Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy - Land #43
00:11Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy
It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.
. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle
. Rate: Serial/Straight/Fantasy/Romance.
. Cast:
- Song Hyu Ri (송휴리)
- Rosmary Magi
- Han Su Ri (한수리)
- Jung Shin Ae (정신애)
- Song Ha Mi (송하미)
- Lee Hye Rin (이혜린)
- Park Sung Rin (박선린)
- Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.
Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, di Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini?
Land #43
Selama ini Magi tak pernah mendengar L.Joe menyatakan pertanyaan atau obrolan yang mengarah pada rasa ingin tahu tentang dirinya lebih jauh. Yang ia tahu, L.Joe selalu menyayangi dan mencintainya tanpa mempermasalahkan siapa jati dirinya yang sebenarnya. Mendengar L.Joe tiba-tiba bertanya, Kamu ini sebenarnya siapa? membuat dada Magi seolah dipukul palu besar dan tiba-tiba menjadi sesak.
"Tinggal di tempat tersembunyi, sangat misterius. Apa benar kamu ini vampir?" L.Joe menambahkan. "Kabut yang mengelilingi area kastil, membuat tempat itu terlihat angker seperti makam. Dengan begitu, kamu memang terlihat seperti vampir."
Magi membentuk sebuah senyuman kaku. "Sudah kubilang aku ini vampir."
"Iya. Vampir yang sudah berevolusi dan bisa keluar di siang hari."
Magi kembali menatap laut. "Hanya aku yang bisa berevolusi. Sedang saudaraku yang lain harus tetap bersembunyi di dalam kastil. Menunggu gelap untuk bisa keluar dari tempat angker seperti makam itu."
L.Joe diam. Masih menatap Magi.
"Lebih tepatnya, aku ini penyihir. Alasan kenapa aku bisa keluar di siang hari dan membuat orang-orang kagum padaku adalah karena aku seorang penyihir. Itu semua karena sihirku. Oppa sudah mengunjungi kastil tempatku tinggal dan melihat perbedaannya kan? Bagaimana di luar dan bagaimana di dalam."
"Mm." L.Joe menganggukkan kepala. "Jadi, dirimu yang asli yang mana?"
"Nee??" Magi sampi kembali menoleh dan menatap L.Joe.
"Kamu yang seperti ini, wujud yang sama saat kamu tampil bersama Snapdragon di Cafe Golden Rod atau kamu saat di sekolah? Keduanya seperti dua sisi mata uang. Aku penasaran, mana wujudmu yang asli."
"Menurut Oppa?" Magi balik bertanya.
"Keduanya asli dan membuatku bertekuk lutut. Sepertinya kamu telah menyihirku dengan mantra ganda." L.Joe tersenyum menatap Magi.
Magi membalas senyum. Jika aku mengatakan tentang jati diriku yang sebenarnya, apa Oppa akan tetap mencintaiku seperti ini? Jika Oppa tahu bahwa aku adalah Putri Ahreum Yang Hilang, apakah Oppa akan tetap berdiri di sampingku? Jika Oppa mengetahui semua ini, apa Oppa akan tetap membiarkan jantung Oppa berdetak hanya untukku? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya berani Magi ucapkan dalam hatinya. Kemudian ia menundukkan kepala karena tak sanggup membalas tatapan tulus L.Joe.
L.Joe tersenyum, lalu kembali menatap laut. "Oh! Lihat itu!" L.Joe menunjuk laut.
Magi terkejut, mengangkat kepala dan turut menatap laut.
L.Joe mengecup pipi kanan Magi, lalu bangkit dari duduknya dan berlari menuju pantai. "Ayo tangkap aku, Nona Penyihir!" L.Joe berseru, meminta Magi mengejarnya.
Magi menggelengkan kepala, enggan bangkit dari duduknya yang nyaman.
"Kamu takut?" L.Joe memprovokasi.
"Tidak!" Magi berteriak. "Airnya terlalu dingin! Kita ke sini tidak untuk bermain air, tapi untuk melihat matahari terbenam. Jika ingin bermain air, berjanjilah untuk membawaku kembali ke sini saat musim panas tiba nanti."
L.Joe menghentikan langkahnya dan berkacak pinggang, menatap Magi yang lumayan jauh darinya. Gadis itu tetap duduk dengan nyaman. L.Joe menghela napas, menggelengkan kepala, lalu kembali berjalan menuju Magi dan duduk di samping kanan gadis itu.
"Sebentar lagi, kan?" Tanya Magi.
"Mm." L.Joe menganggukkan kepala. "Ya, nggak bisa kah kamu bersikap romantis dengan mengejarku?"
"Lebih nyaman di sini."
"Aish!"
Magi tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya di bahu L.Joe. L.Joe pun tersenyum. Keduanya duduk berdampingan menikmati indahnya senja di tepi pantai hingga matahari terbenam dan langit berubah gelap.
***
Magi turun ke lantai satu usai membersihkan diri. Ia menemukan L.Joe sedang sibuk di meja makan. Menyiapkan hidangan makan malam. Pemuda itu tersenyum ketika menyadari kehadirannya. Magi dan L.Joe makan malam dengan tenang nyaris tanpa obrolan. Usai makan malam, keduanya duduk di atas karpet tebal dan hangat di lantai dasar yang diletakkan di depan perapian.
"Kamu senang hari ini?" Tanya L.Joe memecah kebisuan.
"Mm." Magi menganggukkan kepala.
"Tapi, rasanya kurang sempurna."
Magi menoleh ke kanan dan menatap L.Joe, kemudian bertanya, "Kurang sempurna?"
"Mm. Nggak ada pesta barbeque, nggak ada kembang api, dan sebuah makan malam romantis di tepi pantai."
"Pesta barbeque dan kembang api nggak seru kalau hanya berdua. Melihat senja sore tadi adalah hal yang romantis. Sungguh aku bahagia."
"Benar juga. Kalau hanya berdua nggak seru. Baiklah! Lain kali kita pergi lagi. Bersama-sama seperti yang kamu inginkan. Lalu, kita pesta kembang api dan barbeque. Begadang semalam suntuk. Ah! Pasti menyenangkan."
Magi tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Semoga kita masih punya kesempatan." L.Joe berbaring, menyandarkan kepala di pangkuan Magi.
"Semoga kita masih punya kesempatan?" Magi memiringkan kepala. "Bukankah kesempatan itu bisa diciptakan?"
"Belakangan ini aku sedikit ketakutan tanpa sebab. Takut kita akan berpisah, takut kamu akan pergi ninggalin aku."
"Jangan berkata seperti itu. Aku nggak akan ninggalin Oppa. Aku tidak punya alasan untuk pergi. Aku pun tidak ingin pergi." Magi menelan ludah dengan susah payah. Tingkah laku dan perkataan L.Joe benar-benar aneh dan membuatnya bingung. "Kita akan tetap bersama, oke?" Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri juga L.Joe.
L.Joe tersenyum mendengarnya. "Oya!" L.Joe bergegas bangun. "Aku punya sesuatu untuk kita," ujarnya yang kemudian merogoh saku celananya. "Tara!!!" Ia menunjukkan sepasang kalung dengan liontin berbentuk lengkungan menyerupai naga bersayap.
Magi terpesona melihatnya. "Kalung... naga??"
"Mm!" L.Joe mengangguk mantap. "Lihatlah! Jika disatukan akan membentuk sebuah hati." Ia menggeser tubuhnya lebih dekat pada Magi dan menyatukan dua liontin pada dua kalung di tangannya. Seperti yang ia katakan, dua liontin yang menyatu itu membentuk satu hati atau tanda love.
"Cantik sekali." Magi memuji dengan tulus, masih menatap kagum pada liontin di tangan L.Joe.
"Ini naga jantan dan betina."
Magi menahan tawa mendengar penjelasan L.Joe.
"Wae?" L.Joe protes melihat respon Magi.
"Anee. Rasanya lucu mendengar ada kata naga jantan dan betina. Selama ini hanya ada kata naga, itu saja yang sering aku dengar."
L.Joe meringis. "Naga dengan kalung hitam untukku," sambil ia kenakan kalung berwarna hitam di lehernya. "Yang perak, untukmu." Ia memegang kalung dengan kedua tangannya dan menatap Magi.
Magi paham arti tatapan L.Joe. Ia pun menganggukkan kepala. Memberi izin pada L.Joe. L.Joe pun tersenyum dan mengalungkan kalung perak di tangannya ke leher Magi.
"Gomawo. Ini sangat cantik." Magi menyentuh liontin naga dari kalung perak yang kini menghiasi lehernya.
L.Joe merengkuh Magi ke dalam pelukannya. Mendekapnya dengan erat. "Sekarang kita adalah sepasang kekasih yang sebenarnya. Kamu milikku dan aku milikmu. Tolong diingat, selama jantungku masih berdetak, ia akan berdetak untukmu."
Magi tak berkata apa-apa, hanya membalas pelukan L.Joe dan membenamkan wajah dalam dekapan hangat kekasihnya itu. Kedekatan ini justru membuat hatinya terasa sakit. Namun, ia tak bisa membaginya dengan L.Joe sekarang.
L.Joe tersenyum dan mengecup puncak kepala Magi. Malam itu keduanya tertidur di atas karpet di depan perapian di lantai dasar.
***
Usai menghabiskan pagi terakhir di pantai, L.Joe dan Magi segera berkemas. Sebelum kembali pulang, L.Joe membawa Magi ke pasar yang berada di dekat pantai yang menjadi tujuan wisata. Pasar yang merupakan salah satu ikon dari wisata pantai tersebut lokasinya tak begitu jauh dari vila milik keluarga L.Joe. Keduanya berjalan-jalan di sana dan Magi tak membuang kesempatan untuk belanja oleh-oleh.
Magi tertarik pada gelang dengan hiasan bunga dengan bentuk simpel namun sangat cantik dan unik. Sang penjual menyambut dengan ramah ketika ia mendekat.
"Nona pasti tertarik dengan gelang ini, kan?" Sang penjual bersikap ramah dan menebak jika Magi mendekat karena gelang unik itu. "Gelang ini disebut juga dengan gelang persahabatan dan sengaja dibuat dengan tujuh warna pelangi. Sang Naga pelindung Wisteria Land." Sang penjual gencar mempromosikan dagangannya. Tanpa diminta, ia mengeluarkan tujuh buah gelang yang sebelumnya tertata rapi di dalam etalase. "Silahkan dilihat." Dengan senyum ramah ia mempersilahkan Magi melihat barang yang sedang ia tawarkan itu.
Cantik dan simpel. Magi sudah dibuat jatuh hati sejak pertama kali melihatnya. Diambilnya gelang berwarna ungu, lalu ia tiba-tiba teringat pada Hyuri. Ekspresi Magi berubah redup karena ia kembali merasakan sakit di dalam dadanya.
"Cantik sekali! Warna ungu cocok untuk Nona yang terlihat sedikit misterius." Melihat Magi termangu, si penjual kembali melancarkan serangan.
"Ah iya! Saya akan membeli ketujuh gelang itu." Magi langsung setuju membeli.
Penjual sedikit terkejut, lalu tersenyum. "Membeli satu paket warna pelangi adalah hal istimewa. Aku akan memberikan harga spesial untuk Nona."
"Terima kasih." Magi tersenyum dan meletakkan kembali gelang ungu di dekat gelang-gelang lainnya.
Magi bahagia saat dalam perjalanan pulang. L.Joe senang melihatnya. Karena sempat terjebak macet, L.Joe tiba di perempatan tempat sebelumnya ia menjemput Magi pada pukul sembilan malam. Ketika mobilnya berhenti, L.Joe melihat seorang pemuda berpakaian serba hitam berdiri di tempat Magi sebelumnya menunggu, seolah sedang menunggu kedatangannya.
"Siapa dia?" Tanya L.Joe. Ia mengkhawatirkan Magi.
"Salah satu oppa-ku. Pasti Nichkhun Oppa yang memintanya untuk menjemputku." Magi dengan nada riang.
"Oh." L.Joe lega mendengarnya. Ia mengamati Myungsoo yang berdiri diam namun kedua matanya tak lepas menatap mobil tempat ia dan Magi berada. "Aku harus turun untuk menyapa oppa-mu."
"Nggak usah!" Magi menahan L.Joe agar tak ikut turun. "Dia itu vampir yang sangat sensitif. Dia tidak terbiasa bertemu orang asing. Aku rasa akan sedikit merepotkan jika Oppa turun dan menyapanya."
"Begitu?" L.Joe memiringkan kepala.
"Turuti saja apa yang aku katakan."
"Mm. Baiklah." L.Joe menyerah.
"Terima kasih untuk semuanya. Aku pulang." Magi mengemasi barangnya dan bersiap keluar dari mobil L.Joe.
"Sampai ketemu besok di sekolah."
"Nee." Magi pun keluar dari mobil L.Joe.
Myungsoo segera mendekati Magi, membantunya membawa barang-barang. L.Joe mengamati dari dalam mobil. Setelah Magi memberinya isyarat agar pergi, L.Joe pun melajukan mobilnya dan meninggalkan perempatan.
Magi menarik senyumnya dan menurunkan tangannya yang melambai-lambai pada L.Joe sebagai tanda selamat tinggal. Magi menghadap pada Myungsoo dan berkata, "Mian. Kami terjebak macet. Pasti sudah lama menunggu."
Myungsoo menyunggingkan senyum, lalu beralih ke samping kanan Magi. Magi tersenyum tulus, lalu keduanya berjalan berdampingan untuk pulang kembali ke kastil.
***
Saat sampai di Kastil Asphodel, Magi membongkar tas berisi oleh-oleh di ruang keluarga dan langsung membagikan baju yang ia beli untuk Nichkhun, Sungjeong, Baro, dan Myungsoo. Suri yang juga berada di ruang keluarga turut antusias, tapi Magi tak memberinya baju seperti yang lain. Ia jadi sedikit kecewa. Magi tersenyum melihat perubahan mimik wajah Suri.
"Han Suri?" Suri terkejut karena Magi tiba-tiba menyebut namanya.
"Nee?" Jawab Suri kelincutan. Ia malu karena ketahuan Magi. Ia yakin ekspresinya pasti kentara sekali jika kecewa.
"Aku juga punya oleh-oleh untukmu. Hanya saja aku nggak bisa memberikannya sekarang. Bisakah kamu bersabar hingga kita berkumpul kembali?"
"Iye?" Suri bingung. "Kita berkumpul kembali?"
Bukan hanya Suri yang kebingungan. Nichkhun, Sungjeong, Baro, dan Myungsoo juga menatap Magi dengan ekspresi bingung.
"Iye." Suri akhirnya mengiyakan permintaan Magi.
"Apakah Yang Mulia mengalami kesulitan selama perjalanan?" Tanya Sungjeong.
"Anee. L.Joe Seonbaenim merawatku dengan baik. Bahkan aku bisa tidur pulas tanpa mimpi buruk. Aku sendiri terkejut karenanya."
"Yang Mulia merasa bahagia, saya rasa karena alasan itu kenangan buruk yang selalu membuat Yang Mulia mimpi buruk sejenak pergi." Nichkhun memberi tanggapan.
Magi tersenyum dan mengangguk. "Padahal aku tak sepenuhnya merasa baik saat di sana. Ada perasaan aneh. Mulai sekarang aku tidak akan bersembunyi lagi. Aku akan melawan rasa takutku dan melanjutkan perjuangan kita." Magi menatap satu per satu orang yang ada di ruang keluarga bersamanya. Satu per satu dari mereka menganggukkan kepala dan memberikan senyuman tulus pada Magi.
"Gomawo." Magi tersenyum lega dan berterima kasih dengan setulus hati.
***
Senin pagi yang sedikit hangat. Mentari bersinar cerah. Sungjeong dan Suri sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan. Sesekali mereka bercanda.
"Selamat pagi!" Baro tiba di dapur. "Hey! Tutup tirainya!" Pinta Baro sembari menuding jendela dapur. Tirai yang menutupinya sudah terlipat rapi merapat pada dinding.
"Wae? Matahari harus masuk untuk menyinari dapur kita." Protes Sungjeong.
"Oh!" Suri terkejut saat Myungsoo muncul di dapur. Buru-buru ia menutup tirai kembali demi kenyamanan Myungsoo.
"Gwaenchana!" Tahan Myungsoo saat tirai sudah tertutup separuh. "Aku akan duduk membelakangi jendela. Lagi pula sepagi ini sinar matahari belum menembus masuk kan?" Dengan kepala tertunduk Myungsoo berjalan menuju kursi yang posisinya membelakangi jendela.
Sungjeong memberi isyarat pada Suri agar tak melanjutkan menarik tirai. Dalam posisinya, tirai yang terturup separuh sudah melindungi Myungsoo dari sinar matahari. Suri menganggukkan kepala dan kembali membantu Sungjeong menyiapkan sarapan.
Nichkhun yang baru sampai di dapur pun dibuat terkejut dengan kehadiran Myungsoo. Selama ini Myungsoo tidak pernah bergabung untuk sarapan. Nichkhun tersenyum pada Myungsoo, lalu duduk bergabung di meja makan. Selesai menyiapkan hidangan, Sungjeong dan Suri duduk berdampingan. Tersisa satu kursi yang belum terisi yaitu kursi tempat Magi biasa duduk. Semua pun menunggu dalam diam.
"Oh!" Suri yang pertama kali menyadari kehadiran Magi terkejut. Membuat semua yang ada di meja makan mengangkat kepala dan mengikuti arah pandangan mata Suri. Senada dengan Suri, yang lain pun terkejut saat menatap Magi.
Magi tersenyum dan duduk di kursinya. "Kalian kenapa? Ini hanya aku." Ujarnya setelah duduk manis di kursinya.
"Yang Mulia, hari ini tidak..." Sungjeong menggerakkan kedua tangannya menirukan bagaimana Magi biasa menyentuh dua kepangan rambut oranye-nya. Hari ini Magi tidak terlihat dengan rambut oranye berkepang dua itu. "Yang Mulia?" Sungjeong masih merasa salah lihat.
"Aku tidak akan memakai wig itu lagi. Bukankah semalam aku sudah bilang aku tidak akan sembunyi lagi? Aku akan melawan rasa takutku dan tidak akan menyamar lagi. Aku tidak akan menjadi Rosemary Magi si rambut kepang oranye lagi. Mulai hari ini aku akan ke sekolah dengan wujudku yang sebenarnya. Aku rasa sebagian besar penggemar Snapdragon sudah mengetahui hal ini. Hanya saja mereka tetap bungkam karena menghargai privasiku."
Tatapan Magi terhenti pada Myungsoo. "Oh! Kim Myungsoo?" Ia terkejut melihat Myungsoo bergabung di meja makan.
Myungsoo tersenyum manis dan menundukkan kepala dengan sopan. Suri terkejut melihatnya. Senyum itu adalah senyuman manis yang tulus yang baru pertama kali ia lihat.
"Mulai hari ini saya akan bergabung untuk sarapan dan makan malam bersama." Myungsoo menegaskan.
"Syukurlah." Magi tersenyum lega.
"Tolong bagikan sarapannya." Nichkhun meminta Sungjeong membagikan menu sarapan. "Mulai hari ini mari kita menikmati setiap detik kebersamaan kita. Selagi masih ada kesempatan, mari kita manfaatkan sebaik mungkin."
Magi terkejut mendengar Nichkhun menyebut kata kesempatan. L.Joe pun berulang kali menyebutkan kata itu. Mendengarnya kembali membuat hati Magi terasa sakit.
"Kelak kalau dia," Nichkhun menuding Magi dengan ujung sumpit di tangan kanannya, "sudah dinobatkan sebagai Putri Ahreum dan naik tahta, kita tidak akan memiliki kesempatan seperti ini karena kita tidak akan diizinkan makan satu meja dengannya."
"Benar sekali! Ayo kita nikmati sarapan kita pagi ini!" Baro penuh semangat.
"Kalian adalah keluargaku. Apa pun kondisinya nanti, kita akan tetap makan seperti ini." Magi tersenyum manis.
Suri menatap Magi. Ia yakin Magi pun tersiksa karena obrolan pagi ini. Saat Magi menatapnya, ia hanya bisa tersenyum. Suri pun berharap bisa seperti ini selamanya dengan ada Hyuri bersama mereka.
***
Sepanjang perjalanan Magi terdiam. Suri yang berjalan di samping kanannya menjadi sedikit risih. Sesekali Suri melirik Magi yang untuk pertama kalinya pergi ke sekolah tanpa penyamaran. Ia yakin pasti Magi merasa gugup dengan penampilan ini. Tidak hanya penampilan Magi yang berubah pagi ini, tapi juga sikapnya. Bahkan cara berjalan Magi pun turut berubah, Suri menyimpulkan usai mengamati temannya itu dengan seksama. Magi terlihat jadi sedikit lebih angkuh. Namun langkahnya begitu mantap dan penuh percaya diri. Kepalanya tak tertunduk seperti biasa, terangkat dan lurus menatap ke depan tanpa keraguan. Bahasa tubuh yang diartikan Suri sebagai penegasan bahwa ia adalah seorang putri Wisteria Land yang sah. Sungrin yang duduk menunggu di salah satu bangku di tepi jalan menuju sekolah segera bangkit ketika melihat Magi dan Suri muncul. Ia terkejut melihat penampilan Magi yang tidak biasa.
"Kenapa begini?" Sungrin menatap Magi dari atas ke bawah. Kemudian ia beralih menatap Suri, namun gadis itu hanya mengangkat kedua bahunya dan tersenyum kaku.
"Kaja! Ini sudah siang. Kita bisa terlambat." Magi berjalan mendahului tanpa menjawab pertanyaan Sungrin.
"Ada apa sebenarnya?" Sungrin berbisik pada Suri yang berjalan di samping kanannya.
Suri menggelengkan kepala sebagai jawaban. Sungrin menghela napas pelan. Ia paham jika Suri pun tak mengerti akan apa yang sebenarnya terjadi pada Magi pagi ini.
Suri berjalan di samping kiri Magi, sedang Sungrin mengambil posisi di samping kanan Magi. Ketiganya yang berjalan memasuki gerbang sekolah segera menjadi pusat perhatian. Sukjin yang melihat ketiganya tersenyum puas. Murid-murid yang melihat ketiganya langsung terfokus pada penampilan Magi yang tidak biasa.
"Oh! Itu Rosemary Magi, kan?" Daehyun menuding trio Sungrin, Magi, dan Suri.
Sungkyu dan Junghun mengikuti arah pandangan Daehyun. "Tumben sekali? Hari ini dia ke sekolah tanpa rambut oranye kepang dua?" Sungkyu berkomentar. Junghun hanya diam memperhatikan.
"Omo! Lihat! Siapa itu?" Nana yang sedang berdiri berkumpul dengan geng Nymphs pun dibuat terkejut ketika trio Sungrin, Magi, dan Suri muncul.
"Bukankah itu Rosemary Magi?" Suzy ikut memperhatikan. "Siapa lagi kalau bukan Rosemary Magi jika ia bersama Han Suri? Kudengar Park Sungrin menggantikan Song Hyuri."
"Bagaimana dia bisa berubah menjadi begitu cantik setelah akhir pekan berlalu?" Bora keheranan.
Hyerin menyunggingkan senyum di wajah ayunya. "Itu penampilan Magi yang sebenarnya," ujarnya. Komentar Hyerin membuat ketiga sahabatnya terkejut.
"Yang benar?"
"Kamu tahu?"
Nana dan Suzy berurutan.
"Lupakan saja!" Hyerin malas membahas hal itu.
"Kau itu! Selalu saja begitu!" Nana kesal dibuatnya.
"Wah! Itu Rosemary Magi, kan?" Taemin tersenyum, menatap kagum pada Magi yang berjalan bersama Suri dan Sungrin.
"Apa dia Cinderella? Berubah dalam waktu satu malam. Oh, dia berubah setelah akhir pekan berlalu. Wow! Bagaimana bisa? Pasti ada seorang Ibu Peri yang membantunya." Kevin tak kalah terkagum-kagum.
"Ibu Peri yang merasa iba pada itik buruk rupa. Tidak mungkin operasi plastik sukses hanya dalam waktu dua hari, kan? Atau itu hanya efek make up?" Kwanghee menimpali dengan nada tak suka.
"Kwanghee, kamu iri ya pada Magi? Karena dia berhasil mendapatkan L.Joe?" Goda Ren.
"Mwo?!!" Kwanghee melotot pada Ren dan disambut tawa ketiga rekannya.
Suri, Magi, dan Sungrin tiba di kelas mereka. Sama seperti murid yang lain, Seungho dan Jonghwan juga terkejut melihat perubahan Magi.
"Ya, Magi!" Seungho buru-buru mendekati Magi. "Kenapa tiba-tiba mengubah penampilan? Kamu ingin menarik perhatian seluruh laki-laki di sekolah ini?"
"Ya!" Jonghwan memukul pelan lengan Seungho yang segera tertawa meringis.
Magi tersenyum melihat tingkah kedua teman lelakinya itu. "Ini juga aku. Lagi pula belakangan ini banyak yang bertanya, kau ini sebenarnya siapa? Aku lelah dan kurasa lebih baik seperti ini. Membuka topeng dan menunjukkan diriku yang sebenarnya."
"Syukurlah." Jonghwan tersenyum lega.
Magi menatap Seungho dengan ekspresi serius. "Ya, Seungho-ya! Perlu kamu ketahui, aku nggak tertarik lagi dengan murid laki-laki di sekolah ini, karena aku sudah punya L.Joe Seonbaenim. Apa kamu lupa akan hal itu?"
"Aigoo." Seungho menggelengkan kepala.
"Tapi, kamu dan Jonghwan tetap teman terbaikku!" Magi menunjukkan dua jempolnya.
"Hanya teman?" Jonghwan menyela. Suri langsung menatapnya. "Kupikir kita ini sahabat." Imbuhnya.
"Aigoo." Seungho gantian menatap Jonghwan dengan menggelengkan kepala.
"Kupikir tak ada yang mau jadi sahabatku." Magi berjalan menuju bangkunya.
Jonghwan tersenyum sembari berdiri dekat di samping Suri. "Kriteria jadi sahabatnya sulit sekali ya?" Bisiknya.
Suri membalas senyum dan menjawab, "Nggak juga."
Mereka pun menuju bangku masing-masing dan duduk.
***
Shin Ae berdiri di atap gedung sekolah dan memperhatikan murid-murid yang sedang menghabiskan waktu istirahat mereka. Ada yang bermain basket di lapangan basket, bermain sepak bola di lapangan sepak bola, dan ada yang hanya duduk-duduk saja di halaman sekolah. Senyum tipis terkembang di wajah dingin Shin Ae. Melihat murid-murid itu seolah mereka tak memiliki beban, hidup santai dan dipenuhi canda tawa.
Tatapan Shin Ae terhenti pada Magi yang sedang berjalan sendirian sembari memeluk sebuah buku. Pagi tadi gadis itu membuat sekolah heboh dengan penampilan barunya. Hingga tiba waktu istirahat gadis itu masih menjadi pusat perhatian. Shin Ae merasa aneh karena melihat Magi sendirian, tanpa ditemani Suri, Sungrin, Seungho, atau Jonghwan.
Shin Ae teringat kejadian semalam, saat L.Joe tiba-tiba menemuinya dan menyerahkan sebuah kotak merah padanya. L.Joe mengatakan kotak merah itu milik Magi dan Magi lah yang meminta L.Joe untuk memberikan kotak itu padanya. Magi berpesan Shin Ae harus menjaga kotak merah itu hingga Magi memintanya kembali.
"Apa maksudnya? Lalu, apa isi dari kotak merah itu?" Shin Ae bergumam.
"Apa dia itu Cinderella?" Suara yang terdengar tak asing itu mengganggu keheningan yang sedang dinikmati Shin Ae. Geunsuk tiba-tiba sudah berdiri di samping kanan Shin Ae, turut memperhatikan murid-murid yang sedang menghabiskan waktu istirahat di bawah sana.
"Pagi ini dia muncul dengan penampilan barunya dan membuat kehebohan. Seperti Cinderella yang berubah dalam satu malam." Geunsuk mengulangi komentarnya. "Memperhatikan gadis itu, dia memiliki aura yang berbeda. Sangat misterius. Kadang aku sampai terlalu jauh berpikir, di antara Trio Mae Hwa, jangan-jangan dia lah Putri Ahreum yang sebenarnya."
Shin Ae terkejut mendengar pendapat Geunsuk. Namun seperti sebelumnya, ia pandai berakting dengan bersikap biasa saja. Walau tahu gadis yang dimaksud Geunsuk adalah Magi, Shin Ae tetap bertanya, "Gadis itu? Siapa yang kau maksud?"
"Kamu nggak tahu? Gadis yang penampilan berubah drastis pagi ini dan membuat sekolah heboh! Kamu benar nggak tahu itu siapa? Nggak mungkin kalau kamu nggak tahu karena mayoritas murid heboh baik itu laki-laki atau perempuan. Terlebih dia adalah pacar dari teman dekatmu, L.Joe. Entah apa yang ia pikirkan atau apa yang ia rencanakan. Setelah akhir pekan berlalu, dia tiba-tiba muncul dengan penampilan mengejutkan seperti itu. Menurutku tindakannya terlalu mencolok. Apa dia memang ingin menjadi pusat perhatian di awal minggu?"
"Nggak juga." Shin Ae menanggapi ocehan Geunsuk.
"Nggak juga??" Geunsuk sampai mengubah posisinya menjadi menghadap pada Shin Ae. "Apa maksudnya dengan nggak juga?"
"Itu penampilannya yang sebenarnya. Kamu nggak tahu kalau dia artis terkenal dari Cafe Golden Rod? Dia adalah anggota termuda dari Snapdragon. Band wanita terkenal yang selalu mengisi panggung Cafe Golden Rod. Mungkin dia lelah dengan penampilan samarannya yang selalu membuatnya diolok. Karenanya ia membuka topeng dan menunjukkan jati dirinya. Hidup dalam penyamaran dan harus selalu berpura-pura tidaklah menyenangkan. Sangat tidak nyaman. Aku rasa kamu paham akan hal itu."
"Ya. Kamu benar. Tapi, kenapa baru sekarang? Apa L.Joe juga turut diolok karena berpacaran dengannya, lalu dia kasihan pada L.Joe dan sengaja membuka topengnya hari ini? Aku dengar dia sempat dipanggil ke ruang Tata Tertib karena hal ini."
"Apa pun itu, inilah yang dia inginkan. Itu pilihannya dan aku sangat menghargai hal itu. Setiap individu punya hak untuk memilih apa pun itu yang ia inginkan dalam hidupnya."
Geunsuk terdiam selama beberapa detik. "Aku pikir ini cukup menarik. Jika aku jadi kamu, aku akan mengorek informasi dari L.Joe tentang gadis itu. Karena dia adalah salah satu dari Trio Mae Hwa. Tindakan yang tiba-tiba mengubah penampilan hingga menyita perhatian sangat tidak alami."
"Aku tidak akan memanfaatkan sahabatku untuk mempermulus misi yang harus kita emban."
Geunsuk menghela napas. "Padahal aku yakin L.Joe akan dengan senang hati membantu jika itu berhubungan dengan keselamatan pacarnya."
"Jika itu yang kamu inginkan, lakukan saja maumu. Aku nggak mau terlibat." Shin Ae pergi, meninggalkan Geunsuk di atap.
"Aish!" Geunsuk mengacak rambutnya.
***
Magi, Suri, dan Sungrin duduk menikmati makan siang di kantin bersama Seungho dan Jonghwan. L.Joe membawa nampan berisi menu makan siangnya, ia celingukkan mencari kursi kosong dan menemukan satu kursi kosong yang ada di meja tempat Magi dan teman-temannya makan. L.Joe telah mengetahui perubahan penampilan Magi hari ini karena kehebohan teman-temannya. Namun ia belum bertemu langsung. Melihat ada kursi kosong tepat di hadapan Magi, L.Joe pun tak menyia-nyiakan hal itu.
"Annyeong. Boleh aku duduk di sini?" L.Joe menyapa sekaligus meminta izin untuk bergabung.
Magi dan teman-temannya menghentikan aktivitas makan dan kompak menatap L.Joe. Menerima tatapan dari lima pasang mata sekaligus, L.Joe pun tersenyum.
"Oh! Seonbaenim!" Seungho yang pertama kali menyadari jika yang berdiri dan meminta izin untuk bergabung adalah L.Joe. "Tentu saja! Silahkan!" Demi kesopanan Seungho berdiri saat mempersilahkan L.Joe untuk duduk bergabung.
"Gomawo." L.Joe pun duduk di kursi kosong berhadapan dengan Magi yang duduk di seberang meja.
Suasana berubah jadi sedikit canggung setelah L.Joe bergabung. "Tolong bersikap biasa saja. Jangan sungkan. Aku memilih kursi ini karena kosong dan paling dekat dari jangkauanku." L.Joe berusaha membuat teman-teman Magi merasa nyaman dengan kehadirannya.
"Tadinya kupikir karena di sini ada Magi." Lagi-lagi Seungho yang memberi respon.
"Itu alasan utamnya." L.Joe membenarkan tuduhan Seungho.
"Aigoo! Lihatlah sepasang kekasih yang sedang kasmaran ini." Seungho kembali menggoda.
L.Joe tersenyum. Semua kembali fokus pada makanan masing-masing. Sesekali L.Joe menatap Magi yang tertunduk dan fokus menikmati hidangan di hadapannya sejak ia bergabung.
Shin Ae yang baru selesai mengambil makan menemukan L.Joe sudah duduk bersama Magi dan tidak ada kursi kosong di meja itu. Ia pun mencari meja lain. Beruntung ada satu meja yang tak berpenghuni. Shin Ae memilih untuk makan siang di sana. Ia sudah terbiasa dengan kesendirian. Makan siang sendiri pun tak jadi masalah baginya.
Hyerin meletakkan nampan di atas meja dan duduk di kursi seberang, berhadapan dengan Shin Ae. Shin Ae tak terkejut melihat Hyerin tiba-tiba bergabung dan tetap menikmati hidangan di hadapannya.
"Tumben sendirian? Ah! Itu karena L.Joe bergabung dengan Trio Mae Hwa ya." Sapa Hyerin sembari bersiap untuk makan.
Shin Ae memilih bungkam dan melanjutkan makan.
"Rasanya aneh melihatmu tanpa ditemani L Joe." Hyerin melanjutkan.
"Lebih aneh lagi melihatmu tanpa ditemani anggota Nymphs yang lain." Shin Ae akhirnya buka suara.
"Hari ini aku ingin makan cepat dan kebetulan semua meja penuh. Karena dia berubah secara tiba-tiba, sepertinya banyak yang penasaran dan ingin menjadi dekat dengannya. Aku rasa temanmu harus mulai waspada dari sekarang."
"Magi bukan tipikal gadis yang mudah tergoda."
"Entah apa yang ada dalam pikirannya. Padahal dia sedang diawasi."
Shin Ae melanjutkan makan. Seolah-olah tak mendengar apa yang baru saja dikatakan Hyerin.
***
"Kenapa hari ini ke sekolah dengan dandanan seperti ini?" Tanya L.Joe yang sedang berjalan menemani Magi menuju perpustakaan usai makan siang.
"Hanya ingin saja. Oppa nggak suka?"
"Bukan begitu. Aku pun terkejut karena tiba-tiba saja kamu berubah. Bahkan kemarin sama sekali nggak membahas tentang hal ini. Bukannya aku tidak setuju, tapi—"
Magi tiba-tiba tertawa geli. Membuat L.Joe bingung. "Jangan khawatir. Semua baik-baik saja. Semua pasti akan baik-baik saja. Aku begini karena aku ingin. Aku ingin membuka topeng yang selama ini aku pakai. Itu saja. Selama ini terlalu banyak pertanyaan tentang siapa aku ini. Aku jadi sedikit lelah dan memutuskan untuk membuka topengku."
L.Joe terkejut mendengar penjelasan Magi. Ia termasuk salah satu orang yang bertanya tentang hal itu pada Magi. Sejenak L.Joe dirundung rasa bersalah. "Maaf. Karena aku salah satu yang bertanya padamu tentang hal itu."
"Nggak papa." Magi tersenyum tulus. "Selama ini pasti cukup sulit bagi Oppa karena berpacaran denganku. Si itik yang buruk rupa. Dengan begini aku ingin menjadi kebanggaan bagi Oppa. Mereka yang mengolok Oppa, sekarang pasti menyesali ucapan mereka. Aku merasa bangga, bahagia, dan aman karena ada Oppa di sisiku. Tapi, jika Oppa nggak suka aku berpenampilan begini, aku bisa kembali menjadi Magi si rambut oranye berkepang dua."
L.Joe tersenyum mendengarnya. "Kamu selalu menjadi kebanggaanku bagaimanapun kamu berpenampilan. Hanya saja aku cemburu melihat bagaimana murid-murid lain menatapmu sekarang."
"Bagaimanapun mereka menatapku atau bahkan berusaha mendekatiku, mereka tidak mempunyai harapan lagi. Karena aku adalah milik L.Joe."
L.Joe tersipu mendengarnya. "Kamu benar, nggak usah pakai topeng lagi. Terlebih jika begini membuatmu lebih nyaman. Karena kamu sudah menjadi milikku, berjanjilah untuk nggak melirik pria lain. Terutama pria yang lebih tinggi dariku."
Magi cemberut mendengarnya. Karena dulu ia pernah menolak L.Joe dengan alasan menyukai pria yang tinggi.
Junki yang sedang memperhatikan Magi dan L.Joe tersenyum. Sejak Hyuri dibawa ke istana, ia jadi lebih sering memperhatikan Suri dan Magi. Duo Mae Hwa yang tersisa di Hwaseong Academy. Walau ia tidak bisa berbuat banyak, Junki ingin memastikan agar Suri dan Magi tetap aman di sekolah. Ia pun terkejut melihat perubahan Magi pagi ini.
Shi Hoo yang juga memperhatikan L.Joe dan Magi menatap keduanya dengan penuh kecurigaan.
***
0 comments