Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

03:46

Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.......
 

 


. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight/Fantasy-Romance.
. Cast:
-                  Song Hyu Ri (송휴리)
-                  Rosmary Magi
-                  Han Su Ri (한수리)
-                  Jung Shin Ae (정신애)
-                  Song Ha Mi (송하미)
-                  Lee Hye Rin (이혜린)
-                  Park Sung Rin (박선린)
-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

...Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini...?
***
 
Land #20


                Usai  kegiatan hiking dari pagi sampai siang, sore hari free bagi seluruh peserta. Beberapa memilih untuk tetap tinggal di rumah singgah untuk mengerjakan laporan dari tugas hiking, beberapa memilih berjalan-jalan di area perkebunan yang super luas itu.

                Selepas makan malam acara santai kumpul bersama digelar di area terbuka, di bawah naungan langit malam. Di sesi santai itu, nantinya seluruh peserta diminta menyumbangkan penampilan untuk menghibur sesama anggota club. Baik panitia dan peserta diharap unjuk tampil.

                Hyuri tertinggal oleh Magi dan Suri yang lebih dulu meninggalkan rumah singgah mereka. Saat Hyuri keluar rumah singgah, bersamaan dengan Yonghwa yang sepertinya juga tertinggal.

                “Kau ketinggalan juga?” sapa Yonghwa pada Hyuri.

                Hyuri menganggukkan kepala sembari tersenyum kecil.

                “Kita pergi bersama.”

                “Sunbaenim!” tahan Hyuri saat Yonghwa akan melangkah pergi.

                Yonghwa kembali menoleh. Menaruh perhatian pada Hyuri. Ia menatap Hyuri yang sepertinya ingin  menyampaikan sesuatu namun tampak ragu. Yonghwa menunggu namun Hyuri tak kunjung bicara. “Katakan saja,” Yonghwa mempersilahkan Hyuri bicara.

                “Aku mohon bantu Magi.” Kata Hyuri cepat.

                “Em...?” Yonghwa menatap tak  paham pada Hyuri.

                “Festival Hwaseong itu. Entah ini salah atau benar, tindakanku. Menurutku Magi pantas tampil dalam festival itu dan jika ia lolos, tak mungkin membawa Snapdragon ke dalam sekolah. Tampil sebagai solo pemain kecapi akan terlalu menonjol. Aku memikirkan sebuah konsep untuk Magi dan Clovis. Clovis seluruhnya bersekolah di Hwaseong Academy. Itu tak akan jadi masalah kan? Saat Magi lolos, aku yakin ia akan diberi kebebasan konsep untuk tampil.”

                “Kau pikir semudah itu? Atau mengandalkan dukungan Yang Mulia Tuan Putri? Lagi pula Magi tak mengatakan apa pun, sebaiknya lupakan saja.”

                “Apa...? Lupakan...? Setelah Magi mendapat tiket emas itu...?”

                “Clovis tak pernah bergabung dalam festival itu sebelumnya dan hingga detik ini tak ada keinginan untuk bergabung. Kami tak memiliki niat melamar menjadi pengisi acara dalam festival akbar itu. Tampil di depan Departemen Kementrian Pendidikan dan Keluarga Raja, kebebasan konsep apa yang kau harapkan? Sepanjang aku berada di sekolah itu, Departemen Kesenian Istana pasti turun tangan dan mengatur semua. Para pengisi acara hanyalah robot. Kau mau Magi jadi seperti itu?”

                Hyuri terdiam dan sedikit tertunduk.

                “Kehebatan Magi di dalam Club Golden Rod tak akan mampu memberinya dukungan dalam festival itu. Perwakilan dari raksasa entertainment di Wisteria Land pun akan turut andil. Caliptra Seta Entertainment akan hadir juga sebagai penyeleksi dan pengatur acara. Jadi jangan berpikir Hwaseong Festival itu murni milik Hwaseong Academy. Sepertinya tak akan jadi seperti itu.”

                Hyuri masih terdiam. Ia merenungi kata-kata Yonghwa.

                “Hah! Sepertinya acara akan segera dimulai,” Yonghwa kembali membelakangi Hyuri.

                “Sunbaenim! Bagaimana jika nantinya Magi lolos? Apakah Sunbaenim akan tetap membiarkannya maju sendiri?” tanya Hyuri kembali menghentikan langkah Yonghwa.

                Yonghwa kembali menghadap Hyuri. “Aku hanya akan menuruti permintaan Magi. Lihat saja bagaimana nanti.” Kata Yonghwa lalu kembali membelakangi Hyuri dan mulai berjalan pergi.

                “Menuruti apa kata Magi...? Lagi...?” gumam Hyuri lirih.
***

                Semua peserta dan panitia sudah berkumpul di lapangan terbuka tempat acara santai digelar. Hoya dibantu beberapa temannya mulai menyalakan api unggun di tengah lingkaran para peserta dan panitia yang berkumpul. Usai Hoya menyalakan api unggun, ia membuka acara dan memberikan sambutan singkat. Kemudian Clovis tampil mewakili panitia sebagai pembuka acara hiburan.

                Yonghwa dan Seunghyun memainkan gitar akustik mereka dan bernyanyi berbagi bersama member Clovis membawakan lagu One More Try-A1. Malam ini Clovis tampil membawakan tiga buah lagu akustik.

                Penampilan kedua masih dari perwakilan panitia. Penampilan ketiga, panitia menunjuk satu kelompok perwakilan peserta. Penampilan keempat diisi oleh Flower Season Boys.

                “Dan untuk penampilan kelima...” Hoya membaca kertas di tangannya, mencari target perwakilan kelompok peserta, “Kelompok Walnut. Silahkan maju,” Hoya mengangkat kepala menatap deretan peserta baru.

                Magi berdiri dan tersenyum lebar. Jonghwan, Suri, Hyuri dan Seungho kompak menatapnya heran. “Walnut adalah nama kelompok kita,” ucap Magi di sela senyum lebarnya. Jonghwan, Suri, Seungho dan Hyuri bergegas berdiri bersama Magi.

                “Kenapa Walnut?” bisik Seungho protes.

                “Jadi mereka Walnut? Nama itu terdengar sepeti nama hamster di telingaku,” komentar Kwanghee meledek.

                Magi melirik Kwanghee. “Aneh dan penuh kontradiksi, agresif, spontan, strategi hebat tidak selalu disukai tapi sering dipuja. Itulah si gelora Walnut,” Magi menerangkan maksud kenapa ia memilih nama Walnut untuk kelompoknya. Keempat teman Magi tersenyum mendengar ulasan Magi.

                “Berbelit-belit! Tampilah! Tampilah! Mau membaca mantra lagi? Aih~ itu membosankan!” Kwanghee tak puas dan terus mengolok.

                “Hwang Kwanghee!” tegur Hoya. Kwanghee memanyunkan bibirnya dan diam. Hoya kembali menatap Magi. “Walnut, apa yang ingin kalian tampilkan?”

                “Drama singkat Bawang Merah dan Bawang Putih,” jawab Magi.

                “Bawang Merah dan Bawang Putih? Cerita seperti apa itu?” Hoya penasaran.

                L.Joe dan Clovis yang juga menonton turut menyimak. Senyum masih terkembang di wajah L.Joe yang fokus menatap Magi.

                “Cinderella versi Indonesia.” Jawab Magi singkat.

                “Kedengarannya menarik. Baiklah, silahkan tampil untuk kelompok Walnut!” Hoya mempersilahkan dan yang lain bertepuk tangan.

                Sementara Jonghwan, Suri, Seungho dan Hyuri mempersiapkan diri untuk drama, Magi maju ke tengah lingkaran dan membuka pertunjukan. Magi bertindak sebagai narator dan pengisi suara untuk Jonghwan. Magi mulai membacakan prolog tentang mini drama Bawang Merah dan Bawang Putih yang ia pertunjukan bersama teman-temannya dalam kelompok Walnut.

                “Alkisah hiduplah seorang janda cantik bersama dua orang putrinya. Satu putri kandung yang amat ia sayangi Bawang Merah dan seorang anak tiri Bawang Putih. Bawang Merah , gadis berparas ayu namun sombong dan congkak. Sedang Bawang Putih, gadis berhati lembut. Dan di sinilah kisah itu dimulai...” Magi sedikit minggir lalu Suri dan Hyuri maju ke tengah lingkaran.

                Suri dan Hyuri maju ke tengah. Suri berperan sebagai janda/ibu tiri dan Hyuri memerankan tokoh Bawang Merah. “Putih! Putih!” Suri berteriak memanggil nama anak tirinya. “Putih!!!” teriakan Suri makin lantang.

                Jonghwan yang berperan sebagai Bawang Putih berlari kecil masuk ke tengah lingkaran. Melihat Jonghwan berdandan ala anak perempuan, penonton sempat menertawakannya. “Nee, Omoni,” Jonghwan berakting santun dan Magi bertindak sebagai pengisi suara Jonghwan.

                “Mana masakan pesanan kami? Ha?! Kakakmu Bwang Merah kelaparan menunggu! Mana ikan emas gorengnya...?!” Suri dengan nada meninggi berbicara dekat di depan Jonghwan.

                “Jeosonghamnida Omoni. Aku tak tega menyembelih ikan cantik itu. Aku melepaskannya,” Jonghwan tertunduk takut di depan Suri dan Magi mengisi suara dengan nada ketakutan.

                “APA...?!!! Kau melepaskannya...?!!! Tangkap ikan itu kembali dan segera memasaknya untuk kami!” perintah Suri sambil kemudian berkacak pinggang.

                “Tapi itu tak mungkin Omoni. Hari sudah gelap. Aku melepaskan ikan itu di sungai. Tak mungkin aku bisa menangkapnya kembali.”

                “Dasar anak nakal! Kalau begitu sebagai hukumannya, malam ini kau jangan tidur di dalam rumah! Tidurlah di kebun bersama ayunan kesayanganmu itu!” Suri mendorong Jonghwan dan berakting seolah membanting pintu lalu mengajak Hyuri minggir.

                “Omoni! Omoni! Tolong buka pintunya!” Jonghwan berakting seolah-olah sedang menggedor sebuah pintu. “Omoni...” Jonghwan tertunduk lelah usai berakting seolah menggedor pintu. Tersisa Jonghwan dengan wajah sedih, duduk tertunduk kemudian mendongak menatap langit malam.

                “Bawang Putih kembali bersedih hati, seperti malam-malam sebelumnya ketika ia dihukum tidur di kebun oleh sang ibu tiri.” Magi kembali maju sebagai gadis pencerita. “Ia kembali bertanya pada langit malam, kapan semua ini berakhir? Kapan aku menemukan kebahagiaan? Seperti malam sebelumnya juga, Bawang Putih kembali bernyanyi untuk menghibur dirinya sendiri. Malam ini Tuhan menciptakan takdir baru untuk Bawang Putih. Ketika ia bernyanyi, di luar tembok tinggi yang melindungi rumah megah tempat dimana Bawang Putih terkurung tengah lewat seorang pemuda tampan. Pemuda tampan yang sedang menikmati indahnya pemandangan malam itu pun tersihir oleh nyanyian merdu Bawang Putih.” Magi kembali mundur.

                Jonghwan masih duduk menatap langit dengan wajah sendu. Lalu Seungho muncul, berakting berjalan dengan senyum terkembang di wajah tampannya seolah ia benar-benar menikmati indahnya malam dalam sebuah perjalanan.

                “The last that I ever she saw him, carried away by a moonlight shadow.” Jonghwan kembali berakting. Ia sedang bernyanyi dan Magi mengisi suara Jonghwan kembali.

He passed on worries and warning, carried away by a moonlight shadow.  Lost in the riddle last Saturday night. Far away on the other side. He was caught in the middle of desperate fight and she couldn’t find how to push through. Moonlight shadow oh moonlight shadow, carried away by a moon oh... Moonlight shadow oh moonlight shadow, far away. I stay I pray, I see you in heaven far away. I stay I pray, I see you in heaven one day... Moonlight shadow oh moonlight shadow, carried away by a moon oh... Moonlight shadow oh moonlight shadow, far away. Moonlight shadow oh moonlight shadow, carried away by a moon oh... Moonlight shadow oh moonlight shadow, far away.

                Hening. Jonghwan duduk merengkuk dan berusaha tidur. Seungho yang berhenti menikmati nyanyian malam itu merasa kehilangan sesuatu yang menarik perhatiannya. Seungho celingukan lalu melompat-lompat seolah ia benar ingin melihat sesuatu di balik tembok yang memisahkan ia dengan suara merdu yang sempat membiusnya beberapa detik yang lalu. Sadar usahanya sia-sia Seungho menggelengkan kepala dan berjalan minggir.

                Magi kembali maju sebagai gadis pencerita. Suri dan Hyuri kembali maju dan duduk berakting sedang menikmati pagi di teras rumah sedang Jonghwan minggir. “Nyanyian burung berkicau menyambut datangnya pagi yang cerah.” Magi memulai kembali bercerita. “Bawang Putih sibuk menyiapkan sarapan untuk ibu dan saudara tirinya. Sedang Bawang Merah dan Ibu Tiri asik bercengkrama di teras rumah. Ibu Tiri dan Bawang Merah terkejut ketika tiba-tiba seorang pemuda tampan menghampiri mereka. Melihat pemuda tampan itu Ibu Tiri berbinar dan meminta Bawang Merah segera berdiri menyambut.”

                “Selamat pagi, Nyonya!” sapa Seungho ramah saat sampai di depan Suri.

                “Selamat pagi,”balas Suri sopan. “Angin apa gerangan yang membawa Tuan Muda Tampan hingga rela melangkahkan kaki dan mampir ke gubuk kami ini?”

                “Semalam aku tak sengaja lewat di depan rumah ini dan aku mendengar seseorang bernyanyi merdu, tapi aku tak bisa melihat siapakah seseorang itu, jadi pagi-pagi sekali aku datang kemari untuk bertanya tentang hal itu. Siapakah yang bernyanyi semalam?” tanya Seungho langsung to the point.

                “Menyanyi...? Ah, tentu saja itu putriku tersayang ini, Bawang Merah,” Suri tersenyum lebar dan menarik Hyuri maju lebih dekat padanya.

                Seungho mengamati Hyuri dari atas ke bawah. Ia ragu. “Benar dia yang bernyanyi semalam?”

                “Tentu saja. Di sini hanya ada kami berdua yang tinggal. Hehehe.”

                Seungho menarik senyumnya. “Aku adalah pangeran dari Negeri Dongeng dan telah mendengar cerita tentang keluarga ini. Aku tidak sedang main-main. Aku datang untuk mencari gadis yang bernyanyi semalam jadi katakan padaku dimana gadis itu. Segera!” Seungho membentak pada kata ‘segera’.

                Mengetahui pangeran marah, Ibu Tiri pun berteriak memanggil Bawang Putih. “Bawang Putih! Cepat kemari!” panggil Suri. “Bawang Putih!” teriaknya lagi.

                “Iye, Omoni,” Jonghwan bergegas maju. Seungho terkesima melihat Bawang Putih. “Iye, Omoni,” masih dengan kepala tertunduk Jonghwan berhenti di dekat Suri.

                “Pangeran ini... mencarimu.”

                “Pangeran...?” Jonghwan mengangkat kepala lalu tatapannya bertemu dengan tatapan Seungho yang tersenyum melihatnya.

                “Semalam, apakah kau yang bernyanyi?” tanya Seungho lembut.

                “Nee...?” Jonghwan terkejut. “Nee,” Jonghwan sedikit mengangguk.

                “Bisa kau nyanyikan kembali lagu itu? Agar aku yakin jika kaulah gadis yang aku cari.”

