AWAKE "Rigel Story" - Bab X
05:27
AWAKE - Rigel Story
Bab X
Panitia pentas seni memanggil Rue,
Dio, Byungjae, dan Hanjoo untuk pengambilan hadiah. Keempatnya tertegun melihat
tumpukan hadiah pada meja yang dikhususkan untuk mereka. Tumpukan hadiah dalam
berbagai ukuran itu yang pertama kali mereka dapatkan di sekolah.
“Kalian yakin ini untuk kita?” Dio
berkacak pinggang mengamati tumpukan hadiah di hadapannya.
“Panitia bilang meja ini khusus
untuk Rigel. Bagaimana kau bisa meragukan kebaikan Orion untuk kita?” Byungjae
berjalan mengitari meja kotak yang masih berada di dalam aula.
“Nggak gitu, hanya saja ini tuh
kayak nggak nyata. Segininya perhatian mereka ke kita?”
“Gimana kita bawa ini pulang? Kita
nggak tahu yang mana untukku dan untuk kalian.” Byungjae berhenti setelah
mengitari meja sebanyak dua kali.
Suasana sejenak berubah hening. Rue,
Dio, Byungjae, dan Hanjoo sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Bagaimana kalau kita bawa pulang ke
markas saja?” Byungjae yang mendapatkan solusi langsung mengutarakannya. Ia
lalu menatap Rue, diikuti Dio dan Hanjoo.
Rue yang mendapat serangan mendadak
itu menurunkan kedua tangannya yang terlipat di dada. Ia menatap Byungjae, Dio,
dan Hanjoo. Lalu, mendesah pelan.
Beruntung Nath memberi tumpangan,
hingga Rue bisa dengan mudah membawa hadiah pemberian Orion. Bagasi mobil sedan
milik ayah Nath penuh. Di kursi belakang, Hanjoo, Rue, Dio, dan Byungjae duduk
berdesakan. Mereka juga membawa hadiah di pangkuan. Di kursi depan, Nath juga
membawa beberapa hadiah.
“Dari semua ini, apa ada hadiah
untukku ya?” Celetuk Nath dari kursi depan.
“Kita akan tahu saat kita membukanya
nanti. Apa kau akan tinggal?” Tanya Byungjae.
“Inginnya begitu. Tapi, sayang tidak
bisa.” Nath menyesal karena tidak bisa bergabung bersama Rigel.
“Sayang sekali. Padahal akhir pekan.
Tapi, nanti kalau ada hadiah untukmu, pasti kami sisihkan.”
“Terima kasih, Byungjae.”
“Kami yang seharusnya berterima
kasih karena diberi tumpangan. Padahal arah kita kan berlawanan.”
“Kau lupa jika aku juga member
Rigel?”
“Hehehe. Iya. Member bayangan.
Misterius sekali.”
Lima belas menit perjalanan, mobil
Nath akhirnya sampai di kediaman Rue. Nath tak turun dari mobil, tapi sopir
pribadinya turut membantu mengangkut hadiah untuk dibawa ke tempat tinggal Rue
yang berada di lantai dua.
Rue tinggal di rumah milik kakeknya.
Sejak ada keluarga jauh yang menumpang tinggal, Kakek Rue sengaja membangun
sebuah rooftop untuk Rue. Mendiang
Kakek Rue tahu jika cucu semata wayangnya itu tidak bisa berbagi dengan orang
asing. Setelah kakeknya meninggal dunia, kerabat jauh itu tetap tinggal di
lantai dasar.
Rue tak begitu mempedulikannya.
Karena untuk sampai pada rooftop,
mendiang kakeknya membangun sebuah tangga di luar rumah. Sedang dari dalam
rumah tidak ada akses untuk bisa sampai ke rooftop tempat Rue tinggal. Walau
masih berstatus saudara jauh, Rue hampir tidak pernah berkomunikasi dengan
orang-orang yang tinggal di lantai dasar.
Byungjae, Hanjoo, dan Dio tinggal di
rooftop Rue setelah selesai membawa
semua kado. Nath sudah pergi. Byungjae langsung sibuk dengan hadiah-hadiah
pemberian Orion. Ia mulai membukanya. Dio turut membantu Byungjae. Sedang
Hanjoo, sibuk menyiapkan minuman dan cemilan. Rue menghilang ke dalam kamarnya.
Rooftop tempat
tinggal Rue inilah yang disebut Byungjae sebagai markas. Rigel selalu berkumpul
di saat berunding rencana perburuan, sebelum perburuan, hingga selesai dengan
perburuan. Saat santai pun sering mereka habiskan di markas. Tak jarang
mereka pun belajar bersama di markas.
Byungjae girang. Hadiah yang pertama
ia buka adalah untuknya. Sedang hadiah yang pertama di buka Dio untuk Hanjoo.
Hanjoo pun duduk bergabung di atas permadani usai meletakan minuman dingin dan
cemilan ke atas meja di ruang tamu. Ada satu sofa di balik meja. Di bawah meja
dan sofa terdapat permadani berwarna biru. Mereka biasa duduk berkumpul di atas
permandani daripada duduk di atas sofa yang muat untuk empat orang itu.
Saat Rue keluar dari kamarnya,
Byungjae berteriak karena ia membuka sebuah hadiah yang dikirim untuk Rue. Rue
pun duduk bergabung. Ia mengamati ruang tamu yang mulai kotor dengan kertas
kado.
“Jangan lupa bersihin ntar!” Rue
menegur Byungjae.
“Iya. Iya.” Jawab Byungjae yang
masih sibuk membuka hadiah.
Tatapan Rue terhenti pada dapur,
tepatnya pada lemari es berukuran sedang yang berada di dapur. “Apa yang ia
lakukan di sana?” Gumamnya.
Byungjae, Dio, dan Hanjoo kompak
menghentikan aktivitas mereka ketika mendengar gumaman Rue.
“Dia? Siapa?” Tanya Byungjae dengan
nada suara lirih dan berhati-hati.
“Ada yang datang?” Dio menyambung
pertanyaan Byungjae. “Apa?” Imbuhnya penasaran.
Rue memiringkan kepala, sedang kedua
matanya masih fokus menatap lemari es. “Entah ini makhluk apa. Bentuknya
seperti goblin.”
“Goblin?!” Pekik Byungjae.
“Goblin Korea? Gong Yoo Ajushi[1]?”
Dio bermaksud bercanda. Byungjae spontan memukul lengannya.
“Warna hijau? Telinga lebar? Seperti
itu?” Hanjoo ikut menebak.
“He’em.” Rue membenarkan tebakan
Hanjoo.
“Hidung panjang? Kayak di The Lord Of The Ring dan Harry Potter?” Byungjae melanjutkan
tebakan Hanjoo.
“Yang ini nggak punya hidung.” Jawab
Rue.
Byungjae spontan memegang hidungnya,
lalu bergidik ngeri hanya dengan membayangkan wujud makhluk yang diceritakan
Rue.
“Ngapain dia ke sini? Sore-sore
gini?” Tanya Dio berbisik.
“Entahlah. Dia jongkok di depan
kulkas dan liatin kita.”
Hanjoo meraih tas punggungnya yang
tergeletak di sofa. Mengambil buku sketsa miliknya dan mulai menggambar makhluk
yang diceritakan Rue.
Byungjae mengabaikan Rue yang masih
fokus menatap lemari es dengan kembali menyibukan diri untuk membuka kado. Dio
mengikuti langkah Byungjae. Suasana pun berubah hening dalam markas Rigel.
***
Hari Senin di sekolah penampilan
spesial Rigel saat pentas seni terus menjadi perbincangan murid-murid SMA
Horison. Terutama para Orion. Orion fanatik tak merasa terkejut ketika Nath
tiba-tiba muncul bersama Rigel. Mereka tahu jika Nath adalah member bayangan
Rigel.
Nath sering membantu Rigel dalam
proses editing video. Tapi, ia tak pernah terlibat dalam perburuan. Bahkan,
hampir tidak ada videonya bersama Rigel. Karenanya Orion menjulukinya sebagai
member bayangan. Walau Nath tak tampak di depan kamera, namun perannya sangat
penting untuk Rigel. Dia lah yang mempercantik video perburuan Rigel.
Membuatnya lebih dramatis dan cantik untuk ditonton.
Rue berjalan meninggalkan lapangan
basket saat upacara bendera selesai. Ia buru-buru menuju ruang UKS.
“Oh! Yano?” Sapa Rue pada pemuda yang
baru keluar dari ruang UKS. “Kau sakit? Kenapa di sana?”
Pemuda manis dengan bentuk muka
bulat itu tersenyum. Wajah orientalnya yang berkulit putih segera dihiasi semu
pink. “Baru sembuh, Papa nggak kasih izin ikutan upacara bendera.”
“Oh. Masuk kelas berapa?”
“X-8.”
“Lho?! Siswa kelas X-8 yang nggak
masuk itu kamu?”
“Iya.”
“Kamu ikut klub sepak bola
sekarang?”
“Iya.” Pemuda bernama Yano itu
tersipu.
Hampir semua murid yang membubarkan
diri dan lewat di depan ruang UKS usai mengikuti upacara bendera menatap pada
Rue yang sedang berbicara dengan Yano di depan ruang UKS. Yano menyadari hal
itu dan merasa risih.
“Aku balik ke kelas dulu ya."
Yano pamit, lalu segera meninggalkan Rue.
Rue masih memperhatikan Yano hingga
pemuda itu masuk ke dalam kelas X-8. Letak kelas X-8 memang dekat dengan ruang
UKS. Hanya beberapa langkah saja dari kelas X-8 sudah bisa mencapai ruang UKS. Rue
menghela napas dan berjalan memasuki ruang UKS.
Yano berjalan dengan kepala
tertunduk, tanpa menoleh lagi pada Rue. Ia langsung masuk ke dalam kelas X-8
yang tak lain adalah kelasnya. Saat sudah di dalam kelas, dua orang siswi dan
dua orang siswa menghadang langkah Yano. Ia pun bingung, perlahan mengangkat
kepala dan mengamati wajah keempat temen sekelasnya yang tampak tak ramah.
“Kau punya hubungan apa dengan Kak
Rue?” Tanya pemuda bertubuh kurus dan jangkung.
“Ap-apa?” Yano terbata.
“Kamu keliatan akrab banget sama Kak
Rue. Kami penasaran aja.” Siswi berambut hitam panjang yang dibiarkan terurai
turut bicara.
“Kak-kak Rue bertanya apa aku sudah
sehat. Sepertinya dia tahu kalau aku nggak ikut MPLS.”
“Kak Rue memang sempat bertanya
tentang itu.” Esya yang baru sampai di kelas X-8 dan mendengar obrolan teman
sekelasnya di depan kelas menyahut. “Tentang murid kelas X-8 yang nggak masuk
saat MPLS.” Imbuhnya.
Yano dan keempat teman sekelasnya
menatap pada Esya.
“Begitu ya?” Siswi berambut panjang
yang turut mencegat Yano menanggapi penjelasan Esya.
Esya mengangguk.
“Tapi, tetap saja membuatku
penasaran. Kenapa Kak Rue sangat memperhatikan dia?” Gadis itu kembali menatap
Yano.
“Kak Rue juga perhatian padaku.” Sahut
Hongjoon yang berdiri di samping kiri Esya.
“Joon-aa!” Esya menegur. Ia khawatir
Hongjoon akan bercerita tentang dirinya yang tersesat saat jurit malam.
“Saat MPLS, Kak Rue menegurku karena
aku kedapatan melamun. Aku yakin pada siapapun Kak Rue akan bersikap demikian.”
Esya menghela napas. Lega Hongjoon
tak cerita soal jurit malam.
“Benar sekali. Kebetulan saja kalian
tahunya pas Kak Rue negur Yano.” Axton yang berdiri di samping kanan Esya
mendukung jawaban Hongjoon.
“Kapan ya kita mendapat perhatian
personal kayak gitu?” Gumam siswa bertubuh jangkung. “Masa iya aku harus
pura-pura kesurupan?” Imbuhnya sembari berjalan menuju bangkunya, diikuti
ketiga rekannya. Meninggalkan Yano dan ketiga temannya.
“Ngawur kamu!” Siswi berambut
panjang menegur celetukan temannya.
Yano menghela napas. Ia kembali menghadap
pada Esya dan mengucap, “Makasih ya.”
“Orion bisa mengerikan gitu.” Hongjoon
merasa ngeri melihat tingkah keempat teman sekelasnya yang mencegat Yano.
“Nggak semua Orion kayak gitu!” Esya
tidak terima.
“Iya tahu!”
“Hongjoon, makasih ya udah
dibantuin.” Yano berterima kasih pada Hongjoon.
Hongjoon tersenyum dan menganggukkan
kepala.
“Kamu udah dapat patner duduk?’ Axton
merangkul Yano.
“Belum.” Yano menggeleng.
“Duduk sama aku mau? Esya sama
Hongjoon duduk di depanku.”
“Boleh.”
“Ya udah. Yuk!” Axton menuntun Yano
menuju bangkunya. Esya dan Hongjoon menyusul di belakang keduanya.
***
“Jadi, tadi kamu nyamperin Yano?” Hanjoo
penasaran.
“Bukan nyamperin. Nggak sengaja
ketemu dia di depan UKS. Aku sapa dong.” Rue meralat. “Pas bubaran upacara emang.
Gitu kenapa jadi heboh sih?”
“Kamu lupa kita Rigel?”
Rue menghela napas. Ia dan Hanjoo
duduk di salah satu bangku taman di belakang perpustakaan.
“Kupikir dia bakalan ambil sekolah
di tengah kota. Tapi, kenapa milih sekolah kita yang dipinggiran kota? Apa
gara-gara ada kamu?”
“Nggak mungkin lah.”
“Dia bukan anak biasa-biasa aja lho!
Prestasi akademisnya juga bagus. Menurutku rugi banget ambil sekolah di sini.”
Hanjoo dan Rue sama-sama diam. Hanya
terdengar desiran angin yang menggesek daun pohon mangga yang menaungi
keduanya.
“Apa... kamu masih khawatir soal
Malaikat Maut, Dewa Kematian yang terlihat di kelas X-8? Terlebih setelah tahu
Yano ada di sana?” Hanjoo memecah kebisuan.
Rue menghela napas panjang. “Aku
nggak tahu apa aku harus mengkhawatirkan dia. Dia tampak baik-baik saja.”
Hanjoo menganggukan kepala. “Pasti
rasa khawatir itu ada kan?”
“Hey!” Dio muncul dari lorong di
belakang gedung perpustakaan. Ia bersama Byungjae.
“Kalian ngapain? Pacaran ya?” Goda
Dio pada Hanjoo dan Rue. Tapi, kedua rekannya itu tak menanggapi. Dio duduk di
samping kiri Rue.
“Rue menyapa Yano jadi topik obrolan
sebagian murid.” Byungjae berdiri di depan Rue. “Haruskah kukatakan siapa Yano
sebenernya?”
“Jangan! Hanya Rigel yang tahu
tentang kami.” Rue langsung menolak.
Byungjae mengangguk-anggukan kepala.
“Rue, sebentar lagi pergantian pengurus Dewan Senior kan? Kau tahu jika Pearl akan
ikut pencalonan ketua lagi?”
“Pearl??” Hanjoo memekik.
“Memangnya kalian nggak tahu? Dia
udah daftar lho!”
“Rue, kamu harus maju lagi buat
pencalonan ketua.” Dio memegang tangan kiri Rue.
“Sebenernya aku mau Kevin aja yang
maju. Capek tau jadi ketua. Ini karena kalian iseng suruh aku nyalon ketua
tahun kemarin.” Rue enggan ikut pencalonan.
Tahun sebelumnya Pearl juga
mencalonkan diri sebagai ketua Dewan Senior. Dio merasa tak senang dan meminta
Rue maju. Rue pun setuju. Ia hanya ingin melihat reaksi Pearl ketika tahu ia
turut mencalonkan diri.
Byungjae, Dio, dan Hanjoo membantu
kampanye Rue. Keempatnya yang sudah cukup terkenal sebagai Rigel pun mendapat
perhatian tersendiri. Terlebih dalam kampanye Byungjae menyebutkan jika Rue
akan mengusahakan perdamaian dengan ‘kaum tak kasat mata’ yang kerap kali
melakukan gangguan pada murid di sekolah.
Tanpa diduga, Rue memenangkan
pemilihan. Mau tak mau ia harus menerima peran sebagai ketua Dewan Senior
selama satu periode. Beruntung Rue mendapatkan Kevin sebagai wakilnya. Pemuda
itu banyak membantunya.
“Kevin bukan tandingan Pearl. Kamu
tandingan dia. Aku nggak bisa bayangin kalau Pearl jadi ketua Dewan Senior.” Dio
tetap meminta Rue untuk maju.
“Aku bakalan mundur dari Dewan Senior
kalau Pearl yang jadi ketua.” Hanjoo mengutarakan rencananya.
“Aku juga.” Byungjae pun memiliki
rencana yang sama.
“Kalau gitu, kita mundur sama-sama.”
Rue setuju dengan rencana Hanjoo.
“Nggak boleh!” Byungjae dan Dio
kompak. Membuat Rue dan Hanjoo terkejut.
“Pokoknya Rue harus maju untuk ketua
periode berikutnya!” Dio menyemangati.
“Iya. Kita siap jadi juru
kampanyenya. Iya, kan?” Byungjae menatap Dio yang segera menganggukkan kepala
dengan mantab. “Hanjoo?” Byungjae beralih menatap Hanjoo.
Hanjoo tersenyum. “Aku selalu siap
untuk Rue.”
Byungjae, Dio, dan Hanjoo kompak
menatap Rue. Rue menghela napas dan mengalihkan pandangan.
***
0 comments