Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy - Land #39

03:50

 Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

 


 

 

It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.

 

 

. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”

. Author: shytUrtle

. Rate: Serial/Straight/Fantasy/Romance.

. Cast:

-                  Song Hyu Ri (송휴리)

-                  Rosmary Magi

-                  Han Su Ri (한수리)

-                  Jung Shin Ae (정신애)

-                  Song Ha Mi (송하미)

-                  Lee Hye Rin (이혜린)

-                  Park Sung Rin (박선린)

-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

 

 

Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, di Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini?

 

Land #39

 

Sungjeong mengetuk pintu kamar Magi dengan sopan. Ia membuka pintu setelah mendengar Magi mempersilahkan masuk. Betapa terkejutnya Sungjeong ketika pintu terbuka. Ia menemukan Magi sedang berdiri di depan cermin dengan mengenakan hanbok paduan warna putih dan ungu. Chima berwarna ungu dihiasi lukisan bunga yang sedang mekar sempurna. Sangat cantik.

"Yang Mulia." Sungjeong mendekati Magi yang bertahan berdiri di depan cermin, sedang menatap bayangannya sendiri.

Magi tersenyum pada bayangan Sungjeong di dalam cermin, lalu ia membalikkan badan dan menghadap sepenuhnya pada Sungjeong. "Bagaimana?" Ia meminta Sungjeong memberikan penilaian pada hanbok yang ia pakai.

"Sangat cantik. Tapi, bukankah hanbok ini lebih pantas dikenakan oleh seorang seniman?"

"Begitu ya? Padahal zaman sudah modern."

"Ah. Maaf." Sungjeong merasa bersalah. "Apakah salah seorang penggemar Yang Mulia memberikan hanbok ini pada Yang Mulia?"

"Lebih dari penggemar." Magi menjawab dengan lirih.

"Saya rasa saya tahu siapa dia. Putra bungsu dari Lee Byungman, kan? Hah... Yang Mulia." Sungjeong menghela napas dan menggelengkan kepala.

"Aku benar-benar tidak bisa mengendalikan perasaanku padanya."

"Lalu, apa maksud dari hanbok ini? Dia ingin menjadikan Yang Mulia sebagai seniman penghibur pribadinya? Kurang ajar!"

"Lee Sungjeong!" Magi keberatan.

Sungjeong tersenyum geli. "Segeralah berganti pakaian. Hyung-nim meminta kita berkumpul. Saya akan memanggil Han Suri dan Baro. Mereka berdua selalu sibuk di ruang latihan."

"Suri serius berlatih ilmu bela diri?"

"Iya. Dia tidak ingin menjadi lemah di depan Yang Mulia. Setidaknya untuk melindungi dirinya sendiri. Hamba mohon diri."

Magi mengangguk dan Sungjeong segera keluar dari kamarnya.

***

 

Di ruang latihan, Baro dan Suri sibuk berlatih. Keduanya membawa tongkat kayu. Suri mulai menguasai teknik-teknik dasar pertahanan diri dengan menggunakan tongkat. Myungsoo duduk bersila di atas lantai sembari memeluk pedang kayu dalam kedua tangan yang terlipat di dadanya. Kedua mata elangnya tak lepas mengawasi gerakan Suri.

"Kau harus bisa membaca serangan lawan, Han Suri!" Myungsoo berteriak mengoreksi gerakan Suri.

"Aku sedang berusaha!" Balas Suri yang sibuk menghalau serangan Baro.

"Dalam waktu singkat, kamu belajar dengan baik." Baro memuji pertahanan Suri.

"Jangan hanya bertahan! Jika ada celah, kau harus melakukan serangan balik!" Lagi-lagi Myungsoo berteriak.

Baro tersenyum mendengarnya. "Kamu berhasil membuat Myungsoo membuka mulut dengan kemampuan bertarungmu. Itu termasuk prestasi yang luar biasa."

"Tapi tak sehebat Magi. Oh! Maksudku, Yang Mulia. Astaga!" Suri terkejut karena tongkatnya terlempar karena serangan Baro yang gagal ia halau. Suri mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. Ia menatap tongkatnya yang baru saja berhenti menggelinding dengan iba.

"Kamu lumayan banyak perkembangan kok. Hanya saja sedikit kurang konsentrasi. Kenapa? Ada sesuatu yang membebani pikiranmu? Jangan-jangan kamu membayangkan perang yang sebenarnya." Baro mengoreksi sekaligus menginterogasi Suri.

"Perang yang sesungguhnya, termasuk salah satu yang aku pikirkan." Suri berjalan menuju tongkat miliknya dan memungutnya. Ia mengembalikan tongkat itu pada tempatnya, lalu duduk menyelonjorkan kaki tak jauh dari Myungsoo yang masih bertahan duduk bersila.

Baro mengembalikan tongkatnya dan kemudian bergabung bersama Suri dan Myungsoo.

"Magi, anu maksudku Yang Mulia, beliau sangat ahli memanah. Aku sudah melihatnya. Semakin melihatnya, aku semakin merasa payah. Aku merasa ragu, apa benar aku bisa menjadi petarung? Jika bisa, aku termasuk petarung jenis apa? Petarung jarak dekat dengan tongkat atau petarung jarak jauh dengan panah. Sedang aku sangat payah pada keduanya." Suri berkeluh kesah.

"Yang Mulia tidak hanya mahir memanah. Beliau mahir juga dalam permainan pedang. Selama dalam pelarian, kami semua dibekali ilmu bela diri untuk bertahan. Baik itu teknik jarak jauh atau jarak dekat. Yang Mulia menekuni teknik memanah karena beliau suka. Menurut Yang Mulia, wanita yang bisa memanah itu sangat keren. Karena beliau sangat suka memanah. Tapi kemampuannya bertarung dengan pedang juga tidak bisa diremehkan." Kenang Baro.

"Benar-benar sosok yang tangguh. Aku sangat salut padanya. Bisakah aku jadi sepertinya? Maksudku, akan memalukan jika nantinya aku malah merepotkan Magi, anu Yang Mulia."

"Terkadang kekuatan dan keberanian itu muncul saat kita terdesak." Myungsoo menyela.

"Itu benar." Baro setuju dengan pendapat Myungsoo. "Saat berlatih jangan berpikir macam-macam. Fokus aja. Jangan mikir kamu akan bagaimana dengan latihan ini. Jika kamu bersungguh-sungguh, hasilnya tidak akan mengecewakan. Percayalah!" Baro menepuk pelan sebanyak dua kali bahu kiri Suri, bermaksud membesarkan hati gadis itu.

"Terima kasih. Aku akan berlatih dengan sungguh-sungguh." Suri tersenyum manis. "Lebih sungguh-sungguh lagi." Ia meralat. Karena selama ini ia sudah berlatih dengan serius.

"Kalian sudah selesai ya," Sungjeong baru tiba di ruang latihan. Kehadirannya menyita perhatian Baro, Myungsoo, dan Suri.

"Hyung-nim meminta kita berkumpul. Dia menunggu di ruang tengah. Kalau sudah selesai, segera temui kami." Sungjeong berdiri dekat dengan tempat Baro, Myungsoo, dan Suri duduk. Ia menyampaikan pesan Nichkhun pada ketiganya. "Aku rasa Yang Mulia juga sudah berada di sana," imbuhnya.

"Ada perkembangan?" Tanya Baro.

"Sebaiknya segera menuju ruang tengah." Sungjeong membalikkan badan dan berjalan pergi.

"Perkembangan apa?" Tanya Suri yang menatap Baro dengan ekspresi penasaran.

Myungsoo bangkit dari duduknya tanpa berkata-kata. Ia berjalan menuju tempat penyimpanan peralatan latihan dan meletakkan pedang kayu miliknya di sana. Lalu, ia berjalan menyusul Sungjeong tanpa pamit pada Baro dan Suri.

"Sebaiknya kita pergi." Baro pun bangkit dari duduknya. "Jangan biarkan Nichkhun Hyung dan Yang Mulia menunggu terlalu lama." Ia mengulurkan tangan untuk membantu Suri berdiri.

Suri meraih uluran tangan Baro. "Semoga saja perkembangan yang baik." Ujarnya yang sudah berjalan di samping kiri Baro.

***

 

Magi dan seluruh penghuni Kastil Asphodel berkumpul di ruang tengah. Nichkhun menjelaskan perkembangan masalah yang menimpa Hyuri. Sehari berlalu tak banyak informasi yang dapat dikumpulkan.

"Jadi pelaku telah dikonfirmasi sebagai orang gila?" Baro memastikan.

"Pihak kepolisian sudah membuat pernyataan resmi. Tapi mereka berjanji akan melakukan tes ulang dan penyelidikan lebih lanjut. Aku rasa Ratu Maesil telah mempersiapkan ini semua." Nichkhun memperkuat pendapatnya.

"Karena tidak ada reaksi dari Lesovik setelah Ratu Maesil mengumumkan kembalinya Putri Ahreum Yang Hilang." Spontan Suri membagi isi kepalanya. Membuat semua mata tertuju padanya. "Ups!" Suri menutup bibir dengan telapak tangan kanannya. "Maaf." Ia segera meminta maaf karena telah lancang mengeluarkan pendapat tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Nichkhun menghela napas pelan. "Apa yang kamu katakan itu masuk akal, Han Suri. Sepertinya kamu memang banyak tahu tentang Lesovik. Sebenarnya, kamu ini siapa?"

"Saya hanya rakyat biasa. Sungguh." Suri berusaha meyakinkan. "Hanya saja saya kadang merasa tertarik dengan dunia politik. Saya juga penasaran pada Lesovik. Sebenarnya saya menyukai Lesovik walau tidak pernah bertemu dengan salah satu dari mereka. Saya menyukai Lesovik karena mereka selalu membela kaum lemah, rakyat jelata seperti kami. Itu keren!" Lagi-lagi semua mata tertuju padanya. Membuat Suri merasa sungkan. "Maaf. Karena terlalu bersemangat."

"Baiklah! Kamu memang rakyat biasa dan penggemar Lesovik. Apa kamu juga mendukung Yang Mulia Tuan Putri Ahreum?" Pertanyaan Nichkhun membuat Suri tertegun sejenak.

"Tentu saja." Jawab Suri penuh keyakinan. "Jika tidak, untuk apa saya bertahan di sini dan berusaha sekeras ini?"

"Untuk bertahan hidup, karena tidak ada tempat lain yang bisa kamu jadikan sebagai tempat berlindung." Nichkhun terus memojokkan Suri. Suasana jadi hening sejenak. "Lalu, apa kamu punya pendapat lain tentang situasi ini?"

Suri mengerjapkan kedua matanya. Sikap Nichkhun benar-benar membuatnya gugup. "Mm, begini... sebenarnya tidak ada. Tapi, menurut saya, Lesovik sedang berniat membuat Ratu Maesil kesal. Itu alasan kenapa mereka tidak memberikan reaksi sama sekali pada apa pun yang dilakukan Ratu Maesil. Tentang pelaku yang dinyatakan gila, saya khawatir nantinya akan dinyatakan sebagai tindakan Lesovik. Skenario itu Ratu Maesil yang membuatnya, akan tetapi Lesovik lah yang ditunjuk sebagai dalangnya. Bukankah hal seperti itu mudah ditebak?"

"Kamu benar. Seandainya kamu adalah Leshy, pimpinan Lesovik, apa yang akan kamu lakukan?"

Suri mengumpat dalam hati karena Nichkhun menyerangnya habis-habisan. Tatapan fokus Nichkhun seolah menguliti dirinya. Suri mengalihkan pandangan untuk menatap Magi selama beberapa detik. Lalu, ia kembali menatap Nichkhun. "Saya bukan Leshy, jadi saya tidak tahu harus menjawab apa," jawab Suri kemudian.

"Tapi ini hanya berandai-andai, kan? Bagaimana jika saya berada di posisi Leshy. Jika saya berada di posisi Leshy, saya akan tetap diam. Satu-satunya cara membuat Ratu Maesil semakin geram adalah diam. Dengan begitu Ratu Maesil akan mengeluarkan rencana-rencana miliknya yang lain. Diam termasuk tanda bahwa saya melawannya. Namun, saya harus siap dengan segala risikonya. Yang menjadi beban saya hanya rakyat yang dicintai Yang Mulia Tuan Putri. Walau para pengikut saya dalam Lesovik akan setuju untuk diam dan menunggu, tapi jika Ratu Maesil sampai menyentuh rakyat jelata yang tidak tahu apa-apa, pasti akan menjadi beban bagi saya dan Lesovik." Suri melanjutkan.

Nichkhun menyandarkan punggung pada punggung kursi. Ia menghela napas panjang. "Kadang aku heran pada cara berpikir anak muda zaman sekarang," ujarnya sembari menatap Suri dan kemudian beralih pada Magi. Harusnya kalian cukup untuk bersenang-senang saja, kan?”

***

 

"Sudah kukatakan jangan banyak melamun!"

"Oh! Seonbaenim." Hyuri terkejut. Ia segera bangkit dari duduknya dan menyambut Shin Ae.

"Jangan menyebutku seperti itu saat ada dayang dan pengawal bersama kita. Walau mereka bisa memaklumi, tidak menjamin mulut mereka berhenti bergosip." Shin Ae duduk di balik meja, berhadapan dengan Hyuri di gazebo Istana Magnolia. Hanya ada mereka berdua di sana. Hyuri telah meminta dayang dan pengawal untuk meninggalkannya dengan alasan ingin menyendiri.

Hyuri kembali duduk. "Hari ini bagaimana? Di sekolah."

"Tidak banyak yang berubah. Hanya sedikit lebih heboh karena insiden penyerangan itu. Kamu merasa nggak aman? Aku dengar hari ini sama sekali tidak ada yang berkunjung."

"Yang Mulia Raja membatasi kunjungan. Beliau ingin aku menenangkan diri. Karena alasan itu dayang dan pengawal tak membantah ketika aku meminta mereka pergi."

"Kamu bisa tenang kini?"

Hyuri menggeleng. "Bagaimana aku bisa tenang? Sejak masuk ke dalam istana, aku tidak pernah merasa tenang. Aku selalu ketakutan. Aku ingin kembali bersama Magi dan Suri."

"Baru merasa berarti di saat seperti ini ya? Manusiawi sekali."

"Bagiku Magi dan Suri sangat berarti. Karena hanya mereka yang aku miliki. Terlebih Magi. Aku berhutang banyak padanya."

"Yang Mulia Tuan Putri Song Hami datang berkunjung." Terdengar seruan pengawal istana.

Hyuri dan Shin Ae saling memandang, lalu kompak berdiri untuk menyambut kedatangan Hami. Shin Ae beralih berdiri satu langkah di belakang Hyuri, lalu bersama-sama memberi salam pada Hami yang datang ditemani Hyerin.

"Apa kedatangan kami mengganggu?" Tanya Hami setelah membalas sambutan Hyuri dan Shib Ae.

"Tidak, Yang Mulia." Hyuri tidak keberatan.

Hami, Hyuri, dan Hyerin duduk di bangku-bangku di dalam gazebo. Sedang Shin Ae berdiri tepat di belakang Hyuri.

"Saya akan meminta dayang untuk membawakan teh dan camilan." Hyuri hendak memanggil dayang, tapi Hami menolaknya.

"Tidak, perlu repot." Hami menolak. "Kesempatan untuk bisa berkumpul dengan santai seperti ini sangatlah langka. Namun, sayang kami tidak bisa berlama-lama di sini. Saya tahu Raja sedang membatasi kunjungan untuk Yang Mulia, tapi saya memaksakan diri untuk datang. Mohon maafkan kelancangan saya."

"Ah! Tidak. Tidak apa-apa." Hyuri tidak hanya dibuat canggung dengan bagaimana cara para keluarga raja ini berbicara, ia juga merasa kesal. Tata cara seperti ini benar merepotkan baginya.

"Nona Shin Ae bebas keluar masuk karena dia adalah seorang Reed." Hami menatap Shin Ae yang berdiri di belakang Hyuri. Kepala gadis itu tertunduk. "Terlebih Nona Shin Ae adalah Reed kepercayaan Ketua Holly, Nyonya Jung Hyeyoung. Nona Shin Ae telah resmi ditugaskan untuk menjaga Yang Mulia Tuan Putri. Saya senang mendengar berita itu."

Hyuri kebingungan. Ia menoleh untuk meminta jawaban Shin Ae. Tapi gadis itu tetap bungkam walau sempat melakukan kontak mata dengannya.

"Saya dan Hyerin datang berkunjung karena hari ini Hyerin datang kemari untuk membawa barang-barang milik Yang Mulia."

"Barang-barangku?" Hyuri menatap Hami, lalu Hyerin.

"Iya, Yang Mulia. Hari ini Han Suri menitipkannya kepada saya. Seluruh barang Yang Mulia." Hyerin memberi penjelasan.

Suri akhirnya mengirim seluruh barang-barangku. Apakah terjadi sesuatu padanya? Magi mengusirnya karena aku? Hyuri menduga-duga dalam hati.

"Semua barang Yang Mulia lolos pemeriksaan karena saya mengatakan bahwa itu semua milik Yang Mulia ketika Hyerin membawanya masuk ke dalam istana. Pengawal sudah membawanya masuk ke dalam Istana Magnolia. Dayang-dayang sudah membawanya ke kamar Yang Mulia." Hami menyambung penjelasan Hyerin.

"Terima kasih untuk semuanya." Hyuri berterima kasih dengan tulus pada Hami dan Hyerin. "Lalu, apakah Magi dan Suri baik saja di sekolah?"

Hyerin tak bisa menyembunyikan kekesalannya karena harus menjadi kurir bagi Hyuri. Hyuri pun menyadari hal itu. Hyerin sudah bersusah payah membawa barangnya dan menjaga sikap di depannya. Ia tak ingin merepotkan gadis itu lagi.

"Terima kasih untuk semuanya, Lee Hyerin Seonbaenim." Hyuri mengulangi ucapan terima kasihnya untuk Hyerin.

Hyerin hanya menganggukkan kepala menjawab ucapan terima kasih Hyuri.

Selepas Hami dan Hyerin pergi, Hyuri bergegas memasuki bangunan Istana Magnolia untuk menuju kamarnya. Ia menemukan tas punggung dan beberapa kardus sudah menunggu kehadirannya. Segera dihampirinya barang yang dititipkan Suri pada Hyerin itu. Berharap akan menemukan surat dari Magi atau Suri. Namun, nihil. Hyuri tak menemukan apa pun kecuali barang-barang miliknya sendiri.

Hyuri terduduk di lantai dan menangis. "Apa kalian kecewa padaku dan memercayai ucapan pria gila itu? Bahwa aku adalah putri palsu?" Ia mengeluh di sela isak tangisnya. Seolah pertanyaan itu akan sampai pada Magi dan Suri.

***

 

Shin Ae kembali usai mengantar Hyuri kembali ke kamarnya. Dalam perjalanan, ia berpapasan dengan Geunsuk. Seperti tempo hari, wajah tak bersahabat langsung ia pasang untuk menyambut Geunsuk.

"Kamu di sini rupanya." Sapa Geunsuk.

"Aku Reed yang dikirim Holly-nim untuk menjaga Yang Mulia Tuan Putri Ahreum." Shin Ae menegaskan posisinya.

"Nepotisme." Olok Geunsuk.

Shin Ae menatap sinis pada Geunsuk.

"Karena kamu masih keponakan dari Ketua Holly Jung Hyeyoung. Dan pasti beliau tahu kalau di sekolah kamu lumayan dekat denga Hyuri dan gengnya. Karenanya Holly-nim memberikan tugas penting ini padamu. Di mana-mana memang hubungan darah lebih kuat." Geunsuk menghela napas panjang. "Kamu tahu kenapa aku di sini?"

Shin Ae bergeming. Memilih bungkam, tidak menjawab pertanyaan Geunsuk.

"Aku," Geunsuk membusungkan dadanya, "adalah Reed kepercayaan Raja yang ditugaskan untuk menjaga Yang Mulia Putri Ahreum."

Shin Ae tak terkejut. Hal itu membuat Geunsuk sedikit kecewa.

"Kenapa reaksimu biasa aja?" Geunsuk penasaran.

"Lee Donghae Seonbaenim salah satu pengawal kepercayaan Raja. Kau berada dalam kelompoknya. Tidak heran jika Lee Donghae Seonbaenim merekomendasikanmu untuk turut menjadi pengawal Yang Mulia Tuan Putri Ahreum. Karena kebetulan kau pun satu sekolah dengan Yang Mulia Tuan Putri Ahreum. Yang Mulia Raja pasti berpikir keberadaanmu tidak akan membuat Yang Mulia Putri Ahreum merasa tidak nyaman."

Geunsuk merasa semakin kesal. Namun, apa yang dijabarkan Shin Ae benar adanya.

"Jam pergantian jaga tepat tengah malam. Waspadalah pada burung gagak. Jangan izinkan burung gagak mendekati Istana Magnolia."

"Nee??" Geunsuk bingung.

"Kamu bisa memanah, kan? Jika melihatnya, kita diberi izin untuk membunuh burung gagak yang muncul di sekitar Istana Magnolia. Apa kamu sudah menerima perintah itu?"

"Anee." Geunsuk menggeleng.

Shin Ae menghela napas. "Mulai sekarang, burung gagak menjadi salah satu hal yang harus menjadi prioritas untuk kita waspadai."

"Shin Ae, kenapa harus panah? Bukankah kita dibekali pistol untuk menembak?"

"Coba saja jika kamu bisa melumpuhkannya dengan pistol biasa. Burung gagak ini bukan burung gagak biasa. Anak panah yang diberikan pada kita adalah anak panah yang dibuat khusus untuk melumpuhkan burung gagak yang terlihat di area Istana Magnolia."

Mendengarnya Geunsuk merasa merinding. Terlebih Shin Ae menatapnya dengan datar. Ia pun berdeham. "Baiklah. Kita mulai dari mana untuk patroli?"

"Aku akan melapor pada Holly-nim. Permisi." Shin Ae pamit, langsung meninggalkan Geunsuk begitu saja.

"Hah! Dia itu!" Geunsuk menggerutu. "Baiklah. Sisi mana yang terbaik untuk mengawasi burung gagak." Geunsuk berkacak pinggang dan mengamati sekitarnya.

***

 

"Masih belum ada respon sama sekali? Hah! Ini membosankan! Bahkan orang gila yang aku kirim hanya berhasil meramaikan media saja. Aku telah melemparkan isu panas ke tengah publik, tapi istana masih bisa tenang walau rakyat mendesak mereka. Atau sedang terjadi konflik besar-besaran di dalam sana?

"Yang paling menyebalkan adalah, ke mana Lesovik? Di mana mereka? Mereka bergeming. Tak ada gerakan sama sekali. Apakah Putri Ahreum yang asli ada bersama mereka? Bahkan tanpa kalung itu bersamanya, sulit bagiku untuk melacaknya. Aku bosan karena bermain sendiri! Acanthus, di mana dia sekarang? Rencana cemerlang apa yang sedang ia susun? Kejutan apa yang akan dia berikan padaku? Semua ini membuatku bosan!" Ratu Maesil mengomel sembari berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.

***

 

Sungrin dan Kyuhyun duduk berdampingan di bangku taman yang berada di depan Panti Asuhan Periwinkle. Kehadiran Kyuhyun yang tidak biasa—karena datang bukan pada akhir pekan yang menjadi waktu kunjungan rutin baginya—sedikit mengejutkan Sungrin.

Kyuhyun sengaja datang disela kesibukannya karena ia mengkhawatirkan Sungrin. Keadaan politik negara jadi semakin kacau sejak Putri Ahreum kembali. Ia merasa khawatir karena Sungrin cukup dekat dengan Hyuri sebelumnya.

"Aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Bagaimana bisa kamu memintaku tetap tenang dan menunjukkan wajah berseri-seri itu?" Kyuhyun kesal karena Sungrin seolah mengabaikan semua nasihatnya untuk tetap berhati-hati dan sebaiknya menjaga jarak dari Magi dan Suri, dua anggota Trio Maehwa yang tersisa di Hwaseong Academy.

"Putri Ahreum telah kembali. Apa yang perlu dikhawatirkan? Semua orang sedang menunggu penobatan dan aksinya. Aku pun sama." Sungrin dengan nada tenang. Suaranya ringan. Seolah tetap bergaul dengan Magi dan Suri bukanlah masalah besar.

"Aku tidak tahu kamu ini di pihak mana."

"Aku dipihakmu, Oppa. Itu janjiku padamu, kan? Aku akan menepatinya."

"Kamu tahu aku di pihak mana?"

"Kebenaran." Sungrin menoleh dan membalas tatapan Kyuhyun. "Aku tahu Oppa akan memihak kebenaran. Aku yakin akan hal itu. Oppa-ku sangat setia pada Raja dan pemerintahan saat ini karena Oppa berharap akan menemukan kebenaran. Iya, kan?"

"Aku mengabdi pada negara." Kyuhyun meralat.

"Negara kita dipimpin Raja. Walau Raja kita dinilai sangat buruk dalam menjalankan pemerintahan, tapi Oppa tetap setia padanya. Aku jadi bingung. Aku tidak tahu Oppa-ku ini ada di pihak mana. Mengabdi pada negara, jika Ratu Maesil yang berkuasa, apa Oppa akan mengabdi padanya?" Sungrin kembali meluruskan pandangannya ke depan.

"Park Sungrin!"

"Kenapa Oppa berteriak? Aku mendengarnya." Sungrin bangkit dari duduknya. "Sebaiknya Oppa segera kembali ke istana. Ini sudah terlalu larut." Ia mulai berjalan meninggalkan Kyuhyun.

"Aku nggak ingin kamu terluka. Aku hanya ingin kita bisa tetap bersama." Kyuhyun bangkit dari duduknya.

Sungrin menghentikan langkah, tapi tetap bertahan membelakangi Kyuhyun. "Pada dasarnya tujuan kita mungkin adalah sama. Hanya saja jalan yang kita tempuh berbeda. Bagiku ini tak mengapa. Biarkan waktu yang menuntun kita untuk bertemu di garis finis. Jika tujuan kita benar-benar sama, maka kita akan bertemu di garis finis yang sama."

"Apa kamu terlibat sesuatu yang berhubungan dengan semua ini?"

"Hari-hariku sangat bahagia belakangan ini. Adanya Oppa di sisiku adalah kebahagiaan. Kehadiran Magi, Hyuri, dan Suri melengkapi kebahagiaan itu. Aku tidak ingin merusak suasana ini. Bagaimanapun, aku akan menepati janjiku pada Oppa. Aku berada di pihakmu, Oppa. Apa Oppa meragukannya?"

Kyuhyun mematung di tempatnya berdiri. Ia bungkam. Tak bisa berkata apa-apa usai mendengar pengakuan Sungrin. Ada rasa sesal merayap di dadanya. Ia telah menyakiti perasaan Sungrin karena rasa khawatirnya yang berlebihan.

"Mau tak mau, aku telah terlibat dengan ini semua karena aku memutuskan untuk berteman dengan Trio Maehwa. Sejak awal aku tahu akan terlalu berisiko jika aku tetap bergaul dengan Trio Maehwa. Tapi, hanya mereka yang menerimaku apa adanya di Hwaseong Academy. Tanpa mempermasalahkan statusku yang tinggal di panti asuhan. Aku bahagia karena akhirnya menemukan teman yang bukan dari lingkungan panti asuhan untuk pertama kalinya."

Kyuhyun terkejut mendengarnya. Selama ini Sungrin selalu tampak baik-baik saja di sekolah walau tak memiliki teman. Baru ia sadari jika semua itu hanya kamuflase. Sungrin hanya gadis biasa yang pasti memimpikan untuk memiliki teman. Trio Maehwa yang mewujudkan impian Sungrin. Tanpa ia sadari, hal penuh risiko itu justru yang membuat Sungrin bahagia.

"Oppa tak perlu khawatir. Aku bisa menjaga diri. Aku pun percaya Hyuri, ah maksudku Yang Mulia Tuan Putri Ahreum tidak akan membiarkan kami terluka. Di sini adalah urusanku, jadi biarkan aku yang menyelesaikannya. Jika aku tak sanggup, aku pasti akan meminta bantuan pada Oppa. Seperti sebelumnya."

Kyuhyun bergegas mendekati Sungrin dan memeluknya dari belakang. Ia mendekap erat tubuh Sungrin. "Maafkan aku, Sungrin." Bisiknya. "Izinkan aku memelukmu, sebentar saja."

Sungrin diam. Membiarkan Kyuhyun mendekapnya. Selain merasa hangat, ia pun merasa aman. Alasan yang selalu membuatnya tetap bertahan di sisi Kyuhyun. Karena Kyuhyun tidak hanya memberinya rasa nyaman, tapi juga rasa aman.

***

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews