¤ Beberapa Catatan yang Belum Terpublikasi ¤
07:02
¤ Beberapa Catatan yang Belum Terpublikasi ¤
Pada
akhirnya catatan yang ditulis pada 17 April 2014 itu berhasil dikirimkan. Namun
sayangnya pesan FB masih tak dapat membantu. Beruntung Email masih bisa
berfungsi. Iya, kebiasaan itu masih sama. Menulisnya di note ponsel lalu
menguploadnya satu per satu via pesan FB. Namun belakangan pesab FB sering eror
ketika digunakan untuk mengirimkan cikal bakal note yang saya tulis di ponsel.
Beruntung Young memiliki otak yang jauh lebih cerdas dari Blackjack yang
sedihnya kini sedang mengalami koma kembali. Get well soon my Blackjack.
Catatan
tertanggal 17 April 2014 itu sempat beberapa kali saya coba menguploadnya namun
selalu gagal. Bahkan Email pun tidak dapat menolong kala itu. Ah, sudahlah.
Saya akui saya lelah dan tetap menyimpannya dalam draft Young. Dan beberapa
detik yang lalu saya menghapusnya, tepatnya setelah saya berhasil mengirim
bagian awal via PM FB dan dua bagian terakhir via Email. Jika nantinya catatan
itu tidak saya temukan saat membukanya via gUi, maka... yah, mungkin saya
memang tak diizinkan untuk mempublikasikan catatan itu seperti tiga bulan yang
lalu. Saya iklhas.
Membuat
catatan yang berhubungan dengan peristiwa besar tentulah tak mudah. Terlebih
jika peristiwa itu menyangkut tentang hal global suatu negara. Alhamdulillah
pada catatan sebelumnya saya tidak menemukan kesulitan ataupun gangguan
walaupun waktu itu saya menulis tentang tragedi pesawat MH370. Tentu saja hal
ini berkat bantuan Mbah Google yang dengan tangkas membantu saya menemukan
beberapa artikel yang berhubungan dengan pesawat MH370. Alhamdulillah kejadian
yang dialami Tunjung di sini dialami juga oleh orang lain dan sudah di posting
di beberapa blog. Setelah menemukan beberapa artikel itu, akhirnya saya
memberanikan diri untuk membuat catatan yang sama. Menuliskan apa yang kami
alami di sini sehubungan dengan pesawat MH370.
Dunia
kembali berduka. Peristiwa di Gaza. Dan belakangan berita duka atas di
tembaknya pesawat MH17. Turut berbelasungkawa atas kejadian mengejutkan ini.
Dan jika mengingat catatan sebelumnya, maka kali ini pun kita kembali
dipertemukan dengan angka 8, bukan? Jika perhitungan tidak salah maka kita
benar ditemukan dengan angka 8. Angka yang masih sangat membuat saya penasaran
hingga kini.
Untuk
menulis catatan ini, harus berusaha keras mengingat semua kejadian tiga bulan
lalu. Sebut saja ini bahasan lanjutan dari catatan yang tertulis pada 17 April
2014.
Sebelumnya
mohon maaf, catatan ini saya buat bukan untuk mencari sensasi atau apalah itu
sejenisnya. Catatan ini saya buat hanya semata untuk mengabadikan sebuah
peristiwa yang kami alami dalam sebuah tulisan. Karena itu mohon maaf jika
catatan ini tak berkenan di hati pembaca.
Lelah.
Namun mata tak mau terpejam. Hanya berbaring dan bergelimpangan di atas kasur
di dalam tempurung kUra-kUra. Sampai pusing sendiri. Pengen bisa bobok barang
sejenak, tapi tetap saja tidak bisa. Bisa bobok tetep menjadi hal langka dan mahal
bagi saya. Takdir? Mungkin.
Pagi
tadi terbangun dari mimpi buruk tepat di jam makan sahur. Subhanallah. Sambil
menikmati kopi coklat panas dan satu butir telur ceplok bikinan Ibu saya terus
berpikir tentang mimpi saya. Aneh. Kok saya mimpi kaya gini? Sampai selesai
sahur masih terus memikirkan hal tersebut. Karena hari Minggu, saya
bermalas-malasan di dalam tempurung kUra-kUra. Membuka akun fanbase
TDWIZARD_INDO untuk mengalihkan pikiran tentang mimpi buruk semalam; lebih
tepatnya mimpi di sepertiga malam terakhir. Saya tak bisa mengingat mimpi
sebelumnya dan hanya teringat mimpi di sepertiga malam terakhir yang entah
kenapa malah saya kategorikan dalam mimpi buruk atau yang pagi tadi saya
sebutkan pada Hojoon sebagai "nightmare, horrible nightmare".
Sebegitu burukkah mimpi itu bagi saya? Yang pasti walaupun sepanjang pagi saya
menghabiskan waktu dengan melihat video fancam ToppDogg dan Hojoon, pikiran
tentang mimpi buruk itu tetap saja muncul dan muncul.
Hingga
matahari benar-benar telah terbit. Hari berubah cerah dan di markas Sarang
Clover semua telah membuka mata, telah bangun. Seperti biasa jadwal di hari
Minggu adalah membabu ria membersihkan markas. Tapi sebelum memulai membabu
ria, kami; saya dan Tunjung berkumpul di dapur markas.
"Aku
mimpi buruk semalam," saya memulai obrolan.
"Mimpi
apa?" tanya Tunjung merespon.
"Aneh
deh. Masa mimpi di kuburan gitu."
"Gimana
ceritanya?"
Saya
pun menghela napas lalu mulai menceritakan mimpi saya di sepertiga malam
terakhir dini hari tadi.
Berbaris
bersama teman-teman SMA. Kami mengenakan seragam putih-putih yang biasa dipakai
setiap hari Senin dan Selasa. Setelah berbaris di lapangan besar yang sangat
asing bagi saya, kami diminta berjalan keluar lapangan masih sesuai dengan
barisan. Teman-teman mulai berjalan keluar lapangan, begitu juga aku, Siwi dan
Mimin. Siwi dan Mimin adalah dua teman yang lumayan dekat dengan saya semasa
SMA. Barisan kami melewati jalan yang tak begitu luas dengan rerimbunan di
kanan-kiri jalan. Sebut saja ladang yang berada di kanan-kiri jalan yang kami
lalui. Aspal jalan tak begitu halus, berlubang di sana-sini. Di tengah
perjalanan saya, Siwi dan Mimin tertinggal barisan hingga harus berlari
mengejar teman-teman. Setelah melewati sebuah perempatan, kami sampai di jalan
yang lebih sempit dari sebelumnya dan tak beraspal. Hanya tanah dan sedikit
berbatu.
"Itu
kah pohon yang kau maksud?" tanya Siwi di tengah perjalanan sambil
menuding ke arah tiga pohon yang ukurannya tak terlalu besar dengan daun yang
habis dimakan ulat.
Saya menatap
tiga pohon itu dengan seksama dan merasa deja vu. "Iya. Sepertinya tak asing,
tapi tak begini," jawab saya meragu masih memerhatikan tiga pohon yang
menyerupai pohon alpukat itu. Besar, sedang dan agak kecil. Begitu urutan tiga
pohon alpukat yang berdiri di tepi jalan tepat di pinggir sebuah pekarangan
itu.
"Dan
itukah rumah yang kau cari?" Siwi kembali menuding. Kali ini ia menuding
sebuah bangunan rumah dengan ukuran lumayan besar, tampak masih bagus namun tak
terawat.
Saya
melompat lebih dekat di depan halaman rumah itu. Mengamatinya dengan seksama.
"Kok begini? Kayanya nggak gini," masih dengan penuh keraguan saya
menjawab pertanyaan Siwi, masih sembari mengamati rumah itu.
Rumah
dengan tembok putih sedikit usang dengan bentuk sederhana khas rumah
orang-orang desa di kampung kami. Yang saya ingat dari rumah itu adalah adanya
jendela kaca besar di bagian depan dan tertutup kain kelambu putih bermotif
bunga-bunga kecil. Sedikit lusuh tampilan kelambu kain itu. Saya tidak ingat
apakah ada pintu atau tidak di rumah itu. Saya hanya ingat ada taman kecil di
depan rumah itu. Taman bunga yang tampak tak terawat. Bunga-bunga bermekaran
tumbuh diantara rumput liar yang juga tumbuh subur dalam taman itu. Di dekat
taman ada sebuah baju dan Sewek (Jarik) yang sedang di jemur. Yang saya rasakan
adalah kecewa. Sepertinya rumah itu bukan rumah yang saya cari.
"Apa
benar bukan itu?" imbuh Siwi penasaran seraya mengikuti langkah saya.
"Entahlah.
Aku rasa bukan," masih saja aku meragu.
Dan
kami pun sampai di sebuah area pemakaman tepat di samping rumah tadi. Area
pemakaman ini di bagi menjadi dua bagian. Di sisi kanan seperti area pemakaman
umum. Dan satu yang menarik perhatian saya. Ada satu makam yang masih basah.
Gundukan tanahnya masih tinggi tanda makam itu masih baru. Saya merinding
sendiri melihatnya. Entah kenapa saya teringat pada baju Kebaya Nenek dan Jarik
yang di jemur di halaman rumah asing yang kami lewati sebelumnya ketika menatap
makam yang masih basah itu. Karena merasa tak nyaman dengan area pemakaman di
sebelah kanan, saya pun menoleh ke arah kiri depan. Area pemakaman di sisi kiri
ini lebih rapi. Ada pagar, bukan tapi tembok yang tidak terlalu tinggi. Di
empat sudut tembok terdapat bentuk apa ya nyebutnya, seperti rumah-rumahan
kecil. Dan area di dalam kupengan tembok itu terdapat makam-makam rapi dan di
tengah-tengahnya ada makam yang terletak di dalam pendopo. Di sisi pemakaman
ini tak ada kesan angker. Yang ada suasana tenang. Hening.
"Kenapa
kita ke sini?" tanya Siwi.
"Nyai
yang nyuruh. Kita di suruh ziarah ke sini. Katanya hanya kunjungan biasa jadi
kita saja yang kemari, Nyai nggak ikut," jawab saya menerangkan. Sambil
berjalan dan kemudian kami sudah sampai di area makam. Namun terasa aneh. Makam
di mana kami bertiga berada saat itu ada di dalam area tertutup.
"Itu
apa?" Siwi menuding ruangan di sisi kanan kami duduk. Ruangan yang
seluruhnya terbuat dari kayu lengkap dengan ukiran-ukiran khas Jawa dan
tertutup rapat. Tampak gelap di dalam sana.
"Itu
ruangan khusus untuk orang yang mau nginep di sini. Buat orang ritual nyepi,"
saya kembali menerangkan.
"Oh..."
Siwi menganggukan kepala tanda paham.
Setelah
ziarah, kami hendak pulang dan berjalan di jalan ramai seperti pasar.
"Pundak
kananku sakit, kepala bagian kananku pun sakit," saya mengeluh pada Siwi.
"Eh,
tau nggak. Kata Nyai kamu diikutin sama nenek-nenek. Dan Nyai meminta kita
jenguk makam yang baru tadi," sela Mimin.
Saya
dan Siwi menghentikan langkah. Siwi diam menatap saya, begitu juga Mimin. Saya
pun berdiri diam diantara lalu lalang orang. Merasakan sakit di pundak dan
kepala. Tiba-tiba sesosok nenek-nenek memakai baju Kebaya Nenek dan Jarik
melintas di pikiran saya. Bersamaan dengan itu saya terbangun.
Ya
Tuhan, apa maksud dari mimpi itu? Makam? Rumah? Nenek-nenek? Dan ingatan
tentang mimpi buruk itu terus menghantui saya seharian ini walau seharian ini
saya disibukan dengan kegiatan membabu ria.
Migraine.
Mungkin karena lelah dan tak bisa istirahat jadinya migraine datang di sore
hari yang alhamdulillah turun hujan. Pundak kanan dan kepala bagian kanan saya
sakit sangat.
Terkadang
mimpi memang sebuah pertanda. Tapi tentang kebenaran dan kenyataan hanya ALLOH
Yang Maha Mengetahui.
Di
tengah rasa lelah dan tak bisa tidur, hanya bisa rebahan tak karuan, saya
kembali membuka draft catatan di Young. Saya menemukan catatan yang tertulis
pada 17 April 2014. Catatan yang diam menjamur dalam draft Young. Catatan
tentang tragedi tenggelamnya kapal ferry Sewol Korea Selatan. Catatan yang
sempat saya coba upload berulang-ulang namun gagal dan akhirnya saya biarkan
menjamur di dalam draft Young. Dan tadi iseng saya kirim via FB dan Email dan
alhamdulillah berhasil.
Saya
ingat kala itu saya sampai jengkel karena terus gagal mengupload catatan kecil
itu. Kala itu memang Korea Selatan sedang berduka dan pencarian korban masih
terus dilakukan. Situasi belum stabil dan duka masih menyelimuti warga Korea.
Sudahlah.
Mungkin
memang tak baik hasilnya jika di upload sekarang. Akhirnya saya pun menyerah.
Membiarkan catatan itu begitu saja tanpa menambahnya sedikit pun.
Seperti
saya yang bertanya pada Tunjung ketika ada orang meninggal, "Apakah dia
pamit sama kamu?", beberapa waktu lalu setelah terjadinya tragedi kapal
Sewol ada seorang teman bertanya pada saya, "Apakah temanmu tak mendapat
firasat tentang ini seperti peristiwa pesawat MH370 kala itu? Kenapa kau tidak
menuliskannya?" Saya hanya menjawabnya, "Jika diberi izin maka akan
saya tulis seperti sebelumnya. Sayangnya saat ini usaha untuk membuat catatan
terus gagal. Tunggu ya. Semoga kita ada rejeki menuliskan tentang ini."
17
April 2014.
Honestly
I'm forget that today is Junki Oppa's birthday. Adek macam apa saya ini (T.T)
Ok.
Sudah memberikan ucapan selamat ulang tahun pada masku tercinta Mas Junki
setelah buka notif ultah di FB. Heuheuheu... babo jara. Mas Junki ultah yang ke
berapa iya...?? 32 tahun internasional dan 33 tahun usia Korea?? Moga panjang
umur dan barokah ya Oppa
Ikutan
sedih karena ultah Mas Junki tahun ini diwarnai duka karena adanya insiden
tenggelamnya kapal feri Sewol di laut lepas Korea Selatan. Pagi ini dikabarkan
6 orang meninggal dan 290 orang masih dalam status 'missing'. Makin nyesek
ketika pesan-pesan SNS dan Kakao dari para korban diposting. Ada pesan
terakhir, ada pesan yang menyatakan jika mereka masih hidup di dalam kapal feri
dan terjebak diantara korban meninggal dengan baterai hape limit, gelap,
terendam air yang dingin dan udara yang minim. Mereka tak berani terpejam
karena takut tak bisa bangun lagi. Pesan SNS yang memanggil 'Omma' mereka, minta
tolong pada Omma mereka dan mereka ketakutan (TT.TT) Ya ALLOH... membaca itu
semua benar-benar bikin nyesek di dada dan nggak bisa tidur. Gimana seandainya
saya diposisi korban? Atau di posisi ibu yang anaknya mengirim pesan minta
tolong? Rasane nggak duwe ati (TT.TT) lemes seketika otak ini memikirkan itu
semua. Anak berangkat liburan niatnya seneng-seneng malah mendapat musibah.
Kita memang tidak akan pernah tahu pada apa yang akan terjadi menimpa kita.
Hanya ALLOH Yang Maha Tahu.
Yang
mengharukan adalah kisah dari... Jung Chawoong. Semalam ada postingan teman
isinya "seorang siswa di kelas presiden menyelamatkan teman sekelasnya,
tapi dia sendiri tidak selamat. dia berhasil menyelamatkan temannya namun
membiarkan dirinya sendiri mati. dan hari ini adalah hari ulang tahunnya."
Terharu.
Dialah pahlawan yang sebenarnya. Dan dia meninggal di hari kelahirannya. Dan
dinihari teman lain memposting " RIP Jung Chawoong, the true hero. And
happy birthday 😔😔 #PrayForSouthKorea" dengan
menyertakan sebuah foto. Banyak komentar dalam postingan itu dan dari salah
satu komentar saya menjadi tahu Jung Chawoong adalah pemuda yang berada di
tengah di dalam foto postingan itu. Pemuda yang tampan dan ksatria yang
sebenarnya.
R.I.P he's a true hero. proud of him.
Dan
sebuah tragedi selalu saja menimbulkan pro dan kontra. Manusia... (-.-")
Menurut
beberapa postingan tragedi kapal Sewol Korea Selatan 15 April 2014 adalah sama
dengan tragedi Titanic 15 April (tahunnya lupa). Well, inipun jadi pro dan
kontra. Orang nyamain tanggalnya pun jadi masalah, dipermasalahkan. Terserahlah
kalian mau apa. Just can pray from here for the victims.
Nah
yang bikin saya... apa ya termangu (?) atau nggumun adalah kecelakaan di negara
maju tuh gitu ya. Eh, please don't bashing here. Maksudnya gini, kalo di negara
kita kan kapal tenggelam yaudah tenggelam aja korban mati ilang dll udah. Tapi
di kasus kapal feri Korea Selatan ini korban yang selamat dan terjebak di dalam
kapal masih bisa kirim pesan SNS. Saya awalnya meragu, beneran tah postingan
itu? Pertanyaan itu muncul ditengah rasa trenyuh yang menyelimuti saya semalam.
Logika masih kerja nie otak sepertinya. Saya mikir dalam kondisi kapal feri
separo tenggelam apakah masih ada ruang kosong bagi para korban selamat itu?
Lalu menurut khayalan otak cancer saya, bisa jadi memang ada seperti yang
digambarkan dalam film Titanic dimana sebelum kapal tenggelam seluruhnya memang
ada ruang yang tak tersentuh air dan dipenuhi orang-orang hidup yang terjebak
dalam kapal, tapi pertanyaan lainnya adalah benar ada sinyal didalam sana?
Mungkin saja di dalam sana gelap dan dingin, dan biasanya sinyal di laut lepas
itu susah. Kalau di sini sih. Tapi nggak tahu juga ya kalau di negara maju. Dan
keajaiban Tuhan itu selalu ada. Nah lho. Otak saya perang sendiri semalam (@.@)?
Hanya
bisa mendoakan bagi para korban. Semoga korban selamat segera bisa dievakuasi,
diselamatkan dari dalam kapal. R.I.P bagi para korban meninggal dan bagi
keluarga para korban semoga diberi ketabahan dan kekuatan. Amin. #PrayForSouthKorea
Dan
inilah tambahan catatan dari catatan tertanggal 17 April 2014.
Pagi itu
saya menunjukan salah satu foto korban meninggal dari tragedi tenggelamnya
kapal ferry Sewol di Korea Selatan pada Tunjung. "Kasihan ya. Dia cantik,
masih muda tapi harus meninggal seperti ini," kata saya sembari menunjukan
foto gadis cantik bernama Park Jiyoung yang merupakan salah satu korban
meninggal dari tragedi tenggelamnya kapal ferry Sewol. Tunjung terkejut melihat
foto di hape saya. Dia benar-benar tak bisa menyembunyikan ekspresi
keterkejutannya itu.
"Siapa
dia? Dia mati kenapa?" buru Tunjung di tengah keterkejutannya.
"Dia??
Namanya Park Jiyoung. Salah satu korban meninggal dalam tenggelamnya kapal
ferry di Korea. Kenapa?" saya jadi penasaran. "Omo!!! Jangan katakan
dia datengin kamu juga?!!" saya menebak keterkejutan Tunjung.
"Iya, dia. Ya Tuhan! Maaf.
Aku pikir dia hantu," Tunjung terlihat tulus meminta maaf.
"Maaf?? Hantu?? Maksud
kamu apa sih?"
"Dia datang. Wajahnya
putih pucat, tapi dia diem pas nemuin aku cuman kelihatan bingung gitu aja.
Ternyata dia bukan hantu. Maaf... maaf..." lagi-lagi Tunjung meminta maaf.
Saya melirik sekitar,
"Apa... dia masih di sini...?" tanya saya ragu-ragu. "Iya!"
Tunjung mengangguk yakin. Seketika itu saya merasa merinding walau suasana
masih pagi.
Selanjutnya
kami terus memantau perkembangan tentang tragedi tenggelamnya kapal ferry
Sewol. Benar-benar menyentuh hati. Pesan-pesan yang dikirim korban masih hidup
dan terjebak di dalam kapal ferry yang mulai tenggelam, membaca semua tulisan
tentang itu benar-benar menyentuh hati. Lalu cerita tentang kakak laki-laki yang
memberikan pelampung pada adik perempuannya sehingga adik perempuannya selamat
dan dia sendiri berakhir tragis ditemukan tewas mengambang jarak beberapa meter
dari lokasi tenggelamnya kapal. Kisah yang memilukan. Seolah menonton kematian
para korban selamat dan terjebak di dalam kapal ferry yang tenggelam secara
perlahan. Pada akhirnya para korban selamat yang terjebak di dalam kapal pun
berakhir dengan kematian. Sungguh memilukan.
Walau
jauh dan hanya memantau dari akun Twitter #PrayForSouthKorea -> @Pray4SouthKorea
yang kala itu langsung memberikan follow back pada saya, rasa duka itu terasa
sangat dekat. Takdir, sekuat apa pun kita berusaha tetap saja kita tidak bisa
melawannya. Dan tentang kematian yang pasti, tak ada seorang pun yang bisa
menolaknya. Hanya Tuhan Yang Maha Tahu dan Maha Berkehendak.
Tunjung
menuturkan beberapa hal yang sempat ia lihat selama tragedi terjadi dan
pencarian korban di teruskan. Menurutnya gadis berwajah cantik namun pucat yang
belakangan kami ketahui sebagai Park Jiyoung datang menemuinya namun tak
mengatakan apa-apa. Kala itu Tunjung tak tahu jika ada tragedi tenggelamnya
kapal ferry Sewol di Korea Selatan. Gadis itu datang menemuinya, namun tak
menyampaikan apa pun. Ia tampak kebingungan menurut pengakuan Tunjung. Setelah
mengetahui jika ada tragedi tenggelamnya kapal ferry Sewol, beberapa hari
berikutnya saat bertemu Tunjung saya kembali bertanya apakah ada hal lain yang
Tunjung alami. Apakah ada yang datang menemuinya dan mengajaknya masuk ke dalam
kapal ferry Sewol yang tenggelam sama seperti ketika tragedi MH370 terjadi.
Saya memburu Tunjung dengan pertanyaan penasaran saya.
Tunjung
menuturkan gadis itu sempat tinggal cukup lama di dekatnya dan Tunjung
membenarkan jika gadis itu menuntunya masuk ke dalam kapal ferry yang
tenggelam. Dan tentu saja selanjutnya adalah gambaran-gambaran memilukan yang
diceritakan Tunjung.
Menurut
saya inilah tragedi paling menyedihkan selama setengah tahun 2014 ini.
Bagaimana proses tenggelamnya kapal itu bisa disaksikan namun kita yang hidup
tak bisa melakukan apa pun. Hanya bisa diam menonton kematian perlahan dari
para korban selamat yang terjebak di dalam kapal yang tenggelam. Semoga semua
beriistirahat dengan tenang dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.
Amin.
Demikian
catatan yang sempat tersimpan dalam draft cukup lama. Maaf jika ada kata yang
tak berkenan. Terima kasih.
tempurung
kUra-kUra, 20 Juli 2014.
shytUrtle
Tambahan. Cerita setelah selesai nulis note ini.
Berdua
di markas sama tunjung. tunjung makan apel sambil duduk di lantai sibuk ma ponselnya. saya makan apel sambil baca novel. tiba-tiba...
"U,
sekarang loh ya sekarang, di depan markas ada orang lagi ngintip di
jendela," kata Tunjung memulai obrolan.
"Orang??"
"Iya.
Ngintip gini," Tunjung mempraktekan bagaimana posisi si 'orang' yang
Tunjung maksud sedang ngintip di jendela depan. "Dia item, item banget,
matanya merah menyala," imbuh Tunjung usai mempraktekan bagaimana si
'orang' mengintip ke dalam markas yang ia maksud. "Dia di jendela utara. Kamu
mau buktiin? Coba liat sekarang," pinta Tunjung.
"Emoh!
Itu bukan orang, tapi dedemit kali, Njung!" tolakku.
"Hehehe.
Dedemit?" Tunjung tersenyum geli.
"Iyalah.
Mana ada orang item mata merah menyala kaya gitu?"
"Hehehe."
Tunjung nyengir.
"Eh,
masih di sana dia?" tanya saya penasaran.
"Iya.
Mau lihat kamu?"
"Ogah
ah!"
"Gak
papa. Pembuktian!"
"Emoh!!
Kamu usir dia napa! Ngapain dia ke sini, mau apa ngintip-ngintip." Desak
saya.
Tunjung
diam melanjutkan makan apel merah di tangannya.
Ok!
I hope that dedemit is gone now. That too scary.
0 comments