The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)

10:10

The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
            다음 이야기 화성 아카데사랑, 음악과
 
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미사랑, 음악과
. Author: shytUrtle
. Rate: Serial/Straight
. Cast
- Fujiwara Ayumu (
藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (
김재중)
2. Oh Wonbin (
오원빈)
3. Lee Jaejin (
이재진)
4. Kang Minhyuk (
강민혁)
- Song Hyuri (
송휴리)
- Kim Myungsoo (
김명수)
- Jang Hanbyul (
장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1


New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
   

Cinta, musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang dan hidup…
 

Episode #20
Daehyun berjalan terburu-buru sambil membawa secari kertas di tangan kanannya. Ia telah mengunjungi beberapa tempat, namun Daehyun tak menemukan seseorang yang ia cari, Ai. Di semua tempat dimana Ai biasa berada telah Daehyun datangi, namun Ai tak nampak di kesemuanya. Kecuali toilet siswi kelas X. Daehyun tak masuk ke sana. Sempat berhenti di depannya, namun Daehyun tak menemukan siswi untuk sekedar ia minta tolong menengok apakah Ai ada di dalam sana. Mengingat jika tempat itu angker, Daehyun pun ngeri sendiri dan bergegas pergi. Putus asa. Harus mencari Ai kemana lagi? Daehyun kembali ke taman belakang sekolah. Lagi-lagi sepi. Tak ada siapa pun di sana.
Langkah Daehyun melemah. Sepertinya ia benar putus asa. Ponsel dalam saku Daehyun bergetar. Dengan malas Daehyun merogoh sakunya dan mengambil ponselnya.
Lee Taemin: kau tahu gazebo kecil di depan klinik? aku melihat Fujiwara di sana, bersama Dokter Song.
Wajah Daehyun sumringah menerima sms Taemin. Ia berlari kecil bergegas menuju gazebo di depan klinik sekolah.
Daehyun mengerutkan dahi ketika sampai. Gazebo itu kosong. Tak ada siapa pun di sana. Daehyun kembali membaca sms Taemin sambil menggerutu sendiri.
“Omo!” Daehyun hampir bertabrakan dengan Hyuri.
Hyuri yang berjalan sambil membaca buku di tangannya tak kalah terkejut dari Daehyun.
“Song Hyuri…?”
“Jung Daehyun…?”
Keduanya saling menatap dan sama-sama terkejut.
“Oh, Jiyoo Fujiwara, kau melihatnya?” tanya Daehyun.
“Eum…” Hyuri mengamati sekitar, “entahlah. Kenapa?”
“Kau sendirian?”
“Nee…? Eum, iya. Wae…?”
“Sini-sini. Aku butuh pendapatmu.” Daehyun menuntun Hyuri menuju gazebo dan mengajak gadis itu duduk mengobrol di sana.
“Aku mencari Jiyoo Fujiwara dimana-mana namun tak ada. Taemin memberi tahuku Jiyoo Fujiwara di sini bersama Dokter Song, tapi ketika aku sampai, tak ada siapa pun di sini.”
“Aku juga tak tahu dimana Ai berada. Ada apa sampai mencari Ai segencar ini?”
“Ada hal penting yang ingin aku sampaikan padanya. Tapi karena Jiyoo Fujiwara menghilang, maukah kau mendengar ideku ini? Aku butuh pendapatmu. Tapi, kau sibuk tidak? Kalau kau sibuk, lain kali saja.”
“Aku luang kok. Katakan, ide apa? Aku jadi penasaran.” Hyuri tersenyum tulus.
Daehyun berbinar dan membuka kertas yang dibawanya. “Begini…” ia pun mulai menjelaskan tentang ide rahasianya itu pada Hyuri.
***
“Aku setuju saja. Ini akan jadi sangat menarik.” kata Yiyoung penuh semangat.
“Sunbaenim?” Byunghun bertanya pada Junghun.
“Aku tak yakin Fujiwara akan setuju.” Junghun ragu. “Setelah YOWL tak ada lagi di sini, lalu kecelakaan itu, sepertinya Fujiwara tak terlalu berminat lagi pada performance dan musik. Tapi ini hanya analisisku saja. Maaf jika salah.”
Semua diam menatap Ai. Byunghun, Yiyoung, Minhwan, Jungshin dan Junghun. Ai yang sedari awal pertemuan hanya duduk diam.
