Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy - Land #38

05:18

 Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

 


 

It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.

 

 

. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”

. Author: shytUrtle

. Rate: Serial/Straight/Fantasy/Romance.

. Cast:

-                  Song Hyu Ri (송휴리)

-                  Rosmary Magi

-                  Han Su Ri (한수리)

-                  Jung Shin Ae (정신애)

-                  Song Ha Mi (송하미)

-                  Lee Hye Rin (이혜린)

-                  Park Sung Rin (박선린)

-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

 

 

Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, di Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini?

 

 

Land #38

 

Setelah berusaha keras untuk lepas dari kerumunan, akhirnya Magi dan kelima temannya menemukan ruang yang sangat longgar untuk bergerak. Karena begitu padat di sana-sini, kelompok ini terpaksa kembali ke jalan yang menuntun mereka ke sekolah.

“Bagaimana itu bisa terjadi? Pria itu melempari Hyuri dengan telur dan ia terus berteriak bahwa Hyuri adalah putri palsu?” karena telah merasa aman untuk bicara, Seungho pun langsung mengutarakan unek-unek di kepalanya.

“Jika dipikir-pikir ini memang janggal,” Sahut Jonghwan.

“Janggal gimana?” Suri menimpali dengan ekspresi penasaran.

“Ah tidak! Mungkin hanya pikiranku saja.” Jonghwan menggelengkan kepalanya.

“Ey!  Jangan-jangan kamu tahu sesuatu.” Seungho menghentikan langkahnya di depan Jonghwan. Semua ikut berhenti dan menatap Jonghwan hingga membuat pemuda tampan itu merasa risih.

“Kenapa kalian menatapku seperti itu?” Jonghwan benar-benar dibuat tak nyaman dan merasa diadili. “Dalam situasi seperti ini, sebaiknya kita nggak bicara sembarangan kan? Benar atau salah salah pendapat kita, atau jika seandainya itu hanya gurauan bisa menjadi bumerang bagi kita. Anggap saja aku nggak ngomong apa-apa.”

“Ini menyangkut temanku, Song Hyuri. Apa benar kamu tahu sesuatu?” Magi mendesak Jonghwan untuk bicara . “Bisa jadi itu sangat rahasia, dan bisa jadi salah satu di antara kita adalah pendukung salah satu dari pihak yang bertikai atau yang membuat kekacauan saat ini. Magi diam sejenak. “Dan walau pada akhirnya aku nggak bisa berbuat apa-apa untuk Hyuri, tapi aku benar penasaran dengan kata janggal yang kamu maksud itu. Maaf jika aku lancang, tapi aku benar-benar ingin tahu.”

Entah kenapa Jonghwan merasa iba mendengar penjelasan Magi. Walau baru beberapa bulan mengenal gadis itu, ia merasa entah ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia merasa Magi dan kedua temannya bukanlah orang yang jahat yang harus dihindari seperti yang kebanyakan dilakukan orang-orang di Hwaseong Academy. Itulah yang ia rasakan ketika pertama bertemu Magi dan itu pula yang menjadi  alasan kenapa ia memilih berteman dengan Trio Maehwa dan Seungho yang secara tidak sengaja menjadi teman Trio Maehwa di hari pertama masuk sekolah.

“Bukan apa-apa sih. Sejak Hyuri dikatakan sebagai Putri Ahreum Yang Hilang, di otakku terus bertanya-tanya tentang Lesovik. Kalian tahu kan tentang Lesovik? Jika Hyuri memang benar Putri Ahreum Yang Hilang, bukankah seharusnya mereka memberi pernyataan dukungan sebagai pembenaran bahwa Hyuri adalah benar Putri Ahreum Yang Hilang? Selama ini Lesovik mengklaim sebagai pejuang pembela Putri Ahreum. Mereka selalu menyatakan jika mereka yang paling tahu tentang Putri Ahreum untuk menyangkal apa pun itu yang disebarkan Ratu Maesil tentang Putri Ahreum. Kali ini Putri Ahreum telah dinyatakan kembali, tapi Lesovik sama sekali tak muncul. Bukankah ini janggal?” Akhirnya Jonghwan mengungkapkan apa yang mengganggu pikirannya. Sejenak suasana menjadi hening.

“Dan hari ini tiba-tiba muncul di tengah keramaian massa, seseorang yang meneriaki Hyuri adalah putri palsu,” Seungho membuka suara, memecah keheningan. “Bukankah itu sangat berhubungan? Lalu, apakah benar Hyuri putri palsu? Bukankah pihak istana sudah memberi pernyataan bahwa Hyuri memiliki kalung naga dan tato yang merupakan dua ciri utama dari Putri Ahreum? Lagi pula yang pertama kali membuat pernyataan bahwa Song Hyuri adalah Putri Ahreum Yang Hilang adalah Ratu Maesil, bibi dari Putri Ahreum sendiri. Jadi, mana yang benar? Orang di kerumunan itu siapa? Nggak menutup kemungkinan jika Ratu Maesil juga tahu banyak tentang Putri Ahreum, kan?”

Suasana kembali hening. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Masalah politik ini, kalian jadi tertarik?” Kali ini L.Joe yang buka suara untuk memecah keheningan. “Bukankah itu semua terlalu pelik untuk dibahas remaja seperti kita? Seperti yang dikatakan Jonghwan, dalam situasi seperti ini sebaiknya kita bersikap netral. Shin Ae telah berjanji padaku untuk menjaga Song Hyuri. Jadi, kalian nggak perlu khawatir tentangnya.” Ia tersenyum pada Magi bermaksud menenangkannya.

Magi membalas senyum dan mengangguk. ‘Ah! Tiba-tiba aku merasa lapar. Di mana kita bisa mendapatkan makanan sementara semua orang sedang sibuk dengan konvoi?”

Melihat ekspresi Magi dan celetukan nyelenehnya, teman-temannya pun kompak tersenyum dan menggelengkan kepala. Mereka heran, sejak kapan gadis itu punya rasa lapar?

***

 

Rombongan raja telah kembali ke istana. Hyuri buru-buru dibawa ke Istana Magnolia tempatnya tinggal. Para dayang segera mempersiapkan air hangat dan hanbok baru untuk Hyuri. Sementara itu Joongki langsung menggelar pertemuan dengan para petinggi kerajaan. Rapat dadakan untuk membahas insiden di tengah konvoi yaitu penyerangan pada Hyuri.

Penyerangan Putri Ahreum di ruang terbuka saat konvoi ramai mengisi portal-portal berita di Wisteria Land. Semua membahas tentang peristiwa itu sekaligus pernyataan penyerang yang menyebutkan bahwa Hyuri adalah putri palsu. Pihak istana benar-benar dibuat kuwalahan oleh insiden itu. Media menunggu pernyataan resmi istana tentang pelaku dan keabsahan pernyataan pelaku. Mereka terus mendesak istana untuk segera merilis pernyatan resmi tentang insiden itu. Rakyat Wisteria Land pun dihebohkan atas adanya serangan nekat di ruang terbuka saat konvoi berlangsung.

Di dalam kastilnya, Ratu Maesil duduk dengan tenang menyaksikan kehebohan media yang memberitakan insiden penyerangan Song Hyuri.

“Jadi, semua ini rencana Yang Mulia?” Suara seorang pria membuyarkan konsentrasi Ratu Maesil yang sedang menatap televisi maha besar di hadapannya. Ia pun memutar kursi tempatnya duduk hingga berbalik mengadap ke belakang.

“Oh! Achantus.” Ratu Maesil menyambut kehadiran Park Shi Hoo.

Shi Hoo menghela napas, “Hah... ruangan ini. Rasanya cukup lama tak berkumpul di sini.” Ia mengedarkan pandangannya, mengenang semua yang pernah ia lakukan di dalam ruangan yang hanya diisi dengan satu meja panjang dengan lima buah kursi dan satu televisi dengan layar maha besar tergantung di tembok.

Shi Hoo tersenyum kecut, lalu berjalan dan menarik salah satu kursi yang letaknya tepat di sebelah kanan kursi Ratu Maesil. “Kenapa Yang Mulia tidak mengubah ruangan ini?” Tanyanya setelah duduk di atas kursinya.

“Apa ini terlihat buruk bagimu?” Ratu Maesil balik bertanya.

“Tidak. Saat berada di sini, saya merasa mereka pun ada bersama kita. Kedua paman dan... ayah.”

“Karena aku telah merenggut nyawa tiga orang kesayangannya, aku harus membayarnya dengan tiga nyawa. Maafkan aku, Achantus.”

“Tidak ada kata maaf atau terima kasih untuk sebuah kesetiaan. Semua itu adalah pengabdian. Kedua paman dan ayah, ibu, dan adik saya, mereka mengorbankan nyawa bukan untuk hal yang sia-sia. Saya merasa bersyukur karena Yang Mulia telah merawat saya dengan baik hingga kini.”

“Kamulah satu-satunya yang kupunya, kamu juga satu-satunya yang bisa kujadikan sebagai sandaran. Kamu satu-satunya harapanku. Saat ini peperangan terbuka bisa terjadi kapan saja. Itu sudah dimulai. Setelah kita menemukan dia yang asli dan menghabisinya, negeri ini akan benar-benar akan tunduk pada kita. Keberadaanya membuat rakyat berharap dan terus menentangku. Termasuk raja muda yang bodoh itu! Hingga detik ini, dia masih betah bersembunyi. Sampai kapan aku harus menunggu? Aku sudah tidak tahan, tapi aku juga penasaran, sampai sejauh mana ia mampu bertahan. Aku mulai lelah menunggu walau sudah sampai pada titik ini. Aku tidak akan bersabar lagi pada bajingan kecil itu!”

Shi Hoo menyunggingkan sebuah senyum mendengar curahan hati Ratu Maesil. “Yang Mulia berniat mengusik Lesovik lagi?”

“Apakah ada titik terang tentang Leshy? Pimpinan tertinggi Lesovik?”

“Dia sangat sulit disentuh. Tapi saya punya cara dan rencana lain. Saya rasa ini akan berguna dan akan memperkuat rencana yang sudah Yang Mulia susun saat ini.” Shi Hoo tersenyum licik.

“Jika Achantus-ku yang bicara, aku percaya itu pasti rencana yang sangat besar. Kau bisa membaginya denganku sekarang.” Ratu Maesil memberi izin.

***

 

“Kau pasti tidak menduganya. Kenapa Ratu Maesil bertindak secepat ini, kan?” Hyeyoung  yang duduk berhadapan dengan Hyuri menatap teduh Hyuri yang tertunduk.

“Iya.” Hyuri menganggukkan kepala. Suaranya terdengar bergetar.

Shin Ae yang duduk di samping kiri Jung Hyeyoung menghela napas pelan melihat kondisi Hyuri.

“Angkat kepalamu saat berbicara denganku. Aku bukanlah Yang Mulia Ratu yang harus kau hormati seperti ini.” Hyeyoung tak senang melihat Hyuri terus menundukkan kepala.

“Maafkan saya, Nyonya. Semua kekacauan yang terjadi hingga hari ini adalah karena ketamakan saya. Seandainya saya tidak memungut kalung itu dari gantungan baju di kamar mandi ruang ganti siswi, pasti semua ini tidak akan terjadi.” Hyuri tak berani mengangkat kepalanya. Ia lelah dan takut hingga ingin lari dan sembunyi. Namun, ia tak bisa berkutik.

“Kau telah mengingatnya?” Sahut Dokter Kim yang sore itu turut berkunjung bersama Hyeyoung dan Shin Ae.

“Iya. Saya berhasil mengingatnya. Tapi maaf, saya benar-benar tidak tahu siapa pemilik sebenarnya dari kalung naga itu.”

“Jika kau menemukannya di gantungan baju kamar mandi ruang ganti siswi, kejadian itu pasti usai jam olah raga, dan artinya pemilik kalung itu adalah teman sekelasmu.” Shin Ae menyadari fakta penting usai Hyuri membagi ingatannya.

Hyuri terkejut mendengar analisis Shin Ae. Karena terlalu panik, ia tak menyadari hal itu hingga kini. Ia membenarkan analisis Shin Ae. Pemilik kalung naga itu bisa jadi adalah salah satu gadis dalam kelasnya.

“Itu artinya Putri Ahreum yang asli saat ini masih berada di luar sana, di dalam Hwaseong Academy dan menyaksikan ini semua.” Dokter Kim seolah berbicara dengan dirinya sendiri.

“Saya pun berpikir begitu. Siapa pun dia, saya merasa sangat malu kini. Terlebih ketika pria itu berteriak dan menuding saya sebagai putri palsu.” Hyuri mengangkat kepalanya. Mendadak ia merasa antusias karena sebuah harapan bahwa Putri Ahreum yang asli berada di luar sana. “Jung Shin Ae Seonbaenim, apa pria itu sudah tertangkap? Apa dia anggota Lesovik?”

“Dia dinyatakan sebagai orang gila. Pihak kepolisian kerajaan sudah mengkonfirmasi hal itu. Tes sudah dilakukan dan kuat dugaan jika pria itu benar-benar orang gila. Tapi penyelidikan masih terus dilanjutkan. Aku tak menyangka kau juga tahu tentang Lesovik. Padahal kau terlihat cuek.”

“Karena kami memiliki Han Suri. Dia tidak hanya tertarik dengan film. Dia memiliki banyak pengetahuan termasuk tentang politik dan organisasi yang terlibat di dalamnya.”

“Kalian ini penuh teka-teki. Karena kau memberikan petunjuk baru, aku rasa aku hanya perlu memfokuskan perhatianku pada kelasmu.”

“Setelah mendengar hal ini, apa kau memiliki penilaian lain?” Hyeyoung beralih menatap Shin Ae.

“Saya harus memastikanya terlebih dahulu. Selama Hyuri menjaga ingatannya dengan baik, kita masih bisa bernapas lega.”

“Menjaga ingatan dengan baik?” Hyuri menatap tak paham pada Shin Ae.

“Seperti yang pernah aku katakan padamu sebelumnya. Pikiran itu tak terbatas. Ratu Maesil bukan manusia biasa. Julukan penyihir yang disematkan kepadanya adalah benar adanya. Jika kau lengah sedikit saja dari kewaspadaanmu dan Ratu Maesil berhasil menyusup untuk membaca pikiranmu, maka habislah rencana yang telah kita susun rapi untuk balas melawannya. Kalung naga itu bukan kalung biasa. Selama kau memakainya, ia bisa menjadi jimat pelindung bagimu.” Hyeyoung mengulang penjelasannya.

Tubuh Hyuri kembali gemetar mendengarnya ia mengepalkan kedua tangannya agar tetap kuat menghadapi kenyataan yang ia harus jalani saat ini.

***

 

Langit telah berubah gelap. Malam menggantikan senja yang cukup melelahkan bagi Hyuri. Hyuri menghentikan langkahnya di depan gazebo yang berada di taman Istana Magnolia. Ia tersenyum getir menatap gazebo itu. Ia benar-benar merindukan Magi dan Suri. Hyuri mendongakkan kepala menatap langit malam. Senin malam, seharusnya ia berada di Kafe Golden Rod bersama Magi dan Suri.

“Sudah merasa lebih baik?”

Hyuri spontan menoleh mendengar suara itu. “Yang mulia,” ia segera membungkuk sopan melihat Joongki telah berdiri di belakangnya. Joongki tersenyum manis, berjalan mendekati Hyuri lalu mengajak gadis itu masuk ke dalam gazebo dan duduk di sana.

“Hah kebiasaanmu sama sekali tak berubah. Gemar sekali berlama-lama di sini.” Joongki tersenyum sembari menatap langit-langit gazebo mengenang masa kecil Putri Ahreum. “Apa kau masih mengingatnya?” ia kembali menatap Hyuri.

Hyuri menggeleng pelan. Joongki menghela napas panjang dan kembali mengedarkan pandangannya menatap langit-langit gazebo.

“Sedikit peristiwa pahit memang sangat dahsyat imbasnya, bahkan bisa menghapus seluruh peristiwa manis yang telah kita alami. Tentang peristiwa hari ini, sebaiknya Yang Mulia tak terlalu khawatir. Dalam politik, hal seperti itu sudah biasa terjadi. Untuk menjatuhkan satu lawan, segala macam cara bisa dihalalkan, termasuk seperti apa yang telah Yang Mulia alami hari ini.”

Hyuri menelan ludah mendengarnya. Ia menatap Joongki dengan ekspresi ragu.

Joongki menjadi heran melihat ekspresi Hyuri ketika menatapnya. “Ada yang ingin Yang Mulia sampaikan padaku?" ia bertanya langsung pada Hyuri.

“Di sini saya benar-benar sendiri, tapi sejak pertama kali bertemu Yang Mulia, saya merasa aman. Saya yakin Yang Mulia adalah orang yang berhati baik. Apakah Yang Mulia juga merasa bahwa saya orang jahat?”

“Maaf?” Joongki bingung. Ia tak mengerti maksud pembicaraan Hyuri.

“Setelah bertemu dengan saya beberapa kali sebelumnya di luar sana, apa pendapat Yang Mulia tentang saya?”

“Kalau boleh jujur, apa yang kurasa hingga saat ini adalah aku masih tak percaya jika orang yang pernah bertemu denganku beberapa kali di luar sana ini adalah Yang Mulia Putri Ahreum. Maafkan aku, Yang Mulia, aku tak bisa menyimpulkan pendapat apa pun tentang Yang Mulia, tapi aku yakin Anda adalah orang yang baik. Sorot mata Anda memancarkan keluguan.”

Rasanya begitu sesak di dada Hyuri begitu mendengarnya. Pria tampan dan baik itu begitu memercayainya. Hyuri merasa begitu jahat karena telah menipu Joongki. “Bolehkah saya bertanya sesuatu?”

“Mm! Silahkan.”

Hyuri diam sejenak. Ia ragu namun ia merasa tak akan bisa bertahan dengan menyimpan terus pertanyaan di benaknya. Joong-i telah membuka jalan, kenapa ia tak memanfaatkannya? “Bagaimana... bagaimana jika benar saya adalah putri palsu?” Hyuri sedikit ragu namun ia bisa menyelesaikan pertanyaannya dengan baik.

Joongki terkejut mendengar pertanyaan Hyuri. Sejenak ia tercengang menatap Hyuri.

“Apa yang kita yakini sebagai kenyataan, terkadang bukanlah kenyataan yang sebenarnya. Sebuah keyakinan pun bisa direkayasa, terlebih pada dunia politik, seperti apa yang Anda katakan baru saja padaku. Aku begitu lancang bertanya pada Anda tentang hal ini, akan tetapi aku tidak bisa bertahan dengan memendam pertanyaan itu. Serangan Ratu Maesil begitu cepat dan tak terduga. Aku ketakutan.” Hyuri terlihat lebih rileks mengutarakan isi kepalanya.

“Dalam setiap peperangan selalu ada trik dan taktik. Memang sangat janggal. Kenapa Lesovik tidak muncul untuk memberikan pernyataan dukungan dan pembenaran tentang jati diri Yang Mulia? Lalu, kenapa pria yang dinyatakan sebagai orang gila itu tiba-tiba muncul dengan racauan bahwa tuan putri adalah palsu? Orang yang awam terhadap politik pun pasti bisa membaca kejanggalan yang teramat mencolok ini. Siapa pun jati diri Anda sebenarnya yang juga membuatku penasaran, tapi tetap saja saat ini peran Anda adalah sebagai Putri Ahreum bukan?”

Sial! Apa dia tahu dari awal jika aku adalah putri palsu? Batin Hyuri yang menatap Joongki dengan ekspresi khawatir.

“Walau kenyataan bisa direkayasa, tapi kebenaran pada akhirnya akan selalu menang walau harus muncul di akhir episode sebuah cerita kehidupan.”

Akulah yang bodoh. Sebodoh-bodohnya raja muda ini di mata rakyat, ia tetap memiliki orang-orang hebat di sekitarnya. Bukan tidak mungkin jika ia tahu aku adalah putri palsu. Hyuri menggerutu dalam hati.

“Setiap kita diberi peran dalam satu cerita kehidupan pastilah memiliki tujuan, jadi jangan pernah menyesali peran yang Anda dapatkan. Apa pun itu. Jalankanlah peran yang Anda dapat dengan baik. Hanya itu yang bisa kita lakukan dalam permainan panggung sandiwara dunia ini.” Joongki tersenyum lembut pada Hyuri.