                “Nee.” Jonghwan kembali berakting sedang bernyanyi dan Magi mengisi suara untuknya.

                Seungho tersenyum lebar dan mendekati Jonghwan. “Tak ragu lagi, kaulah gadis yang aku cari. Bawang Putih, maukah kau menikah denganku?” Seungho berlutut di depan Jonghwan.

                Jonghwan tersipu dan mengangguk pelan. Seungho dan Jonghwan berpelukan membuat penonton histeris.

                “Dan Pangeran menikahi Bawang Putih, mereka hidup bahagia ever after. Kamsahamnida.” Tutup Magi tak memberi kesan baik di akhir pertunjukan namun penonton tetap bertepuk tangan untuk penampilan kelompok Walnut.

***
               
                “Ck!” Magi berdecak kesal. Ia sudah naik ke atas kursi yang ia naikan ke atas meja namun sinyal tak kunjung muncul dalam ponselnya. Magi kembali turun, berjalan mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi untuk mencari sinyal. Magi keluar rumah singgah untuk mencari sinyal. Magi berhenti di bawah tiang lampu di depan rumah singgah yang ia tempati. Namun nihil, sinyal tak kunjung muncul.

                “Bagaimana ini? Mereka bisa marah jika aku tak menelfon,” gumam Magi lirih kemudian kembali mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi dan berharap sinyal mau mampir ke dalam ponselnya.

                “Butuh menelfon?”

                Magi menurunkan tangan kanannya dan menoleh. Magi menemukan L.Joe sudah berdiri jarak tiga langkah dari tempat ia berdiri. “Nee. Sulit sekali menemukan sinyal di sini dan aku harus menelfon Oppaku, jika tidak mereka akan marah dan tak memberiku izin keluar seperti ini lagi.”

                “Sangat bagus di sana.” L.Joe menuding menara dimana di atasnya terdapat tangki besar tempat penyimpanan air bersih.

                “Mm-mwo...? Di sana...?” Magi terlihat takut melihat tempat yang gelap itu.

                “Aku akan mengantarmu ke sana. Ayo.”

                Magi menatap L.Joe sejenak. Ia ragu, tapi harus tetap menelfon Sungjeong seperti yang ia janjikan. AkhirnyaMagi setuju L.Joe mengantarnya pergi.

                L.Joe tersenyum dan berjalan di samping Magi, mengantar gadis itu menuju menara tempat penyimpanan air. Dengan bantuan cahaya senter yang dibawa L.Joe mereka berjalan menuju menara. L.Joe meraih tangan kanan Magi, menggenggamnya erat dan menarik Magi lebih dekat padanya. Magi terkejut namun hanya bisa diam. Sejenak rasa takutnya pada kegelapan redam. Berubah menjadi rasa hangat dan nyaman ketika L.Joe meraih tangannya dan menuntunnya. Saat sampai di menara, L.Joe meminta Magi menaiki tangga lebih dulu. Ia berjalan di belakang Magi sambil menyorotkan lampu senter untuk menerangi Magi yang berjalan di depannya.

                Magi tersenyum lebar. Benar yang dikatakan L.Joe, di atas menara ini sinyal sangat bagus. Magi segera menelfon Nichkhun. Baru saja Magi berbicara tiba-tiba panggilan terputus. Saat hendak menelfon ulang, SMS masuk ke dalam inbox ponsel Magi.

                “Mwoya...? Tunggu sebentar aku akan balik menelfonmu...? Oppa... ck!” Magi benar kesal. Susah-susah mendapatkan sinyal namun Nichkhun yang menerima panggilan Magi seenaknya saja memutuskan panggilan dan meminta Magi menunggu telefon darinya. “Oppa tak tahu betapa susahnya aku mendapatkan sinyal ini dan Oppa meminta aku menunggu?” Magi berbicara kesal pada ponselnya.

                “Kita tunggu saja,” L.Joe duduk di atas lantai menara.

                Magi yang malam ini berpenampilan tanpa wig oranyenya ikut duduk. Masih dengan kesal dan menatap layar ponselnya berharap Nichkhun segera menelfon. Magi duduk tak jauh di samping kiri L.Joe.

                L.Joe menatap Magi. Mengamatinya. L.Joe tersenyum. Dalam minimnya pencahayaan malam itu, ia masih saja dibuat kagum oleh kecantikan Magi. L.Joe menatap Magi dari atas ke bawah. Rambut coklat ikal  Magi tergelung rapi seluruhnya. Dengan atau tanpa make up, Magi tetaplah cantik bagi L.Joe.

                “Drama tadi... kenapa endingnya kau hanya menutupnya seperti itu?” L.Joe memulai obrolan.

                “Buruk sekali. Mati-matian membujuk Seungho dan Jonghwan untuk berpelukan. Aku tak menyangka mereka benar melakukannya dan aku tak bisa memberi kesan yang baik di akhir pertunjukan. Mianhae.”

                “Itu wajar. Tak ada persiapan khusus, untuk kategori dadakan sangatlah baik. Menurutku.”

                Keduanya kembali terdiam. “Itu seolah menyindirku,” L.Joe kembali bicara.

“Nee...? Menyindir...?” Magi menoleh ke arah kanan, menatap L.Joe.

L.Joe tersenyum kemudian mengalihkan padangan menatap lurus ke depan. “Saat itu aku sedang bosan, aku memutuskan keluar, berjalan tanpa tujuan bersama kameraku. Aku tiba di taman hiburan di jalan Elder Flower... sore itu pertama kalinya aku mendengarmu bernyanyi. Nyanyian yang kemudian membuatmu ingin kembali ke taman bermain itu, kembali melihat setiap pertunjukanmu. Nyanyian yang membuatku jatuh hati, padamu...” L.Joe tersenyum mengenang bagaimana ia pertama kali bertemu dengan Magi. Kemudian ia kembali menoleh ke arah kiri.

Kedua mata itu bertemu. Saling menatap satu sama lain selama beberapa detik. Magi lebih dulu menunduk, mengalihkan pandangan. L.Joe kembali tersenyum.

“Suatu sore aku sengaja membuntutimu, kau memasuki sebuah tempat yang belakangan aku ketahui ternyata sebuah studio. Dengan sabar aku menunggu sampai kau kembali muncul dan membawaku pada club Golden Rod. Tadinya aku berpikir kau bekerja paruh waktu sebagai pelayan di sana, ketika aku masuk, ternyata aku salah. Dan setelah pulang dari menonton pertunjukanmu bersama Snapdragon, semakin kau memenuhi pikiranku. Seperti coklat, kau membuatku kecanduan. Selama tiga bulan aku terus melakukan itu, diam-diam memperhatikanmu, memotretmu...” senyum masih terkembang di wajah L.Joe ketika ia membagi cerita dengan Magi. “Hingga malam itu Jaesuk Ajushi menawarkan sebuah pertemuan denganmu. Aku setuju dan memberanikan diri bertatap muka langsung denganmu, tapi tiba-tiba kau pergi.”

“Tentang itu... aku benar-benar menyesal pergi begitu saja tanpa pamit. Mianhae. Suri menelfon dan mengatakan ia bersama Hyuri dalam bahaya. Aku tak bisa menunggu lagi. Sekali lagi maafkan aku,” Magi sedikit menundukan kepala.

“Tapi aku senang, karena itulah awal dari ini semua kan?”

Magi tersenyum mendengarnya. “Bagaimanapun juga, terima kasih banyak untuk semua dan maaf juga.” Magi kembali menunduk. “Hah... dingin...” bisiknya sembari menyilangkan tangan dan mengusuk lengannya sendiri. Magi hanya mengenakan kaos lengan panjang tanpa mengenakan baju hangat saat keluar rumah singgah. Ketika L.Joe mengajaknya pergi, Magi langsung ikut begitu saja.

L.Joe baru menyadari jika Magi keluar rumah singgah tanpa memakai baju hangat. L.Joe bergerak melepas jaketnya lalu mendekati Magi, duduk merapat lebih dekat pada Magi lalu menyelimutkan jaketnya pada Magi. Magi terkejut dan menoleh ke samping kanan. Magi menemukan L.Joe berada begitu dekat di sampingnya. Magi berada dalam jarak sedekat ini dengan L.Joe. Bahkan Magi bisa merasakan hembusan nafas dan detak jantung L.Joe yang masih memegang jaket yang ia selimutkan padanya. L.Joe Memeluk Magi dari belakang.

Lampu senter tiba-tiba padam, spontan Magi merapat dekat pada L.Joe dan memejamkan mata sambil memegang erat tangan kanan L.Joe dengan kedua tangannya. L.Joe terdiam. Perlahan L.Joe merengkuh Magi dalam pelukannya.

“Jangan takut, ada aku di sini,” bisik L.Joe dekat di telinga Magi.

Magi yang takut akan gelap kembali merasakan detak jantung L.Joe yang berdetub kencang. Sejenak kemudian ia merasa hangat dan aman dalam pelukan L.Joe. Takut yang dirasakan Magi peralahan reda. Magi kembali membuka mata, masih memegang tangan kanan L.Joe dengan kedua tangannya. Magi mengangkat kepala perlahan. L.Joe yang menatapnya tersenyum. L.Joe dan Magi kembali saling beradu pandang dalam diam, dalam gelap.

Jantung L.Joe berdetub semakin kencang saat beradu pandang dengan Magi dalam jarak sedekat itu. L.Joe menatap bibir pink Magi yang terkatup rapat. Perlahan kepala L.Joe bergerak turun, semakin dekat pada wajah Magi. L.Joe semakin menunduk dan menjatuhkan kecupannya di bibir pink Magi.

Magi terkejut. L.Joe tiba-tiba menciumnya. L.Joe melepas kecupan hangatnya dan kembali menatap Magi yang tertegun menatapnya. L.Joe mengelus pelan pipi Magi dengan tangan kanannya.

“Mulai malam ini, kau milikku Rosmary Magi,” bisik L.Joe masih memegang pipi Magi dengan tangan kanannya.

Magi masih bungkam dalam pelukan L.Joe. Hanya mengerjapkan kedua matanya yang menatap L.Joe. L.Joe tersenyum, menarik Magi erat dalam pelukannya dan kembali mencium bibir pink Magi. Magi memejamkan mata ketika L.Joe kembali mencumbunya.
***

L.Joe dan Magi sama-sama terdiam saat berjalan kembali menuju rumah singgah. L.Joe menggenggam erat tangan kanan Magi  yang berjalan di samping kirinya. Magi masih mengenakan jaket L.Joe yang menyelimuti tubuhnya. Walau diam wajah keduanya terlihat berseri.

Seungho menguap dan menggeliat keluar dari dalam rumah singgahnya. Ia kaget melihat Magi bersama L.Joe terlebih L.Joe menggandeng tangan Magi dan Magi mengenakan jaket L.Joe.

“Ya! Kalian darimana?” Seungho mencegat Magi dan L.Joe. Mengamati dua sejoli itu. “Bergandengan tangan dan...” Seungho menuding Magi.

“Jangan berpikir macam-macam. L.Joe Sunbaenim mengantarku ke menara penyimpanan air untuk mendapatkan sinyal. Aku harus menelfon Oppaku,” jawab Magi seraya melepas jaket L.Joe yang melekat di tubuhnya.

“Sambil bergandengan tangan...? Dan... dan ekspresi kalian...” Seungho menatap Magi lalu L.Joe.

Magi mengembalikan jaket L.Joe. “Kamsahamnida Sunbaenim. Aku permisi masuk sekarang,” pamit Magi. L.Joe tersenyum dan mengangguk. “Cepat masuk!” bisik Magi saat melewati Seungho.

Seungho menatap Magi hingga gadis itu menghilang di balik pintu rumah singgah. Kemudian ia kembali menatap L.Joe yang tersenyum menatap rumah singgah dimana Magi tinggal. Setelah Magi menghilang, L.Joe menghela napas kemudian pergi tanpa pamit pada Seungho.

Seungho melongo menatap L.Joe yang pergi meninggalkannya tanpa berpamitan. “Mereka itu... ah...” Seungho mengacak rambutnya dan kembali masuk ke dalam rumah singgahnya.

Magi masuk ke dalam kamarnya, berdiri menyandarkan punggung pada daun pintu yang tertutup rapat. Tangan kanan Magi bergerak menyentuh bibirnya. Momen ketika L.Joe menciumnya kembali terlintas di benak Magi. Magi bergegas menuju ranjang, membaringkan tubuhnya menghadap tembok dan menutup kepalanya dengan guling.

L.Joe merebahkan tubuh lelahnya di ranjang, diam menatap langit-langit kamar. Momen bersama Magi di atas menara tempat penyimpanan air bersih kembali terbayang dalam ingatan L.Joe. L.Joe tersenyum sambil merapatkan jaket yang tadi di kenakan Magi. L.Joe menghela napas lega lalu memejamkan matanya.
***

Seungho sengaja menunggu. Ketika Magi keluar dari rumah singgah, Seungho bergegas menghampiri gadis itu. “Ya, semalam sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Seungho penasaran sembari merangkul Magi.

“Bukankah sudah aku jelaskan semalam,” jawab Magi sambil menggerakan bahunya agar tangan Seungho yang merangkulnya jatuh dari pundaknya.

“Tapi kenapa ekspresi kalian berseri-seri seperti itu?”

“Itu karena aku berhasil menelfon Oppaku dan aku tak jadi mati karena tak bisa menelfonnya.”

Seungho mengerutkan dahi mendengar penjelasan Magi. “Benarkah?” Seungho menatap curiga pada Magi.

“Kenapa pagi-pagi kau sudah mengganggunya?” protes Suri.

“Kau tak tahu apa yang terjadi semalam,” Seungho membela diri.

“Ayo, kita sarapan!” pimpin Magi yang berjalan lebih dulu bersama Jonghwan.

“Memangnya apa yang terjadi semalam?” tanya Hyuri.

“Bergosip itu dosa!” Magi kembali dan menyeret Seungho pergi membuat Suri dan Hyuri heran.

Di tengah sarapan bersama Seungho masih saja menatap Magi dengan tatapan menelisik. Penuh curiga menatap Magi yang duduk tepat berhadapan dengannya. Seungho ingin tahu sekali pada apa yang sebenarnya terjadi antara Magi dan L.Joe semalam.

L.Joe dan Hoya tiba di pendopo tempat sarapan pagi bersama. Seungho beralih menaruh perhatian pada L.Joe. L.Joe menemukan Magi, menatapnya dari jauh lalu tersenyum. Seungho mengerutkan dahi.

“Aku yakin semalam pasti terjadi sesuatu,” gumam Seungho membuat semua yang duduk satu meja dengannya—Magi, Hyuri, Suri dan Jonghwan kompak menatapnya.

“Terjadi apa? Kau mulai meracau lagi?” olok Suri.

“Jika aku bisa membuat pelakunya mengaku, kalian akan percaya ini bukan racauan belaka,” Seungho meilirik Magi.

“Aigo! Dari tadi kau terus mengganggunya. Memangnya apa yang sudah diperbuat Magi?” Suri kesal juga melihat tingkah Seungho.

“Mohon perhatiannya!” suara Hoya menyita perhatian semua peserta termasuk di Seungho dan teman-temannya. “Usai sarapan, kalian akan dibebaskan berkeliling menikmati indahnya Botanical Garden. Kalian bebas melakukan apa saja. Bagi anggota baru, nanti kalian akan mendapat souvenir berupa tanaman hias dari Botanical Garden. Kalian bisa membawanya pulang dengan gratis.” Seluruh peserta menyambut baik pengumuman Hoya.

“Aku sarankan kalian tak memilih pohon, karena bus kita tidak akan mampu menampungnya,” canda Hoya disusul tawa peserta. “Baiklah! Selamat bersenang-senang Foxglove Family!”
***

Usai sarapan seluruh peserta sibuk mempersiapkan keperluan masing-masing sebelum berkeliling Juniper Botanical Garden yang super luas itu. Setelah persiapan selesai, anggota baru kembali berkumpul untuk menerima intruksi Hoya selaku ketua. Peserta diijinkan berkeliling hingga tengah hari kemudian berkumpul di Green Souvenir House untuk memilih tanaman hias apa yang ingin mereka bawa pulang secara gratis.

Peserta mengantre dan sedikit berebut dengan pengujung Juniper Botanical Garden yang lumayan ramai di hari Minggu ini untuk naik kereta mobil yang akan membawa mereka berkeliling Juniper Botanical Garden. Jonghwan, Suri, Magi, Hyuri dan Seungho berdiri agak jauh menghadap antrean. Tipis harapan bagi mereka untuk bisa ikut dengan mobil kereta itu dan untuk menunggu giliran selajutnya pastilah cukup lama dan membosankan karena mobil kereta itu akan tour keliling Juniper Botanical Garden.

Magi mendengus pelan sembari mengalihkan pandangan dari antrean. Kedua mata bulat Magi melebar melihat deretan sepeda yang terparkir rapi. “Chingu, bagaimana kalau kita menggunakan itu saja?” tanya Magi masih menatap deretan sepeda.

Suri, Hyuri, Jonghwan dan Seungho mengikuti arah pandangan Magi. “Woa, It’s heaven!” gumam Suri.

“And great idea for us riding this bicycle going arround this large garden, ottokke?” tanya Magi.

“Kaja!” Seungho berlari lebih dulu menuju deretan sepeda disusul Magi, Suri, Jonghwan dan Hyuri.

Suri duduk dalam boncengan Jonghwan sedang Hyuri duduk dibonceng Seungho. Magi mengayuh sepedanya sendiri. Kelompok Walnut pun berkeliling Juniper Botanical Garden dengan menaiki sepeda gunung.

Juniper Botanical Garden adalah perkebunan pusat penelitian botani terbesar di Wisteria Land yang berada di wilayah barat Rudbeckia. Luas perkebunan ini mencapai 85 hektar dan memiliki sekitar 10.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan.  Perkebunan ini didirikan oleh Lee Byunghee kakek dari Lee Byungman ayah Lee Byunghun—L.Joe. Perkebunan ini di desain apik dan rapi dengan penggolongan tanaman sesuai suku masing-masing.

Karena tak mungkin untuk berkeliling sampai seluruh sudut Juniper Botanical Garden, Magi dan kelompoknya memilih tempat-tempat yang menarik perhatian mereka saja. Magi lebih sering terpisah dari kelompoknya. Pergi sendiri mencari pohon-pohon yang ingin ia temui wujud aslinya secara nyata.

Puas berkeliling Magi menyusul teman-temannya yang sudah menunggu di Green Souvenir House. Magi segera masuk ke dalam rumah kaca itu dan bergabung bersama Suri dan yang lain. Tak hanya kelompok Walnut yang sibuk memilih tanaman hias cantik di dalam rumah kaca itu, seluruh peserta pun dibuat bingung harus memilih yang mana.

Flower Season Boys turut sibuk memilih tanaman hias. Taemin menemukan sebuah tanaman hias berbunga ungu dengan daun kecil dan beraroma herbal.

“Ajushi, ini tanaman apa?” tanya Taemin pada salah satu penjaga.

“Itu Rosmary.”

“Rosmary...?” Taemin kemudian tersenyum sambil kemudian melayangkan pandangan mencari sosok Magi. Taemin kembali tersenyum ketika menemukan Magi yang berada jauh di seberang.

“Rosmary memiliki bentuk dan aroma yang unik. Kau bisa meletakannya di dalam atau di luar ruangan. Aromanya bisa mengusir nyamuk.” Imbuh penjaga.

“Menurut Ajushi, apakah tanaman ini cocok untuk gadis itu?” Taemin menuding Magi. “Ia bernama Rosmary Magi.”

“Rosmary...? Ah, kebetulan sekali. Dia cantik dan sederhana, bagaimana kalau bunga lily saja?”

“Lily...? Itu terlalu umum. Apa tak ada rekomendasi lain? Sebagai ucapan terima kasih, bunga atau tanaman apa yang cocok?”

“Mawar pink?”

“Itu lebih umum lagi,” Taemin mendengus pelan. Sedikit kesal.

“Eumm... bagaimana kalau bunga Gardenia?”

“Bunga Gardenia? Yang mana bunga itu?”

“Kemarilah,” panggil penjaga itu dan Taemin segera mengikutinya.


Suri sibuk mengamati deretan kaktus mini dengan bentuk-bentuk unik. Suri berbinar menemukan satu kaktus yang memiliki bentuk unik dan menarik perhatiannya. “Ajushi! Aku mau kaktus itu!” pinta Suri.

Hyuri berjalan sendiri menuju tanaman hias tak berbunga. “Onni, tanaman itu apa namanya?” tanya Hyuri pada gadis yang menunggu deretan tanaman hias tak berbunga.

“Itu Sansevieria berdaun pendek. Bisa diletakan di dalam ruangan. Dia memiliki fungsi menyerap racun,” gadis cantik itu memberi penjelasan pada Hyuri.

Hyuri tersenyum kagum lalu tatapannya tertuju pada tanaman berdaun lebat. “Kalau itu?” tudingnya kembali.

“Ficus Robusta atau Rubber Plant. Coba kemari, ia kenyal saat dipegang seperti ini, karena itu ia dinamakan Rubber Plant.”

Hyuri turut menyentuh daun tanaman hias Rubber Plant dan kembali tersenyum kagum.

“Dia menghasilkan O2 dan mampu menyerap racun Formaldehid.”

“Apa tanaman ini bisa diletakan di dalam ruangan yang jarang terkena sinar matahari?”

“Tentu saja bisa, tapi sesekali kau harus menjemurnya.”

“Baiklah. Aku mau Rubber Plant itu.”


Jonghwan dan Seungho mengekor di belakang Magi yang sibuk mengamati tanaman hias berbunga.

“Ajushi, apa itu Persian Buttercup?” tuding Magi pada salah satu tanaman hias.

“Nee.”

“Bisa aku minta satu yang berwarna oranye?”

“Tentu saja. Tunggu sebentar.” Pria paruh baya itu mengambil satu pot untuk Magi. “Ini, Nona.”

“Kamsahamnida,” Magi tersenyum dan sedikit menundukan kepala.

“Untuk siapa?” tanya Seungho.

“Park Sungrin. Dia suka warna jingga, aku rasa bunga ini dia akan suka.”

“Lalu tanaman apa yang cocok untuk mengungkapkan cinta pada pandangan pertama?” tanya Seungho sambil mengamati tanaman hias berbunga di hadapannya.

“Untuk Jung Shin Ae Sunbaenim?”

“Ha...? Kau tahu...?” Seungho benar kaget.

“Aku pun tahu,” sahut Jonghwan tanpa mengalihkan pandangannya dari menatap tanaman hias berbunga di hadapannya.

“Apa salah jika aku berusaha menarik perahatiannya? Dengan memberikan bunga?” Seungho tampak malu-malu.

“Aniya, itu sangat keren. Say with flower, keren kan? Kalo tanaman utuh seperti ini katanya punya artian lebih dalam,” bela Magi. “Kemarilah!” ajak Magi berjalan memimpin. Seungho dan Jonghwan kembali mengikutinya.

“Gloxinia. Cinta pada pandangan pertama.” Tuding Magi pada deretan tanaman hias berbunga cantik di depannya. “Saranku ambil yang warna merah. Aku yakin Jung Shin Ae Sunbaenim akan suka.”

Seungho berbinar melihat tanaman cantik itu. “Ajushi, tolong satu bunga Gloxinia merah untukku!” pintanya antusias. Magi dan Jonghwan tersenyum melihatnya.

“Lalu bagaimana denganmu Jonghwan?” tanya Magi.

“Aku bingung. Sebentar lagu musim semi tiba, bunga yang cocok untuk musim semi apa?” Jonghwan balik bertanya.

“Bleedy Heart,” sahut Paman penjaga yang memberikan bunga pesanan Seungho.

“Bleedy Heart...? Namanya mengerikan sekali.” komentar Seungho.

“Bleedy Heart, aku tahu itu. Bunganya sangat cantik kan Ajushi?Berwarna putih dan merah juga pink. Seingatku sih bentuknya seperti jantung yang tergantung itu kenapa ia dinamakan Bleedy Heart.” Sahut Magi.

“Benar sekali. Bleedy Heart adalah simbol cinta yang abadi. Sangat cocok jika ingin kau berikan pada gadis yang kau sukai. Bentuknya seperti jantung yang berjajar, lebih tepatnya hati yang berjajar dan warna putih sangat cocok untuk musim semi.”

Jonghwan tersenyum lebar mendengar penjelasan pria paruh baya itu. “Baiklah Ajushi, aku mau satu bunga Bleedy Heart putih.”

“Finally! Kita semua dapat!” seru Magi riang disetujui senyuman dan anggukan kepala Seungho dan Jonghwan.
***

Pukul 2 siang rombongan club Foxglove meninggalkan Juniper Botanical Garden kembali menuju Hwaseong Academy. Magi kembali duduk bersama Yonghwa dan tidur sepanjang perjalanan mengabaikan teman-temannya yang bergantian karaoke di dalam bus.

Pukul 04.15 pm rombongan tiba kembali di Hwaseong Academy. Semua peserta sibuk dengan barang bawaan masing-masing. Magi selesai dengan barang bawaannya dan siap pulang. Ia berdiri menunggu Hyuri dan Suri. Magi menunggu sambil ngobrol bersama keempat member Clovis—Yonghwa, Hyoseok, Dongwoo dan Seunghyun.

“Rosmary Magi,” Taemin menghampiri Magi.

Magi membalikan badan. Ia terkejut melihat Taemin sudah berdiri dibelakangnya. Taemin tersenyum manis dan mengulurkan kedua tanganya yang membawa bunga Gardenia.

“Untukmu,” kata Taemin dengan nada lembut.

Magi terbelakak mendengarnya. Adengan itu pun segera menjadi perhatian peserta lainnya.
***

“Sesuatu yang manis, seringkali datangnya di saat yang tak terduga.”




-------TBC--------

Keep on Fighting
                shytUrtle
 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews