AWAKE "Rigel Story" - Bab XI
04:47
AWAKE - Rigel Story
Bab XI
Setelah MPLS dan pentas seni
digelar, proses belajar mengajar tahun ajaran baru pun dimulai di SMA Horison.
Rutinitas harian khas sekolah pada umumnya. Interaksi antar murid pun terjalin
semakin baik. Senior dan junior membaur dan tak jarang saling mengakrabkan
diri.
Rigel masih menjadi pusat perhatian
bagi fans mereka, Orion. Tak jarang adik kelas Rigel bertingkah untuk mendapat
perhatian khusus dari Rue, Dio, Byungjae, atau Hanjoo. Bahkan ada yang nekat
pura-pura kesurupan demi mendapat perhatian Rue. Karena hal itu, jika ada
laporan kesurupan, Rue sering tak terburu-buru menanggapinya. Ia kapok dikerjai
junior yang pura-pura kesurupan.
Rue sedang duduk di perpustakaan
ketika Byungjae datang menghampirinya dengan napas terengah-engah. Rue meminta
Byungjae tenang dan menjelaskan apa yang terjadi.
Sembari mengatur napasnya yang
terengah-engah, Byungjae mulai bicara. “Yano…”
“Yano?”
“Yano…”
“Yano? Kenapa?”
“Dia di UKS.”
Mata bulat Rue melebar mendengar apa
yang disampaikan Byungjae di sela napasnya yang terengah-engah.
“Kesurupan.”
Serta merta Rue bangkit dari
duduknya, meninggalkan buku yang ia baca tetap terbuka di atas meja. Ia
bergegas keluar perpustakaan, lalu berlari menuju ruang UKS.
Byungjae yang kelelahan usai
berputar-putar mengelilingi sekolah demi mencari Rue pun bergegas menyusul
langkah Rue yang terburu-buru.
Saat Rue tiba di UKS, ada beberapa
murid di dalamnya. Termasuk Hanjoo dan Dio yang turut memegangi Yano yang
terbaring di salah satu ranjang dan meronta-ronta.
Hongjoon yang juga berada di dalam
ruang UKS tersenyum kecil saat melihat Rue datang. Tapi, gadis itu melewatinya
begitu saja. Rue langsung menuju ranjang tempat Yano terbaring. Ekspresi Rue
terlihat cemas. Membuat Hongjoon yang memperhatikannya mengerutkan kening.
Rue sampai di ranjang Yano. Ia
memperhatikan adik kelasnya yang sedang berada dalam kendali makhluk astral.
Hanjoo dan Dio memegangi tangan kanan Yano. Sedang Esya dan Axton membantu
dengan memegangi tangan kiri Yano. Ada dua siswa anggota PMR yang masing-masing
memegangi kaki kanan dan kaki kiri Yano. Yano meraung-raung, berusaha lepas
dari murid-murid yang menahan tubuhnya.
Byungjae tiba di UKS dan berdiri di
samping kanan Rue. “Pingsan di kelas. Saat tiba di pintu UKS, dia tiba-tiba
tersadar, berdiri, lalu berteriak. Baru aku sadar jika dia kesurupan.” Karena
ia yang piket UKS, Byungjae pun tahu kronologi kesurupan yang di alami Yano.
Rue mengamati sekeliling ruang UKS
dengan cepat. Lalu, ia kembali menatap Yano. Ia pun bergerak mendekati Esya
yang memegang tangan kiri Yano. Esya menggeser posisinya, memberi ruang untuk
Rue.
“Salam. Maaf, Anda siapa?” Rue
mencoba membangun komunikasi dengan makhluk astral yang merasuki raga Yano.
Makhluk dalam tubuh Yano mengerang.
Hanjoo dan Dio kompak menatap Rue. Begitu juga Esya, Axton, dan dua siswa yang
turut memegangi Yano.
Rue mengerutkan kening. Ia melihat
Goong mengintip dari pintu penghubung ruang rawat dan ruang jaga. Kau tahu dia siapa? Ia bertanya pada
Goong.
Goong menggeleng, lalu menghilang.
Rue menghela napas panjang. “Tolong
keluar dari tubuh anak ini.”
Yano tertawa. Tawa lantang yang
membuat orang-orang di sekitarnya bergidik ngeri. “Kau pikir kau hebat?” Yano
pun bersuara. Namun, suaranya serak dan berat.
Kening Rue berkerut semakin dalam. “Saya
tidak merasa hebat. Tapi, saya tidak bisa diam melihat siapapun Anda yang telah
membuat anak ini tersiksa. Tolong pergi dari tubuh anak ini.”
Yano menggeram. Lalu, berusaha
bangkit. Rue meminta teman-temannya melepas Yano. Yano pun duduk dan kembali
menggeram. “Aku peringatkan kalian! Aku akan menghancurkan semua tatanan yang
ada di sini! Membuat kalian manusia-manusia yang sombong tunduk!” Dengan mata
terpejam, Yano berbicara. Melontarkan ancaman.
“Tidak semua manusia sombong. Jika
Anda bertindak demikian, apa bedanya Anda dengan manusia-manusia sombong itu?” Rue
menanggapi.
Yano menggeram, lalu tersenyum
sinis. “Tempat ini akan aku kuasai! Semua yang ada di sini akan tunduk padaku!
Termasuk kalian manusia-manusia sombong!”
“Semua makhluk diwajibkan hanya
tunduk kepada Tuhan. Bukan kepada sesama makhluk. Terlebih makhluk seperti
Anda.”
“Nantang aku, kamu?!” Yano
membusungkan dada. Membuat Esya dan Axton reflek mundur menjauhi ranjang.
“Tidak. Bukankah Anda yang memulai?”
“Aku siksa anak ini!”
“Kalau Anda berani saya pun tidak
akan tinggal diam.” Rue menempelkan jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanannya ke tengkuk Yano.
“Aaa! Panas! Panas!” Yano menjerit.
Merintih kesakitan. “Aduh! Aduh! Panas!”
Rue tak menarik kedua jarinya yang
menempel pada tengkuk Yano. Ia berkonsentrasi dan terus membaca mantra.
“Panas! Panas!”
“Keluar dari tubuh anak ini!”
“Panas! Berani kau ya melawanku!
Panas! Aduh!”
“Bukan saya yang memulai. Cepat
keluar dari tubuh anak ini!” Suara Rue meninggi.
Hongjoon yang terpana melihat aksi
Rue sampai terkejut.
“Iya! Iya aku keluar! Panas!
Hentikan!”
“Cepat keluar!”
Yano menjerit lalu terjatuh tak
sadarkan diri. Semua yang berada di ruang UKS tercenung menatap Yano yang jatuh
terbaring kemudian tak bergerak.
Rue yang pertama bergerak untuk
menyamankan posisi Yano. Ia pun segera menetralisir tubuh Yano, membersihkan
sisa energi makhluk astral yang menempel.
“Butuh air doa kah?” Tanya Byungjae.
Rue mengangguk. Byungjae bergegas menuju ruang jaga untuk mengambil persediaan
air doa.
“Kalau dia sadar, kasih minum air
doa.” Ujar Rue setelah selesai menetralisir tubuh Yano. Ia pun meninggalkan
ruang UKS tanpa berpamitan.
Hanjoo dan Dio saling melempar
pandangan. Kemudian, Hanjoo menyusul langkah Rue.
Hongjoon menatap Rue yang kembali
melewatinya begitu saja. Ia terus memperhatikan gadis itu hingga menghilang
dari jangkauan pandangnya.
“Lho! Rue ke mana?” Byungjae kembali
dari ruang jaga dengan membawa satu gelas di tangan kanannya.
“Tunggu dia sadar sini!” Dio meminta
Byungjae mendekat.
Dengan ekspresi bingung, Byungjae
pun mendekat pada Dio yang menunggu Yano sadar.
***
Rue berjalan cepat, kepalanya
tertunduk. Hanjoo berusaha mengejarnya. Berlari kecil untuk bisa mencapai Rue.
Murid-murid memperhatikan keduanya. Beberapa dari mereka saling berbisik,
mengomentari tingkah Rue dan Hanjoo.
Pearl, Ruby, dan Linde yang baru
kembali dari kantin melihat Rue yang melintas cepat di hadapan ketiganya. Tak
lama kemudian Hanjoo muncul dan melewati ketiganya.
“Mereka kenapa? Berantem?” Ruby
mengomentari tingkah Rue dan Hanjoo.
“Entahlah. Tapi, baru kali ini aku liat
Rue dan Hanjoo kayak gitu.” Pearl mengerutkan kening.
“Iya. Kali ini katanya beneran
kesurupan.” Suara seorang siswi itu menyita perhatian Pearl, Ruby, dan Linde.
Ketiganya pun segera menyimak.
“Tadi aku mengintip dari luar, aku
dengar Yano berteriak. Lalu, mengancam akan merusak tatanan dan membuat
siapapun yang berada di sini tunduk. Ngeri banget kan.”
“Maksudnya apa ya? Trus, Kak Rue
kenapa tiba-tiba keluar gitu dari ruang UKS?”
“Itu dia. Aku juga penasaran. Tapi,
nggak sopan juga kalau kita buntuti dia kan?”
Dua siswi itu melintas di depan
Pearl, Ruby, dan Linde. Keduanya tak menyapa ketiga senior mereka.
“Ada siswa kesurupan?” Tanya Linde
setelah menjawab sapaan dua juniornya.
“Iya, Kak. Teman sekelas kami.
Namanya Yano.” Jawab siswi berambut hitam panjang.
“Yano?” Gumam Pearl.
“Yano yang waktu itu sempat heboh
dibicarakan karena Rue menyapanya di hari pertama sekolah efektif ya?” Ruby
masih mengingat tentang pertemuan Rue dan Yano di depan ruang UKS.
“Iya, Kak. Kami permisi ke kantin.”
Pearl, Ruby, dan Linde kembali
berjalan.
“Jadi, kali ini kesurupan beneran?
Bukan pura-pura? Trus, apa maksudnya ancaman tadi ya?” Ruby penasaran pada
obrolan dua juniornya.
“Maksudnya makhluk yang merasuki
Yano itu yang mengancam? Aku jadi penasaran juga.” Linde pun sama.
“Kalian merasa nggak sih kalau sikap
Rue ke Yano itu beda?” Pearl mengajukan pertanyaan berbeda.
“Beda gimana?” Ruby balik bertanya.
“Aku merasa beda aja gitu. Mereka
ada hubungan apa ya?” Pearl memiringkan kepala.
“Perasaanmu aja kali. Aku ngeri
denger soal ancaman tadi. Makhluk astral mulai berontak pada Rue? Kan mau
pemilihan ketua Dewan Senior. Beneran nggak sih Rue bikin perjanjian sama
mereka? Makanya selama periode kepemimpinan Rue, sekolah aman aja.”
“Aku juga penasaran soal itu.” Linde
kembali sependapat dengan Ruby.
“Rue ikutan nyalon buat periode
berikutnya. Kalian bakalan saingan lagi. Trus, tiba-tiba ada ancaman itu. Kok
aku ngeri sendiri ya.” Ruby mengusuk kedua lengannya sendiri.
“Iya ya. Merusak tatanan dan membuat
siapapun tunduk. Apa itu artinya dia juga akan membuat kita tunduk?” Linde juga
dibuat bergidik ngeri.
Pearl tersenyum, kemudian merangkul
Ruby dan Linde yang berjalan di samping kanan dan kirinya. “Tenang aja. Kita
kan murid VIP. Jadi, kita akan baik-baik aja.”
“Emang ada gitu?” Ruby meragukan
pernyataan Pearl.
“Ada dong!” Pearl percaya diri.
“Gimana caranya?”
“Iya. Gimana bisa kita jadi murid
VIP?” Linde ikut bertanya.
“Di atas langit masih ada langit.
Mereka bilang Rue hebat. Tapi, pasti ada yang lebih hebat dari dia. Kalau kita
nggak bisa ngandalin Rue lagi, ya kita cari yang lebih hebat dari dia.”
Ruby memiringkan kepala. “Aku nggak
ngerti deh.”
“Kalian tenang aja. Aku jamin kita
bertiga aman.” Pearl tersenyum riang. Berjalan dengan masih merangkul kedua
teman satu gengnya.
***
“Rue!” Hanjoo menarik tangan Rue.
Membuat gadis itu menghentikan langkahnya. Keduanya sampai di taman belakang
sekolah.
Rue bertahan memunggungi Hanjoo.
Sedang Hanjoo berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah. Perlahan Hanjoo
melepas pegangannya pada tangan kanan Rue.
“Kamu jalannya cepet juga.
Ngos-ngosan aku ngejar.” Ujar Hanjoo. Ia mengamati punggung Rue. Sambil
menebak-nebak apa yang sedang Rue pikirkan dan rasakan.
“Kamu… baik aja kan? Rue?” Dengan
hati-hati Hanjoo bertanya. Namun, Rur bergeming.
Hanjoo menjilat bibirnya yang
kering. “Aku nggak tahu apa yang kamu rasain dan pikirin sekarang. Tapi, aku
tahu ekspresi kamu, bahasa tubuh kamu berbeda sejak kamu masuk ke UKS. Aku yakin
itu pasti karena Yano, kan?”
Rue bergeming.
Hanjoo menelan ludah. Ia sudah
berhati-hati dalam berbicara. Ia takut Rue akan tersinggung atau salah paham
padanya. “Apa kamu merasa bersalah karena Yano kesurupan? Rue, kalau itu yang
kamu rasain, bodoh tau nggak sih!”
Rue masih diam dalam posisinya.
“Bukan salah kamu, Yano kesurupan.
Setahuku, kesurupan itu kesalahan personal. Maksudku, mungkin Yano melamun di
kelas? Atau, cakra di tubuhnya emang udah bolong. Karena itu dia kesurupan. Apa
kamu pikir ini ada hubungannya sama kamu? Sama sekali nggak!
“Atau bisa juga teman sekelasnya
yang salah. Tapi, tetap saja balik ke personalnya. Yano melamun dan kesurupan.
Semua nggak ada hubungannya sama kamu!”
Hanjoo diam dan memperhatikan
punggung Rue. Ia sudah berbicara panjang lebar, tapi Rue tetap bungkam. Mulut
Hanjoo terbuka, hendak berbicara, namun urung karena ia melihat tubuh Rue
bergerak.
Rue bergerak pelan, berjalan mundur
hingga sejajar dengan Hanjoo.
Hanjoo mengerjapkan kedua matanya
ketika Rue sampai di sampingnya. Ia terkejut melihat ekspresi Rue. Wajah
sahabatnya itu menunjukkan ekspresi terkejut juga takut.
“Rue? Kamu baik saja?” Tanya Hanjoo
berbisik. Ia pun mengikuti arah pandangan mata Rue yang menatap pohon maha
besar di pojok taman belakang sekolah.
“Apa-apaan ini?” Rue berbisik lirih.
Hanjoo pun menaruh perhatian pada
Rue. “Kenapa?”
Rue kembali diam. Terus menatap
pohon maha besar di pojok taman belakang sekolah. Ekspresi kaget dan takut itu
masih menghiasi wajah ayunya.
***
0 comments