Hyuri bungkam, hanya menghela napas pelan.

***

 

Seluruh penghuni Kastil Asphodel berkumpul di ruang keluarga malam itu. Mereka membahas tentang kejadian yang menimpa Hyuri hari ini. Suri yang mulai diakui sebagai penghuni sah Kastil Asphodel turut bergabung dalam keluarga besar Magi. Ia lebih banyak diam, menyimak obrolan Nichkhun dan Sungjeong yang lebih banyak mendominasi pembicaraan.

Usai menggelar rapat singkat, Magi berjalan-jalan di taman depan kastil ditemani Suri. Karena merasa belum kantuk, keduanya memilih mencari udara segar dengan berjalan-jalan di taman depan kastil.

“Kafe cukup sepi malam ini, dampaknya lumayan juga ya.” Suri kembali memulai obrolan setelah keduanya terdiam selama beberapa detik.

Mendengar kata kafe, Magi tiba-tiba teringat pada obrolan singkatnya bersama L.Joe sebelum keduanya berpisah usai pertunjukan hari ini. L.Joe menemui Magi usai pertunjukan Snapdragon digelar. L.joe membawa buket bunga lili putih. Ia yang terlihat tampan dalam balutan kostum serba hitam tak banyak bicara di depan Magi.

“Aku sangat lelah belakangan ini, apa kamu juga demikian? Aku rasa kita telah melewatkan banyak waktu tanpa kebersamaan yang benar-benar romantis. Besok malam aku ingin kamu menemaniku dan memainkan kecapi untukku. Hanya untukku. Aku merindukan suasana kampung Lupin. Bagaimana? Kamu mau?”

“Yang Mulia?” Suri memanggil Magi lebih keras.

“Ah iya?” Magi tersentak kaget.

“Maaf . Saya mengagetkan Yang Mulia. Apa Yang Mulia memikirkan sesuatu? Atau Yang Mulia lelah? Yang Mulia terlihat melamun.”

“Maafkan aku. Iya, aku teringat sesuatu tetapi bukan hal penting dan tak ada hubungannya dengan peristiwa hari ini.”

“Saya nggak akan bertanya lagi.” Suri memendam rasa penasarannya pada apa yang dipikirkan Magi. Apa Yang Mulia tak penasaran pada sosok Leshy? Dia pemimpin tertinggi Lesovik yang membela Yang Mulia. Atau Yang Mulia sudah pernah bertemu dengannya?”

Magi tersenyum dan kembali berjalan, lalu duduk di ayunan yang berada di taman depan. Suri turut duduk di samping Magi. “Dalam satu persekongkolan kadang kita membentuknya tanpa harus bertatap muka bukan?” Magi memberi jawaban mengambang.

“Benar juga. Seperti di dunia maya, kita bisa membentuk satu komunitas dan saling percaya satu sama lain tanpa harus bertatap muka di dunia nyata. Tapi tetap saja saya penasaran pada sosok Leshy. Dia laki-laki apa perempuan? Tua apa muda? Lalu penyerangan hari ini, apakah benar rencananya atau hanya kekacauan yang sengaja diciptakan Ratu Maesil? Kenapa sama sekali tak muncul mengambil tindakan?” Suri mengomel seolah berbicara pada dirinya sendiri.

“Menurutmu apa sebaiknya kita membawa Sungrin kemari?”

“Maaf??” Suri menoleh, menatap heran Magi yang duduk di sampingnya sambil menatap langit malam.

“Bukan karena aku merasa kasihan padamu karena kamu kesepian di kamar itu. Tidak. Hanya saja aku sedikit menghawatirkan karena dia berada sendiri di luar sana, sementara banyak yang tahu jika Sungrin dekat dengan kita belakangan ini. Seungho dan Jonghwan punya banyak pengawal yang menjaga mereka tapi Sungrin?”

“Benar juga. Tapi kelihatannya dia bukanlah gadis yang patut diremehkan. Maksud saya, dia cukup tangguh. Setelah Hyuri dan semua peristiwa ini, apakah Nichkhun Seonbaenim akan mengizinkan Yang Mulia membawa orang asing ke dalam kastil?”

“Semua ini berputar-putar memenuhi otakku. Hyuri, Sungrin, kamu, dan yang lain. Kenapa aku hanya bisa diam dan menunggu seperti ini?”

Suri menunduk dan diam. Ia tak tahu harus berkata apa lagi untuk menghibur Magi.

***

 

L.Joe telah duduk menunggu di dalam gazebo Rumah Seni Snowdrop milik Tuan Yoon, ayah Songeun. Minuman, makanan dan buah-buahan yang tersaji sama sekali tak disentuh olehnya. Ekspresinya terlihat resah. 15 menit berlalu dari waktu yang ia tentukan tapi Magi tak kunjung muncul menemuinya. L.joe mulai gusar dan berulang kali mengubah posisi duduknya sambil sesekali melihat jam tangannya.

“Maaf membuat Anda terlalu lama menunggu, Tuan.” Suara lembut itu menyita perhatian L.Joe yang segera membalikkan badan. Mulut L.Joe ternganga. Ia terpesona melihat Magi yang terlihat sangat cantik malam ini.

“Kau berias?” Pertanyaan bodoh itu terlontar mulus dari mulut L.Joe. Magi hanya tersenyum menanggapinya, membuat L.Joe semakin terlihat bodoh karena dibuat salah salah tingkah.

Magi tersenyum dan naik ke atas gazebo. Ia pun duduk di depan L.Joe dan mulai menata kecapi miliknya. “Sebenarnya aku ini kekasih atau hanya sekadar seniman penghibur bagi Tuan?” Tanya Magi sembari menyiapkan kecapinya.

“Ap-apa??” L.Joe kaget mendengar pertanyaan Magi.

“Biasanya seorang kekasih mengajak kekasihnya pergi ke suatu tempat yang indah untuk sebuah kencan romantis, tapi Anda? Kenapa memilih rumah seniman? Aku berhias karena setiap seniman wanita yang menjamu tamu di rumah ini harus berhias dan inilah yang Anda inginkan bukan?”

“Magi... aku...” L.Joe bingung sekaligus menyesal. Ia baru menyadari jika pilihannya untuk berkencan dengan Magi adalah salah. Ia berpikir Magi akan menolak jika ia mengajaknya pergi ke suatu tempat. Karena itu, ia memilih Rumah Seni Snowdrop sebagai tempat kencan karena selain Kafe Golden Rod dan Panti Jompo Peony, di Rumah Seni Snowdrop inilah Magi biasa berada dengan perasaan nyaman. Ia tak ingin menyulitkan Magi—lebih tepatnya tak ingin mendapat penolakan dari Magi. Karena itu ia memilih rumah Rumah Seni Snowdrop. Namun sepertinya Magi telah salah paham.

“Maafkan aku. Aku pikir kamu tak tertarik untuk pergi ke tempat lain, karenanya aku memilih tempat ini. Apa kamu ingin kita pergi ke tempat lain? Kita pergi sekarang.” L.Joe mencoba memberi penjelasan. Khawatir Magi benar-benar kecewa.

Melihat ekspresi L.Joe, Magi pun tertawa geli. L.Joe semakin bingung dibuatnya. “Duduklah yang tenang. Aku akan memainkan kecapiku untuk Tuan. Untuk saat ini, tempat inilah yang terbaik bagi kita.” Magi tersenyum manis dan tulus.

L.Joe merasa lega. Tubuhnya kembali rileks . “Kamu sukses membuatku syok!” Magi hanya tersenyum mendengar gerutuan L.Joe.

“Baiklah. Mainkan lagu yang indah untukku, lalu tuangkan arak untukku, karena malam ini kau adalah milikku!” L.Joe bergaya ala bangsawan di masa lalu yang sedang menyewa gisaeng di rumah hiburan.

“Ish!” Magi mencibir.

Gantian L.Joe yang menertawakan Magi. Ia menghentikan tawanya ketika Magi mulai memetik senar kecapi untuk memainkan sebuah lagu. L.Joe duduk dengan tenang, menikmati pertunjukkan tunggal Magi. Kedua mata elangnya tak lepas sedikit pun dari menatap Magi. Sesekali ia tersenyum kagum. Ia merasa hidupnya telah lengkap dengan adanya Magi di sisinya.

Usai memainkan kecapi, Magi beralih untuk duduk di samping L.Joe layaknya gisaeng yang sedang menemani tamu. L.Joe yang duduk dekat di samping kanannya masih saja menatapnya dengan penuh kekaguman.

“Berhenti menatapku seperti itu. Itu membuatku tak nyaman.” Magi protes.

L.Joe teringat sesuatu. Ia mengambil kardus berwarna putih yang ia letakkan dekat di samping kanan ia duduk dan memberikannya pada Magi

“Apa ini?” Tanya Magi saat menerima kardus pemberian L.Joe. Tanpa diminta, ia langsung membuka kardus itu. “Hanbok??”

“Mm. Seseorang membuat lukisan bunga di atas hanbok itu. Saat melihatnya, aku teringat padamu dan ingin memberikannya padamu.”

“Tuan benar-benar ingin aku menjadi seorang seniman wanita? Hanbok ini... seperti hanbok seorang gisaeng.” Magi lirih pada kalimat terakhir.

“Aku...” L.Joe kembali dibuat merasa bersalah.

Magi segera tertawa geli. “Terima kasih. Hanbok ini cantik sekali. Hanya sedikit seniman yang bisa melukis dengan apik di atas hanbok yang sudah terjahit. Haruskah aku mencobanya sekarang?”

“Aku ingin kau memakainya untuk pertunjukkan terakhirmu.”

Nee? Pertunjukkan terakhir??” Magi bingung. Ia tak pernah menyinggung tentang pertunjukkan terakhir, tapi kenapa L.Joe membahasnya?

‘Mm.’ L.Joe mengangguk mantap. “Melihatmu di atas panggung, aku merasa kagum tapi sekaligus merasakan sakit yang teramat sangat di sini,” ia menunjuk dadanya sendiri. “Menyadari begitu banyak mata pria yang juga tertuju padamu, aku cemburu.”

Magi tersentak mendengar pengakuan L.Joe. Ia baru menyadari jika ia telah melukai hati kekasihnya.

“Jangan salah paham. Aku nggak minta kamu berhenti sebagai seniman saat ini. Kita masih muda, jalan kita masih panjang dan banyak hal yang harus kita raih. Tetaplah berkarya. Ah, maaf! Pikiranku benar-benar kacau. Maksudku—” seketika kalimat itu terputus karena Magi tiba-tiba mengecup pipi kiri L.Joe. Kecupan hangat yang bertahan selama beberapa detik itu membuatnya mematung. Seolah membuat waktu berhenti berputar. Ia pun merasakan sebuah rasa hangat yang sebelumnya berpusat di pipi kirinya mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.

Magi melepas ciumannya pada pipi kiri L.Joe. Bisa ia lihat dengan jelas jika wajah L.Joe merona. Magi pun menundukkan kepala. Ia juga merasa malu, karena tiba-tiba mengecup pipi kiri L.Joe.

Magi menghela napas cepat, kembali mengangkat kepala dan menatap L.Joe. “Jika Tuan memintanya, aku bisa meninggalkan semua duniaku demi Tuan. Tapi tidak untuk saat ini. Aku begitu mencintai Tuan Muda. Cinta itu membuatku buta dan benar-benar gila. Akan tetapi, hidupku memiliki banyak tanggung jawab yang harus aku pikul. Tugas yang harus aku selesaikan. Saat semua itu selesai, aku akan meninggalkan duniaku dan menghabiskan sisa umurku dengan Tuan.”

L.Joe menatap Magi lekat-lekat. Walau tak tergambar dengan jelas, ia merasakan ada kesedihan di wajah Magi. Ia mengangkat dagu Magi dan tersenyum pada gadis itu. “Aku akan menunggu. Menunggumu menepati janji itu,” ucapnya lirih.

Magi tersenyum dan mengangguk. Kedua matanya berkaca-kaca.

L.Joe menghela napas dan mengelus pipi Magi. Perlahan ia menurunkan kepala, kemudian menjatuhkan bibirnya di atas bibir Magi yang dihiasi pemulas bibir berwarna merah merona.

***

 

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews