Fan Fiction FF

My 4D Seonbae - Episode #2 "Kehidupan di Sekolah"

06:47


My 4D Seonbae - Episode #2 "Kehidupan di Sekolah"



Saat aku datang ke SMA Hak Kun, aku hanyalah murid biasa. Aku merasa lega. Aku bisa memulainya dari awal. Tiba-tiba menjadi terkenal di sekolah tidak hanya memberiku keuntungan positif, tapi juga berdampak negatif. Aku merasakan selama satu tahun enam bulan di SMP. Bahkan, aku masih meyakini jika kehilangan teman terbaikku tak lain adalah dampak negatif dari mendadak tenar.

Harapanku pupus. Karena beberapa teman SMP ku juga bersekolah di SMA Hak Kun, beberapa dari mereka mulai menyebarkan kisah tentangku semasa SMP. Hal itu bermula ketika aku dipilih oleh kakak senior untuk membacakan tata tertib bagi murid baru saat kami mengikuti Masa Orientasi Siswa. Aku yang seorang murid asing pun segera mendapat perhatian. Dan, teman-teman SMP ku mulai menceritakan kisahku semasa SMP. "4D Princess From Country of a Thousand Islands" pun menggema ke seluruh penjuru sekolah. Orang-orang mulai penasaran padaku.

Entah kebetulan atau memang Tuhan sengaja menulis kisahku sedemikian rupa, di kelas X aku kembali mendapatkan wali kelas seorang guru Matematika. Sama seperti ketika aku di kelas VII. Dan, lagi-lagi aku mendapatkan nilai 98 untuk mata pelajaran Matematika. Walau bukan menjadi nilai tertinggi—karena ada murid yang mendapat nilai 100—sejarah yang terulang itu membuatku semakin tenar di sekolah.

Jangan tanya apakah olokan tentang Indonesia masih ada atau tidak. Tentu saja masih ada. Negara berkembang yang miskin. Miskin, kepalamu? Indonesia kaya tahu! Hanya saja sumber daya manusianya memang belum memadai. Bahkan, ada yang berkomentar, “Ternyata masih ada ya orang Indonesia yang pintar.”

Hey!!! Harusnya kau lebih banyak mencari tahu tentang Indonesia! Banyak orang pintar dari Indonesia. Kalau aku sih, bukan apa-apa. Nilai yang aku dapat hanya buah dari kerja kerasku saja. Dan, tak lebih dari sebuah keajaiban.

Tahun pertama boleh dikatakan berjalan dengan baik. Aku tidak pernah bermasalah dengan sesama teman atau senior. Walau kadang orang-orang yang penasaran itu membuatku merasa geram. Tingkat ke-kepo-an mereka benar-benar mengerikan. Selain detail fisikku yang menjadi bahan pengamatan mereka, latar belakang, dan keluargaku yang di Indonesia pun tak luput menjadi obyek pengamatan.

Orang Indonesia memang seperti ini ya?
Kenapa rambutmu ikal?
Kulitmu berwarna kuning, itu lucu. Matamu juga bulat dan lebar. Tapi, hidungmu tidak mancung. Padahal aku lihat artis-artis Indonesia berhidung mancung.
Bla bla bla...

Ya ampun! Aku rasa kalian harus aku kenalkan pada Yati Pesek. Tidak semua artis Indonesia berhidung mancung, tau! Orang Indonesia memang seperti ini? Seperti apa? Kami punya banyak suku. Kebetulan aku berasal dari suku Jawa. Ayah dan bundaku orang Jawa, Jawa Timur. Kulitku memang kuning langsat, mataku bulat dan lebar, hidungku tak mancung alias pesek, dan rambutku ikal. Entah kenapa rambutku ikal pada bagian bawah. Jika bagian ikal itu dipotong, bagian terbawah rambutku akan menjadi ikal seperti bagian yang dipotong. Aneh bukan?

Ah! Sudah! Jangan bahas tentang ini lagi! Fisikku dan bagaimana aku tidak penting, kan?

Di SMA Hak Kun jumlah murid perempuan lebih sedikit daripada murid lelaki. Itu pula yang menjadi alasan kenapa murid perempuan lebih cepat menonjol dan terkenal dibanding murid laki-laki. Sama halnya pada kasusku. Setelah terulangnya sejarah nilai pelajaran Matematika yang terulang, aku kembali menjadi murid asing yang menonjol. Seperti sebelumnya, guru dan sesama murid menjadi menaruh perhatian padaku.

Awalnya aku biasa saja dengan itu semua. Sampai pada kejadian hari itu. Aku rasa hidupku tak akan tenang lagi sekarang. Dua bulan berjalan setelah tahun ajaran baru dimulai. Bagaimana aku menyebutnya? Bencana? Atau rejeki durian runtuh?

Hidup seorang wanita tidak akan tenang lagi ketika ada satu pria istimewa yang memasuki kehidupannya. Itu fakta!
***


Sungwoon, Jisung, Seongwoo, dan Woojin duduk mengitari meja yang sama. Sedang menikmati menu makan siang di kantin sekolah. Mereka duduk di bangku yang berada paling tengah.

“Rasanya akan lebih menyenangkan jika Luna bergabung bersama kita. Makan bersama adalah satu cara untuk menjadi akrab, kan?” Sungwoon memulai obrolan.

“Kemarin aku makan siang dengannya. Dengan Jihoon juga.” Woojin merespon. “Mereka itu pacaran beneran? Aku masih nggak percaya.” Ia menatap Jisung.

“Memangnya apa yang mereka lakukan di basecamp klub teater?” Sungwoon turut menatap Jisung.

“Nggak ada sih! Saat kami datang ke basecamp, mereka sudah ada di sana. Duduk berdua.” Jawab Jisung disela acara makannya.

“Kalau cuman duduk aja kan wajar? Nggak berarti pacaran.” Buru Sungwoon.

Seongwoo hanya diam dan menyimak. Sambil menyantap makanan di hadapannya.

“Melihat Putri dari Negeri Kepulauan dan Pangeran Wink berduaan, anak-anak teater heboh. Mereka terus menggoda Luna dan Jihoon. Luna diam saja. Kalian tahu kan dia itu gimana? Kalau udah cuek ya cuek aja. Tapi, Jihoon tiba-tiba mengatakan kalau dia sedang melakukan pendekatan pada Luna. Dia tertarik pada Luna dan Luna memberinya kesempatan. Lalu berita itu tersebar ke seluruh sekolah. Aku sendiri nggak percaya kalau Luna mau kasih kesempatan buat Jihoon. Luna selalu ramah dan akrab pada siapa saja. Aku sekelas dengannya sejak kelas X. Jadi, sedikit banyak aku tahu bagaimana dia. Dulu di kelas juga banyak yang salah paham sama keramahan dan kebaikannya.”

“Kamu salah satunya ya?” Sungwoon tersenyum usil.

“Nggak. Nggak. Aku nggak sedekat itu sama Luna. Tempat duduk kami berjauhan. Dia dulu lumayan dekat sama Kim Jaehwan.”

“Kim Jaehwan anak teater juga, kan?” Woojin menyela. “Anak XI-B.”

“Iya. Luna lebih banyak berteman dengan anak laki-laki. Satu-satunya murid perempuan yang dekat dengannya adalah Song Hami.”

“Ah ya. Aku tahu dia. Anak XI-A kan? Anak PMR juga.” Seongwoo akhirnya bersuara.

“Iya. Dia. Mereka dekat sekali.” Jisung membenarkan. “Luna itu gadis yang baik dan menyenangkan. Hanya saja kadang dia memang tidak bisa ditebak.”

“Aku harap dia akan benar-benar membantuku. Bukan hanya dalam pelajaran Matematika, tapi juga pelajaran Biologi dan lainnya.” Seongwoo mengungkap harapannya.

“Dia pasti membantumu.” Jisung tersenyum dan menepuk pundak Seongwoo.

“Itu dia! Luna!” Sungwoon melihat Luna yang baru masuk ke kantin bersama Jihoon.

Jisung, Woojin, dan Seongwoo mengikuti arah pandangan Sungwoon. Melihat Luna dan Jihoon yang berjalan bersama menuju meja tempat menu makan siang tersaji.

“Seminggu setelah berita mereka dipublikasikan, mereka selalu bersama.” Keluh Sungwoon.

“Aku baru melihatnya dua hari ini.” Woojin meralat.

“Aku rasa Jihoon ingin menunjukkan kalau Luna akan segera menjadi miliknya.” Jisung ikut mengomentari.

“Dan, Luna sepertinya merasa baik-baik saja dengan sikap Jihoon.” Seongwoo yang juga masih mengamati Luna dan Jihoon yang sedang memilih makanan ikut berkomentar.

“Lihat! Para seonbae itu!” Woojin menuding kumpulan gadis yang duduk mengitari satu meja dengan sumpit di tangannya. Lima gadis yang bergelar senior itu sedang mengamati Luna dan Jihoon sambil saling berbisik.

Leader mereka tergila-gila pada Jihoon usai melihat aksi cute Jihoon saat MOS. Dia pantas saja patah hati dan membenci Luna.” Jisung menggeleng pelan.

“Aku rasa dia sedang merencanakan sesuatu. Penyerangan pada Luna, mungkin? Anak perempuan kalau sedang cemburu itu mengerikan. Lihat saja di film-film.” Sungwoon bergidik ngeri.

“Kamu kebanyakan nonton drama!” Olok Jisung.

“Drama dibuat karena terinspirasi dari kejadian nyata. Jadi, apa yang terjadi di drama, bisa saja terjadi di sini.”

“Jangan khawatir. Aku akan melindungi Luna.” Sahut Woojin santai. Membuat Sungwoon, Jisung, dan Seongwoo kompak menatap ke arahnya.

“Aku adalah pria bebas, sebebas burung camar. Aku akan selalu mengawasi Luna dan menjaganya. Dia teman kita yang paling berharga, kan? Dia anggota kelompok kita. Jadi, dia bagian dari kita. Aku akan menjaganya, untuk kita.” Woojin tersenyum lebar. Menunjukkan gigi gingsulnya.

Jisung, Sungwoon, dan Seongwoo kompak menggelengkan kepala lalu kembali melanjutkan makan siang.
***


Murid-murid kelas XII-E digiring ke laboratorium Bahasa Inggris. Luna mengambil tempat duduk paling pojok di barisan paling depan. Ia sangat menyukai pelajaran Bahasa Inggris, terutama sesi listening. Karenanya, ia tak mau duduk di barisan tengah atau belakang.

Luna yang sedang sibuk mempersiapkan peralatan di mejanya dibuat terkejut oleh kehadiran Woojin di sisinya. Pemuda itu tiba-tiba duduk di sampingnya. Mata bulat Luna melebar saat ia memperhatikan ke arah kanan. Seongwoo, Jisung, dan Sungwoon duduk secara urut di samping kanan Woojin hingga empat kursi kosong di balik meja panjang yang berisi lima komputer itu terisi. Keempat pemuda itu tersenyun lebar pada Luna yang menatap mereka dengan heran

“Kita satu kelompok, kan?” Woojin menjawab tatapan Luna. “Jadi, begini lebih baik.” Imbuhnya masih dengan wajah dihiasi senyum.

“Jangan katakan kalian juga—“

“Tentu saja!” Sahut Sungwoon memotong ucapan Luna. “Matematika, Biologi, lalu Bahasa Inggris. Bukankah itu bagus? Kita nggak perlu susah-susah beradaptasi lagi karena sudah terbiasa dengan anggota ini. Hehehe.”

Luna melongo menatap Sungwoon.

“Luna tidak hanya pandai Matematika. Tapi, hampir seluruh mata pelajaran nilaimu bagus. Kami sangat senang bisa satu kelompok denganmu.” Seongwoo tersenyum malu-malu.

“Benar sekali! Walau kamu bilang kamu payah dipelajaran Fisika dan Kimia, tapi nilaimu stabil. Jadi, kita bisa jadi kelompok di semua mata pelajaran.” Jisung mendukung pendapat Seongwoo membuat Luna semakin terbengong.

“Kami bisa membantumu untuk pelajaran Bahasa Korea. Jadi, kita kelompok yang saling menguntungkan.” Sungwoon menambahkan. Lengkap dengan senyuman cerah cerianya.

“Tapi, nilai pelajaran Bahasa Korea Luna juga bagus.” Woojin menyela. “Tapi, walau begitu nggak ada salahnya kan belajar bersama? Saling membantu. Hehehe.”

Luna mendesah pelan. Lalu, kembali sibuk mempersiapkan peralatan di mejanya. “Baiklah! Asal kalian tahan denganku.”

“Pasti tahan!”

“Tahan! Tahan!”

“Pasti!”

“Tentu saja tahan!”

Jawab Seongwoo, Woojin, Jisung, dan Sungwoon hampir bersamaan.

“Oke!” Luna pun menaruh perhatian ke depan kelas karena Mr. Song sudah berdiri di sana dan siap memulai pelajaran.

Aku tidak mengerti. Kenapa mereka begitu antusias menjadi satu kelompok denganku. Tapi, dilihat-lihat mereka lucu juga. Luna tersenyum. Ia berjalan sendirian menyusuri koridor yang kosong.

Aku jadi sedikit besar kepala karena ulah mereka. Padahal kan bukan aku murid yang paling pintar di kelas. Yerin paling pintar di kelas. Dia juga cantik. Kenapa mereka tidak berebut menjadi kelompok Yerin saja? Mereka benar-benar ingin jadi kelompokku atau??

Luna memiringkan kepalanya. Masih terus berjalan.

Tapi, di sekolah selalu seperti itu. Tidak hanya ada gadis-gadis yang cantik, pemuda-pemuda tampan yang terkenal dan menjadi idola. Murid-murid pintar yang dikagumi, tapi tak bisa didekati. Orang-orang biasa yang menyenangkan dan...

“Uh!” Pekik Luna saat tubuhnya menabrak sesuatu. Bersamaan dengan pekikan itu, terdengar bunyi benda jatuh.

Luna menunduk, melihat buku-buku yang sudah berserakan di lantai. Karena berjalan sambil sibuk menganalisis teman-temannya, ia tak memperhatikan jalan dan menabrak seseorang yang sedang membawa buku-buku yang tengah berserakan di lantai itu.

Luna mengangkat kepala. Di hadapannya berdiri pemuda berwajah kecil, berambut hitam lurus dengan poni menutupi kening yang sebagian sudah memanjang sampai ke mata. Pemuda itu menatapnya dengan kedua mata sipitnya yang dihiasi lingkar hitam di sekitar mata yang pekat. Pemuda itu memancarkan aura suram yang sempat membuat Luna merinding.

Dan ada golongan orang-orang yang tak tersentuh karena aura suram mereka. Eh!

Luna mengerjapkan kedua matanya. Pemuda di hadapannya itu berjongkok dan memungut buku-buku yang berserakan. Luna ikut berjongkok, membantu mengumpulkan buku-buku yang berserakan.

“Membawa buku sebanyak ini kenapa tidak ada yang membantu?” Tanya Luna sembari membantu mengumpulkan buku-buku yang berserakan di lantai. Ia tahu pemuda di hadapannya itu adalah Bae Jinyoung. Kebanyakan murid perempuan akan menghindar jika bertemu pemuda itu, tapi Luna malah membantunya. Bagaimanapun ia bersalah karena menabrak Bae Jinyoung dan membuat buku-buku yang dibawa pemuda itu berantakan.

“Mau dikembalikan ke perpus, ya? Aku bantu!” Luna berdiri. Beberapa buku sudah ada dalam pelukannya.

“Nggak usah!” Jawab Bae Jinyoung singkat dan terdengar ketus.

“Aku minta maaf, karena menabrakmu. Lagian, kamu juga jalan sambil nunduk.” Luna meminta maaf. Ada suara dalam dirinya yang menghasutnya untuk segera pergi. Tapi, ia merasa penasaran dan terus mengajak Bae Jinyoung ngobrol.

Luna tidak tahu Bae Jinyoung berjalan sambil menunduk atau tidak. Tapi, menggunakan alasan itu mungkin bisa membuat Bae Jinyoung bicara dan berakhir ngobrol dengannya.

“Mian...” Bae Jinyoung juga meminta maaf. Ia kembali menundukkan kepalanya.

Luna terkejut mendengar permintaan maaf itu. Ia berpikir Bae Jinyoung akan bersikap cuek atau marah. Tapi, pemuda itu juga minta maaf padanya.

“Yakin nggak mau dibantu?” Luna mengamati wajah Bae Jinyoung yang tertunduk.

Bae Jinyoung menggeleng dan ragu-ragu mengangkat kepala untuk menatap Luna. “Itu... kembalikan padaku.”

Luna menaruh buku-buku yang ia kumpulkan dan meletakannya di atas tumpukan buku yang dibawa Bae Jinyoung.

Bae Jinyoung kembali menundukkan kepala dan berjalan meninggalkan Luna.

Luna memperhatikan punggung Bae Jinyoung yang berjalan semakin menjauh darinya. Padahal dia itu cakep. Kelihatannya juga baik. Masa iya masa lalunya kayak gitu?

Luna memiringkan kepala, lalu menggeleng cepat. Kenapa aku jadi kepo sih! Ia membalikan badan dan berjalan dengan langkah cepat ke arah yang berlawanan dengan Bae Jinyoung.

Bae Jinyoung menghentikan langkah. Ia merubah posisinya menghadap ke arah kanan, lalu menoleh dan menatap punggung Luna yang berjalan dengan langkah cepat. Tatapan matanya yang tajam fokus pada Luna yang akhirnya menghilang di perempatan koridor. Ia terdiam selama beberapa detik, lalu kembali berjalan menuju gedung perpustakaan.

***


Squad baru gue 😎

Luna mengirimkan fotonya bersama Woojin, Seongwoo, Jisung, dan Sungwoon di grup chat yang bernama Pretty Soldier.

Siput: Wah... ganteng-gantengnya... Kayak member boyband.

Onyet: Pantesan lu betah tinggal di Korea, classmate mu bening-bening gini. Envy gue.

Wirog: Busyet! Laki loe semua tuh, Cing? Edun! Poliandri. Napa nggak sekalian tujuh? Enak tho sehari satu :v :v :v

Me: Dasar tikus rabies!

Onyet: Btw, yang paling ujung sapa tuh namanya? Bening euy! Kenalin ke gue. Gue jomblo lho!

Me: Ha Sungwoon. Ketua kelas di kelasku. Bening emang, tapi dia tuh kayak beo tahu. Hobinya ngoceh. Heran aku. Cowok lho!

Wirog: Hahaha. Itu tandanya dia produktif, Cing!

Siput: Keliatannya dia baik.

Me: Yes, Put. Baik emang. Tapi, iseng juga kadang. Dia duduk tepat di depanku.

Onyet: Enak dong? Depan lu cowok bening.

Me: Urutannya tuh ya Park Woojin, Ong Seongwoo, Yoon Jisung, Ha Sungwoon. Gilanya, sekarang mereka pada duduk deketan bangkuku. Karena kita kelompok biar bisa lebih dekat dan mengenal satu sama lain katanya. Pada sarap tuh mereka. Aku jadi satu kelompok di tiga mata pelajaran sama mereka. Matematika, Biologi, Bahasa Inggris. Edan, kan?

Siput: Itu namanya rejeki. Syukuri aja 😊 Itu beneran marganya Ong? Kok baru denger ya?

Onyet: Iya, baru denger.

Me: Iya, marganya Ong. Marga langka dia. Di sekolah cuman dia yang punya marga itu.

Siput: Ganteng ya 😊

Me: Yuhu. Unik juga dia. Ahli lawaknya di kelasku. Tapi, dia rada lemah di beberapa pelajaran. Masa kapan hari dia bilang mau mati aja cuman gara-gara Matematika. Lebe banget, kan?

Wirog: Matematika itu emang pelajaran laknat, tau!

Me: Hahaha. Kamu cucok deh sama Ong. Aku jodohin mau?

Wirog: Edun!

Siput: Kalau squad mu kece-kece gini, kamu pasti udah bisa move on dari Prince dong?

Onyet: Yelah! Siput malah bahas Prince. Dia mah masa lalu doang buat Kucing. Ya kan, Cing?

Siput: Sorry. Langsung keinget Prince. Sorry ya, Cing.

Me: It's OK. Prince temen pertamaku, jadi masih keinget lah sama dia. Empat cowok gaje ini nggak ada apa-apanya dibanding Prince.

Wirog: Cieee yang gagal mup on! Bilang aja lu demen sama Prince. Patah hati kan lu aslinya!

Onyet: Gue juga mikirnya gitu. Setuju ma lu dah!

Me: Hahaha. Nggak lah. Btw, si Cue ke mana ya? Tumben nggak ngimbrung?

Siput: Sibuk dia. Prepare buat pindahan. Japri aja kalau ada perlu.

Me: Nggak kok. Aku bobok dulu ya. Capek habis ngerjain tugas.

Onyet: Mending lu balik ke Indo deh. Kita ngumpul lagi. Sekolah di sana serem gitu aku baca di internet.

Siput: Iya. Aku merasa beruntung sekolah di Indo.

Wirog: Kucing kan seterong. Biarin aja, di sana dia dah femes. Tapi, setelah lulus loe balik Indo kan, Cing? Kangen tahu! Kangen hajar cowok-cowok sialan itu sama lu!

Me: Hahaha. Masih demen berantem? Hari gini hobi tawuran itu ndeso! Btw, nggak seserem itu kok. Sekolahku sistimnya hampir sama ma di Indo. Jadi, aku fine aja di sini. Jelas pengen balik ke Indo lagi dong. Aku juga kangen sama kalian.

Siput: Aku pikir kamu bakal balik, ternyata kamu malah tinggal. Dan sekarang, Cue mau pergi juga 😭

Me: Kita pasti ngumpul lagi. Kita kan harus ngawal Sailormoon demi perdamaian dunia 😀 Dah, ya. Aku bobok dulu. Good night, girls. Sleep tight and have a nice dream. Miss and love you all ❤❤❤❤❤

Luna meletakkan ponselnya pada nakas yang berada di dekat ranjangnya. Ia tersenyum sambil menatap langit-langit kamarnya.

“Prince?? Hah... Siput ingetnya Prince doang.” Luna kembali tersenyum. “Prince... hah...” Luna menghela napas dan membetulkan letak bantalnya. Lalu memejamkan mata. Berusaha untuk tidur.

***

Fan Fiction FF

My 4D Seonbae

05:49

My 4D Seonbae



Title: My 4D Seonbae
Author: shytUrtle feat. Rainbow & Dista Aristy
Genre: Comedy-Romance/Straight/serial

Plot:
High School Story yang menceritakan tentang Luna (Mezzaluna), gadis asal Indonesia yang sekolah dan tinggal sendiri di Korea. Luna memiliki kepribadian unik dan kebiasaan aneh. Hal itu membuatnya terjebak dalam hubungan saling menguntungkan dengan beberapa temannya yang di dominasi laki-laki.

Notes:
- Karena merupakan High School Story, fan fiction kali ini memiliki satu judul tapi berisi banyak cerita kisah remaja SMA. Sebisa mungkin sebelas member Wanna One mendapat cerita sendiri-sendiri.
- Ide awal tercetus dari shytUrtle yang bukan Wannable, tapi pengen nulis fan fiction dengan cast Wanna One. Ia pun menghubungi Linda, Rainbow, dan Dista. Tapi, hanya Rainbow dan Dista yang merespon. Rainbow dan Dista membantu, memberi masukan dan ide untuk cerita. Rainbow yang banyak request dan ngasih ide gokil hingga fan fiction kali ini masuk genre comedy-romance. Pada akhirnya Linda juga memberi respon. Kekeke…
- Karena Rainbow yang paling banyak kasih masukan 'gila', jadi protes ke dia aja tentang penistaan Wanna One kali ini. Hahaha. Peace, Dear Rainbow XD
- Cerita pasangan Dae Hwi dan Joo Hee adalah ide Dista. Cerita pasangan Rania-Minhyun-Jinyoung-Lucy adalah ide Rainbow.
- Semua tokoh cewek adalah fiksi. Pembaca bebas memilih mau jadi siapa sesuai dengan biasnya.
- Ini hanya fan fiction. Jika ada kesamaan nama tokoh dan kejadian, itu hanya kebetulan. Maafkan atas ketidaksempurnaan dalam penulisan cerita. Happy reading.

Cast:
- Wanna One: Kang Daniel, Park Jihoon, Lee Daehwi, Kim Jaehwan, Ong Seungwoo, Park Woojin, Lai Guanlin, Yoon Jisung, Hwang Minhyun, Bae Jinyoung, Ha Sungwoon.
- Mezzaluna (fiksi)
- Semua nama cast cewek yang nantinya muncul dalam cerita (Song Hyuri, Song Hami, Rania, Han Joohee, Kang Daerin, Linda, Lucy and etc)
- Special appearance: L Infinite, Amber f(x), dan mungkin ada kpop idol lainnya.

Prologue

Orang bilang masa SMA adalah masa yang paling indah dalam hidup. Masa saat kita bertumbuh menjadi remaja dan mulai melakukan pencarian jati diri. Masa yang akan menjadi langkah awal untuk menuju gerbang masa depan dan kedewasaan. Masa untuk mulai merasakan ketertarikan pada lawan jenis. Masa mulai mengenal apa yang dinamakan rasa suka melebihi suka sebagai teman pada lawan jenis. Masa mulai merasakan apa yang dinamakan cinta. Benar! SMA tanpa kisah cinta, tak akan berwarna.

Ada kisah-kisah tentang murid terkenal di sekolah. Entah itu karena prestasi mereka, atau karena penampilan fisik mereka, pun bisa karena keburukan mereka. Para pencipta prestasi dan para pembuat onar. Sekolah tanpa mereka tak akan punya cerita.

Tapi, ada juga kisah-kisah tentang orang biasa. Kaum minoritas yang tak terkenal. Namun, sering dibicarakan. Juga kisah tentang mereka yang menjadi pusat perhatian, tapi tak menyadari adanya fenomena itu. Mereka yang hidup secara wajar, namun tetap menjadi pusat perhatian dan bahan cerita umum di kalangan murid lain. Atau, mereka yang sebenarnya terkenal namun tak bersikap layaknya mereka terkenal.

Terkenal ataupun tidak, kita tetap berhak merasakan yang namanya kisah cinta, bukan? Entah itu kisah cinta yang mereka inginkan atau kisah cinta yang tak mereka inginkan. Mereka tidak bisa memilihnya, karena cinta lah yang memilih mereka.

Mereka yang mengisi masa SMA dengan cara mereka masing-masing. Menulis kisah yang kelak akan mereka kenang sepanjang hidup mereka. Baik itu indah atau buruk.



                                                                  Episode #1 "Mezzaluna"



Korea Selatan, belakangan menjadi negara impian untuk dikunjungi para gadis di dunia. Efek dari demam Kpop yang melanda hampir seluruh dunia. Para fangirl tentu saja bermimpi untuk bisa pergi ke Korea. Terlebih untuk bertemu oppa-oppa pujaan hati mereka. Aku, Mezzaluna. Panggil saja Luna. Sejak tiga tahun lalu tinggal di Negeri Gingseng yang menjadi negara impian untuk dikunjungi banyak gadis di negaraku, Indonesia.

Aku datang ke negara yang masuk menjadi salah satu Macan Asia Timur ini ketika baru lulus SD. Saat itu aku sangat takut, bahkan berpikir untuk tetap tinggal di Indonesia saja. Tapi, hidup tanpa keluarga di Indonesia pun jadi sangat menakutkan bagiku. Aku pikir aku tidak akan bisa bertahan tanpa ayah, bunda, dan kedua kakakku.

Bunda mengatakan, "Dimanapun tempatnya adalah sama. Ada orang jahat, ada orang baik. Yang kita perlukan hanyalah selalu berusaha bersikap baik pada siapapun dan sebisa mungkin menghindari masalah. Maka, semua akan baik-baik saja. Karena perbuatan baik akan membawa karma baik bagi kita. Dan, Tuhan akan selalu ada bersama orang baik."

Baik di Indonesia atau Korea, orang jahat pasti ada. Orang baik pun banyak. Jadi, aku tak perlu khawatir. Dimanapun tempatnya di dunia ini, pasti akan seperti itu. Lagi pula aku tak sendiri. Ada ayah, bunda, dan kedua kakakku. Kami akan pergi dan hidup bersama di Korea. Bersama keluarga, semua akan baik-baik saja.

Tapi, keyakinan bisa goyah saat kau menjumpai kenyataan. Adaptasi tersulit adalah di sekolah. Ayah mencari sekolah yang sistim pengajarannya tak jauh berbeda dengan Indonesia. Walau sulit, Ayah menemukan satu SMP yang menurut beliau cocok untukku. Dan, aku mulai melanjutkan pendidikanku di sana.

Menjadi satu-satunya murid asing di sekolah sungguh tidak mudah. Aku merasa terbebani. Bahkan, pagi menjadi semacam mimpi buruk bagiku. Tidak bisa kah malam menjadi 24 jam dan aku tidak perlu ke sekolah? Walau ada yang tulus ingin berteman denganku, tapi teman-teman di sekolah benar-benar mengerikan.

"Jika tak kuat, pasrahkan saja pada Tuhan dan minta bantuan-Nya." Ujar kakak sulungku. Dia pikir aku tak pernah berdoa apa? Setiap pagi dan malam aku selalu berdoa. Memohon kekuatan agar bisa bertahan menjalani hidup di negeri asing ini.

Usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Keajaiban itu pun datang. Tuhan mendengar doaku. Aku yang sebelumnya diejek karena berasal dari negara miskin yang terkenal dengan rumor-rumor korupsi dan tidak rukunnya kehidupan masyarakat. Ah! Kenapa mereka hanya fokus pada berita buruk tentang Indonesia saja? Padahal banyak hal positif tentang Indonesia. Aku mulai dipandang dengan positif setelah keajaiban itu terjadi. Ketika aku mendapatkan nilai 98 untuk pelajaran Matematika. Aku sendiri tak menduganya. Nilai Matematikaku menjadi nilai tertinggi di sekolah untuk murid kelas VII.

"Untuk bisa bertahan di atas kakimu sendiri, kau harus kuat! Jangan takut! Balas tatapan orang yang menatapmu! Dan, jangan ragu untuk tersenyum. Kekuatan senyuman itu sungguh luar biasa. Selalu ada keajaiban karena sebuah senyuman." Kakak keduaku turut menyemangati.

Karena dukungan keluargaku dan keajaiban itu, aku bisa bertahan di sini. Di negara impian para gadis di negaraku. Negara yang memiliki kehidupan keras. Bahkan ketika keluargaku harus kembali ke Indonesia, aku memutuskan untuk tetap tinggal demi melanjutkan pendidikanku yang sudah setahun berjalan. Hidup sendiri di negeri orang, tidaklah seburuk yang aku bayangkan sebelumnya. Ketika kau sudah mendapatkan tempat, yang kau butuhkan hanya bertahan dan melanjutkan hidup.

Tak kenal maka tak sayang. Pepatah itu benar adanya. Sebelumnya aku tak terlalu mengenal Korea hingga aku merasa takut untuk tinggal. Tapi, sekarang aku malah enggan untuk beranjak pergi. Bukan karena aku tak sayang Indonesia. Tapi, karena aku harus menyelesaikan pendidikanku dua tahun lagi. Lagi pula SMA Hak Kun adalah tempat yang menyenangkan.

SMA Hak Kun hampir sama dengan SMP tempat aku menempuh pendidikan sebelumnya. Sistimnya tak terlalu ketat dan hampir sama dengan sekolah di Indonesia. Sistim yang memudahkan aku untuk beradaptasi dan belajar dengan baik. Banyak murid asing yang bersekolah di SMA Hak Kun.

Kakak sulungku pernah mengatakan, masa SMA adalah masa yang paling indah dalam hidupnya. Kakak keduaku mengiyakan pendapat itu. Tapi setahun menjadi murid di SMA Hak Kun, yang aku rasakan hanya hal yang biasa saja. Tak jauh beda dengan tiga tahunku di SMP. Julukan "4D Princess From Country of a Thousand Islands" masih melekat padaku. Julukan yang aku dapatkan usai aku mendapat keajaiban di kelas VII. Karena keajaiban itu aku diperlakukan sebagai murid pandai yang disegani. Walau aku mendapat keuntungan, tapi tak dapat aku pungkiri terkadang aku merasa bosan. 4D? Memangnya aku seperti itu? Aku tidak merasa jika aku mempunyai kepribadian 4D. Tapi, entah kenapa teman-teman di sekolah memberiku julukan itu.

Masa SMA adalah masa pencarian jati diri. Kau bebas menjadi siapa saja yang kau inginkan sampai kau menemukan siapa dirimu yang sebenarnya.

Diriku yang sebenarnya? Seperti apa? Pandai dan disegani kah? Unik dan aneh? Setahun ini aku menjadi pribadi yang seperti apa? Hingga aku berdiri di sini, di atas mimbar ini, menjadi perwakilan murid senior dan membacakan pidato selamat datang di depan ratusan murid baru SMA Hak Kun.

Wajah-wajah mereka yang sangat asing dengan ekspresi beragam. Aku hanya bisa tersenyum usai menatap dengan cepat ratusan wajah itu setelah menutup pidatoku. Selamat datang di SMA Hak Kun. Kita lihat, apa yang akan terjadi padaku dan kalian setelah ini. Kita lihat, apa yang akan terjadi pada kita setelah ini. Apakah benar masa SMA kita akan menjadi masa yang paling indah seperti yang dikatakan kakak sulungku? Tapi, tunggu! Kedua kakakku kan sekolah SMA di Indonesia? Bukan di Korea!

Luna menarik senyum di wajahnya. Mengerjapkan kedua matanya dan kembali menatap wajah-wajah murid baru yang duduk rapi di kursi-kursi di depan mimbar di dalam ruang auditorium. Ia terlihat canggung. Tapi, segera ia kembali tersenyum dan membungkukkan badan. Tepuk tangan para junior mengiringi langkahnya yang menuruni mimbar dan berjalan meninggalkan panggung.

Mau di Indonesia atau di Korea, jenjang pendidikannya tetap sama; SMA. Jadi, mari kita lihat! Apa masa SMA kita akan jadi masa yang paling indah, yang akan selalu kita kenang sepanjang hidup kita.

Luna tersenyum, terus berjalan hingga menghilang dari atas panggung. Tepuk tangan para junior sudah hilang. Digantikan suara MC yang melanjutkan acara pengenalan sekolah kepada murid-murid baru.

***

- Dua bulan setelah tahun ajaran baru dimulai -


Sepanjang koridor SMA Hak Kun kosong. Murid-murid sedang mengikuti pelajaran di kelas masing-masing. Begitu juga di kelas XI-E. Kim Songsaengnim sedang mengajar di depan kelas. Wali kelas sekaligus guru matematika itu sedang serius menjelaskan materi kepada anak didiknya. Para murid duduk tenang dan menyimak.

Setiap tahunnya murid SMA Hak Kun berjumlah 600 orang. Setiap angkatan terdiri dari 200 murid yang terbagi dalam delapan kelas. Setiap kelas terdiri dari 25 murid. Jumlah murid laki-laki lebih banyak dibanding murid perempuan. SMA Hak Kun identik dengan warna hitam, merah, dan putih. Hal itu terlihat dari seragam yang terdiri dari kemeja putih, rompi hitam, rok lipit kotak-kotak merah-hitam, dan dasi kupu-kupu berwarna sama dengan rok untuk murid perempuan. Sedang untuk murid laki-laki kemeja putih dan rompi hitam dipadu dengan celana hitam dan dasi segitiga berwarna hitam.

Luna yang duduk di bangku paling belakang dekat jendela tersenyum. Tatapannya terfokus pada pemandangan di luar jendela. Bunga-bunga sedang bermekaran. Dari tempat duduknya, ia bisa melihat indahnya pemandangan taman sekolah. Pemandangan khas musim semi yang selalu membuatnya jatuh hati.

"Luna!" Suara Kim Songsaengnim membuyarkan lamunan Luna. Ia pun segera mengalihkan pandangan ke depan kelas. Menatap Kim Songsaengnim.

"Coba kau kerjakan soal ini!" Kim Songsaengnim menunjuk papan tulis.

Luna pun bangkit dari duduknya dan maju ke depan kelas. Ia mulai mengerjakan soal yang dibuat Kim Songsaengnim. Setelah selasai, Luna pun minggir. Memberi ruang pada Kim Songsaengnim untuk mengoreksi.

"Ya. Hasilnya benar. Tapi, kenapa kau selalu menggunakan cara sendiri? Bukankah cara ini terlalu panjang? Kau tidak paham dengan cara cepat yang aku jelaskan?" Kim Songsaengnim berkomentar usai mengoreksi.

"Maafkan saya, Songsaengnim." Luna membungkukkan badan. "Saya sedikit bingung dengan cara yang Songsaengnim ajarkan. Jadi, saya menggunakan cara ini untuk menyelesaikan soal itu."

"Hmm... ya, ya. Tidak apa-apa. Duduklah!"

Luna menundukkan kepala, lalu kembali ke bangkunya dan duduk.

"Banyak cara untuk menyelesaikan sebuah soal Matematika. Seperti yang dilakukan Luna. Kalian bisa menggunakan metode yang paling sesuai dengan kalian. Jika metodenya benar, hasil akhirnya pun pasti sama dan benar. Matematika itu tidak sulit karena bisa dipelajari. Luna, kumpulkan PR teman sekelas dan antar ke mejaku."

"Sonsaengnim!" Murid laki-laki yang duduk tepat di depan Luna mengangkat tangan.

"Iya, Ha Sungwoon? Ada yang ingin kau tanyakan?"

"Saya ketua kelas di sini, kenapa Songsaengnim meminta Luna untuk mengumpulkan PR?"

Murid-murid lain berceloteh. Ada yang mengolok Sungwoon, ada yang mendukungnya.

Kim Songsaengnim menenangkan anak didiknya. "Kau bisa membantunya, kan?"

"Luna memang murid kesayangan Kim Songsaengnim." Sahut murid laki-laki yang duduk tepat di depan Sungwoon.

"Park Woojin, aku menyayangi semua muridku. Khususnya murid kelas XI-E. Karena, aku adalah wali kelas kalian." Kim Songsaengnim menegur Park Woojin, siswa yang duduk tepat di depan Sungwoon.

"Selamat istirharat anak-anakku. Aku tunggu buku PR kalian!" Kim Songsaengnim meninggalkan kelas XI-E.

Sungwoon membalikkan badan, menghadap pada Luna yang duduk di belakangnya. "Sepertinya benar kata Woojin, Kim Songsaengnim benar-benar menyukaimu." Ujarnya.

"Benar kan?" Woojin sudah berdiri di dekat Sungwoon. "Kim Songsaengnim tampan dan masih single."

"Ya! Maksudmu apa?!"Sungwoon mengibaskan tangan kirinya dan memukul perut Woojin.

"Bisa jadi kan Kim Songsaengnim itu menyayangi Luna lebih dari seorang guru pada murid." Woojin tersenyum sambil menatap langit-langit kelas.

"Berhenti bergosip dan kumpulkan buku PR mu!" Luna bangkit dari duduknya dan mulai mengumpulkan buku PR milik teman-temannya.

"Ini!" Yoon Jisung memberikan setumpuk buku pada Luna.

"Wah! Terima kasih!" Luna tersenyum manis pada Jisung.

"Luna, apa yang dikatakan Woojin bisa saja benar. Bagaimana kalau Kim Songsaengnim benar-benar menyukaimu?" Jisung bergabung untuk bergosip.

"Ya! Itu tidak mungkin!" Sungwoon membantah.

"Kalau benar, Kim Songsaengnim pasti patah hati. Karena Luna telah memilih Park Jihoon untuk jadi kekasihnya. Hah... kasihan sekali Songsaengnim." Woojin memasang ekspresi kecewa dan menggeleng pelan.

"Park Jihoon. Aku masih nggak percaya kalau kamu pacaran sama dia." Jisung setuju. "Kamu nggak suka pria tampan, mapan, dan single seperti Kim Songsaengnim dan memilih Park Jihoon? Adik kelas kita?"

"Luna dan Park Jihoon sebenarnya seumuran, kan? Karena Luna sekolah SD di Indonesia, dia masuk sekolah setahun lebih awal dari Jihoon. Kalau Luna sejak awal sekolah di sini, dia pasti jadi hoobae kita. Di kelas ini dia paling muda, kan?" Woojin memberi penjelasan.

"Wah! Kau tahu banyak tentang Luna!" Jisung terkesima.

Luna menghela napas dan menggelengkan kepala. Ia berjalan ke depan kelas. "Apa semua sudah mengumpulkan buku PR?"

Seorang siswa bangkit dari duduknya dan berjalan ke depan. Mengumpulkan buku PR-nya pada Luna. Wajahnya terlihat lesu.

"Ong Seungwoo, apa kau baik-baik saja?" Tanya Luna pada siswa yang baru saja mengumpulkan buku PR padanya.

Ong Seungwoo tersenyum lesu. "Aku rasa aku akan mati."

"Eh? Mati?" Luna terkejut.

"Sekeras apa pun aku berusaha, Matematika itu benar-benar membunuhku!" Seungwoo membalikkan badan, dengan langkah lesu berjalan kembali ke bangkunya.

Luna menatap punggung Seungwoo dengan iba.

"Semua buku PR sudah terkumpul?" Tahu-tahu Sungwoon sudah berdiri di samping kanan Luna.

"Sudah!" Jawab murid kelas XI-E kompak.

Luna berjalan keluar kelas. Sungwoon segera menyusulnya. Pemuda itu meminta tumpukan buku PR yang dibawa Luna. Keduanya berjalan beriringan menuju ruang guru. Luna lebih banyak diam. Sesekali ia menanggapi ocehan Sungwoon dengan gumaman tak jelas. Suara Sungwoon yang dilirihkan tetap terdengar keras di koridor sekolah yang sepi. Hal itu membuat Luna merasa tak nyaman. Tapi, walau ia hanya menanggapi ocehan Sungwoon dengan gumaman tak jelas. Pemuda itu tetap mengoceh hingga mereka sampai di ruang guru.

"Oh ya, Sungwoon. Tadi ada yang lupa belum aku sampaikan di kelas." Kim Songsaengnim menahan langkah Luna dan Sungwoon yang sudah pamit pergi usai menyerahkan tumpukan buku PR.

"Aku membuat kelompok belajar untuk kalian. Aku membagi secara adil, jadi saling membantulah. Ini daftar kelompok yang aku buat. Tugas berikutnya kalian bisa kerjakan bersama kelompok kalian." Kim Songsaengnim menyerahkan sebuah kertas.

Sungwoon menerimanya, lalu membaca tulisan dalam kertas itu. Luna ikut membaca. Wajah Sungwoon berseri. Ia tersenyum lebar. Di samping kirinya, Luna mengerutkan dahi.

"Terima kasih, Songsaengnim. Saya akan menyampaikan berita ini kepada teman-teman." Sungwoon membungkukkan badan.

Luna ikut membungkukkan badan dan hendak menyusul langkah Sungwoon.

"Luna!" Panggilan Kim Songsaengnim menghentikan langkah Luna juga Sungwoon yang sudah berjalan tiga langkah di depannya.

"Iye, Songsaengnim?" Luna kembali menghadap Kim Songsaengnim.

"Aku harap kamu bisa membantu teman-temanmu. Walau metode yang kamu gunakan tidak sama seperti yang aku ajarkan, asal teman-teman dalam kelompokmu paham dan bisa mengikuti cara itu, tak mengapa."

"Iye, Songsaengnim. Saya akan berusaha semampu saya."

"Bagus! Ya sudah. Selamat beristirahat."

Luna membungkukkan badan, lalu bersama Sungwoon meninggalkan ruang guru.


Bel istirahat berdering saat Luna dan Sungwoon dalam perjalanan kembali menuju kelas mereka. Sungwoon berlari kecil untuk segera mencapai kelasnya. Ia harus menyiarkan berita tentang pembentukan kelompok belajar yang dibentuk Kim Songsaengnim sebelum teman-temannya berhamburan meninggalkan kelas.

Luna yang tertinggal di belakang membelokkan langkah di persimpangan koridor. Ia berbelok ke arah kanan. Memilih untuk tak kembali ke kelas.

Kelas XI-E jadi heboh setelah Sungwoon kembali dan mengumumkan perihal pembentukan kelompok belajar. Ia memasang kertas pemberian Kim Songsaengnim pada majalah dinding yang terletak di tembok belakang kelas di dekat loker. Murid kelas XI-E mengerubungi kertas berisi pembagian kelompok itu dan mulai ribut.

***


Luna sibuk memotret bunga-bunga yang sedang bermekaran di taman belakang sekolah. Hanya ada dirinya di sana. Usai mengabadikan bunga-bunga yang menarik perhatiannya dalam ponsel, ia pun duduk di salah satu bangku taman. Mulai sibuk memeriksa hasil jepretannya.

"Di sini rupanya." Seorang siswa tiba-tiba duduk di samping kanan Luna. Ia melirik apa yang sedang dilakukan Luna. "Pantas saja tak membalas pesanku." Protesnya.

"Kamu mengirim pesan?" Tanya Luna tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.

"Mm!" Siswa itu mengangguk.

Luna menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke arah kanan. "Ada apa mencariku, Park Jihoon?"

Park Jihoon, siswa yang duduk di samping kanan Luna menoleh ke arah kiri. Tatapannya bertemu dengan tatapan Luna. Ia pun tersenyum. "Bukankah kita sekarang adalah sepasang kekasih? Jadi, wajar kan jika aku mencari Seonbae?"

Luna diam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Ah ya. Kau benar. Kita adalah couple. Eh? Belum couple, kan?"

"Walau masih dalam masa pendekatan, di mata umum kita tetap couple. Mereka telah meresmikan predikat couple itu pada kita."

"Begitu ya? Hmmm... secepat itu."

Jihoon diam. Memperhatikan Luna yang kembali sibuk dengan ponselnya. "Seonbae sudah makan siang?"

"Aku terbiasa makan menjelang akhir. Saat kantin sudah agak sepi."

"Kalau begitu aku akan menunggu. Kita makan siang bersama."

"Yakin?"

"Mm!" Jihoon mengangguk antusias.

"Aku harap kamu nggak menyesal. Laki-laki biasanya nggak tahan lapar."

"Aku bisa tahan kok. Aku kan laki-laki yang kuat!"

"Oke!"

Suasana kembali hening. Yang terdengar hanya kicauan burung dan suara desiran angin. Luna sibuk dengan foto-foto di ponselnya. Jihoon pun mengeluarkan ponsel dan mulai mengotak-atiknya untuk membuang bosan. Suasana itu berlangsung selama beberapa saat hingga keduanya dikejutan oleh sebuah suara.

"Luna! Luna! Lihat ini!" Woojin tiba-tiba muncul di antara rimbun tanaman bunga di taman belakang sekolah.

"Ya! Park Woojin!" Bentak Luna yang kesal karena dibuat kaget.

Bukannya merasa bersalah dan minta maaf, Woojin malah tertawa puas. "Apa yang kalian lakukan di sini?" Woojin berjalan menghampiri Luna dan Jihoon. "Pasangan yang baru jadian ini gemar sekali menjauhi keramaian. Setelah tertangkap berduaan di basecamp klub teater, ternyata kalian pindah ke sini." Woojin yang berdiri di depan Luna, berkacak pinggang dan menggelengkan kepala.

"Seonbae, jangan berpikir macam-macam. Aku hanya menemani Luna Seonbae sambil menunggu untuk makan siang bersama." Jihoon berusaha menjelaskan.

"Benar kah?" Woojin menatap curiga pada Jihoon.

"Nggak usah susah-susah kasih penjelasan. Percuma saja bicara dengan Park Woojin! Dia itu emang omes!" Luna berkomentar, menggunakan bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Tapi pandangan dan aktifitasnya kembali fokus pada ponselnya.

"Ya! Jangan ngomong campuran Bahasa Indonesia! Apa arti kata-katamu itu?" Protes Woojin.
"Kamu omes!"

"Apa itu om-mes??"

Luna selesai dengan ponselnya. "Kita makan siang!" Ujarnya sembari bangkit dari duduknya.

Jihoon ikut bangkit dari duduknya.

"Aku ikut makan siang! Aku juga belum makan siang. Hehehe." Woojin tersenyum pada Luna lalu pada Jihoon.

Luna mengabaikan Woojin dan mulai berjalan beringingan dengan Jihoon. Woojin berlari menyusul dan berjalan di samping kiri Luna.

"Ini akan jadi makan siang yang berkesan. Karena, aku makan siang dengan pasangan yang sedang panas-panasnya jadi bahan obrolan murid seantero SMA Hak Kun." Ujar Woojin penuh semangat.

"Dasar cah edan!" Olok Luna.

"Ya! Jangan ngomong dengan Bahasa Indonesia! Kamu pasti mengolokku! Yang tadi juga kalimat olokan, kan?" Protes Woojin.

Luna mengabaikannya.

"Awas ya! Nanti aku cari artinya di internet! Tapi, tadi kamu ngomong apa? Ya! Luna-ya!" Woojin berlari mengejar Luna dan Jihoon yang sudah berlari kecil meninggalkannya.

***


Luna kembali ke kelas setelah bel tanda masuk berdering. Ia masuk lewat pintu belakang. Langkahnya terhenti. Ia menatap susunan tempat duduk yang berubah. Tepat di samping kanan tempat duduknya sudah duduk Ong Seungwoo. Di samping kanan Ong Seungwoo ada Yoon Jisung. Di depan tempat duduknya masih ada Ha Sungwoon. Dan, tepat di samping kanan Ha Sungwoon ada Park Woojin.

Woojin yang sebelumnya duduk di depan Sungwoon kini duduk di samping kanan Sungwoon, berada tepat di depan Seongwoo. Seongwoo sebelumnya duduk di bangku tengah nomer dua dari depan, kini duduk di kursi paling belakang, tepat di samping kanan tempat duduk Luna. Jisung yang sebelumnya duduk di meja nomer dua dari belakang di dekat tembok, kini duduk di kursi paling belakang tepat di samping Seungwoo.

"Ah! Kau sudah kembali Luna!" Sapa Jisung yang lebih dulu menyadari kehadiran Luna.

Luna kembali melangkah menuju tempat duduknya. Ia pun duduk dan merapikan buku yang belum sempat ia rapikan karena ia langsung pergi ke taman belakang sekolah usai mengantar buku PR ke meja Kim Songsaengnim.

"Luna-ya, kau menghilang ke mana usai makan siang?" Sapa Woojin.

"Toilet." Jawab Luna singkat.

"Kamu nggak menyadari perubahan ini ya?" Woojin menggerakkan tangan, menunjuk perubahan formasi tempat duduk mereka.

"Tahu kok. Pasti gara-gara kita satu kelompok, kan?" Luna langsung tahu alasan kenapa formasi duduk di belakang berubah.

"Luna memang cerdas!" Jisung bertepuk tangan. "Tadinya aku pikir akan lebih baik kalau kamu duduk di meja Sungwoon. Tapi, aku tahu kamu pasti nggak mau pindah. Jadi, begini saja. Agar kita bisa menjadi lebih dekat satu sama lain."

"Kalian lebay banget sih!" Luna sembari menyiapkan buku untuk pelajaran selanjutnya.

"Ya! Lagi-lagi ngomong Bahasa Indonesia!" Woojin protes dan lagi-lagi Luna mengabaikannya.

"Dengan begini aku berharap kita bisa jadi lebih dekat. Mohon bantuannya." Seungwoo tiba-tiba bersuara.

Luna menatapnya dengan ekspresi heran, lalu tersenyum kikuk, dan menganggukkan kepala. "Jangan mati dulu! Kamu masih muda dan tampan. Masa iya mau mati hanya gara-gara matematika? Kita belajar sama-sama. Matematika itu ilmu pasti. Jadi, pasti bisa dipelajari. Semangat ya, Ong Seungwoo!" Luna menyemangati Seungwoo yang benar-benar terlihat putus asa satu setengah jam yang lalu.

Seungwoo tersenyum tersipu. "Terima kasih, Luna. Yap! Hwaiting!" Ujarnya penuh semangat.

"Lihat bagaimana dia memperlakukan Seungwoo. Kamu nggak adil, Luna!" Protes Woojin.

Guru memasuki kelas, membuat perhatian semua murid tertuju ke depan kelas. Luna pun menaruh perhatian ke depan kelas, turut membalas sapaan guru bersama murid yang lain. Saat guru meminta murid mempersiapkan buku pelajaran, Luna mengamati sekitarnya. Ia menatap Sungwoon yang duduk di depannya, lalu Woojin, Seungwoo, dan Jisung. Luna menghembuskan napas pelan. Empat pemuda itu adalah teman satu kelompoknya. Kelompok belajar yang dibentuk Kim Songsaengnim.

Luna membuka buku pelajarannya dan berhenti pada halaman yang disebutkan guru.

Masa SMA adalah masa yang paling indah. Benar kah demikian? Apakah semuanya akan dimulai dari sini? Ah! Indah dimulai dari sini apanya?? Bersama Ha Sungwoon, Park Woojin, Ong Seungwoo, dan Yoon Jisung??? Jadi satu kelompok belajar saja mereka sudah begini lebay sampai pindah tempat duduk. Atau jangan-jangan ini akan jadi geng baru? Semacam itu?

Luna memiringkan kepala.

"Luna!" Suara guru membuyarkan lamunan Luna.

"Iye?" Luna menatap guru wanita yang juga menatapnya.

Lee Songsaengnim, guru perempuan yang mengajar Biologi itu mengajukan sebuah pertanyaan dan meminta Luna untuk menjawabnya. Luna bisa menjawab pertanyaan Lee Songsaengnim dengan lancar dan benar.

"Jangan banyak melamun. Itu tidak baik!" Lee Songsaengnim mengingatkan.

Luna tersenyum tersipu dan meminta maaf.

"Baiklah. Kita akan menyiapkan praktikum untuk minggu depan. Jadi, aku akan membentuk kelompok belajar untuk kalian."

"Songsaengnim!" Jisung mengangkat tangan.

"Iya, Yoon Jisung?"

"Tadi Kim Songsaengnim membentuk kelompok belajar untuk kami, kalau boleh bisa kah kami tetap dalam kelompok itu untuk praktikum minggu depan?"

Sungwoon, Woojin, dan Seungwoo menatap Jisung dengan senyum lebar. Mereka setuju dengan usul Jisung.

"Kelompok belajar?" Tanya Lee Songsaengnim.

"Iya. Permisi sebentar." Jisung berdiri, mengambil kertas pemberian Kim Songsaengnim yang terpampang di mading kelas, dan memberikannya pada Lee Songsaengnim.

Lee Songsaengnim membaca susunan kelompok belajar yang dibentuk Kim Songsaengnim selaku wali kelas dari kelas XI-E. "Kim Songsaengnim adalah wali kelas kalian, jadi aku yakin beliau pasti tahu kemampuan kalian. Baiklah, kelompok untuk praktikum biologi minggu depan sesuai dengan kelompok belajar yang dibentuk Kim Songsaengnim."

"Yes!" Ujar Jisung terlampau senang. Ia tersenyum kikuk, membungkukkan badan, lalu membawa kertas daftar kelompok dan kembali menempelkannya. Terdengar gerutuan murid-murid. Sejenak kelas jadi ribut.

"Perhatikan!" Lee Songsaengnim meminta perhatian murid-murid yang sedikit ribut. "Catat alat-alat dan bahan yang kalian butuhkan untuk praktikum!"

Luna memperhatikan Jisung yang kembali duduk sambil tersenyum dan melambaikan tangan padanya. Ia beralih pada Seungwoo yang tersenyum manis padanya. Lalu, pada Woojin yang juga menunjukan senyum terbaiknya. Terakhir ia menatap Sungwoon yang menoleh padanya dengan tampilan muka yang dihiasi senyum yang serupa dengan tiga pemuda sebelumnya—senyuman lebar penuh kebahagiaan. Luna menggeleng dan segera sibuk mencatat alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum yang sudah ditulis di papan oleh Lee Songsaengnim.

Ya, aku rasa kisah itu akan dimulai sekarang. Entah kenapa aku merasakan sebuah antusiasme di dalam diriku. Cowok-cowok ini dan Jihoon. Tahun ajaran baru kali ini... Luna menatap taman bunga di luar sana. Ia tersenyum dan kembali mencatat.

***

 

Search This Blog

Total Pageviews