan mulai was-was mengamati
sekitar. Kwanghee dan kelompolnya segera pergi. Magi menyincingkan senyum
melihat reaksi Kwanghee.
“Ya!
Apa benar begitu cara babi hutan menyerang manusia? Dan cara menghindarinya benar
seperti itu?” tanya Seungho.
“Aku
pernah melihatnya di film. Jujur aku sendiri tak tahu pastinya bagaimana dan
sedikit ngeri juga berada di tengah hutan begini,” jawab Magi.
“Aish!
Anak ini!” Suri memukul pelan lengan Magi.
Magi
terkekeh lalu tatapannnya tertuju pada sebuah pohon. “Oh! Itu Mistletoe!”
tuding Magi yang bergegas mendekati pohon itu.
Seungho,
Hyuri, Suri dan Jonghwan segera menyusul. Keempatnya heran melihat tingkah
Magi. Kenapa gadis itu begini antusias sampai rela memanjat pohon besar itu?
Melihat
momen itu L.Joe tak menyia-nyiakannya. Ia segera meraih kamera yang
tergantung di lehernya dan segera
membidik Magi dan teman-temannya.
“Ya!
Kenapa kau naik ke atas sana?” Seungho mendongak sambil bertanya pada Magi yang
sudah berada di atas pohon.
Magi
selesai memotret tumbuhan hijau yang menempel pada pohon besar dimana ia berada
di atasnya kini. “Ini Mistletoe!” tudingnya pada tanaman yang baru ia potret.
“Mistletoe...?”
tanya Hyuri tak paham.
“Mistletoe,
dia tumbuhan yang hidup menempel pada pohon atau tanaman lain. Tapi dia bukan
benalu. Dia selalu hijau sepanjang tahun,” terang Magi.
“Hanya
karena itu kau menjadi heboh sendiri seperti itu?” tanya Suri.
“Ada
yang mengatakan Mistletoe adalah makanan naga.”
“Dan
kau suka naga hingga mengejar makanan naga sampai naik ke atas pohon seperti
itu? Aigo...” Seungho menggelengkan kepala. “Ah, naga itu vegetarian? Apa ular
ada yang vegetarian...?”
“Baboya!”
Hyuri menepuk pelan lengan Seungho. “Namanya juga mitos. Cerita yang diturunkan
dari mulut ke mulut. Mana mungkin Magi paham sedetail itu!”
“Dan
menurut catatan pada beberapa cerita fantasi, Mistletoe juga digunakan untuk
membuat Wand, tongkat sihir,” imbuh Magi.
“Sepertinya
tak berkayu, apa benar merupakan salah satu bahan tongkat sihir?” Jonghwan
meragukan pernyataan Magi.
“Itu
menurut catatan cerita fantasi kan? Itu kenapa aku sampai naik ke atas pohon
besar ini. Aku ingin melihat Mistletoe secara langsung. Menyentuhnya. Hebat
bukan jika aku berfoto dengan makanan naga sekaligus bahan pembuatan Wand ini?”
“Dasar
aneh!” olok Seungho.
“Kalian
boleh mencium orang yang kalian sayangi dibawah
Mistletoe ini,” lanjut Magi membuat keempat rekannya kembali menatapnya
penuh heran. “Di Amerika daun Mistletoe dijadikan hiasan natal dan digantung di
pintu atau di atas pintu. Siapapun yang berdiri di bawahnya boleh mencium orang
yang ia sayangi. Ini menjadi tradisi. Romantis bukan? Andai itu terjadi padaku.
Seorang pangeran datang menghampiriku dan menciumku di bawah Mistletoe.”
“Aigo!
Lekas turun! Jangan berkhayal terus. Tugas kita masih menunggu!” panggil
Seungho.
Magi
meringis lalu melompat turun dan melanjutkan perburuan bersama kelompoknya.
***
“Babi
hutan? Ular? Reptil pohon? Hah! Dia itu berniat menakut-nakuti kita kan?”
cerocos Kwanghee sambil memetik beberapa bunga liar. “Dan mengikuti hiking ini
adalah salah satu pilihan bodoh yang kita ikuti. Seharusnya tinggal saja di
rumah singgah.”
“Apa
kau ingin mengisi perjalanan kali ini hanya dengan tidur di rumah singgah?”
Kevin sembari mengarahkan handycam di tangannya ke sekitarnya.
“Peringatan
Rosmary Magi aku rasa ada benarnya juga. Walau ini hutan lindung, bukan berarti
aman bagi kita.” Ren ikut urun bicara.
“L.Joe
Hyung sudah menyiapkan banyak bodyguard untuk mengawal kita.” Kevin selesai
merekam dan baru menyadari keberadaan mereka berempat. ‘Dimana ini?’ batinnya.
Mendadak
hening di sekitar geng Flower Season Boys berada. Yang terdengar hanya nyanyian
alam di sekeliling mereka. Gesekan daun karena angin dan kicauan burung.
Kwanghee dan Ren yang juga menyadari keberadaan mereka turut mematung di tempat
mereka berdiri. Kevin, Kwanghee dan Ren saling melempar pandangan lalu melirik
sekitar mereka yang sepi. Baru mereka sadari jika di tempat ini hanya ada
mereka bertiga dan Taemin. Kevin dan Kwanghee segera merapat pada Ren. Sedang
Taemin yang belum menyadari kepanikan ketiga rekannya masih sibuk mengamati
sebuah tanaman perdu yang sedang berbunga indah. Kevin, Kwanghee dan Ren
menatap Taemin yang jongkok di dekat sebuah pohon besar itu.
“Ya!
Taemin-aa! Ayo kita pergi!” panggil Kwanghee dengan lirih.
“Kalian
tahu apa nama bunga ini?” Taemin masih nyaman dalam posisinya. Sepertinya
tanaman perdu berbunga ungu itu telah benar-benar membiusnya.
Kwanghee,
Kevin dan Ren makin dirundung takut ketika mereka melihat semak-semak bergerak
namun mereka tak bisa melihat apa yang membuat semak-semak itu bergerak.
Ketiganya kembali saling memandang. Mereka mengingat hal yang sama. Apa yang
dikatakan Magi tentang babi hutan. Kwanghee, Kevin dan Ren berubah pucat.
Keringat mengucur di wajah mereka.
Taemin
tersenyum dan mulai bergerak tuk berdiri. Tiba-tiba ada sesuatu yang melesat
cepat, lewat tepat tak jauh di hadapan Taemin. Taemin terbelalak dan berdiri
kaku. Jantungnya seolah terhenti seketika karena terkejut.
Kwanghee,
Kevin dan Ren tak kalah terkejut melihatnya. Melihat anak panah yang melesat
cepat dekat di depan Taemin. Mereka lalu kompak menoleh ke arah kiri.
“Ya!
Baboya!? Kau berniat melukai Taemin?!” Kwanghee bersungut-sungut menatap Magi yang
perlahan menurunkan busurnya.
“Woa...”
gumam Seungho sambil menggelengkan kepala menatap sesuatu di depannya.
“Let’s
make a barbecue,” Magi menirukan bagaimana Marry Sanderson berbicara.
Magi
dan Seungho berjalan mendekati Taemin. Kwanghee, Kevin dan Ren yang masih
tampak syok hanya menatap mereka. Barulah tiga member Flower Season Boys ini
sadar pada apa yang sebenarnya terjadi. Mereka pun terkejut.
“Bukankah
sudah kukatakan pada kalian, saat di dekat pohon waspadlah pada ular dan reptil
pohon lainnya,” kata Magi yang berdiri
di depan Taemin dan menghadap pohon besar di samping kanan Taemin.
Tubuh
Taemin masih gemetaran. Ia bungkam dan berdiri mematung dengan kepala tegak
lurus menatap ke arah depan dimana ia menghadap. Wajahnya pucat. Perlahan ia
menoleh ke arah kanan. Mata Taemin terbelalak, mulutnya ternganga menemukan
seekor ular sedang melilit-lilit anak panah yang dilepaskan Magi dan menembus
bagian di dekat kepala ular itu. Taemin gontai dan hampir terjatuh. Beruntung
Seungho sigap menangkap tubuh Taemin.
“Kobra
bisa bertumbuh jadi sebesar ini jika di hutan?” Magi mengamati ular yang
berusaha lepas dari anak panah yang membuatnya tertahan pada batang pohon. “Aku
tak yakin ini kobra. Seungho mana tongkatnya!” pinta Magi pada Seungho yang
berdiri di samping Taemin.
Seungho
memberikan tongkatnya. Magi memukul pelan kepala ular itu dengan tongkat
pemberian Seungho. Seketika itu tubuh ular yang melilit-lilit anak panah
menjadi lemas lalu tak bergerak lagi.
“Hah...
maafkan aku ular yang malang. Kita harus menguburnya.” Kata Magi.
Semua
diam di tempat mereka berdiri. Seungho dan Taemin kompak mundur. Menjauh dari
Magi. Magi menatap Taemin. Wajah pemuda itu tampak sangat pucat. Magi merogoh
tasnya dan mengambil sebotol air mineral dan memberikannya pada Taemin.
Magi
meraih tangan Taemin.“Pergilah. Di sini kami yang akan urus,” kata Magi masih
memegang tangan Taemin.
Hoya
dan L.Joe tiba. L.Joe mengerutkan dahi melihat Magi memegang tangan Taemin. Ia
cemburu.
“Ada
apa?” tanya Hoya.
“Ular
itu... Magi...” tuding Kwanghee pada ular di pohon.
“Ular
itu hampir mematukku dan Magi memanahnya. Menyelamatkan aku,” sahut Taemin yang
terlihat lebih tenang usai Magi memegang tangannya dan memberikan sebotol air
mineral untuknya. Taemin berjalan mendekati Kwanghee dan bergabung kembali
dengan geng Flower Season Boys. “Seperti itulah yang terjadi,” tutupnya
meyakinkan Hoya.
L.Joe
memperhatikan Taemin termasuk botol air mineral pemberian Magi yang ia genggam
erat di tangan kanannya. “Bawa mereka pergi. Di sini aku yang urus,” bisik
L.Joe pada Hoya.
“Baiklah.”
Hoya setuju. “Ayo, kita kembali ke pos. Kalian butuh istirahat,” Hoya memimpin
geng Flower Season Boys pergi.
Kwanghee,
Kevin, dan Ren menyusul langkah Hoya. Sebelum pergi Taemin kembali menoleh
menatap Magi yang kini berkumpul di dekat pohon dimana bangkai ular berada.
Magi dan teman-temannya mengerumuni pohon itu. Taemin tersenyum manis lalu
pergi menyusul ketiga temannya.
L.Joe
makin merengut melihat sikap Taemin. Ia mendesah pelan dan berjalan mendekati
kerumunan di dekat pohon.
***
“Ya!
Kenapa kau terus meminta maaf pada ular itu?” protes Seungho.
“Aku
telah membunuhnya,” sesal Magi.
“Kalau
kau tak membunuh ular ini, dia bisa membunuh Taemin Sunbaenim. Tindakanmu
benar,” Seungho berusaha menenangkan Magi.
”Menurut
yang aku tahu, takdir kematian ular adalah jika mereka bertemu manusia. Aku
rasa ini memang takdirnya. Kau tak perlu begitu menyesalinya,” Jonghwan ikut
menenangkan.
“Aku
harus menguburnya,” kata Magi membuat teman-temannya melotot padanya.
“Menguburnya...?”
pekik Suri.
“Bagaimana
caranya?” sambung Hyuri.
Magi
menyincing lengan bajunya dan maju lebih dekat pada pohon. Seungho, Jonghwan,
Suri dan Hyuri memilih mundur beberapa langkah agak menjauhi Magi. Magi
menghembuskan napas cepat kemudian menancapkan tongkat Ash di atas tanah dan
memutarnya. Tongkat kayu itu begerak cepat layaknya bor dan segera membentuk
lubang di tanah. Seungho, Jonghwan, Suri dan Hyuri ternganga melihatnya. L.Joe
yang baru sampai dekat di belakang mereka pun terkejut melihat apa yang di
lakukan Magi. Bagaimana Magi melakukan hal itu? Tanya di benak mereka.
Magi
menarik anak panah dari batang pohon dan membawa bangkai ular yang ia bunuh di
atasnya lalu memasukannya ke dalam lubang yang telah buat sebelumnya. Magi mengubur
bangkai ular yang telah ia letakan di dalam lubang yang ia buat. Menutupnya
dengan tanah lalu menancapkan anak panah di atas kuburan ular itu.
“Kuburan
ular malang yang dibunuh Magi,” kata Magi saat menancapkan anak panah di atas
kuburan ular yang ia buat. Magi menghela napas lalu tatapannya tertuju pada
tanaman perdu berbunga ungu yang letaknya dekat dari kuburan yang ia buat.
“Hyuri!
Kau tahu ini apa?” tanya Magi pada Hyuri sembari menuding perdu cantik berbunga
ungu itu. Magi menoleh dan baru menyadari keberadaan L.Joe di belakang keempat
temannya. “Seunbaenim...?”
Seungho,
Jonghwan, Suri dan Hyuri kompak menoleh. Mereka baru menyadari keberadaan L.Joe
di belakang mereka.
L.Joe
tersenyum manis. “Lychnis Viscaria atau lebih dikenal dengan nama Silence
Viscaria,” L.Joe menyebutkan nama perdu berbunga ungu cantik itu.
“Jadi
ini wujud aslinya?!” Hyuri segera jongkok mengamati tanaman perdu yang namanya
menjadi nama julukan Hyuri dalam Chrysaor. “Baru aku tahu begini wujud
aslinya.”
“Mwo...?
Kau memakai namanya tapi kau tak mengenalinya? Kejam.” Suri menggeleng pelan.
“Kris
yang memberikan nama itu untukku,” Hyuri membela diri.
Magi
berdiri sambil mengibaskan kedua tangannya yang kotor oleh tanah usai mengubur
ular yang ia bunuh. “Minta air untuk cuci tangan,” ucapnya sedikit manja
menatap Seungho.
Seungho
mengambil botol dalam tasnya namun botol itu kosong. “Yang terakhir kau berikan
pada Taemin Sunbaenim,” ucap Seungho sembari menggoyang botol di tangan
kanannya.
“Di
dekat sini ada sungai,” sela L.Joe.
Semua
menatap L.Joe.
“Aku
yakin kalian akan senang di sana. Ayo, ikuti aku!” L.Joe berjalan memimpin.
Jonghwan
dan Suri berjalan mengikuti L.Joe, lalu di susul Hyuri. Magi diam di tempat ia
berdiri. Seungho merangkul Magi dan mengajaknya pergi menyusul teman-temannya.
10
menit kemudian rombongan ini sampai di sungai yang dijanjikan L.Joe. Semua
dibuat terpesona ketika sampai. Sungai yang bening dan hening dengan
pemandangan hutan yang asri di sekitarnya.
“Indahnya...”
gumam Suri sambil melayangkan tatapan penuh kekaguman.
Magi
tersenyum menatap sekitarnya. Kemudian ia bergegas menuju pinggiran sungai dan
mencuci tangannya.
“Dingin
tidak?” tanya Seungho berteriak pada Magi.
“Menyenangkan!”
seru Magi sembari memainkan air di tepian sungai.
Seungho,
Suri dan Jonghwan meletakan barang-barang mereka segera mendekati Magi dan
turut bermain air di tepian sungai.
L.Joe
tersenyum melihat Magi dan teman-temannya sambil memotret mereka sesekali.
Hyuri yang berdiri di samping L.Joe juga tersenyum menatap sungai. Melihat
teman-temannya asik bermain air.
“Ya!
Hyuri-ya! Ayo kemari! Sangat menyenangkan di sini!” Seungho berteriak memanggil
Hyuri.
“Jauh-jauh
dari kota datang kemari, rugi jika kau tak mencoba sejuknya air pegunungan
ini!” Jonghwan ikut berteriak mengiming-iming Hyuri.
Hyuri
masih bertahan di tempat ia berdiri menatap teman-temannya yang kini telah
benar-benar masuk ke sungai dan bermain air. “Tunggu aku, teman!” seru Hyuri
sembari meletakan barang-barangnya lalu ia berlari mendekati teman-temannya.
Masuk ke sungai dan turut bermain air.
L.Joe
berjalan mendekat untuk memotret para junior yang asik bermain air. Melihat
keceriaan kelompok Magi, L.Joe turut senang. Terlihat dari senyumnya yang
terkembang lebar.
***
-------TBC--------
Keep on Fighting
shytUrtle
0 comments