Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy - Land #41

04:04

 Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

 


 

It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.

 

 

. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”

. Author: shytUrtle

. Rate: Serial/Straight/Fantasy/Romance.

. Cast:

-                  Song Hyu Ri (송휴리)

-                  Rosmary Magi

-                  Han Su Ri (한수리)

-                  Jung Shin Ae (정신애)

-                  Song Ha Mi (송하미)

-                  Lee Hye Rin (이혜린)

-                  Park Sung Rin (박선린)

-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

 

 

Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, di Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini?

 

Land #41

 

"Yang Mulia! Yang Mulia!" Dayang Han menggoyang tubuh Hyuri. Kedua mata Hyuri tertutup rapat dan tubuhnya kaku. Namun, Dayang Han bisa mendengar rintihan lirih dari mulut Hyuri yang terkatup.

"Yang Mulia! Hamba, mohon. Sadarlah!" Dayang Han berusaha membuat Hyuri kembali sadar. Ia menggoyang tubuh Hyuri lebih keras, tapi Hyuri tak kunjung memberi respon.

"Yang Mulia!" Dayang Han beralih menepuk-nepuk kedua pipi Hyuri. "Hamba mohon sadarlah. Yang Mulia!" Dayang Han yang mulai frustasi menepuk kedua pipi Hyuri lebih keras.

Hyuri membuka mata, terbangun dan langsung duduk. Napasnya terengah-engah. Dayang Han terkejut sampai terlonjak dan kemudian menuruni ranjang. Hyuri melihat Dayang Han yang menatapnya dengan ekspresi terkejut. Wajah Dayang Han terlihat pucat. Hyuri bergerak cepat dan memeluk wanita berwajah teduh itu. Dayang Han kembali dibuat terkejut oleh tingkah Hyuri. Namun, ia tak menolak pelukan Hyuri. Ia tersenyum lega sambil mengelus pelan punggung Hyuri, bermaksud menenangkan gadis itu.

***

 

Hyeyoung dan Shin Ae mengunjungi Hyuri setelah mendapat laporan tentang apa yang dialami Hyuri siang tadi.

"Apakah itu yang dinamakan sleep paralysis?" Shin Ae berkomentar usai mendengar penjelasan Hyuri perihal apa yang dialaminya. "Saya pikir hal seperti itu hanya bisa alami saat malam hari saja."

"Pada kasus manusia biasa benar adanya bahwa itu adalah sleep paralysis. Akan tetapi, apa yang dialami Yang Mulia Tuan Putri bukanlah kasus seperti itu. Saya yakin, itu adalah ulah Ratu Maesil." Hyeyoung membantah dugaan Shin Ae. Karena ada Dayang Han, ia pun memperlakukan Hyuri seperti putri yang sebenarnya.

"Apa??" Hyuri memekik. "Holly-nim, benarkah itu ulah Ratu Maesil? Bukan buah dari pikiran saya yang sedang kacau?" Hyuri menuntut penjelasan.

"Keduanya berhubungan. Gelombang pikiran kita tak terbatas dan seseorang dengan kemampuan tertentu bisa mengendalikan pikiran orang lain dan memanfaatkannya. Karena Yang Mulia terlalu memikirkan dan menjadi ketakutan akan Ratu Maesil, tanpa sadar Yang Mulia telah mengundang Ratu Maesil untuk hadir dalam mimpi Yang Mulia."

"Mengerikan sekali." Dayang Han bergumam sembari menutup mulut dengan telapak tangan kanannya.

Hyuri merasa lemas. Seolah semua tulang dalam tubuhnya melebur ke dalam daging setelah ia mendengar penjelasan Hyeyoung. "Rasa sakit itu semakin menjadi saat Ratu Maesil meletakkan ujung jari telunjuknya tepat di tengah-tengah kening saya. Seketika itu, saya merasakan ada aliran listrik mengaliri tubuh saya. Setelah itu saya tidak bisa menggerakkan seluruh tubuh saya, seolah-olah semua energi yang ada di dalam tubuh saya tersedot keluar."

Kedua mata Hyeyoung melebar mendengar penjelasan yang ditambahkan Hyuri. "Ratu Maesil melakukannya pada Yang Mulia?" Ia bertanya dengan hati-hati, sedang ekspresi wajahnya berubah tegang.

"I-iya. Kenapa? Ekspresi Holly-nim kenapa berunah seperti itu?" Hyuri mulai panik.

"Ratu Maesil mengisap memori dalam ingatan Yang Mulia. Dia telah membaca semuanya. Semua kenangan yang paling dominan dalam ingatan Yang Mulia. Itu artinya Ratu Maesil telah melihat semua yang pernah Yang Mulia alami. Semuanya." Raut muka Shin Ae pun berubah pucat.

"Jad-jadi... jadi Ratu Maesil tahu semuanya kini? Tentang aku...." Hyuri berbisik lirih. Ia benar-benar kehabisan energi.

"Yang Mulia Raja, Ibu Suri, dan Putri Hami tiba!" Seru pengawal mengabarkan kehadiran rombongan Raja, mengejutkan Hyuri, Hyeyoung, Shin Ae, dan Dayang Han. Keempatnya bangkit dari duduknya. Dayang Han mundur dan berdiri di belakang Hyuri.

Joongki, Kyeongmi, dan Hami terkejut melihat Hyeyoung dan Shin Ae ada bersama Hyuri. Ekspresi Hyuri, Hyeyoung, dan Shin Ae terlihat canggung.

"Ada apa sebenarnya?" Tanya Joongki bahkan sebelum ia dipersilahkan untuk duduk.

Orang-orang kepercayaan Raja dan Jung Hyeyoung berjaga di depan pintu Istana Magnolia. Semua pintu dan jendela Istana Magnolia ditutup rapat. Di dalam Istana Magnolia, Hyuri, Hyeyoung, Shin Ae, Joongki, Kyeongmi, dan Hami duduk mengitari satu meja yang sama. Raut muka Joongki, Kyeongmi, dan Hami kini tak jauh berbeda dengan Hyuri, Hyeyoung, dan Shin Ae. Keenamnya tegang.

"Kami telah bersekongkol dengan Ratu Maesil dengan membenarkan bahwa Song Hyuri adalah Putri Ahreum Yang Hilang. Maafkan kami, Yang Mulia. Kami pantas mendapat hukuman atas pengkhianatan ini." Hyeyoung menundukkan kepala dalam-dalam di depan Joongki.

Joongki menghela napas. "Jika aku berada di posisi Holly-nim, aku pun akan melakukan hal yang sama. Walau itu adalah kesalahan, akan tetapi kesalahan yang Holly-nim pilih adalah untuk menyelamatkan banyak nyawa. Kesalahan yang Holly-nim pilih adalah tindakan yang tepat untuk saat ini."

"Sampai kita menemukan Putri Ahreum yang asli, Song Hyuri harus tetap berada di sini. Kita harus bekerja sama untuk merahasiakan hal ini." Ratu Kyeongmi turut angkat bicara. "Apakah tidak ada titik terang sama sekali? Bagaimana dengan orang-orang yang kau sebar?" Ratu Kyeongmi bertanya pada Hyeyoung.

"Maafkan hamba, Yang Mulia. Seperti yang kita tahu, beberapa utusan berakhir dengan kehilangan nyawa di tangan Ratu Maesil. Hamba kehilangan jejak orang kepercayaan yang hamba kirim." Setiap kali membahas tentang pencarian Putri Ahreum, Hyeyoung selalu dirundung rasa bersalah. Ia merasa tak becus hingga membuat banyak orang kepercayaannya kehilangan nyawa.

"Dengan apa yang baru saja dialami Song Hyuri, entah Ratu Maesil berencana apa. Kita harus benar-benar siap menerima apa pun yang akan terjadi ke depannya." Hyeyoung kembali menundukkan kepala.

"Maaf, menyela," Hyuri buka suara. "Mengetahui semua ini, hamba jadi mengkhawatirkan keselamatan dua sahabat hamba, Rosmary Magi," tatapan Joongki langsung terfokus pada Hyuri ketika gadis itu menyebut nama Magi, "dan Han Suri. Bolehkah hamba memohon perlindungan untuk mereka?"

"Tentu saja!" Joongki langsung menyetujui. "Kami akan mengupayakan perlindungan untuk dua sahabatmu yang saat ini masih berada di Hwaseong Academy. Kami akan melindungi keduanya secara diam-diam. Jung Shin Ae dan Jang Geun Suk akan mengambil misi ini."

"Iye?" Shin Ae terkejut hingga mengangkat kepalanya dan menatap Joongki. Sadar jika nada suaranya terlalu tinggi, Shin Ae pun mengulangi dengan berkata, "Iya, Yang Mulia." Di dalam hati ia menggerutu karena harus ada dalam satu misi dengan Geun Suk.

***

 

"Wow! Alder dan Birch menjadi satu tim. Bagaimana menurutmu?" Donghae bersemangat setelah menerima titah raja.

"Akan menjadi sulit karena Shin Ae dan Geunsuk memiliki hubungan yang tak baik. Namun, hanya mereka yang ada di dalam area Hwaseong Academy." Ilwoo meragu.

"Tapi ini misi penting!" Kyuhyun menekankan. "Mereka harus berdamai demi misi ini."

"Kalau aku sih nggak meragukan mereka sama sekali. Aku percaya pada mereka berdua. Walau terlihat nggak pernah akur, sebenarnya mereka berdua sangat profesional dan saling peduli." Donghae sembari melirik Shin Ae dan Geunsuk yang duduk berdampingan namun saling diam sejak menerima titah raja.

"Aku akan memberi tahu kelompok kita tentang misi rahasia ini. Kita harus mengatur strategi." Donghae meninggalkan ruangan.

"Kelompokku pun harus tahu." Ilwoo bangkit dari duduknya dan menyusul Donghae.

Kyuhyun menatap Geunsuk, lalu Shin Ae. "Ingat! Selain saling percaya, kerja sama juga sama pentingnya dalam menjalankan misi rahasia." Ujarnya sebelum meninggalkan ruangan.

Hening setelah Donghae, Ilwoo, dan Kyuhyun pergi. Geunsuk dan Shin Ae masih bertahan dalam posisi duduk masing-masing namun masih sama-sama terdiam. Situasi berjalan demikian selama beberapa detik.

"Dengar," Geunsuk memecah kebisuan, "karena misi ini menyangkut kedua temanmu, jadi aku akan menurut pada rencanamu. Kamu cukup membagi apa yang menjadi rencanamu atau memberi perintah, aku harus melakukan apa. Kamu cukup akrab dengan Trio Maehwa, terlebih ada L.Joe di sisimu, jadi aku akan memantau dari jauh sembari menunggu instruksi darimu."

"Kamu benar, cukup aku dan L.Joe saja." Shin Ae merapikan kertas-kertas di hadapannya.

"Tapi, itu nggak berarti kamu nggak akan melibatkan aku sama sekali, kan? Hey! Kita satu tim sekarang! Kamu nggak dengar apa kata para hyung tadi? Kita harus berdamai dan aku harus tetap terlibat. Apa pun rencanamu."

Shin Ae menghentikan gerak kedua tangannya dan menoleh ke arah kanan. Tatapannya bertemu pandang dengan Geunsuk. Geunsuk segera mengatupkan bibirnya yang terbuka karena tatapan datar Shin Ae.

"Aku akan memantau saja dari jauh, bukankah itu yang kamu mau?" Shin Ae mengulangi perkataan Geunsuk.

"Iya, tapi—"

"Aku akan memanggilmu jika aku membutuhkan sesuatu," potong Shin Ae seraya bangkit dari duduknya dan pergi.

Geunsuk berdecak kesal. Menatap punggung Shin Ae yang kemudian menghilang di balik pintu. "Kapan dia akan mencair? Gunung es apa bisa mencair? Ah! Entahlah!" Geunsuk bangkit dari duduknya dan menyusul langkah Shin Ae.

***

 

Punggung L.Joe terasa kaku dan tegang ketika ia sampai di depan gerbang besi yang menjulang tinggi seolah akan mencakar langit di hadapannya. Gerbang itu tampak tak terawat. Catnya usang dan sudah ditumbuhi tanaman rambat yang turut menjulang tinggi mengikuti bentuk gerbang besi. Ada kabut yang menyelimuti ruang kosong di sekitar L.Joe berdiri. Semakin menambah kesan angker dari tempat yang sedang ia kunjungi. Ia semakin dibuat ngeri karenanya. Tangan kanan L.Joe bergerak dan mengusuk lengan kirinya.

Magi yang berdiri di samping kiri L.Joe tersenyum melihat tingkah pemuda berambut pirang itu. "Oppa, kamu takut?" Ia berbisik dekat di telinga L.Joe. Bisikan yang sukses membuat L.Joe bergidik.

L.Joe berjingkat kecil saat mendengar bisikan Magi. "An-anee." Ia membantah pertanyaan Magi. "Di sini benar-benar tempat tinggalmu?" Masih sambil mengusuk lengan, L.Joe bertanya pada Magi. Ia celingukan mengamati sekitar. Tidak ada apa-apa kecuali kabut di sana-sini.

"Nee. Hyuri dan Suri juga tinggal di sini bersamaku. Sebelumnya mereka juga menunjukkan ekspresi yang sama dengan Oppa saat pertama kali ke sini. Apa benar dari luar tempat ini terlihat seperti makam?"

"Mm." L.Joe bergumam sembari mengangguk, membenarkan pertanyaan Magi.

"Oppa nggak curiga padaku? Bagaimana jika aku ini ternyata adalah vampir?"

"Vampir nggak bisa keluar di siang hari."

"Aku vampir yang telah berevolusi." Magi mendorong sisi kiri pintu gerbang. Pintu itu mengeluarkan bunyi aneh saat Magi mendorongnya agar terbuka.

"Jadi, sebentar lagi aku akan bertemu dengan keluarga vampir? Bagus!" L.Joe masih terus mengusuk lengan kirinya dengan tangan kanannya. "Semoga keluarga vampir ini nggak akan membantaiku." L.Joe mengikuti langkah Magi yang memasuki pintu gerbang.

Magi dan L.Joe tersenyum bersama. "Wow!" L.Joe bergumam kagum saat sampai di balik pintu gerbang. Di depannya tersaji pemandangan indah Wisteria Tunnel.

Magi tersenyum melihat ekspresi kagum L.Joe. "Kami menyebutnya Wisteria Tunnel. Bunga-bunga wisteria ini sengaja ditanam dan dibentuk menyerupai terowongan." Ia berjalan maju, memimpin L.Joe untuk masuk.

L.Joe yang hobi fotografi tak menyia-nyiakan pemandangan apik di depannya. Ia mengeluarkan kamera DSLR dari dalam tasnya dan segera beraksi. Mengambil beberapa gambar Wisteria Tunnel. L.Joe melihat Magi sedang berjalan mondar-mandir sambil mengoceh seperti anak kecil yang sedang bosan. Ia pun kembali mengangkat kamera untuk mengabadikan momen itu dan tersenyum puas sesudahnya.

Magi menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah kiri. Ia menemukan L.Joe sedang memotret. "Eh? Oppa memotret?"

L.Joe mengabaikan protes Magi. Ia beberapa kali mengambil gambar. "Mm. Kenapa? Nggak boleh?"

"Setelah melewati Wisteria Tunnel tidak boleh!" Magi dengan tegas.

L.Joe melongo mendengarnya, lalu berkata, "Mm. Arasho!"

"Jika sudah selesai, tolong simpan kameranya baik-baik. Itu benda berbahaya yang pasti akan dibenci keluargaku." Magi memunggungi L.Joe dan kembali berjalan.

L.Joe segera memasukkan kameranya ke dalam tas, lalu berlari kecil menyusul langkah Magi. Ia berhasil mensejajarkan langkahnya dengan langkah Magi. Selama berjalan di dalam Wisteria Tunnel tak ada obrolan sama sekali. L.Joe benar-benar menikmati pemandangan indah yang hanya berdurasi lima belas menit saja.

Magi dan L.Joe sampai di ujung Wisteria Tunnel. "Inilah, rumahku!" Magi tersenyum sembari menuding kastil megah di hadapannya.

Kedua mata L.Joe berbinar. Menatap kagum bangunan megah di hadapannya. Sayang ia tidak bisa mengabadikan keindahan Kastil Asphodel yang terkenal angker. Namun, ia tak ingin menyerah begitu saja. "Magi, bolehkah aku mengambil beberapa gambar lagi?" Ia meminta izin.

Magi menatap L.Joe dalam diam selama beberapa detik. Beberapa detik yang membuat L.Joe deg-degan karena takut Magi akan marah.

"Tiga kali. Cukup?" Magi memberi jawaban.

L.Joe menganggukkan kepala dan segera mengeluarkan kameranya. Lalu, segera mengambil tiga foto seperti yang dikatakan Magi. Selesai dengan itu, ia segera menyimpan kameranya kembali.

"Sebenarnya aku ingin kamu berpose di sana." L.Joe menunjuk sebuah titik. Keseluruhan bangunan Kastil Asphodel bisa diambil pada titik itu. Dengan adanya Magi pasti akan menjadi mahakarya yang indah.

"Mwo?" Magi berkacak pinggang.

"Aku berpikir akan menjadi foto yang sangat apik."

Magi tersenyum dan berkata, "Sekali saja." Ia bergerak menuju titik yang ditunjuk L.Joe.

L.Joe kembali mengambil kameranya dan mengangguk. Lalu segera membidik Magi dalam lensa kameranya.

***

 

Hening di dalam ruang tamu Kastil Asphodel. L.Joe duduk di samping kanan Magi, berhadapan dengan Nichkhun. Sungjeong duduk di samping kiri Nichkhun. L.Joe telah mengutarakan tentang maksud kedatangannya hari ini. Ia ingin mengajak Magi untuk berlibur bersamanya akhir pekan nanti. Karena Magi menolak dengan alasan izin dari keluarga, L.Joe memaksa untuk datang dan meminta izin langsung pada keluarga Magi. Magi yang ingin tahu seberapa serius L.Joe padanya pun mengambil risiko dan membawa L.Joe ke Kastil Asphodel.

"Maaf." Sungjeong memecah keheningan. "Kami butuh untuk berunding sebentar." Ia bangkit dari duduknya sembari menarik lengan kiri Nichkhun, memaksa pemuda itu untuk berdiri dan mengikutinya.

"Nee. Silahkan." L.Joe yang gugup berusaha serileks mungkin di depan Nichkhun dan Sungjeong.

Sungjeong dan Nichkhun meninggalkan ruang tamu. Keduanya masuk ke dalam ruang keluarga, lalu menghilang ke dalam salah satu ruangan yang berada paling dekat dengan ruang keluarga. Di dalam ruangan itu ada Myungsoo dan Baro. Myungsoo sedang berdiri menghadap jendela kaca besar, ia menatap taman yang berada di luar sana. Baro yang sedari awal duduk dengan gusar di atas sofa segera berdiri saat Nichkhun dan Sungjeong masuk.

"Kenapa Yang Mulia membawa orang asing? Benar pemuda itu adalah kekasih Yang Mulia?" Baro menyambut Nichkhun dan Sungjeong dengan pertanyaan penasarannya. "Pemuda yang tampan," imbuhnya dengan wajah dihiasi senyum.

"Menurutku, izinkan saja Yang Mulia pergi." Sungjeong langsung mengutarakan pendapatnya. "Sementara jangan beri tahu Yang Mulia tentang berita kematian pelaku yang menyerang Song Hyuri. Berita ini belum sampai ke media massa, jadi aku rasa Yang Mulia tidak mengetahuinya. Banyak ketegangan akhir-akhir ini. Aku pikir tidak ada buruknya jika Yang Mulia pergi bersenang-senang sejenak dengan orang yang dicintainya."

"Aku setuju!" Baro menyetujui usul Sungjeong.

"Lee Byunghun atau yang akrab dipanggil L.Joe adalah pemuda yang baik dan berasal dari keluarga baik-baik yang juga pendukung raja terdahulu, ayah Yang Mulia Tuan Putri. Kudengar kemampuan bertarungnya juga sangat baik. Ia pasti bisa diandalkan untuk melindungi Yang Mulia." Sungjeong melanjutkan usulannya.

"Masalahnya mereka akan pergi berdua saja. Apa kalian tega melepas Yang Mulia pergi sendiri dengan pemuda itu?" Nichkhun keberatan. "Itu terlalu berisiko."

"Aku percaya pemuda itu akan menjaga Yang Mulia dengan baik. Keberaniannya datang kemari adalah bukti bahwa ia sangat bertanggung jawab." Giliran Baro yang mengutarakan pendapatnya.

"Hyung, tolong izinkan Yang Mulia pergi. Sekali ini saja. Biarkan Yang Mulia bersenang-senang dengan pria yang ia cintai. Aku yakin setelah ini Yang Mulia tidak akan meminta lebih." Sungjeong terus berusaha meyakinkan Nichkhun.

"Aku tidak bisa mengambil risiko untuk hal ini. Terlebih kita belum mendapatkan informasi detali tentang Song Hyuri yang kini berada di istana menggantikan Yang Mulia. Bahkan Ratu Maesil pun belum menunjukkan pergerakan baru. Membiarkan Yang Mulia pergi tanpa pengawalan menurutku adalau hal bodoh! Setelah dibawanya Song Hyuri ke istana, aku yakin secara diam-diam istana pun mengawasi Han Suri dan Yang Mulia. Di dalam istana tidak hanya ada pihak kawan, tapi juga lawan. Kalian tahu pasti akan hal itu. Tapi, bagaimana kalian bisa dengan mudahnya memohon agar aku mengizinkan Yang Mulia pergi?" Nichkhun mulai emosi.

Sejenak suasana berubah hening. Sungjeong menundukkan kepala. Baro kembali duduk di sofa. Nichkhun masih bertahan di tempatnya berdiri, mengatur napasnya yang terengah-engah karena emosi. Sungjeong bergerak dan duduk di samping Baro.

"Biarkan saja Yang Mulia pergi." Myungsoo yang sedari awal diam angkat bicara.

Baro, Sungjeong, dan Nichkhun kompak menatap Myungsoo yang masih bertahan berdiri di dekat jendela, seperti dikomando.

"Apa kau bilang?" Nichkhun menuntut penjelasan Myungsoo. "Apa kau berani bertanggung jawab akan usulanmu itu?!"

Myungsoo menurunkan kedua tangannya yang terlipat di dada dan mengubah posisi menghadap ke dalam ruangan, memunggungi jendela. "Akan aku beri tahu tentang siapa pemuda bernama L.Joe itu. Setelah mendengarnya, aku harap Hyung akan memberi izin Yang Mulia untuk pergi."

Baro dan Sungjeong menatap Myungsoo dengan seutas senyum terkembang di wajah mereka. Sedang Nichkhun menatap Myungsoo dengan penuh kecurigaan.

***

 

"Apa?!!" Shin Ae terkejut mendengar cerita L.Joe. "Kamu pergi ke rumah Magi?? Langsung meminta izin pada keluarganya?? Daebak! Cinta benar-benar membutakanmu, Lee Byunghun!"

L.Joe tersenyum penuh kebanggaan. Ia mengaduk-aduk jus jeruk di hadapannya. "Aku nggak main-main tentang Magi. Aku ingin keluarganya juga tahu kalau aku serius memacari adik bungsu mereka."

"Baiklah! Aku bisa apa?" Shin Ae menjatuhkan punggungnya ke punggung kursi. "Setidaknya tugasku jadi ringan karena ada yang menjaga Rosemary Magi."

"Oh iya! Ngomong-ngomong tentang hal itu, jadi sekarang kamu satu tim dengan Geunsuk Hyung? Wah! Aku nggak bisa bayangin gimana serunya kalian saat harus bekerja sama."

"Benar. Ejek aku sepuasmu."

L.Joe terkekeh.

"Sudahlah! Jangan dibayangkan!"

"Padahal Geunsuk Hyung pemuda yang baik."

"Baik? Dia itu menyebalkan tahu! Selalu menggangguku tanpa sebab. Dia iri pada kelompokku. Aku tahu itu. Ah! Sudahlah! Jangan dibahas lagi!" Shin Ae mengayunkan tangan kanannya di udara dan menunjukkan ekspresi sebal.

L.Joe hanya tersenyum menanggapinya.

***

 

Di salah satu bangku taman di taman kota Geunsuk duduk berdampingan dengan Seungho. Geunsuk membocorkan tentang misi rahasia yang sedang ia jalankan dengan Shin Ae. Seungho dekat dengan Magi dan Suri, ia merasa tak enak jika harus merahasiakan misinya dari Seungho. Jika Seungho tahu, diam-diam pemuda itu bisa menjadi tangan kanannya.

"Hyung jangan khawatir, dalam hal ini aku pasti akan membantu. Magi adalah teman baikku, tentu saja aku akan melindunginya." Seungho menyanggupi.

Geunsuk mengangguk-anggukan kepala. "Aku percaya padamu. Terima kasih untuk bantuannya." Ia menepuk pundak Seungho.

"Jonghwan pasti akan menjaga Han Suri. Mereka sangat dekat. Bahkan sepertinya mereka pacaran."

"Pacaran? Wah! Lalu, bagaimana denganmu?"

"Aku?? Aku..." Seungho malu-malu. "Hyung kan tahu kalau aku suka pada Jung Shin Ae Seonbaenim. Teman baik dari L.Joe Seonbaenim."

Senyum di wajah Geunsuk sirna.

"Seonbaenim cantik tapi sangat dingin. Sedingin es."

Geunsuk berdeham. "Jung Shin Ae memang seperti itu orangnya. Dia bukan sekadar es, tapi gunung es. Aku hanya bisa mendoakan agar usahamu untuk mendekatinya tak sia-sia." Ia berusaha membuat Seungho senang.

"Gomawo. Hyung memang yang terbaik!" Seungho merangkul Geunsuk.

Geunsuk membalas tindakan Seungho dengan senyum. Namun, ada kesan tak tulus dalam senyuman itu.

***

 

"Itu akan menjadi liburan dan kencan yang romantis. Kamu beruntung sekali." Sungrin tersenyum riang. Ia berjalan di samping kanan Magi saat pulang sekolah.

"Pada akhirnya L.Joe Seonbaenim mengajak Magi berkencan. Ah! Aku jadi iri." Keluh Suri yang berjalan di samping kiri Magi.

"Kenapa iri? Ajak kekasihmu untuk liburan juga. Anak gadis berinisiatif terlebih dahulu nggak papa kok." Sungrin mendukung Suri.

"Kekasih apaan!" Suri tersipu.

Magi menghela napas panjang. "Aku jadi gugup."

"Itu wajar. Menurut apa yang aku baca, kencan pertama memang selalu membuat wanita gugup," respon Sungrin.

"Kira-kira apa yang sudah dipersiapkan L.Joe Seonbaenim untuk Magi ya?" Suri seolah berbicara dengan dirinya sendiri.

Ketiga gadis itu kemudian tertawa bersama. Ketiganya berhenti di depan toko elektronik yang biasa mereka lewati setiap kali berangkat dan pulang sekolah. Televisi besar yang menghadap keluar dinding kaca sedang menayangkan sebuah siaran berita. Berita tentang kematian pelaku penyerangan Putri Ahreum sedang mengisi program itu. Dalam berita dijelaskan jika pria yang sebelumnya dinyatakan gila itu ditemukan tewas gantung diri di dalam selnya. Polisi masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk kasus itu.

"Pada akhirnya terjadi juga. Namun, apa mungkin orang gila bisa memikirkan bunuh diri dan melakukannya?" Suri mengomentari berita yang sedang tayang di televisi.

"Aku rasa ada konspirasi di balik semua ini. Menurutku pelaku sengaja dibunuh." Sungrin turut berkomentar.

"Kejam sekali. Habis manis sepah dibuang. Dengan mudahnya menghilangkan nyawa seseorang." Suri menggelengkan kepala. Masih menatap layar televisi.

Magi terpaku di tempatnya berdiri. Menatap layar televisi berukuran besar yang sedang menayangkan berita kematian pelaku penyerangan terhadap Hyuri. Suri dan Sungrin baru menyadari hal itu beberapa detik kemudian.

Suri merangkul Magi dan berbicara lirih, "Jangan khawatir. Hyuri pasti baik-baik saja di istana." Ia mengusuk lengan Magi untuk menenangkan gadis itu.

***

 

"Oppa tahu pelaku penyerangan itu tewas, tapi sengaja tidak memberi tahuku? Oppa ingin aku tetap pergi?!" Setelah sampai di kastil, Magi langsung menemui Nichkhun.

"Jujur aku tak ingin Yang Mulia pergi. Tapi Sungjeong, Baro, dan Myungsoo memintaku agar memberi izin. Kami sepakat untuk menyembunyikan hal itu dan memberi waktu bagi Yang Mulia untuk bersenang-senang. Sekarang, setelah tahu akan hal itu, apakah Yang Mulia akan tetap pergi?" Nichkhun balik bertanya pada Magi.

Baro dan Myungsoo diam di tempat duduk masing-masing. Ruang keluarga pun berubah hening.

 Nichkhun mengembuskan napas dengan kasar. "Andai Yang Mulia tetap tinggal pun tak akan mengubah keadaan. Pergilah! Apa Yang Mulia lupa? Bagaimana ekspresi lega dan senangnya pemuda itu ketika saya memberi izin untuk pergi?"

Kepala Magi tertunduk saat mendengarnya. Ekspresi sumringah L.Joe ketika mendengar keputusan Nichkhun yang memberi izin untuk pergi kembali muncul dalam ingatannya. Tiba-tiba Magi bisa merasakan kembali genggaman tangan L.Joe sebelum pemuda itu pergi. Bersabarlah! Kita akan bersenang-senang akhir pekan nanti, suara L.Joe pun kembali terdengar di telinganya.

"Pergilah!" Nichkhun mengulangi permintaannya. "Bersenang-senanglah. Lalu, kembalilah pada kami dengan membawa kenangan yang indah. Setelah itu, Yang Mulia harus benar-benar fokus untuk memulai perlawanan pada Ratu Maesil. Yang Mulia harus mengalahkan Ratu Maesil. Agar Myungsoo dan terutama Baro bisa pergi dengan aman dan leluasa untuk melihat indahnya dunia."

Kedua mata Magi terasa panas mendengar permintaan Nichkhun. "Oppa..." Magi mengusap air matanya yang jatuh.

Nichkhun tersenyum dan mengelus puncak kepala Magi.

"Gomawo, Oppa. Aku janji. Aku akan kembali dan menyusun rencana untuk mengalahkan Ratu Maesil. Untukku, untuk kalian, dan untuk semua orang yang tidak bisa hidup dengan damai dan tenang karena keberadaan Ratu Maesil."

"Aku, kami semua, akan berjuang bersama Yang Mulia." Nichkhun tersenyum tulus.

Sungjeong menghapus air matanya yang runtuh karena melihat Magi menangis. Ia beralih duduk di samping kiri Magi dan memeluk gadis itu. Baro dan Myungsoo kompak tersenyum walau mereka merasakan haru.

***

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews