Khayalan shytUrtle

Fly High! - Empat Belas

05:37

Fly High!

 

 

Empat Belas

 

 

Jadi, besok ya? Semangat Al Noona[1]! Semangat Oi Noona!
Besok aku mau bolos aja jam terakhir!
Aku pakek jilbab. Bisa dengerin dalam kelas sambil nyimak pelajaran.
Podo! Aku ya gitu.
Enak kalian pakek jilbab. Headset-nya ndak keliatan. Tapi, awas ketauan guru.
Harusnya jam terakhir dibebasin aja ya. Biar bisa dengerin Al dan Oi.
Eonni kan udah kelas XII, nggak bisa apa bikin sekolah bebasin jam terakhir? Kekeke.
Kalau aku anak sultan bakalan aku liburin aja sekolah. Hahaha.
Kaum minoritas, ayo bolos berjamaah aja!
Enak kelas XI-IPA2 tuh. Pak Adim udah acc besok jam terakhir free. Biar bisa dengerin siaran Al dan Oi.
Auto pengen balik jadi penghuni kelas XI-IPA2. Hiks… hiks… hiks....

Ruang chat dalam grup WhatsApp yang beranggotakan 17 orang itu ramai malam ini. Anggota sibuk mempersiapkan rencana untuk hari esok agar bisa mendengar siaran langsung Al dan Oi. Bahkan, ada yang sengaja membolos agar bisa mendengarkan siaran dengan bebas.

Walau berada di tempat yang berbeda, Al dan Oi sama-sama menyimak obrolan dalam grup chat itu. Sari, siswi kelas XII-IPS2 yang membuat grup chat itu. Anggotanya murid SMA Wijaya Kusuma yang menyukai Kpop. Selain Al, dan Oi, Jia juga bergabung di sana. Nurul dan Aning memilih keluar karena anggota grup pecinta Kpop dan K-drama. Aning dan Nurul cenderung menyukai Bollywood dibanding Hallyuwood. Karenanya keduanya memilih keluar.
Al dan Oi merasa senang karena teman-teman di grup memberinya dukungan. Keduanya pun melarang anggota yang berencana membolos. Tapi, siswa kelas X itu kukuh akan membolos saja. Dari 17 anggota grup, ada dua anggota berjenis kelamin laki-laki. Keduanya siswa kelas X. Besok, keduanya kompak akan membolos. Al dan Oi tidak bisa melarang keduanya.
Walau kesulitan mencuri waktu untuk mendengarkan siaran Al dan Oi, anggota grup tetap merasa beruntung karena besok di kelas mereka tidak ada ulangan. Mereka berharap esok Tuhan berpihak pada mereka, hingga mereka bisa mendengarkan siaran langsung Al dan Oi.
***

Rasa gugup itu ada. Tapi, antusiasme dalam diri Al dan Oi pun sama besarnya. Keduanya tak sabar menunggu pukul dua belas siang. Karena pada jam itu mereka akan izin pulang lebih awal dan Meyra akan menjemput keduanya, lalu bersama-sama berangkat menuju Malang kota.

Di kelas, ketika luang, teman-temannya terus menggoda Al dan Oi. Hal itu semakin membuat detub jantung Al dan Oi bertalu-talu. Sikap teman-teman sekelas Al dan Oi itu membuat Eri memberengut sepanjang hari karena kesal.

“Udah biasa di Indonesia. Yang viral langsung deh diundang siaran di radio, atau tivi. Ntar bisa-bisa ngadain fan meet juga tuh si Al sama Oi. Kayak yang viral dari Tic Toc itu.” Eri mengomentari Neysa yang sedang mengutarakan rasa kagumnya pada Al dan Oi.
“Ini beda. Kalau di Tic Toc kan lip sync. Kalau Al dan Oi kan beneran nyanyi. Nurut aku, Al dan Oi pantes viral. Penampilan mereka bagus.” Neysa tetap memberi dukungan pada Al dan Oi.
Eri memutar kedua bola matanya. Lalu, bangkit dari duduknya dan keluar kelas. “Na! Ayo!” Ia memanggil Diana untuk mengikutinya.
Patuh, Diana pun bangkit dari duduknya dan menyusul Eri.
“Eri marah tuh kayaknya.” Tiara yang duduk sebangku dengan Neysa menegur.
“Aku ngomong tentang kenyataan, kan?” Neysa membela diri.
“Tapi, kayaknya Eri nggak suka.”
“Berarti dia iri dong? Lagian nurut aku penampilan Al dan Oi lebih bagus dari Eri.”
Tiara terkejut mendengar perkataan Neysa. Ia kemudian menghela napas dan menggeleng.
“Makan yuk! Laper aku!” Neysa bangkit dari duduknya.
Tiara pun mengikutinya. Berdua keluar kelas dan menuju kantin.
“Aku sebenernya juga penasaran sama siaran Al dan Oi.” Tiara mengungkap perasaannya saat berjalan berdampingan dengan Neysa menuju kantin.
“Ya udah ntar dengerin aja. Udah bawa headset kan?”
“Udah. Tapi, aku sungkan sama Eri.”
“Aku yakin Eri nggak bakalan di kelas. Mungkin dia bakalan di UKS.”
“Kamu dengerin?”
“Iya. Aku penasaran.”
“Ya udah. Kita dengerin bareng ya.”
“Oke.”
Neysa dan Tiara saling melempar senyum. Melanjutkan perjalanan menuju kantin.
***

Pukul setengah dua belas, Meyra, Gia, dan Linda sudah sampai di depan gerbang SMA Wijaya Kusuma. Meyra meminta izin untuk masuk kepada satpam. Setelah menjelaskan maksud kedatangannya, Meyra dan kedua rekannya pun diizinkan masuk. Ketiganya duduk menunggu di dekat pos satpam. Karena Al tak kunjung membalas pesannya, Meyra pun menelpon Al. Sedang Gia dan Linda meladeni satpam yang mengajak keduanya mengobrol.

Al merasakan ponsel di sakunya bergetar. Dengan hati-hati, ia memeriksanya. Kedua mata bulatnya melebar melihat nama Meyra muncul di layar ponselnya. Ia pun menyikut Oi.
Oi yang sedang mengerjakan tugas dari guru pun kaget ketika Al tiba-tiba menyikutnya. Ia menoleh ke kanan dan mengikuti arah pandangan Al. Mey Eonni? Bibir Oi bergerak tanpa suara.
Al mengangguk.
“Ya udah. Kita izin sekarang.” Oi berbisik. Lalu, perlahan merapikan perlengkapannya.
Al pun mengikuti Oi.
Setelah selesai, keduanya pamit pada Lila dan Rina yang ada di depannya. Dan, pada Aning dan Yani yang ada di belakangnya.
“Sekarang?” Arwan bertanya dengan lirih.
Al dan Oi kompak menganggukkan kepala.
“Sukses ya! Aku akan dengerin kalian. Di sini.” Pandangan Arwan terfokus pada Al.
Al mengikuti Oi yang sudah berdiri. Lalu, keduanya berjalan menuju meja guru. Oi yang menjadi juru bicara untuk meminta izin.
Guru wanita itu langsung mengizinkan Al dan Oi. Sepertinya beliau sudah mengetahui perihal Al dan Oi yang akan siaran langsung di radio. Selesai berpamitan pada guru, Al dan Oi berpamitan pada teman-teman sekelasnya. Lalu, keduanya keluar kelas. Bergegas menuju pos satpam. Tempat Meyra menunggu.
Al dan Oi langsung menghampiri Meyra. Meyra langsung membongkar isi ranselnya dan memberikannya pada Al dan Oi. Setelah menerima pemberian Meyra, Al dan Oi pergi ke toilet untuk ganti baju. Keduanya menuju ke toilet kelas XI yang posisinya paling dekat dengan mereka.
Selesai berganti kostum, Al dan Oi kembali pada Meyra. Kemudian, Linda melukis wajah keduanya dengan make up minimalis. Al sempat menolak. Tapi, Meyra mendukung Linda yang ingin merias wajah Al dan Oi. Meyra yakin, nanti pasti ada sesi foto bersama saat di studio. Meyra tidak ingin Al dan Oi tampil kucel. Karena itu, Meyra mendukung Linda untuk merias wajah Al dan Oi.
Selesai mempersiapkan diri, Al dan rombongannya masih menunggu di pos satpam. Menunggu jemputan yang akan mengantar mereka ke radio tempat Al dan Oi akan siaran bersama. Tak lama kemudian, sebuah mobil tiba di depan gerbang. Linda yang pertama bangkit dari duduknya.
“Ayo! Udah dateng tuh!” Ajak Linda.
“Naik mobil?” Tanya Oi.
“Cuaca nggak menentu. Jadi, mending naik mobil. Ayo!” Meyra menyangklet tas punggungnya.
Meyra meminta izin untuk duduk di kursi depan, di samping sopir. Ia khawatir mabuk. Karena itu ia meminta izin untuk duduk di depan. Al dan Oi duduk di kursi tengah. Sedang Linda dan Gia duduk di kursi belakang. Mobil hitam itu pun melaju. Meniggalkan SMA Wijaya Kusuma untuk membawa rombongan Al ke kota.
“Nih, makan dulu.” Linda menyerahkan dua mika berisi gimbab pada Al dan Oi. “Kata Mbak Mey, makan ini dulu.”
“Wah, makasih.” Al berterima kasih.
“Makasih, Linda Eonni.” Oi pun berterima kasih. “Mey Eonni nggak makan? Gia?”
“Kami udah dong.” Jawab Gia. “Moga aja nggak macet ya. Malang kota macetnya minta ampun sekarang.”
“Walau macet, inshaa ALLOH nggak akan telat kok. Karena kita udah berangkat lebih awal.” Linda menenangkan.
Perjalanan menuju radio tempat Al dan Oi akan siaran itu diisi dengan keceriaan. Sesekali pak sopir ikut ngimbrung. Mereka sempat terjebak macet. Namun, mereka berhasil sampai pada pukul dua lebih lima belas menit.
Sebelum turun dari mobil, Meyra berterima kasjh dan meninggalkan satu mika berisi gimbab untuk pak sopir. Meyra menjelaskan jika gimbab itu adalah Gimbab Akang Niel dan memperkenalkan Linda sebagai owner-nya.
Walau siaran I Love Asian sudah dimulai, Al dan Oi tidak terlambat. Mereka dijadwalkan on air pada pukul tiga sore. Kru I Love Asian menyambut kedatangan rombongan Al dengan ramah. Setelah perkenalan, Linda memberikan satu tas plastik berisi gimbab dalam mika kepada salah satu kru I Love Asian.
Meyra memesan beberapa gimbab pada Linda untuk dibawa ke radio sebagai buah tangan. Saat Linda menyerahkan tas plastik berisi gimbab itu pada salah satu kru, Meyra mempersilahkan kru untuk menikmati gimbab itu bersama-sama. Tak lupa ia meminta maaf karena jumlahnya yang sedikit—yang tentunya tidak akan cukup untuk seluruh karyawan radio, tapi bisa dinikmati oleh seluruh kru I Love Asian. Meyra juga tak lupa mempromosikan Gimbab Akang Niel, sekaligus membanggakan Linda sebagai owner sekaligus chef yang memasak gimbab.
Sambil menunggu jadwal on air, rombongan Al menerima arahan dari kru. Bahkan, kru membacakan pertanyaan yang akan diajukan pada Al dan Oi. Mereka tidak keberatan menghapus pertanyaan yang tak ingin dijawab oleh Al dan Oi. Namun, tidak ada pertanyaan yang mengganggu hingga membuat Al dan Oi tak ingin menjawabnya. Bukan hanya Al dan Oi yang terkesima dengan gedung radio dan studio tempat siaran. Tapi juga Meyra, Linda, dan Gia. Ketiganya mendadak ikut gugup ketika jam semakin mendekati angka tiga.
Di dalam studio, penyiar laki-laki bernama Tian Pratama menggoda pendengar dengan mengabarkan bahwa Al dan Oi sudah berada di studio dan siap mengudara. Mendengar hal itu, ritme detub jantung Al dan Oi spontan berubah semakin cepat. Pukul tiga kurang sepuluh menit, mereka di undang masuk ke dalam studio. Meyra yang sudah mendapat izin untuk ikut siaran juga ikut masuk.
Tian Pratama, penyiar berwajah oriental itu menyambut kehadiran Al, Oi, dan Meyra dengan ramah. Ia menyalami tiga gadis yang kemudian duduk di kursi yang sudah disediakan. Salah satu kru membantu dan memandu Al, Oi, dan Meyra. Sembari menunggu lagu dan iklan selesai diputar, Tian mengajak Al, Oi, dan Meyra ngobrol. Meyra yang lebih banyak merespon, karena keduanya sudah sering ngobrol via WhatsApp sejak Tian menghubungi Meyra untuk mengundang Al dan Oi.
“Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Di studio sedang duduk bersama saya tiga gadis cantik. Mereka akan menemani saya ngobrol sampai satu jam ke depan. Teman-teman ILA Lovers—sebutan untuk pendegar setia I Love Asian—pasti sudah tahu mereka siapa. Yap! Bener banget! Ada Al dan Oi, plus bonus sang Manajer Eonni. Eh, saya harusnya manggil Manajer Noona ya.” Tian bercuap-cuap menyapa kembali penggemar usai satu lagu Jepang berakhir.
“Seperti yang kita tahu, video penampilan Al dan Oi menjadi viral setelah diunggah di Facebook. Bukan hanya di Malang Raya, tapi se Indonesia. Saya sendiri sudah menonton videonya dan, ah ini bagus sekali. Jadinya, saya bersama kru I Love Asian sepakat untuk mengajak Al dan Oi siaran bersama.
“Senang sekali Al dan Oi menerima undangan kami daaan… hari ini datang ke studio untuk menemani siaran. Annyeong[2], Al. Annyeong, Oi. Annyeong, Manajer Noona.” Tian menyapa Al, Oi, dan Meyra yang ada bersamanya di dalam studio. Baru-baru ini Meyra mendapat julukan Manajer Eonni/Noona dari pendukung Al dan Oi.
Annyeong.” Al, Oi, dan Meyra menjawab dengan kompak. Detub jantung Al dan Oi semakin kencang. Meyra yang sebelumnya terlihat santai pun merasakan hal yang sama.
“Wah! Suaranya lembut sekali ya. Selamat datang di I Love Asian. Silahkan perkenalkan diri kalian dan menyapa ILA Lovers.”
“Hai! Saya Al.” Al lebih dulu memperkenalkan diri.
“Halo! Saya Oi.” Oi menyambung.
“Halo! Saya Mey yang barusan diberi julukan baru, Manajer.” Merya menutup perkenalan.
“Nah, tiga gadis cantik yang menemani saya sudah memperkenalkan diri. Kalian siap ngobrol sama mereka? Sabar ya. Kita nikmati dulu satu lagu dari Wanna One yang berjudul Energetic. Lagu untuk menyambut kedatangan Al dan Oi ya.”
Al, Oi, dan Meyra merasa lega setelah sesi perkenalan dimulai. Saat lagu Wanna One - Energetic diputar, Al dan Oi bersenandung ikut bernyanyi. Sementara Tian kembali mengajak ngobrol Meyra.
Setelah beberapa lagu diputar, sesi ngobrol bersama Al dan Oi pun dimulai. Tian mulai mewawancarai Al dan Oi. Secara bergantian Al dan Oi menjawab pertanyaan yang diajukan Tian. Obrolan yang mengalir, membuat keduanya semakin rileks. Perlahan ritme detub jantung keduanya pun menurun. Setelah bertanya tentang kesukaan Al dan Oi di dunia Kpop, Tian melontarkan pertanyaan berhubungak dengan video penampilan Al dan Oi.
“Kami sekolah di SMA Wijaya Kusuma. Setiap tahunnya ada audisi bernama SMA Wijaya Kusuma Mencari Bakat. Audisi ini untuk mencari murid-murid berbakat dan yang dinilai sempurna untuk nantinya tampil di pentas seni yang menjadi puncak perayaan ulang tahun sekolah.
“Jujur kami merasa kesal karena sering dikatain pecinta plastik dan udel. Karena itu, Al mengajak saya untuk ikutan audisi SMA Wijaya Kusuma Mencari Bakat. Awalnya saya ragu, tapi akhirnya saya setuju. Lalu, kami curhat ke Mey Eonni. Mey Eonni yang memilih lagu untuk kami.” Oi menjawab salah satu pertanyaan yang diajukan Tian. Seperti saat audisi, ia menjadi juru bicara duo Al and Oi.
“Kalau dari penilaian saya, juga beberapa netizen yang komentar di postingan video, penampilan kalian itu bagus. Kami menyayangkan kalian tidak lolos. Apakah kalian tidak memenuhi kriteria atau bagaimana?” Tian melanjutkan pada pertanyaan berikutnya.
“Mengingat persiapan kami yang minim, itu sangat kurang sekali. Jadi, sebenarnya kami tidak kaget kalau kami tidak lolos.” Oi sedikit menertawakan ketidakberuntungannya. “Kalau Kak Tian udah nonton video di Youtube, di sana ada full video yang menampilkan komentar dari dewan juri.”
“Nah itu saya juga udah nonton. Komentar juri juga positif. Bikin heran kalian nggak lolos audisi.”
“Ada kriteria penilaian. Sepertinya kami tidak memenuhi kriteria.” Al menjawab dengan hati-hati. Ia mengingat apa yang dikatakan Arwan tentang metode lolosnya peserta. Tapi, ia tidak bisa menjelaskan dengan gamblang seperti apa yang dijelaskan Arwan. Ia takut jika terlalu terbuka menjelaskan, justru akan menjelekan sekolahnya. “Terlebih lagu yang kami nyanyikan adalah lagu India dan Korea. Saya rasa dewan juri pun kesulitan memahaminya.”
Tian terus mengajukan pertanyaan, secara bergantian. Al dan Oi pun secara bergantian memberikan jawaban. Lalu, ada jeda untuk iklan dan lagu. Setelah itu, Al dan Oi menyanyikan lagu yang mereka bawakan saat audisi.
Meyra yang duduk di samping kanan Al menyimak dan menikmati penampilan Al dan Oi. Dalam hati ia tak hentinya memanjatkan doa agar Al dan Oi tak membuat kesalahan saat tampil on air di radio. Di luar studio, Linda dan Gia pun sama. Sembari menikmati penampilan live Al dan Oi, keduanya terus memanjatkan doa dalam hati agar Al dan Oi bisa tampil sempurna.
Ketika Al dan Oi menyelesaikan penampilannya, Meyra, Linda, dan Gia bernapas lega. Seolah tali yang mengikat leher mereka terlepas. Mereka lega karena Al dan Oi berhasil bernyanyi tanpa membuat kesalahan.
Tian memuji penampilan Al dan Oi. Lalu, membuka sesi tanya jawab bagi pendengar. Jalur telepon di buka. Sembari menunggu pendengar bergabung. Tian bertanya pada Meyra tentang pembentukan duo Al and Oi.
Mendapat kesempatan, Meyra pun langsung menjelaskan tentang pondasi awal terbentuknya duo Al and Oi. Ia menjelaskan tentang trio AOG di masa lalu. Mulai dari masa aktif hingga vakum.
“Jadi sebenarnya mereka trio ya? Al, Oi, dan Gi. AOG. Keren ya. Jadi, postingan kamu itu bikin AOG bersatu lagi?” Tian merespon penjelasan Meyra.
“Itu dampak yang paling saya syukuri. Akhirnya AOG bersatu lagi setelah sempat putus komunikasi.”
“Menyambung silaturahmi ya. Aku pikir AOG singkatan dari rangkaian kata yang mempunya arti khusus. Ternyata singkatan nama ketiga member.”
“Beberapa waktu lalu Linda, pemilik dan chef Gimbab Akang Niel yang lagi duduk di luar studio dengerin kita, nyari artinya dalam bahasa Korea. Al berarti telur, Oi berarti timun, dan Gi berarti jiwa. Baginya itu sangat random. Memang random ya. Tapi, saya pikir bisa diartikan awal mula sebuah kehidupan yang segar.”
“Awal mula kehidupan yang segar?”
“Telur adalah awal mula sebuah kehidupan. Jiwa adalah intisari dari kehidupan. Lalu, segar itu dari timun. Jadinya, awal mula sebuah kehidupan yang segar. Segar dalam artian penuh semangat dan kebahagiaan. Random, tapi cukup masuk akal. Hehehe.”
“Manajer Noona ini lucu juga ya. Oh! Sudah ada yang bergabung. Halo! Dengan siapa, dimana?”
“Halo. Dengan Yuri di Malang.”
“Oke, Yuri. Mau tanya apa ke Al dan Oi?”
“Kalau tidak keberatan, tolong dijawab tentang siapa yang menjuluki kalian pecinta plastik dan udel? Pertanyaan ini bahkan tidak dijawab dalam komentar.”
“Yuri, mau dengerin lagu apa?”
“Lagu SNSD yang apa aja.”
“Oke. Terima kasih, Yuri.”
Sambungan telepon pun terputus. Al dan Oi saling melempar pandangan. Saling bertanya, apakah harus dijawab dengan jujur. Dan, juga saling menuding, kamu yang jawab, dalam diam.
“Nah, siapa yang mau jawab? Al? Oi?” Tian bertanya pada Al dan Oi.
“Sebenarnya saling mengolok itu wajar kan terjadi dalam dunia remaja. Kalau di zaman saya dulu, ada yang ngolok temen saya dengan sebutan Manusia Sabun, karena namanya Lukman. Saya rasa demikian juga pada Al dan Oi.” Meyra tiba-tiba menjawab.
“Benar sekali! Karena kami suka Korea dan India, kami dikatain pecinta plastik dan udel. Itu merujuk pada kebiasaan operasi plastik di Korea dan baju khas India yang selalu mamerkan udel.
“Saya aja yang sensi dan merasa sakit hati. Hingga akhirnya ingin ikut audisi untuk membuktikan bahwa apa yang disebut plastik dan udel itu bisa menginspirasi kami untuk menghasilkan karya. Selama ini kami hanya aktif bernyanyi di Smule. Saya pikir, sudah saatnya bernyanyi di depan orang banyak.” Al menyambung penjelasan Meyra. Walau ada emosi dalam setiap kata-katanya, ia tak menyebutkan tentang siapa yang mengoloknya sebagai pecinta plastik dan udel.
“Saya tahu bagaimana rasanya jadi fangirl. Karena, saya sendiri juga fanboy. Udah pasti kalau idol yang kita idolakan dihina bakalan sakit hati. Untungnya kalian bisa menunjukan perlawanan dengan hal yang positif ya. Salut sama kalian berdua.” Tian memuji Al dan Oi.
“Di luar sana banyak fangirl yang lebih hebat dari kami. Tapi, kami tidak akan berhenti sampai di sini. Ini baru permulaan. Kami akan terus belajar dan berkarya.” Oi menyanggupi.
Good! Selama hal itu positif, lanjutkan!” Tian mendukung.
Sesi tanya jawab dengan pendengar hanya menerima tiga orang pendengar saja yang menelpon. Ada yang bertanya tentang rencana selanjutnya dari AOG. Ada pula yang bertanya bagaimana perasaan Al dan Oi setelah menjadi viral dan terkenal.
Satu jam sesi on air berjalan dengan lancar. Walau tidak sempat menyanyikan cover song lagu Mirotic, Meyra tetap merasa bangga. Ia lega bisa mempromosikan AOG dan juga Gimbab Akang Niel milik Linda. Karena, di akhir siaran, Tian berterima kasih pada Linda yang membawa banyak gimbab untuk kru I Love Asian. Siaran di hari Selasa sore itu pun berakhir dengan penuh kehangatan.
***


[1] Panggilan dari adik laki-laki untuk kakak perempuan dalam bahasa Korea.
[2] Halo

Khayalan shytUrtle

AWAKE "Rigel Story" - Bab V

04:03


AWAKE - Rigel Story






Bab V


Rue mondar-mandir di dalam basecamp ekstrakurikuler PMR. Dio dan Hanjoo yang duduk berdampingan, kompak menatap setiap gerak-geriknya.
“Rue! Tak bisakah kau duduk dengan tenang?” Dio akhirnya bersuara. Ia tak tahan lagi melihat tingkah Rue. “Apa kamu nggak capek mondar-mandir gitu?”
Rue menghentikan langkahnya. “Apa yang harus aku lakukan?” ia memiringkan kepala.
“Tenanglah. Byungjae ada di luar sana. Jika terjadi sesuatu, dia pasti akan menghubungi kita.” Hanjoo mencoba menenangkan Rue.
“Lagi pula, jika benar Dewa Kematian mengincar siswa bernama Hojoon itu, kamu bisa apa? Kematian itu pasti. Takdir yang nggak bisa ditolak.” Dio kembali angkat bicara.
Rue menjatuhkan pantatnya di kursi kosong di samping Hanjoo. “Iya juga sih. Hanya saja… kau pasti tahu lah. Aku sedikit terganggu.”
“I feel you, Rue.” Dio bersimpati. “Tapi, apa kamu melihat atau merasakan tanda-tanda bahwa siswa bernama Hojoon itu akan mati? Kamu pernah bilang, kalau orang mau mati itu punya sinyal sendiri.”
Rue diam. Merenung. Lalu, ia menggelengkan kepala. “Tidak. Dia hanya… gundah. Semacam itu lah. Mungkin dia takut dan gugup untuk jurit malam.”
“Dan kelompoknya mendapat nomer pemberangkatan urutan tiga dari belakang. Malang sekali. Semoga mereka baik-baik saja.” Dio melipat tangan di dada. “Aku keluar dulu. Siapa tahu Byungjae melalaikan tugasnya.” Dio bangkit dari duduknya dan keluar dari basecamp. Meninggalkan Rue dan Hanjoo.
Hanjoo sibuk dengan ponselnya. Rue beranjak dari duduknya, mengambil binder dari dalam tasnya dan kembali duduk. Ia membuka-buka halaman binder dan berhenti di satu halaman yang berisi sebuah kertas surat berwarna peach. Tatapan Rue meredup. Ia mengelus kertas surat yang berisi beberapa bait kata itu.
Hanjoo melirik Rue. Ia meletakan ponselnya di atas meja. Menaruh perhatian penuh pada Rue. “Jika surat itu menganggumu, kenapa tak kamu buang saja?” tanya Hanjoo. “Setiap kali usai melihat sosok yang kamu yakini sebagai malaikat maut itu. Kamu selalu melihat surat cinta yang entah datangnya dari siapa itu.”
Rue tersenyum getir. “Entahlah. Tapi, rasanya aku selalu ingin melihat surat ini usai melihat sosok itu.”
Hanjoo menghela napas panjang. “Aku tahu itu surat cinta pertama yang kamu dapat. Tapi, kita nggak tahu siapa yang ngirim surat itu ke kamu, kan? Kenek yang waktu itu memberikan surat itu ke kamu sama sekali nggak ngasih petunjuk juga. Inisialnya Mr. J. J siapa?”
Rue tersenyum mendengar ocehan Hanjoo. Ia lalu menutup bindernya.
“Jujur ya. Kalau aku liat kamu menatap surat itu, aku jadi ingat peristiwa tragis yang menimpa mendiang kakekmu. Maaf.” Hanjoo melirik Rue ragu-ragu. Ia khawatir Rue tersinggung.
Setahun yang lalu, kakek Rue meninggal dalam sebuah kecelakaan tragis. Sebuah truk yang remnya blong menabrak sebuah motor dan kakek Rue. Tanggal kecelakaan itu tanggal yang sama dengan tanggal yang tertera dalam surat cinta misterius yang diterima Rue.
Orang misterius—yang belum diketahui jati dirinya oleh Rue hingga kini—itu memang beberapa kali mengirim surat pada Rue. Isinya tentang curahan hati berupa kekaguman si pengirim surat pada Rue. Pada surat ke delapan—yang juga menjadi surat cinta terakhir—yang diterima Rue, pemuja rahasia itu meminta Rue untuk datang ke taman kota pada tanggal 8.
Sayangnya ketika baru sampai di taman kota, Rue mendapat telepon jika kakeknya mengalami kecelakaan dan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Rue langsung meninggalkan taman kota dan menuju rumah sakit tempat jasad sang kakek berada. Karena peristiwa naas itu, hingga kini Rue tak tahu siapa sebenarnya Mr. J yang mengaguminya.
Di tanggal yang sama itu pula, Rue pertama kali melihat sosok pemuda tampan berwajah pucat yang mengenakan kostum serba hitam. Rue melihatnya muncul di samping jasad sang kakek. Karena alasan itu lah Rue yakin jika sosok itu adalah sosok malaikat maut. Sejak saat itu, Rue sering melihat sosok itu muncul. Terlebih jika Rue dalam bahaya atau jika akan ada kematian.
“Nggak papa kok. Aku baik-baik aja. Udah garis takdirnya kakek meninggal karena kecelakaan di hari yang sama dengan hari aku diminta ketemuan sama Mr. J. Dan, udah takdir juga, aku belum bisa ketemu sama Mr. J. Kalau jodoh nggak akan ke mana kan?” Rue tersenyum lebih tulus.
“Kamu masih nyimpen semua suratnya?”
Rue menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Hanjoo. “Konyol ya? Tapi, seperti kamu bilang. Itu surat cinta pertama yang aku dapat. Aku penasaran aja. Siapa sih yang kagum sama cewek aneh kayak aku. Mr. J itu siapa.”
“Nggak konyol kok. Aku juga penasaran siapa itu Mr. J. Awalnya aku kira itu Kak Nicky. Habisnya, dia selalu perhatian sama kamu. Tapi, nggak ada unsur huruf J dalam nama Nicholas Lee.” Sebagai teman Rue sejak kecil, wajar jika Hanjoo merasa penasaran pada sosok Mr. J. Sama seperti yang dirasakan Rue.
Ibu Hanjoo dan Ibu Rue adalah teman baik. Karena alasan itulah Hanjoo dan Rue menjadi teman sejak mereka bayi. Hanjoo dan Rue lahir di bulan dan tahun yang sama. Hanjoo lahir di tanggal 15 Juni, sedang Rue tanggal 23 Juni. Hanjoo lebih tua delapan hari dari Rue. Karena hal itu, Hanjoo sering menggoda Rue agar memanggilnya kakak.
“Kitten Joo, pernah nggak sih kamu ngebayangin sosok Mr. J itu kayak gimana?” Rue tiba-tiba penasaran. Ingin tahu imajinasi Hanjoo tentang pemuja rahasia Rue.
“Mmm…” Hanjoo menerawang, sambil mengetuk-ngetukan jemari tangannya ke atas meja. “Setampan Kak Nicky?”
Wajah Rue merona merah mendengarnya. “Kalau itu sih, sempurna. Tampan bak pangeran. Tapi, mana mungkin sih ada orang perfect kayak gitu kagum sama cewek aneh kayak aku?”
“Ada. Kak Nicky tuh. Aku rasa dia kagum, bahkan suka ke kamu. Hanya saja kalian sama-sama malu-malu. Tapi, kalau sampai kamu pacaran sama Kak Nicky. Level kebencian Pearl ke kamu bisa makin nambah.”
Rue tergelak mendengar ocehan Hanjoo. “Kak Nicky emang lebih pantas sama Pearl daripada sama aku. Tampan dan cantik. Bak pangeran dan putri dalam dongeng.”
Pintu basecamp ekskul PMR terbuka. Byungjae muncul dengan napas terengah-engah.
“Ngangetin aja!” Hanjoo protes. “Ada apa sih? Nggak bisa apa buka pintunya pelan-pelan?!”
“Rue!” Byungjae berusaha mengatur napasnya. “Ada laporan dari salah satu pos. Murid bernama Hojoon, menghilang.”
Rue terbelalak. Kaget mendengar kabar yang disampaikan Byungjae. Begitu juga Hanjoo yang duduk di sampingnya.
“Dio dan Kevin ada di kantor Dewan Senior. Menunggumu.” Byungjae melanjutkan laporannya.
Rue langsung bangkit dari duduknya. Bergegas keluar dari basecamp untuk menuju kantor Dewan Senior. Byungjae dan Hanjoo turut berjalan tergesa-gesa di belakang Rue.
***

Saat Rue, Byungjae, dan Hanjoo tiba di kantor Dewan Senior. Tak hanya Dio dan Kevin yang berada di sana. Ada beberapa anggota Dewan Senior, termasuk Pearl dan gengnya. Nicky dan wakilnya juga berada di sana.
“Pos berapa yang melaporkan hilangnya siswa bernama Hojoon?” tanya Rue tanpa basa-basi.
“Pos tujuh. Anggota kelompok Hojoon berada di sana sekarang. Mereka panik. Senior yang berada di pos tujuh menenangkan mereka.” Kevin menjelaskan. “Detail kejadiannya, kami belum tahu. Aku sendiri belum mengirim bantuan untuk mencari Hojoon. Aku khawatir junior kita panik juga. Jadi, informasi ini berusaha kita rahasiakan.”
“Terima kasih. Aku akan pergi ke pos tujuh dan mulai melakukan pencarian.” Rue langsung memberi keputusan. “Byungjae, tolong ambil perlengkapan untuk kita.”
“Oke!” Byungjae langsung keluar dari kantor Dewan Senior bersama Hanjoo.
“Kalian hanya akan pergi berempat?” tanya Nicky.
“Iya.” Rue menganggukkan kepala.
“Mereka sudah terbiasa berburu di tengah malam. Aku rasa itu memang yang terbaik. Siapa tahu siswa itu benar-benar diculik hantu.” sahut Pearl dengan nada mengejek. Ia kemudian kompak tertawa dengan kedua rekan satu gengnya.
“Pearl! Kita sedang kehilangan salah satu junior kita. Tak bisa kah kau bersikap serius?!” Kevin menegur Pearl.
“Aku serius!” Pearl menghentikan tawanya. “Rue dan Rigel adalah orang yang tepat untuk misi ini. Rue bisa bertanya pada hantu-hantu yang ditemuinya di jalan. Siapa tahu salah satu dari mereka melihat siswa yang hilang itu. Ya, kan?”
Dio sudah membuka mulutnya. Hendak berbicara untuk membalas serangan Pearl. Tapi, Rue memberinya kode agar menahan diri. Dio kembali mengatupkan bibirnya dan menatap kesal pada Pearl.
“Jika anggota Dewan Senior dan MPK berbondong-bondong pergi keluar, itu akan menyita perhatian para junior. Jadi, kami berempat yang akan pergi ke pos tujuh.”  Rue kembali bicara. “Jika nanti kami butuh bantuan, aku akan menghubungimu Kevin. Situasi di sekolah, aku serahkan padamu. Belum semua peserta yang kembali, kan?”
“Iya. Kau jangan khawatir. Di sini, biar aku yang urus.”
Rue beralih menatap Pearl. “Aku mohon padamu. Jaga sikap dan ucapanmu. Jangan sampai berita ini bocor pada junior dan menimbulkan kepanikan.”
“Kau pikir aku serendah itu Nona Ketua? Gemar bergosip di sana-sini?” Pearl memberi respon yang sukses membuat Dio semakin geram.
“Pada prakteknya, emang iya kan?” sahut Dio. “Seringnya begitu kan, Nona Supermodel?”
Pearl mendengus kesal.
“Sudah! Sudah!” Kevin menengahi. “Kita adalah satu tim. Bukan Rue yang akan disalahkan. Tapi, kita! Karena kita panitia MPLS!” sambil memfokuskan tatapan pada Pearl. “Sebagai Ketua Umum Dewan Senior, Rue berusaha membantu kita! Melindungi kita. Jadi, tolong semuanya bekerja sama.”
Pintu kantor Dewan Senior di ketuk. Seorang siswi, anggota Dewan Senior yang menjadi kakak pendamping kelas masuk bersama satu siswi yang dari seragam yang dikenakannya bisa dikenali sebagai siswi kelas X peserta MPLS.
“Setahuku, dia yang selalu dekat dengan Junior Jin Hojoon.” siswi anggota Dewan Senior itu menjelaskan. “Aku sudah memberitahunya tentang apa yang terjadi. Mungkin informasinya darinya tentang Jin Hojoon bisa membantu proses pencarian.”
“Terima kasih.” Kevin berterima kasih pada rekannya. “Halo…” Kevin membaca tag nama yang dikenakan siswi berhijab yang dibawa rekannya, “Esya. Silahkan duduk. Maafkan kami karena harus membawamu ke sini dengan sebuah berita buruk tentang temanmu, Jin Hojoon.”
Esya yang sejak masuk sudah terfokus pada Rue, mengalihkan pandangan pada Kevin.
“Maafkan kami tentang ini. Kami mendapat laporan dari pos tujuh. Temanmu, Jin Hojoon menghilang. Ia terpisah dari kelompoknya dalam perjalanan menuju pos tujuh.” Kevin melanjutkan.
“Kami akan pergi ke pos tujuh dan mulai melakukan pencarian.” giliran Rue angkat bicara.
Esya kembali menatap Rue.
“Kami akan mencari Hojoon sampai ketemu.” Rue menyanggupi.
“Hojoon sangat penakut. Dia takut gelap dan takut hantu. Aku mohon temukan dia. Dia tidak terbiasa di luar sendirian. Terlebih di malam hari.” suara Esya bergetar ketika mengungkap fakta tentang Hojoon di depan para seniornya.
“Ya ampun! Dia itu cowok bukan sih?” sahut Pearl setelah Esya selesai dengan penjelasannya.
“Pearl!” Kevin kembali menegur.
“Oke! Aku diam!” Pearl melipat kedua tangan di dada dan memasang ekspresi kesal di wajah cantiknya.
Byungjae masuk ke dalam kantor Dewan Senior dan berdiri di samping kiri Esya yang masih bertahan berdiri di dekat pintu masuk. “Perlengkapan sudah siap!” ujarnya. Melapor pada Rue yang memberinya tugas.
Hanjoo menyusul masuk sesudah Byungjae. Ia berdiri di sebelah kanan Esya. “Kita berangkat sekarang?” tanyanya dengan tatapan terfokus pada Rue.
Esya menoleh ke arah kanan. Tiba-tiba ia merasakan panas di wajahnya. Hanjoo yang ia kagumi, berada begitu dekat di sampingnya. Esya tersentak kaget ketika Hanjoo tiba-tiba menoleh dan menatapnya. Hanjoo tersenyum manis. Senyum yang memperlihatkan deretan giginya—termasuk dua gigi taring yang menurut Rue mirip gigi taring anak kucing, hingga membuat Rue memanggilnya kitten.
“Tot-tolong temukan temanku!” Esya terbata, lalu membungkukkan badan di depan Hanjoo.
“Kami akan mencarinya, sampai ketemu.” Hanjoo menyanggupi.
Esya tersenyum kikuk dan mengangguk.
Rue memakai jaket yang dibawa Hanjoo untuknya. Dio yang sudah mengenakan jaket sejak ia meninggalkan basecamp PMR mengambil salah satu senter yang dibawa Byungjae.
“Kami berangkat.” Rue berpamitan.
“Rue!” Nicky memanggil Rue saat gadis itu akan berjalan keluar menyusul langkah ketiga temannya. “Hati-hati.”
Pearl menatap Rue dengan tatapan penuh kebencian.
Rue tersenyum, menganggukan kepala. Lalu, berjalan keluar meninggalkan kantor Dewan Senior.
Hanjoo, Rue, Dio, dan Byungjae memilih jalan yang tak dilalui para junior. Diam-diam mereka meninggalkan sekolah. Menuju pos tujuh untuk mengorek informasi tentang hilangnya Hojoon. Misi Rigel malam ini adalah menemukan siswa bernama Jin Hojoon.
***
 


Review bacaan dan tontonan

Review Korean Movie Homme Fatale (2019)

06:40

Homme Fatale


From AsianWiki

Profile

Movie: Homme Fatale (English title) / Gibang Bachelor (literal title)

Revised romanization: Gibangdoryeong

Hangul: 기방도령

Director: Nam Dae-Joong

Writer: Nam Dae-Joong

Producer: Lee Chan-Nam, Pyo Jong-Rok

Cinematographer: Na Seung-Yong

Release Date: July 10, 2019

Runtime: 110 min.

Genre: Comedy

Distributor: Pancinema

Language: Korean

Country: South Korea

Plot Synopsis by AsianWiki Staff ©

Heo Saek (Lee Joon-Ho) is a lovely young man. His mother was a gisaeng and he grew up at the gibang (place where gisaeng work). He becomes the first male gisaeng in Joseon, a time when women suffered from oppression. Hae-Won (Jung So-Min) is a beautiful woman with a progressive way of thinking. They try to find true love.

Notes

Filming began December 26, 2018 and finished March 31, 2019.

Cast

Lee Joon-Ho as Heo Saek
Jung So-Min as Hae-Won
Ye Ji-Won as Nan-Seol
Choi Gwi-Hwa as Yook-Gam
Gong Myung as Yoo-Sang
Go Na-Hee as Al-Soon
Jeon No-Min as Elderly Man Heo
Lee Il-Hwa as Older Woman Hae-Won
Shin Eun-Soo as Sook-Jung
Cho Yi-Hyun as Soo-Yang
Bae Jung-Hwa as Lady Nam
Kang Seung-Hyun as Lady Yoon
Ha Jae-Suk as middle-aged Al-Soon
Kim Dong-Young as Dong-Joo

Additional Cast Members:

Ha Ji-Eun - Mi-Ryung
Min Ji-Yul - Ae-Ok
Park Jung-Won - Choon-Boon
Kong Hyun-Joo - Yoo-Jung
Baek Joo-Hee - Housemaster Yeol-Nyeo
Lee Joo-Sil - Yeol-Nyeo's godmother
Kim Woo-Hyuk - Joong-Dae
Lee Jang-Yoo - Minister of Personnel
Ji Dae-Han - Minister of Revenue
Lee Cheol-Min - Minister of Education
Ha-Min - Yoo-Sang's mother
Jung Jae-Sung - Yoo-Sang's father
Yoon Ji-Wook - Mang-Tae
Yoon Jeong-Hyuk - Go-Dol
Kim Han - Yoo-Jung's lover
Jung Yun-Shim - company owner's wife
Lee Noh-Ah - daegeum musical instrument player 2


Heo Saek (Lee Joon-Ho) adalah pria muda yang cantik. Ibunya seorang gisaeng dan dia tumbuh di gibang (tempat gisaeng bekerja). Dia menjadi gisaeng pria pertama di Joseon, saat wanita menderita penindasan. Hae-Won (Jung So-Min) adalah wanita cantik dengan cara berpikir progresif. Mereka berusaha menemukan cinta sejati.




Suatu hari ada seorang gadis muda berjalan di tengah ladang canola. Ia mencari keberadaan pelukis bernama Heo Saek. Ia bertanya pada laki-laki tua yang sedang memetik bunga canola tentang rumah pelukis itu. Laki-laki tua itu memberi petunjuk arah.

Sesampainya di rumah pelukis, gadis muda itu terkejut. Pria tua yang bertemu dengannya di jalan tak lain adalah pelukis yang ia cari. Pria itu memberinya teh berisi bunga. Lalu, si gadis bertanya tentang lukisan-lukisan yang tergantung di dinding. Yang menarik perhatiannya adalah lukisan anak laki-laki yang berada di tengah kerumunan para gisaeng. Penasaran, gadis itu pun meminta pria tua bercerita tengang lukisan itu.

Heo Saek (Lee Joon-Ho) seorang pemuda yang tinggal di gibang (rumah gisaeng). Ia lahir dan tumbuh di lingkungan gisaeng. Ia pandai melukis dan pandai merayu wanita.



Nan-Seol (Ye Ji-Won) si pemilik gibang ingin Heo Saek mengikuti ujian negara. Ia adalah pengasuh Heo Saek sejak ibu Heo Saek meninggal. Heo Saek lulus ujian negara adalah impian mendiang ibunya. Karena itu Nan Seol selalu bertindak keras pada Heo Saek. Sayangnya Heo Saek tak tertarik pada ujian negara. Kesal, Nan Seol pun memberi pelajaran pada Heo Saek dengan mengusir pemuda itu dari gibang.



Di tengah perjalanan, Heo Saek bertemu Hae-Won (Jung So-Min). Gadis yang cantik dan memiliki pemikiran berbeda. Heo Saek tertarik, namun mengabaikannya.



Berikutnya Heo Saek bertemu dengan pria telanjang di tengah hutan. Pria itu mengaku sedang menepi di gunung dan dirampok. Walau awalnya ketakutan, Heo Saek akhirnya memberi pria itu pakaiannya dan mereka makan bersama. Pria bernama Yook-Gam (Choi Gwi-Hwa) itu akhirnya dijadikan alat oleh Heo Saek untuk bisa kembali ke gibang. Ia menjadikan Yook Gam sebagai tamu.



Berhasil kembali ke gibang namun Heo Saek dan Yook Gam dihukum oleh Nan Seol. Nan Seol sedang mengalami kesulitan karena sepinya tamu. Ia pun terlilit masalah keuangan. Karena Heo Saek membuat masalah, ia pun menghukum dan mengurung pemuda itu.

Heo Saek meminta bertemu dengan Nan Seol. Ia menyadari jika ada tamu wanita yang menyamar sebagai pria untuk datang ke gibang. Lalu, ia menawarkan diri sebagai gisaeng pria yang menemani tamu wanita. Walau awalnya sempat menolak, Nan Seol akhirnya setuju. Heo Saek meminta Yook Gam untuk membagikan selebaran tentang gisaeng pria. Promosi itu berhasil dan gibang milik Nan Seol kembali ramai pengunjung. Heo Saek pun menjadi primadona dalam gibang milik bibinya itu.

Tanpa diduga, Heo Saek kembali bertemu dengan Hae Won. Ia pun baru menyadari jika ia menyukai gadis itu. Saat ia kembali menyapa gadis itu, seorang pria bangsawan bernama Yoo-Sang (Gong Myung) menyela keduanya. Yoo Sang sudah lama menyukai Hae Won.




Yap! Film ini mengisahkan tentang gisaeng pria pertama di era Joseon. Layaknya gisaeng, Heo Saek pun berias saat akan menerima tamu. Ia tak hanya menemani tamu minum, tapi juga menari dan memainkan musik. Selain itu jadi tempat curcolan para tamu juga.

Romance dan komedinya dapet. Tapi, bikin nyesek juga. Film ini membuktikan bahwa cinta sejati itu nggak harus bersama. Kalau menurut quote-nya Mbah Sujiwo Tejo, "Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa."

Cinta sejati itu bakal dibawa sampai mati. Kayak Heo Saek dan Hae Won. Cinta mereka abadi sampai udah aki-nini. Nyesek itu pas Hae Won telat tahu bahwa kata asing yang diucapkan Heo Saek artinya adalah 'aku mencintaimu', bukan 'kamu cantik sekali'. Keduanya tetap menjaga cinta di hati masing-masing walau nggak bisa bersatu.

Pada era Joseon wanita banyak menderita. Kehadiran Heo Saek adalah angin segar bagi mereka. Tapi, itu adalah aib yang dilarang hingga Hae Seok harus dihukum.

Film ini nggak hanya ceritain cinta antara laki-laki dan perempuan. Tapi, cinta antar saudara. Suka banget liat hubungan Heo Saek ama gisaeng muda Sook-Jung (Shin Eun-Soo). Keduanya menyayangi bak kakak adik walau bukan saudara kandung. Sayang nasib Sook Jung berakhir tragis.

Walau film ini tentang gisaeng, tapi nggak ada adegan vulgarnya kok! Dan ini pertama kalinya saya nonton aktingnya Junho. Keren juga aktingnya. Kekeke. Btw saya HOTTEST, tapi ini pertama kalinya nonton akting Junho. Parah ya. Heuheuheu. Padahal dulu kalau liat mukanya Junho udah ketawa aja bawaannya. Keinget seringnya dia bernasib sial di Idol Army. Tapi, di film ini beda banget. Bukan nonton Junho 2PM, tapi aktor. Heuheuheu.



Sekian ulasan saya. Mohon maaf jika ada salah kata. Terima kasih. Semoga bermanfaat dan selamat menonton.

Photo by: Hancinema.


Tempurung kura-kura, 06 Oktober 2019.
- shytUrtle -

Review bacaan dan tontonan

Review Korean Movie The Concubine (2012)

08:06

The Concubine



From Wikipedia

The Concubine (Hangul: 후궁: 제왕의 첩RR: Hugoong: Jewangui Chub; lit. "Royal Concubine: Concubine to the King") adalah film [[Korea Selatan produksi tahun 2012 bergenre drama sejarah yang disutradarai oleh Kim Dae-seung, berdasarkan skenario yang ditulis oleh Hwang Yoon-jeong, Kim Dae-seung, dan Kim Mee-jung]]. Film yang dirilis pada 6 Juni 2012, ini dibintangi oleh Jo Yeo-jeong, Kim Dong-wook, dan Kim Min-joon.

Ditetapkan pada awal Dinasti Joseon , film ini dimulai dengan selir raja sebelumnya (Park Ji-young) dalam posisi genting karena tidak memiliki ikatan darah dengan putra tirinya, raja janda yang tidak memiliki anak dan sekarang ( Jung Chan ). Dia berencana untuk menggantikannya di atas takhta dengan putranya yang patuh, Sung-won ( Kim Dong-wook ). Tidak peduli dengan rencana ibunya, sang pangeran yang pemalu jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Hwa-yeon ( Jo Yeo-jeong ), seorang putri bangsawan, yang telah menemukan cinta dengan Kwon-yoo ( Kim Min-joon ), seorang yang lahir rendah. orang biasa. Ketika ayahnya ( Ahn Suk-hwan ) harus mengirimnya ke istana kerajaan sebagai selir untuk raja, kedua kekasih itu mencoba untuk kawin lari tetapi ditangkap setelah malam pertama mereka bersama. Hwa-yeon setuju untuk memasuki istana dengan imbalan menyelamatkan nyawa Kwon-yoo.

Lima tahun kemudian, Hwa-yeon telah menjadi Ratu sejak melahirkan seorang putra. Sung-won kembali dari bepergian untuk menemui Raja setelah mendengar kesehatannya yang buruk. Dalam percakapan pribadi, hadiah Sung-won menempel pada Hwa-yeon sebagai hadiah dan pengakuan perasaannya.

Raja meninggal karena penyakit misterius, dan mantan selir itu mendudukkan putranya, Pangeran Sung-won, di atas takhta sebagai raja boneka, menyebut dirinya Bupati dan Ibu Suri dan mengambil kendali penuh atas istana. Hwa-yeon dipindahkan ke tempat tinggal yang diawasi dengan ketat, di mana dia berada di bawah pengawasan terus-menerus. Ketika ayah Hwa-yeon, seorang menteri pengadilan kerajaan, berusaha untuk membuktikan bahwa raja sebelumnya meninggal karena pembunuhan beracun, ia dan semua menteri yang tidak loyal kepada ibu suri ditangkap karena pengkhianatan.


Pemeran

Jo Yeo-jeong sebagai Shin Hwa-yeon

Kim Dong-wook sebagai Pangeran Sung-won

Kim Min-joon sebagai Kwon-yoo / Choong-young

Park Ji-young sebagai Ibu Suri ( Daebi ), ibu Sung-won

Jo Eun-ji sebagai Geum-ok, pelayan Hwa-yeon

Lee Geung-young sebagai Kepala kasim

Park Chul-min sebagai Pil-woon, kasim farmasi

Ahn Suk-hwan sebagai Shin Ik-chul, ayah Hwa-yeon

Jo Gi-wang sebagai Wakil Perdana Menteri Yoon Jong-ho

Oh Ji-hye sebagai Lady Park

Hong Kyung-yun sebagai Nyonya Kim

Park Chung-seok sebagai Seung Jeon-saek

Park Min-jeong sebagai media

Im Jong-yun sebagai Menteri Negara-Kiri Jeong

Lee Seok-gu sebagai Go Won-ik

Chae Dong-hyeon sebagai Kepala Kasim Militer

Oh Hyun Kyung sebagai Yoon Gi-hun

Jung Chan sebagai Raja

Hong Yeo-jin sebagai Suragan, wanita istana

Lee Yong-nyeo sebagai wanita tua

Kwon Byeong-gil




Penasaran film ini karena ada Kim Dong Wook sebagai salah satu pemerannya. Aktingnya di Coffee Prince menyita perhatian saya. Terlebih setelah menonton aktingnya kembali di Along With The God. Lalu secara tidak sengaja menemukan film ini dalam salah satu web tempat saya biasa menonton film. Jadilah saya tonton juga.

Oya, sebelumnya saya sempat nanya ke Kookie Noona apa udah nonton film ini. Ternyata Kookie Noona belum nonton. Walau akting Kim Dong Wook dipuji habis-habisan, tapi film ini juga menampilkan adegan seks. Sempat ragu, tapi karena sudah disimpan, ya sudah tonton saja.

Film ini memang menampilkan adegan seks yang cukup eksplisit. Bukan hanya itu, ada adegan kekerasan juga. Jadi memang tidak disarankan untuk ditonton bersama anak di bawah umur. Film ini juga mengisahkan kejamnya kehidupan di istana. Bagaimana kejam dan kotornya persaingan dalam perebutan tahta.

Kalau selama ini kita membayangkan betapa enaknya jadi raja dan ratu, film ini mematahkan pendapat kita tersebut. Ketika menjadi raja atau ratu, kita bahkan tidak berhak atas tubuh kita sendiri. Ngeri!



Berkisah tentang Pangeran Sung Won (Kim Dong Wook) yang menikmati hidup secara bebas. Suatu hari, usai berburu ia melihat seorang gadis putri bangsawan bernama Shin Hwa-yeon (Jo Yeo-jeong) dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi, sayang gadis itu sudah mempunyai tambatan hati. Seorang pemuda dari golongan rakyat jelata bernama Kwon-yoo (Kim Min-joon).




Ibu suri/Daebi (Park Ji-young) mengetahui jika Sung Won jatuh hati pada Hwa Yeon. Ia melarang Sung Won untuk berhubungan dengan gadis itu.



Hwa Yeon dan Kwon Yoo sepakat kawin lari. Tapi, keduanya tertangkap. Hwa Yeon setuju masuk istana untuk menjadi selir bagi raja dengan syarat Kwon Yoo harus diampuni. Hwa Yeon masuk istana, Kwon Yoo tidak diampuni begitu saja. Sebagai hukuman, ia pun di kebiri.

Hwa Yeon melahirkan seorang anak laki-laki. Tapi, raja sakit-sakitan dan akhirnya meninggal. Daebi menunjuk Sung Won untuk naik tahta memenuhi ambisinya. Demi keamanan tahta Sung Won, bekerja sama dengan Menteri Yoon, Daebi menghukum ayah Ratu Hwa Yeon beserta seluruh pengikutnya.

Hwa Yeon yang masih berduka harus kehilangan sang ayah. Ia pun bertemu kembali dengan Kwon Yoo yang menjadi kasim di bawah perintah Menteri Yoon. Hwa Yeon meminta bantuan Kwon Yoo namun pria itu menolak. Demi putranya, Hwa Yeon pun berjuang melawan Daebi.


Masih khas sama film saeguk kebanyakan yaitu konfliknya tentang perebutan tahta. Sung Won pun akhirnya menjadi raja boneka di bawah aturan Daebi. Selain itu, film ini juga menggambarkan betapa dahsyatnya kekuatan cinta pertama. Sung Won tidak pernah bisa move on dari Hwa Yeon. Dalam kondisi terjepit, Hwa Yeon pun memanfaatkan rasa cinta Sung Won padanya.

Jujur nonton film ini tuh kasihan sama Sung Won. Sebenarnya dia nggak ada keinginan jadi raja, tapi ibunya yang ambisius. Hwa Yeon sendiri sebenarnya hanya ingin hidup bersama kekasihnya, Kwon Yoo. Tapi, keadaan membuatnya harus berpisah dengan Kwon Yoo. Hwa Yeon pun masih punya rasa yang sama pada Kwon Yoo. Kwon Yoo sendiri yang sempat terbakar dendam hingga membiarkan ayah Hwa Yeon dihukum mati pun akhirnya mengalah pada cinta pertamanya.

Cinta segitiga dan perebutan tahta yang diracik secara apik. Masing-masing tokoh bermain secara cerdik dan licik untuk bisa bertahan hidup di dalam istana yang kejam. Film ini pun secara berani menggambarkan hubungan-hubungan rahasia yang bisa saja terjadi di istana. Contohnya, hubungan Daebi dan Menteri Yoon yang bukan hanya sekedar rekan kerja tapi juga sepasang kekasih. Rumit sekali ya. Hehehe.

Kecerdikan dan kelicikan yang bisa mengadu domba anak dan ibu. Sung Won yang lugu jadi alat bagi Daebi yang tak lain ibu kandungnya dan Hwa Yeon untuk menyelamatkan posisi masing-masing. Sung Won yang berakhir tragis dengan mati dalam pelukan cinta pertamanya, Hwa Yeon. Hwa Yeon yang cantik dan kalem tapi bisa berubah keji.

Kalau penasaran sama film yang dipuji juga dikritik secara pedas ini, silahkan ditonton sendiri. Hehehe. Sekian ulasan dari saya. Mohon maaf jika ada salah kata. Semoga bermanfaat. Terima kasih dan selamat menonton.


Photo by: Hancinema.



Tempurung kura-kura, 05 Oktober 2019.
- shytUrtle -

Review bacaan dan tontonan

Review Film Yowis Ben 2

06:00

Yowis Ben 2



From Wikipedia


Yowis Ben 2 adalah film komedi Indonesia tahun 2019 dan merupakan sekuel dari film Yowis Ben.



Usai diputus Susan (Cut Meyriska), Bayu (Bayu Skak) dihadapkan pada naiknya harga kontrakan yang membuat dia, ibunya dan Cak Jon (Arief Didu) terancam diusir. Untungnya Yowis Ben populer di Malang dan jadi satu-satunya harapan Bayu menyelesaikan persoalan keuangan. Celakanya masing-masing personil menyimpan masalah. Yayan (Tutus Thomson) menikah dengan Mia (Anggika Bolsterli); krisis keluarga Nando (Brandon Salim) karena ayahnya memutuskan menikah lagi; dan Doni (Joshua Suherman) berambisi punya pacar. Bayu memecat Cak Jon, lalu mempercayakan Yowis Ben kepada Cak Jim (Timo Scheunemann), yang mengklaim dirinya sudah membesarkan banyak artis nasional. Mereka pun hijrah ke Bandung. Tapi, kredibilitas Cak Jim mencurigakan dan Bayu juga harus meluluhkan hati bapak super galak karena dia jatuh cinta dengan Asih (Anya Geraldine), putrinya.




Pemeran

Bayu Skak sebagai Bayu

Joshua Suherman sebagai Doni

Brandon Salim sebagai Nando

Tutus Thomson sebagai Yayan

Anya Geraldine sebagai Asih

Laura Theux sebagai Marion / Mbak Bondol

Devina Aureel sebagai Stevia

Anggika Bolsterli sebagai Mia




Nonton film ini karena dulu nonton seri yang pertama dan ternyata lucu. Unik karena pakek Bahasa Jawa dan bahasa khas Malang.

Seri kedua ini masih menceritakan tentang perjuangan Bayu, Doni, Nando, dan Yayan yang tergabung dalam sebuah band bernama Yowis Ben. Pada seri kedua ini diceritakan kalau Yowis Ben udah lulus SMA. Tiba-tiba Bayu diputuskan oleh Susan yang hendak kuliah keluar negeri.

Selain putus cinta, Bayu dan keluarganya terhimpit masalah ekonomi. Bersamaan dengan itu, Cak Jon yang dipercaya sebagai manajer selalu 'gagal' dalam mencari job untuk Yowis Ben. Panggung mereka selalu kacau.

Di tengah jalan, Bayu dan Doni bertemu Marion dan Cak Jim yang kemudian menawarkan Yowis Ben untuk berkarir di Bandung. Tergiur kesuksesan yang dijanjikan Cak Jim,  Bayu pun memutuskan hubungan kerja dengan Cak Jon. Lalu, empat personel Yowis Ben berangkat ke Bandung untuk mengadu nasib. Mencari peruntungan di dunia bermusik. Sayangnya kenyataan tidak sesuai harapan dan bayangan mereka.

Di film kedua ini kehidupan pribadi personel Yowis Ben semakin dikupas dan disajikan kepada penonton. Misalnya kesulitan ekonomi yang dihadapi Bayu yang sekaligus diputusin sama Susan. Lalu, Doni yang masih ngenes karena jomblo. Nando yang kaya raya juga diuji karena papanya mau nikah lagi sama wanita cantik dan seksi. Yang paling mengejutkan si Yayan. Lulus SMA langsung nikah aja dia.

Dengan kehidupan baru dan konflik-konfliknya, masing-masing personel harus berjuang untuk Yowis Ben. Konflik nggak hanya di kehidupan pribadi, tapi juga dalam band. Bayu yang kadang angin-anginan di seri kedua ini bentrok sama Nando yang idealis dan Yayan yang agamis. Masih kayak seri pertama, Bayu juga gampang jatuh hati sama cewek cakep. Hehehe.

Kisah cinta masing-masing personel juga dibongkar dalam film kedua ini. Kalau guyonan kasar ala Malang nya tetep ada. Di film kedua ini juga menampilkan budaya Sunda karena latar cerita nggak cuman di Malang, tapi juga di Bandung.

Film ini tuh menggambarkan kehidupan kaum menengah ke bawah pada umumnya. Anak-anak muda yang punya impian dengan band mereka. Diselipi kisah asmara. Ada sedikit horor waktu Yayan nggedabyah di kuburan. Itu anak beneran indigo? Kekeke.

Film ini ringan dan menghibur. Oya, di film kedua ini banyak cameonya lho! Makin menambah keseruan film. Yang bikin saya kaget juga seneng, ada sekilas adegan di studio radio favorit saya Elfara fm. Heuheuheu. Saya pernah ke sana lho! Hiks! Jadi keinget giveaway yang belum terambil sampai sekarang. Lhoh! Kekeke.



Sekian ulasan dari saya. Mohon maaf jika ada salah kata. Semoga bermanfaat. Terima kasih dan selamat menonton.

Photo by: Google search


Tempurung kura-kura, 04 Oktober 2019.
- shytUrtle -

Search This Blog

Total Pageviews