“Kali ini apa kau akan menolak kami lagi?” Junghun kembali bicara.
“Aku tidak tahu apakah aku bisa ikut andil atau tidak.” Ai memberikan jawaban yang tak pasti.
“Apa karena Jinwoon?” tanya Junghun lagi.
“Ayolah. Perpisahan masih lama dan kita punya banyak waktu untuk berlatih. Ini akan sangat baik bagi kita semua. Ini juga senada dengan usulan Jieun dan Daehyun. Tangan kirimu juga sudah pulih, apalagi? Kau tak terpuruk Fujiwara, aku tahu itu. Ayolah. Apa yang membuatmu ragu? Ini akan mempengaruhi langkah YOWL? Tidak. Yang kau lakukan tak akan memberi pengaruh apa pun bagi YOWL.” Yiyoung ikut bicara. “Aku yakin, para pendukungmu masih berharap kau bisa tampil di atas panggung, walau tanpa YOWL.” imbuhnya dengan nada lebih merendah.
“Stardust, Red Venus, Viceroy dan Fujiwara Ayumu berkolaborasi dalam satu panggung di malam pelepasan murid tingkat III. Pasti akan indah sekali, aku sudah membayangkannya.” Yiyoung tersenyum kecut.
“Ini memang ide yang sangat baik, tapi aku tidak bisa janji. Maaf. Permisi.” Ai bangkit dari duduknya dan keluar dari ruang latihan musik sekolah.
Yiyoung, Junghun, Jungshin, Minhwan terdiam saling melempar pandangan saat Ai pamit pergi. Byunghun bangkit dari duduknya dan berlari keluar menyusul langkah Ai.
“Jiyoo~ya.” Byunghun memanggil nama Korea Ai sambil menarik lengan kanan Ai hingga langkah Ai terhenti. Mata sipit Byunghun melebar ketika ia beralih ke hadapan Ai. “Jiyoo~ya…” bisik Byunghun menatap Ai.
Wajah Ai pucat dengan keringat memenuhi wajahnya. Byunghun yang masih syok semakin dibuat terkejut ketika tiba-tiba darah segar itu meluncur dari hidung Ai.
“Jangan!” Ai menahan tangan kanan Byunghu ketika pemuda itu akan meminta bantuan. Ai menutup hidungnya dengan tangan kirinya dan tersenyum lesu pada Byunghun  yang benar panik.
***
Byunghun kembali membawa satu kantung plastik berisi air mineral dan roti untuk Ai. Sesuai permintaan Ai, Byunghun membawa gadis itu pergi ke “lubang tikus”, tempat ia biasa bersembunyi.
Ai duduk di atas ranjang kecil yang hanya cukup untuk satu orang itu. Ia terlihat lebih baik. Tissu tak lagi menyumpal kedua lubang hidungnya. Mimisan itu telah berhenti dengan sendirinya. Ai tersenyum ketika Byunghun masuk.
Byunghun membalas senyum dan duduk di tepi ranjang. “Kau yakin tak perlu ke klinik?” Byunghun masih khawatir pada kondisi Ai.
“Em. Gwaenchanna. Ini biasa terjadi, sejak aku kecil dulu. Jika badanku demam dan panas tinggi atau cuaca panas yang ekstrim, aku pasti mimisan.”
Byunghun meletakan tangan kanannya di kening Ai. “Saat ini kau tidak demam. Cuaca juga tak begitu ekstrim, tapi tiba-tiba kau mimisan. Sebaiknya kita ke klinik. Dokter Song masih di sana.”
Ai menggeleng. “Percayalah, aku baik-baik saja. Tadi hanya sedikit pusing, tiba-tiba ia meluncur begitu saja. Maaf membuatmu panik dan merepotkanmu. Terima kasih untuk ini semua.”
Suasana berubah hening sejenak. Byunghun kemudian menghela napas panjang. “Baiklah, aku percaya.” Byunghun pun menyerah. “Ini, makanlah.” Ia memberikan kantung plastik di tangannya.
“Gomawo.”
Byunghun tersenyum dan mengangguk.
“Janji ini akan jadi rahasia kita.” Ai mengulurkan jari kelingkingnya.
Byunghun menatap jari kelingking Ai yang terulur lalu kembali menatap wajah Ai.
Ai tersenyum masih mengulurkan jari kelingkingnya.
Byunghun tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Ai. “Janji.” bisiknya.
“Jangan katakan pada yang lain, Minki Oppa dan terlebih… Hanbyul.”
Byunghun terdiam, terlihat ragu.
“Kau mau kan memegang janji ini?” tanya Ai memastikan.
“Aku janji. Aku tak mengatakan pada yang lain terlebih pada Minki Hyung dan Hanbyul.”
Ai tersenyum tulus. “Gomawo.” Bisiknya dengan ekspresi terharu.
Byunghun memaksakan senyum terindah di wajahnya sembari melepas kaitan jari kelingkingnya pada jari kelingking Ai. Tiba-tiba dadanya terasa penuh sesak. “Istirahatlah. Aku akan kembali ke kelas.” Byunghu  kembali tersenyum dan bangkit dari duduknya.
“Nee.” Ai mengangguk setuju.
“Jangan lupa, makan rotinya agar kau bertenaga.” Byunghun seolah enggan beranjak.
“Arasho.”
Byunghun tersenyum dan berjalan keluar. Ia menutup pintu dan bersandar padanya. Byunghun menghela napas meluapkan sesak di dalam dadanya. Byunghun berusaha mengontrol emosinya. Setelah yakin ia merasa lebih baik, Byunghun pun berjalan pergi meninggalkan lubang tikus.
Ai tertunduk menatap tas plastik dalam pangkuannya. Tas plastik berisi makanan dan minuman pemberian Byunghun untuknya. Butiran bening itu jatuh menimpa plastik. “Aku mohon jangan biarkan ini terus berlarut Tuhan. Maafkan aku, Lee Byunghun.” bisik Ai di tengah tangisnya.

Jam pulang tiba. Byunghun hanya memperhatikan dari kejauhan, hanya ingin memastikan Ai benar dalam keadaan baik. Ai terlihat lebih baik memang, ia berada bersama Jinwoon dan Daehyun juga Wooyoung. Byunghun tersenyum melihatnya.
Byunghun menghela napas panjang dan membalikan badan mulai berjalan pergi. Semua yang ada padamu selalu mengejutkan, sedari awal aku mengenalmu. Aku tahu ini tak akan mudah bagimu dan bagiku, bagi kita. Terima kasih karena telah mempercayai aku. Gumam dalam hati Byunghun. Ia terseyum lebar berjalan menuju area parkir tempat mobinya berada.
***
“Silver Hawk…? Seperti judul film yang pernah aku tonton. Han Suri…?” gumam Ai sambil mengamati private message yang mampir ke dalam akunnya.
“Aku pulang!” seru Minki saat memasuki rooftop.
“Selamat datang, Oppa.” sambut Ai.
“Eh? Tumben kau sudah di rumah?”
“Ess, kalau tak lekas pulang Oppa protes, pulang cepat pun Oppa protes.”
“Kau ingat pesan Dokter Song?”
“Iya, aku ingat. Harus banyak istirahat, kan? Sebentar lagi, masih ada hal seru.”
“Hal seru apa? Eh, kau belum makan?” Minki sudah di dapur.
“Aku lupa, aku sudah makan apa belum…?” gumam Ai.
“Aigo~ semua masih utuh. Aku panaskan, kita makan bersama ya?!”
“Terlalu larut, Oppa. Aku malas.”
“Bagaimana dengan secangkir coklat panas?”
“Aa, itu baru ide brilian.”
Beberapa saat kemudian Minki duduk bergabung sambil membawa dua cangkir coklat panas. “Apa yang seru?” tanya Minki.
“Silver Hawk.”
“Film itu kan, kita sudah pernanh nonton.”
“Aigo, ini bukan film tapi akun dengan nama Silver Hawk.”
“Oh. Lalu apa yang seru dari akun itu?”
“Dia mengaku namanya Han Suri, saudara Hanbyul di Amerika.”
“Oh, si Apel Merah. Sekarang saudaranya turut maju? Wah sepertinya di sana kalu mulai dikenal oleh kerabat si Apel Merah ya? Itu yang menurutmu seru?”
“Bukan itu, Oppa.” Ai sedikit kesal.
“Lalu?”
“Aku menelusuri riwayatnya. Kami berteman jauh sebelum aku masuk Hwaseong Academy dan mengenal Hanbyul, apalagi berpacaran dengannya. Dia tahu banyak tentang YOWL.”
“Eum… siapa tahu dia Yowlism yang benar tinggal di Amerika dan saat ini memang mengenal Hanbyul dan untuk menjadi lebih dekat denganmu, dia mengatasnamakan Hanbyul sebagai saudara. Masuk akal kan, Ryuke?” Minki merangkul Ai.
“Aku bukan Dewa Kematian, Oppa.” Ai menggerekan bahunya agar lengan Minki jatuh.
“Aku pikik apa yang seru. Kalau orang dimabuk cinta, yah apa pun itu yang berhubungan dengan orang yang dicintai, pastilah jadi hal seru. Sekecil apa pun itu, walau terkadang tak penting.”
“Oppa meledekku…?”
“Aku hanya bicara kenyataan.” Minki meniup coklat panas miliknya dan menyruputnya pelan. “Han Suri jadi lebih menarik kini? Kasihan sekali si Apel Merah.”
“Oppa! Han Suri itu perempuan!”
“Apa pun itu.”
“Oppa!!!”
Minki terkekeh. Ia kemudian mengintip monitor laptop Ai. “Sejak kapan kau tertarik bermain-main di blog?” tanya Minki heran.
“Sejak dulu.”
“Jung Jiyoo.”
“Sejak sering chatting dengan Han Suri. Ia mengirimkan link blog ini. Dia pikir aku penulis dari blog ini. Apa yang ditulis dalam blog ini, sangat mirip dengan apa yang terjadi dalam Hwaseong Academy. Viceroy dan YOWL. Suri berpikir aku sengaja menulisnya dengan merubah nama-nama tokohnya. Semua termasuk skandalnya sangat mirip. Aku belum sempat membaca semua. Tak bisa di copy paste pula.”
“Benarkah…?” Minki turut penasaran. “Sejauh mana kau baca? Autumn Field…?”
“Iya, nick authornya Rosewood.”
“Rosewood…? Nama sebuah pohon bukan?”
“Iya. Kayu yang lumayan kuat dan menjadi favorit untuk pembuatan beberapa furniture. Setahuku dari Inggris. Ah, gitarku ada yang terbuat dari kayu ini. Wajar jika Suri menduga ini aku. Dia banyak tahu tentang YOWL dan sepertinya lumayan mengenal bagaimana aku.”
“Eum, postingannya berbahas Korea?” Minki masih mengamati laptop Ai.
“Oppa jadi tertarik juga?”
“Aku penasaran.”
“Iya, mayoritas berbahasa Korea. Ada juga yang berbahas Inggris. Tapi sepertinya terjemahan jadi sedikit kacau.”
“Kau ini jeli sekali ya?”
“Bagaimana mungkin ada kejadian semirip ini…?”
“Bisa saja, jika si author ini adalah salah satu fans atau anti fans dari kalian, maksudku YOWL atau Viceroy. Dia pasti orang hebat jika benar bisa menggambarkan semirip itu. Seluruh hidupnya apa hanya ia habiskan untuk mengawasi kalian? Ah, aku jadi benar penasaran.”
Ai diam. Berpikir.
***
Hanbyul dan Suri berangkat sekolah berasama. Sepanjang perjalanan Suri antusias menceritakan pengalaman chatting-nya belakangan ini dengan Ai. Hanbyul diam mendengarkan dan sesekali tersenyum merespon cerita Suri.
“Pelit respon. Pantas saja semua tergila-gila padanya, karena penasaran.” tutup Suri.
“Kau juga?” komentar Hanbyul.
“Sepertinya. Lalu bagaimana denganmu?”
“Tapi dia menyambutmu dengan baik.” Hanbyul tak menjawab pertanyaan Suri.
“Entahlah. Padahal sempat tetap bersikap datar walau aku mengaku sebagai saudaramu.”
“Ia tak akan percaya begitu saja. Bahkan ia langsung menyerangku.”
“Benarkah…? Apa saja yang ia tanyakan padamu…?”
“Menurut Jiyoo, kalian berteman jauh sebelum Jiyoo masuk Hwaseong Academy dan mengenalku.”
“Sejeli itu kah…? Aku bahkan lupa kapan awal berteman dengannya. Wah, dia tipe orang yang penuh ketelitian ya? Salut. Kalau di Viceroy, siapa lawan tandingnya?”
“Eum… entahlah. Byunghun mungkin.”
“Aku heran bagaimana kau bisa tahan dengan gadis seperti itu. Cantik memang tapi sikapnya itu…”
Hanbyul terkekeh mendengarnya.
“Ok. Cinta memang buta.”
“Jiyoo tak sepenuhnya seperti itu kok. Dia itu… ah, sulit digambarkan dengan kata-kata.”
“Ok. Ok. Cukup kau nikmati sendiri saja. Itu privasimu. Oya, aku mengirim link blog yang aku ceritakan padamu tempo hari pada Ai.”
“Oya..? Lalu apa reaksinya?”
“Tak ada. Mungkin banyak yang ia temukan seperti itu.”
“Belum tentu. Justru kalau Jiyoo diam tak merespon, itu yang harus kau waspadai.”
“Jadi itu menarik baginya…? Dalam diamnya itu dia mencari fakta…? Seperti detektif saja.”
“Karena kau sudah memberitahu Jiyoo, akan aku coba bicarakan dengannya. Aku juga penasaran pada blog itu.”
“Em. Nanti bisa kita bahas bersama.”
“Feeling Jiyoo itu sangat tajam.”
“Wah, kau harus berhati-hati.”
“Aku…? Berhati-hati…? Kenapa…?”
“Tak apa. Hati-hati saja.”
“Ya. Kau tidak berpikir jika aku akan selingkuh kan…?!”
Suri mengangkat kedua bahunya dan berlari pergi.
“Ish. Apa maksudnya…?” gumam Hanbyul.
***
Seunghyun menemani Taerin berkemas. Besok Taerin akan pergi bersama tim perwakilan Hwaseong Academy selama tiga hari. Usai berkemas, Taerin dan Seunghyun mengobrol di ruang tengah kediaman Taerin. Seperti yang selalu terjadi setiap kali mereka ngobrol, pasti obrolan akan merembet membahas YOWL dan Ai.
Seunghyun menceritkan perihal kedatangan Ai yang tak pernah ia duga. Ai yang tiba-tiba menemuinya di sekolah dan menawarkan kerjasama pada Seunghyun.
Jadi dia juga melamarmu? Aku yakin kau pasti langsung menerimanya saat itu juga dan kau pasti sangat senang mendapat kesempatan ini. Bahkan jika dia tak melamarmu, aku yakin kau pasti akan menawarkan diri padanya. Ish, dasar Song Seunghyun. Taerin yang bergumam dalam hati menyincingkan senyum di bibirnya.
“Kau pasti sangat senang. Aku dengar Jung Yonghwa dan Jang Dongwoo juga mendapatkan lamaran itu.” komentar Taerin.
“Iya. Semoga mereka setuju.” Seunghyun membenarkan. “Hah, semua ini sungguh… aku tak menduganya. Semua ini akan menjadi sesuatu yang hebat. Menurut prediksinya kau akan menang, walau tak teratas. Kau percaya?”
“Pada ucapan seorang Fujiwara Ayumu? Apa dia benar seorang cenayang?”
“Entahlah. Tapi beberapa prediksinya benar adanya.”
“Ini semua bisa diraba, bisa dilihat. Kemampuan Kim Myungsoo dan Jung Soojung tak diragukan lagi.”
“Aku bicara tentangmu. Bukan tentang Kim Myungsoo atau Jung Soojung. Ini tentang Kim Taerin dan Kim Kibum. Kalian pemain baru. Siapa yang tahu apa yang akan kalian dapatkan? Tapi dia mengatakannya tanpa ragu dan benar membanggakan kalian.”
“Hah! Ok. Terserah kau saja. Aku sama sekali tak percaya pada apa yang dikatakannya.”
“Itu hakmu.”
“Satu lagi. Saat aku pergi, jangan mengirim mawar merah untukku.”
“Mawar merah untukmu…?”
“Jangan pura-pura bodoh. Tempo hari kau mengirim mawar merah untukku kan? Dari mana kau tahu jika mawar merah adalah bunga kesukaanku?”
“Kau ini bicara apa…? Mawar merah itu sangat mahal. Uang sakuku saja minim, tak mungkin aku sia-siakan untuk melakukan hal romantis seperti itu. Bahkan aku baru tahu jika kau suka mawar merah.”
“Jadi itu bukan kau…?”
Seunghyun menggeleng tersipu.
“Lalu siapa…?” bisik Taerin.
***
Byunghun, Hyuri, Minhwan dan Junghsin berkumpul di bawah pohon besar, hanya memperhatikan dari jauh tim perwakilan Hwaseong Academy yang siap berangkat. Tak jauh dari tempat mereka, berdiri Seunghyun yang juga turut melepas kepergian Taerin dari jauh.
Ai ditemani Wooyoung memantau momen itu dari atap gedung sekolah. Diam dan hanya mengawasi. Ai kemudian tersenyum saat membaca sms yang dikirim Jaejoong untuknya. Jaejoong berterima kasih karena Ai telah memilih Taerin untuk menjadi penggantinya.
“Ini tim kedua, kan?” Jinwoon datang bergabung. Ia tersenyum dan berjalan mendekati Ai. “Gadis kecil ini benar ingin merubah dunia, dan Tuhan berpihak padamu. Aku rasa memang sudah waktunya Jeonggu Dong berubah.” Jinwoon mengelus kepala Ai.
“Semoga. Aku pun berharap Tuhan akan benar-benar berpihak padaku. Hingga akhir.” Ai lirih pada kalimat terakhir. “Appa masih terus memantau?”
“Iya. Kau tak perlu khawatir. Appa hanya memantau saja, tak ada tindakan sabotase atau hal lainnya. Percayalah. Dan sepertinya si Pembuat Onar sedang hibernasi ya? Hwaseong jadi begini tenang tanpa adanya kiriman aneh-aneh di komunitas sekolah kita.”
“Tuan Muda benar. Atau mungkin dia mulai lelah membuat kekacauan?” Wooyoung turut bicara.
“Kalian masih mengingatnya?” tanya Ai.
“Hanya penasaran. Setelah foto-foto itu.” jawab Jinwoon.
“Belakangan aku jadi berpikir, apakah ini ada hubungannya dengan Tuan Kim.” kata Wooyoung.
“Tuan Kim…? Untuk apa dia membuang waktu dengan bermain dengan kita seperti ini…? Ai keheranan.
“Bisa jadi. Cara ini cukup membuatmu jera.” Jinwoon sependapat.
“Tapi, tapi Tuan Kim itu terlalu sibuk untuk mengurusi permainan tak penting semacam ini.”  sangkal Ai.
“Itu kan menurutmu. Mungkin tidak baginya. Aku rasa kecurigaan Wooyoung cukup beralasan. Selebihnya bisa jadi ini hanya kebetulan.”
Ketiganya kemudian kembali menatap rombongan yang bersiap pergi.
***
Usai membalas email dari Hanbyul, Ai kembali mengunjungi blog Autumn Field. Kembali melihat-lihat apa saja yang ada dalam blog itu. Blog yang cantik dan menurut Ai sangat gadis sekali, girly. Ai kemudian membalas private message yang dikirim Suri padanya. Ai memberondong Suri dengan banyak pertanyaan sehubungan dengan blog Autunm Field. Ai mematikan laptopnya ketika para peserta pelatihan mulai berdatangan.
Sore ini, dibantu beberapa anak buah Yongbae yang dinilai sudah mahir dan mengusai tehnik merangkai bunga, Ai kembali memberikan pelatihan merangkai bunga bagi warga yang berminat. Ada sepuluh orang yang bergabung dan kesemuanya wanita.
Ai berjalan mengelilingi meja dimana para peserta duduk memutar untuk belajar merangkai bunga. Ponsel dalam saku celana Ai bergetar. Ai mengerutkan dahi melihat nama salah satu anak buah Yongbae muncul dalam layar ponselnya.
“Hallo…” Ai menerima panggilan itu. Ai diam mendengarkan. Tak mengucap sepatah kata pun, Ai berjalan cepat keluar gedung basecamp.
“Hey!” panggil Byunghun dari dalam mobilnya yang baru saja menepi.
“Byunghun~aa!” Ai tersenyum lebar berlari menghampiri mobil Byunghun. “Tolong antar aku ke rumah sakit. Sekarang.”
“Ada apa…? Rumah sakit…?” Minhwan sudah turun dari mobil.
“Masuklah!” perintah Byunghun.
Ai mendorong Minhwan yang masih berdiri memegang pintu mobil Byunghun yang terbuka dan masuk ke dalam mobil.
“Ya!!” teriak Minhwan saat mobil Byunghun melaju begitu saja meninggalkannya. “Aish! Ck! Mereka meninggalkanku. Di sini. Sendiri.” Minhwan berkacak pinggang dengan ekspresi kesal.
Minhwan masuk ke dalam basecamp. Ia tersenyum lebar, merasa beruntung karena Shin Ae ada di sana. “Ya! Apa terjadi sesuatu?” Minhwan menghampiri Shin Ae.
“Terjadi sesuatu…?” Shin Ae balik bertanya.
“Fujiwara buru-buru mengajak Byunghun pergi ke rumah sakit. Ada apa?”
“Nona…?” Shin Ae terkejut. “Eum, entahlah. Dia baik-baik saja tadi, melatih mereka. Ada apa sebenarnya…?”
***
Ai berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Byunghun berusaha mengimbangi langkah Ai, tetap berada di samping Ai. Keduanya sampai di ruang ICU tempat Yongbae dirawat. Ruangan itu telah kosong. Byunghun yang turut bersama Ai tampak bingung dan bertanya-tanya dalam diam tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Yongbae. Tatapan Byunghun beralih cepat menatap Ai yang tertunduk dengan tangan kanan menyentuh dinding kaca. Perlahan tangan kanan Byunghu  bergerak dan menyentuh pundak Ai. Pelan ia menepuk-nepuk pundak Ai dengan lembut.
“Nona!”
Ai juga Byunghun terhenyak. Pemuda itu tersenyum lebar dan berlari kecil mendekati Ai. Ai menatapnya heran. Pemuda itu masih tersenyum kemudian menganggukan kepala memberi isyarat agar Ai mengikutinya.
Mereka tiba di depan pintu sebuah kamar. Anak buah Yongbae yang menelfon dan menyusul Ai ini tersenyum sambil membuka pintu.
Yongbae yang duduk di atas ranjang dan menatap keluar jendela segera menoleh mendengar suara pintu terbuka. “Nona…?” sapanya pada Ai yang berdiri di ambang pintu. Yongbae tersenyum bahagia menyambut kedatangan Ai.
Ai tersenyum bahagia, juga haru berjalan gontai mendekati ranjang Yongbae. “Duduk saja di sana.” perintahnya saat Yongbae akan turun. “Kenapa kau baru beri tahu aku sekarang, ha?!” Ai menepuk pelan lengan Yongbae.
“Maafkan aku, Nona. Aku pikir pastilah sangat sibuk di sana.”
“Senang melihatmu kembali, Dong Yong Bae.” Ai tersenyum lega.
“Ini berkat Nona. Mendegar setiap cerita Nona…” pandangan Yongbae tertuju pada tangan kiri Ai. “Tangan Nona juga sudah sembuh…?”
“Kuasa Tuhan, untuk kita semua.”
Sebenarnya kesadaran Yongbae telah kembali sejak kemarin malam, namun ia melarag rekannya untuk segera memberi tahu Ai. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan dan pindah ruangan, barulah Yongbae meminta rekannya menelfon Ai, hanya mengatakan “Nona harus segera ke rumah sakit”, begitu saja.
“Yang lain tak tahu kan?” tanya Yongbae setelah lumayan lama mengobrol dengan Ai. “Tadinya aku ingin menghubungi Minki Hyung, tapi pastilah dia sangat sibuk. Lalu dia mengusulkan menghubungi Nona saja, karena Nona pastilah yang paling khawatir tentang kita semua.”
“Telefon tadi cukup membuatku kelelahan berpikir di jalan.” jawab Ai.
“Sekali lagi maafkan aku, Nona.”
“Malam ini, kami akan berkumpul. Mereka pasti senang mendengar berita tentangmu ini.”
“Hah.. sangat rindu pada mereka semua.” keluh Yongbae. “Tapi Nona jangan khawatir, aku tak akan bandel di sini. Aku akan patuh mengikuti semua terapi. Aku ingin segera kembali.”
Ai tersenyum dan mengangguk.
***
Byunghun yang duduk dibalik kemudi tersenyum melihat ekspresi Ai yang berseri-seri.
“Uh!” Ai tiba-tiba menutup hidung dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya berusaha meraih tissue yang tergantung di depannya.
“Kau mimisan lagi…?” Byunghun panik.
“Aku baik-baik saja. Tetaplah fokus. Kau sedang mengemudi.” Ai menutup hidungnya dengan tissue yang segera memerah karena darah yang mengucur dari hidung Ai.
“Kita ke rumah sakit.”
“Jangan! Aku mohon jangan. Aku baik-baik saja.”
“Tapi…”
“Percayalah.”
Byunghun mendesah kesal.
“Kemana pun, asal jangan rumah sakit, klinik atau basecamp.” pinta Ai.
Byunghun masih terlihat cemas menunggu di luar toilet wanita. Karena posisi keduanya dekat dengan taman bermain, Byunghu membelokan mobilnya ke sana. Lima menit berlalu sejak Ai masuk, namun gadis itu belum juga keluar. Byunghun mondar-mandir panik. Berulang kali ia melihat pintu masuk toilet. Ingin rasanya menembus pintu itu untuk mencari Ai di dalam sana. Menit ketujuh, Byunghun benar ingin nekat masuk. Beruntung Ai muncul dan menahan langkah Byunghun.
“Bagaimana? Kau baik saja?” tanya Byunghun penuh kekhawatiran.
“Orang mimisan masih kau tanya baik saja?” Ai balik bertanya.
Byunghu terdiam. Bingung.
Ai tertawa geli. “Kugjungma. Gwaenchanna.” Ai tersenyum lebar.
“Bohong. Kita ke rumah sakit sekarang.” Byunghun menarik tangan kanan Ai, namun Ai tak bergerak dari posisinya. “Hah! Kau ini!”
“Kita ke basecamp.” Ai beralih menarik tangan Byunghun.
Walau Ai mencoba bersikap biasa, Byunghun tetap mengkhawatirkannya. “Kau, kenapa begitu keras kepala?” tanya Byunghun sambil berjalan menuju area parkir.
“Aku harus kuat itu saja.”
“Bertahan seperti ini adalah tindakan bodoh.”
“Aku yang tahu siapa aku dan sebatas mana kekuatanku.”
Byunghun berhenti tepat di depan Ai membuat langkah gadis itu terhenti. Ia menatap Ai, antara khawatir dan kesal.
Ai diam membalas tatapn Byunghun. Ia kemudian tersenyum. “Aku tahu kau begitu mengkhawatirkan aku. Terima kasih. Aku janji jika aku merasa tak kuat lagi, kaulah orang yang akan aku mintai bantuan pertama kali.”
Tatapan Byunghun meredup. Keresahannya mulai surut.
“Ini karena kau adalah orang tak sengaja mengetahui akan hal ini.” Ai kembali berjalan.
Byunghun menghembuskan napas panjang dan menyusul langkah Ai.
***
Saat sampai di basecamp, Ai langsung mengumumkan berita kembalinya kesadaran Yongbae pada rekan-rekannya. Semua lega dan menyambut bahagia berita ini. wajah mereka berbinar dan terlihat kembali bersemangat walau lelah mendera. Mereka menyetujui permintaan Yongbae yang ingin tetap merahasiakan hal ini walau mereka tahu resiko berita ini menyebar entah dari siapa bisa saja terjadi.
Byunghun berdiri melipat tangan memperhatikan Ai. Di depan rekan-rekannya, AAi terlihat sangat baik. Penuh semangat dan tak terlihat lesu sedikit pun. Byunghun menghembuskan napas panjang mengingat dua kejadian ketika Ai tiba-tiba mimisan.
Sadar jika ada yang memperhatikan, Ai menatap ke arah Byunghun. Senyum tulus terkembang di wajah Ai. Senyum yang mengisyaratkan kata terima kasih dengan tulus.
Byunghun membalas senyum  dan menganggukan kepala. Melihatnya, lagi-lagi dada Byunghun terasa penuh sesak. Hatinya seolah teriris melihat ekspresi Ai itu. Namun Byunghun membuat seutas senyum manis di wajahnya. Untuk Ai.
Ai tersenyum lega dan kembali fokus pada rekan-rekannya.
  
 
---TBC---
 
  shytUrtle
 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews