Perjalanan Ke Jogja Hari Pertama 6 Juli 2018.

20:16


Perjalanan Ke Jogja Hari Pertama 6 Juli 2018.



Alhamdulillah, akhirnya tahun ini aku bisa mewujudkan keinginan untuk kembali ke Jogja. Setelah lima tahun, akhirnya aku bisa mengunjungi Jogja lagi.

Sedikit cerita, tahun 2013 lalu dua kali ke Jogja pada bulan Mei dan Juni. Saat dalam perjalanan pulang dari Jogja ke Malang pada bulan Juni, aku berkata dalam hati, “Tunggu ya Jogja. Aku akan segera kembali lagi.”

Tapi, seringnya kenyataan nggak seindah harapan. Akhir tahun 2014 aku divonis GERD dan harus menjalani fase panjang untuk penyembuhan. Kalau dipikir GERD memang bukan penyakit berbahaya, tapi percayalah deritanya tiada akhir. Terlebih ketika anxiety juga turut menemani GERD. Total dua tahun untuk bisa membaik dan mengendalikan diri.

Tahun 2017 emang udah niat, tahun 2018 aku harus ke Jogja. Terlebih setelah mendengar adanya agenda seminar Kogaiyo (Member GAI area Yogya), jadi makin semangat buat nabung biar bisa ke Jogja lagi. Niatnya, sambil berenang minum air. Sambil menjalankan tugas yang tertunda, bonusnya ketemu saudara seperjuangan dari grup GAI yang tinggal di Jogja. Yap! 2018 harus ke Jogja!

Setiap hari menabung, memasukan uang jajan jatah dari toko ke dalam botol aqua. Yap, demi perjalanan ke Jogja, aku merelakan uang jajanku tiap hari masuk ke dalam botol aqua. Nggak papa lah nggak jajan. Asal tahun ini bisa ke Jogja. Hahaha.

Rencana awal berangkat bulan Agustus, sekalian sama dateng ke seminar. Tapi, tiba-tiba disuruh gantiin ibu ikutan trip koperasi yang berangkat bulan Juli. Ya ampun! Masa sejarah terulang lagi? Tahun 2013 ke Jogja bulan Mei dan Juni. Tahun 2018 ke Jogja bulan Juli dan Agustus. Amazing! Nggak papa lah.

Sebenernya bisa saja berangkat Juli aja. Tapi, karena tempat yang harus aku datengin nggak ada di dalam daftar tempat wisata yang akan dikunjungi pada trip. Jadi, Agustus harus berangkat lagi untuk menyelesaikan tugas. Kenapa harus ikut trip? Kalau nggak ikut eman dong. Jatah hilang, duit nggak dapat. Jadi, mending diambil aja. Wkwkwk.

Tuhan memang selalu memberikan apa yang kita butuhkan. Sebelumnya udah rundingan sama Mbak Ayu. Daripada dua kali jalan, mending sekali jalan bulan Juli aja. Aku pun udah bikin rencana mau ikut trip hari Sabtu aja. Malamnya pulang ke rumah Mbak Ayu dan nggak ikut trip hari Minggu. Hari Minggu sampai Senin menyelesaikan tugas. Selasa baru balik ke Malang naik kereta.

Ibu setuju dan menghubungi panitia. Tapi, panitia menyayangkan jika aku hanya ikut trip hari Sabtu dan menyarankan agar ibu saja yang berangkat. Akhirnya ibu setuju berangkat, ambil jatah trip.

Oke. Karena udah niat berangkat bulan Juli, aku pun nggak mau mengulur waktu lagi. Baiklah! Kita berangkat bulan Juli juga. Mari memanen uang tabungan dalam dua botol aqua. Hehehe.

Jadi ya, ke Jogja itu pakek duit dalam botol itu. Yang aku kumpulin dari bulan Januari sampai Juni. Bukan duit korupsi. Di toko korupsi apa? Kertas? Ya ampon! Bukan juga duit ngutang. Jangan sampai lah ya dolen pakek duit ngutang. Eh, nggak papa sih kalau terpaksa. Asal jangan lupa bayar aja. Wkwkwk. Abaikan bagian ini.

Mulailah cari-cari tiket kereta. Setelah nanya Mbak Ayu dan juga temen-temen yang akhirnya dipandu sama Mbak Di, akhirnya pilih pesen tiket kereta online. Seru juga ternyata beli tiket kereta online. Hehehe.


Tiket udah dapat. Barengan sama ibu, aku juga berangkat pada tanggal 6 Juli 2018. Tapi, aku memilih kereta pemberangkatan pagi. Mencuri start lah kalau kata orang-orang. Hahaha.

Perjalanan kali ini nggak sendirian. Aku ditemenin Thata. Karena berdua, aku milih kelas ekonomi. Sebenernya pengen kelas eksekutif. Tapi karena telat dikit aja, aku kehilangan dua tiket eksekutif di pemberangkatan pagi. Mungkin emang rezekinya emang naik ekonomi. Yakin tetep nyaman dan menyenangkan kok walau kelas ekonomi.

Yang namanya pengalaman pertama pastilah bikin deg-degan. Sama kayak pas pertama kali naik kereta pada tahun 2013. Kali ini perjalanan pertama naik kereta api ekonomi. Gimana rasanya ya? Tempat duduknya nyaman nggak ya? Semoga aja dua teman yang bakal satu tempat duduk sama kami nggak nyebelin. Wkwkwk. Padahal hal-hal kayak gini nggak seharusnya dipikirin. Dasar kura-kura!



Jumat, 6 Juli 2018.

Pukul tujuh pagi kami berangkat naik motor di antar dari rumah. Awalnya pengen naik motor berdua aja, trus motor dititipin di stasiun biar baliknya enak. Tapi, nggak boleh sama ortu. Ya udah kami setuju di antar.

Oya, stasiun Kota Baru udah berubah. Iyalah lima tahun udah pasti banyak perubahan. Wkwkwk. Selain tampilannya yang makin cantik, pintu masuk ke dalam stasiun di bedakan. Maksudnya kalau dulu kan mau naik kereta apa aja bisa dari pintu kiri atau kanan. Sekarang dibedakan. Kebetulan Malioboro Ekspres lewat pintu sebelah kanan—yang dulu buat beli tiket secara langsung dan penukaran tiket online.

Masuk ke sebelah kanan, ruang tunggu full. Karena udah banyak berubah, aku bingung juga. Hahaha. Akhirnya aku dorong Thata buat nanya ke petugas. Kalau mau naik Malioboro Ekspress tunggu di luar apa di dalam. Dulu harus tunggu di luar. Begitu kereta dateng baru di suruh masuk. Masuknya buru-buru. Kalau sekarang, boleh nunggu di dalam. Di dalam pun di sediakan banyak tempat duduk. Nyaman banget lah.

Selesai check in—yelah istilahnya hahaha, kami nyari tempat duduk kosong. Baru duduk, udah kebelet pipis. Maklum ya, hawa kota Malang belakangan amat sangat dingin sekali pakek banget. Apalagi kami baru naik motor. Yew banget dah dinginnya. Sambil bawa dua tas punggung dan satu tas plastik, kami jalan lagi nyari toilet. Alhamdulillah di deket toilet ada tempat duduk kosong. Thata nunggu barang, aku ngantri ke toilet. Kereta belum dateng, jadi masih nyantai lah.

Toiletnya bersih. Buat yang nggak bisa WC duduk, don't worry! Bisa kok pipis tanpa harus duduk di WC-nya. Hehehe. Air juga mengalir deras.

Selesai pipis, duduk sama Thata. Lalu, aku bilang, “Kayaknya itu deh keretanya.” Namanya pengalaman pertama ya, kami berdua kayak dua orang bego di stasiun. Wkwkwk. Nggak segitunya juga sih walau orang gunung turun gunung. Hehehe.

Ternyata dugaanku bener. Keretanya muter, lalu perlahan mulai berhenti. Alhamdulillah gerbong kami berhenti tepat di depan kami. Kami ngantri di belakang dua orang lelaki, lalu naik ke atas kereta dan masuk ke dalam gerbong sesuai yang tertera di tiket. Aku pikir kamu udah masuk lewat pintu yang bener dan deket sama kursi kami. Ternyata, kami harus jalan ke depan. Kursi kami lebih deket sama pintu yang di depan. Wkwkwk.



Perjalanan kami akan dimulai dengan menaiki Malioboro Ekspress/93. EKO 3; 19C+19D. Lagi-lagi berasa jadi murid Hogwarts. Apalagi naik kelas ekonomi. Yey! Hermione Granger dan Luna Lovegood sedang dalam perjalanan menuju Hogwarts. Wkwkwk. Siapa Hermione dan siapa Luna?

Berkat saran Mbak Di, aku dapat tempat duduk yang strategis. Deket pintu dan deket toilet. Kekeke. Tahu lah kalau aku termasuk kaum beser. Jadi, deket toilet itu berasa surga banget. Walau tadi di stasiun udah pipis, karena dingin dan kena AC, kebelet pipis. Rasanya nggak bakalan kuat kalau harus nahan sampai Jogja. Gila aja. 7 jam perjalanan bok! Tapi, gimana kalau toiletnya kotor? Aku kan termasuk orang yang sensitif.



Dan, rasa kebelet pipis mengalahkan segala kekhawatiran. Daripada nahan trus sakit, mending pipis aja dah. Akhirinya aku pun bangkit dari dudukku dan menuju toilet. Pertama buka pintu, oh gini tho bentuknya toilet kereta. Wkwkwk. Ndeso banget kamu, kura! Lega bukan WC duduk. Wkwkwk. Ndeso kuadrat ini namanya. Ya, maklum. Pas trip ke Bali aku nggak bisa pipis di bus karena toiletnya WC duduk. Yekan itu bus! Dasar kura katrok!

Kebiasaan kalau pakai toilet umum adalah bersihin dulu sebelum dipakek. Ya walau bukan WC duduk, itu WC aku semprot air dulu sebelum aku pakai. Wkwkwk. Setelah pakai semprot lagi. Toiletnya bersih sih. Airnya pun mengalir lancar. Alhamdulillah setelah pipis dua kali di kereta aman. Nggak ada reaksi gatal-gatal dan sejenisnya. Wkwkwk. Jorok! Jadi, toiletnya bersih.

Ternyata naik kereta ekonomi nyaman juga ya. Terlebih kursi di depan kami kosong. Aku sih ngarepnya kosong terus sampai Jogja. Tapi, kayaknya nggak mungkin. Lagi liburan soalnya. Jadi, nggak mungkin banget itu kursi bakalan kosong sampai Jogja. Selama kursi depan kosong, Thata beralih duduk di depanku dan meringkuk tidur. Katanya, semalem dia nggak bisa tidur. Galau mau ke Jogja kali ya. Wkwkwk.


Aku? Sama seperti sebelumnya, terjaga sepanjang perjalanan. Yang aku sukai dari perjalanan naik kereta api adalah pemandangannya. Itu kenapa aku tetap enjoy walau terjaga sepanjang perjalanan. Sambil duduk, memandang pemandangan di luar jendela sambil mengingat-ingat perjalanan ke Jogja di bulan Juni 2013. Banyak hal yang berubah.





Aku pikir di gerbong ekonomi nggak akan ada... di kereta apa sih namanya? Pramugari juga? Aku kira nggak bakalan ada pramugari dan pramugara yang keliling gerbong nawarin makanan dan minuman. Ternyata ada. Bahkan, ada pramugara yang nawarin sewa bantal. Cuman aku nggak beli makanan apa pun. Udah bawa bekal makanan dan minuman. Anehnya, aku sama sekali nggak merasa lapar dan haus. Amazing.

Oya, kenapa aku memilih gerbong 3 dan kursi nomer 19? Karena itu sesuai pesan Nyai. Kalau berangkat pilih angka ganjil-ganjil aja ya. Jadi, ya manut. Hehehe.

Kursi di depan kami terisi ketika kereta berhenti di Kediri. Dua penumpangnya cewek semua. Tapi, pada angkuh kelihatannya. Jadi, ya kami pun diam. Apalagi yang duduk depan aku. Mbaknya cantik banget, tapi jutek kelihatannya. Hahaha. Karena keheningan itu, aku pun mengantuk dan sempet tertidur.

Saat berangkat, kereta sempet berhenti sekali selain jadwal berhenti di stasiun. Gantian jalan gitu. Mbak cantik yang duduk di depanku turun di Semarang. Aku pikir udah nggak bakalan ada yang naik lagi. Ternyata eh ternyata ada. Mbak-mbak lagi.

Selama dalam perjalanan terus berkomunikasi dengan Mbak Ayu dan Nyai. Mbak Ayu yang akan menampung kami selama kami di Jogja. Hehehe. Jadi, harus terus berhubungan. Dan Nyai... Nyai Wening lah yang memberi tugas dalam perjalanan ke Jogja kali ini.

                                              Pemandangan selama perjalanan



                                                 Di dalam terowongan




Bukan perjalanan biasa.

Sebenarnya saat aku sakit hingga butuh waktu 2 tahun untuk pulih, Nyai pernah mengatakan, aku pernah ngomong apa waktu di Jogja kok sampai ada perintah aku kudu balik ke Jogja. Ketika dalam usaha penyembuhan diri, waktu itu nggak cuman usaha medis aja. Karena sakitnya kayak nggak sembuh-sembuh, kami pun menempuh jalan alternatif. Satu orang yang aku pergi berobat juga bertanya tentang Jogja. Nggak kaget sih gimana beliau bisa tahu kalau aku pernah ke Jogja. Namanya juga wong pinter. Hehehe.

“Di Jogja nggak boleh ngomong macem-macem. Karena tanahnya masih wingit, nggak bisa dibohongi. Coba diberanikan dirinya, berangkat ke Jogja lagi. Inshaa ALLOH, siapa tahu bisa jadi jalan kesembuhan.” Wah, sama kayak yang dikatakan Nyai. Jadi, aku harus balik ke Jogja?

Karena alasan itu, sejak 2016 udah niat pengen ke Jogja lagi. Tapi, karena masih harus menjalani pengobatan dan terapi untuk melawan anxiety, keinginan belum kunjung terwujud. 2017 keinginan semakin kuat sampai berkata pada diri sendiri, 2018 aku harus ke Jogja. Alhamdulillah, Gusti ALLOH mengabulkan, mewujudkan keinginanku. 2018 aku benar-benar di berangkatkan ke Jogja.

Saat di Jogja, ada empat tempat yang wajib aku datangi. Alun-alun Kidul, Parangtritis, Parangkusumo, dan Borobudur. Kunjungan selain ke empat tempat itu adalah bonus.

Bismillah. Niat ingsun ke Jogja untuk memenuhi janji.

Di tengah perjalanan, aku mendapat kabar dari Nyai kalau Mbak Ayu tepar. Waduuu, gimana ini? Mbak Ayu bukan hanya akan menampung kami, tapi juga akan memandu kami selama di Jogja. Kami pasrah, apa kata Mbak Ayu untuk perjalanan di Jogja. Tapi, Mbak Ayu nya malah tepar. Mendengar kabar itu, aku sempet panik dong. Gimana kalau Mbak Ayu jatuh sakit? Segala pikiran buruk bermunculan di otakku.

Ini memang bukan perjalanan biasa. Tapi, perjalanan mistis. Makanya aku bilang kamu kudu siap secara fisik dan mental.

Aku diam membaca pesan WhatsApp dari Nyai. Bener juga. Belum nyampek Jogja, udah mulai ada gangguan. Aku pun bertanya pada Nyai, apa Mbak Ayu baik-baik saja.

Ini masih di netralisir.

Tidak ada balasan dari Nyai. Aku berusaha tenang. Bahkan, berusaha tidur yang sempet ketiduran juga di kereta. Hehehe.

Seperti pesan Mbak Ayu, ketika sampai di Klaten, aku pun mengirim pesan. Mbak Ayu segera membalas, katanya udah OTW dan mau cetakin tiket balik kami dulu. Alhamdulillah. Kayaknya Mbak Ayu udah membaik.

Akhirnya kami tiba di stasiun Tugu, Yogyakarta. Seperti stasiun Kota Baru Malang, stasiun Tugu juga berubah total. Makin bagus! Setelah turun, tujuan pertama kami adalah mencari toilet. Tapi, sayangnya toilet amat sangat ngantri sekali pakek banget. Udah gitu toiletnya WC duduk semua. Hehehe. Batal masuk toilet. Lanjut menuju pintu keluar. Ternyata pintu keluarnya masih ke tutup kereta.

Ngomongin soal kereta, waktu berhenti di stasiun... mana ya. Lupa. Hehehe. Maaf. Nah, waktu berhenti itu ketemu kereta hijau. Unik banget. Warnanya ngejreng. Ini sempet fotoin depannya aja. Hehehe.



Kembali ke stasiun Tugu. Tahun 2013 lalu, usai turun dari kereta, kami melewati jalur bawah tanah lalu sampai di bagian belakang stasiun. Tapi, sekarang katanya jalur itu udah di tutup.

Setelah kereta berangkat, kami beserta penumpang lain yang juga mau keluar stasiun segera menyeberang rel. Kami ngikut aja rombongan yang jalan menuju pintu keluar. Mbak Ayu udah nungguin di swalayan di dekat pintu keluar. Ketika kami keluar, Thata langsung menemukan Buk Yah. Kami menyeberang ke tempat Buk Yah dan Mbak Ayu berada. Buk Yah dan Mbak Ayu nggak ada di tempat Thata pertama kali melihat beliau berdua. Ternyata, Buk Yah dan Mbak Ayu menyeberang ke tempat kami berada. Ini kayak adegan sinetron aja ya. Hehehe. Akhirnya kami pun bertemu dan berjalan menuju tempat mobil Mbak Ayu terparkir. Lumayan jauh karena parkiran lagi penuh.

Alhamdulillah sampai di Jogja dengan selamat. Kami pun menuju rumah Mbak Ayu. Assalamualaikum Jogja, akhirnya aku bisa berkunjung lagi.

Sampai di rumah Mbak Ayu, ketemu lagi sama Nico. Nico ini anaknya Mbak Ayu. “Hi, Nico. Masih inget aku nggak?”sapaku.

“Inget. Kura-kura, kan?” Nico sembari berlari masuk ke kamarnya.

Duh, mukaku rasanya panas. Hehehe. Kura-kura kan identik sama nama penaku, jelas lah mukaku langsung panas karena malu juga seneng. Hehehe.

Kami pun dipersilahkan untuk istirahat. Kami menempati kamar Mbak Ayu. Tahun 2013 lalu aku juga nempatin kamar Mbak Ayu. Kamarnya kayak kamar hotel. Beneran. Bagus banget. Ada TV-nya juga. Kami pun membongkar barang-barang, berganti pakaian, dan beristirahat.

Karena udah rencana makan malam di Malioboro, untuk mengganjal perut Mbak Ayu membuatkan salad. Woa! Suka! Hehehe. Kalau lima tahun yang lalu saya nggak doyan ya. Tapi, sejak kena GERD malah demen banget sama sayur mentah. Jadi, pas dibikinin salad seneng banget. Lahap dah makannya. Hehehe.

Setelah kenyang makan salad, tur hari pertama pun dimulai. Oya, kenapa aku memilih perjalanan pagi? Karena, ketika dalam perjalanan aku jarang bisa tidur. Jadi, kalau milih pemberangkatan malam khawatir di kereta nggak bisa tidur. Sedang paginya udah harus memulai perjalanan. Jadi, ambil jadwal pagi saja.

Tujuan pertama adalah belanja oleh-oleh. Mbak Ayu memilih Grosir Batik Yudhistira, Yogyakarta. Katanya di situ batiknya bagus-bagus dengan harga murah. Kami manut aja. Ketika masuk, woa! Beneran surganya batik. Bagus-bagus. Dan, saat liat harganya bikin mendelik. Murah banget! Beneran. Batiknya bagus dan harganya murah. Untung aku nggak gila belanja. Kalau gila belanja yakin dah pasti kalap. Wkwkwk.


Walau batiknya bagus-bagus, aku nggak beli batik untukku sendiri. Kenapa? Nggak ada yang muat. Nasib badan segede kingkong. Ada batik yang aku sir, eh cuman seukuran. Nggak muat. Heuheuheu...

Selesai dengan belanja batik, perjalanan berikutnya ke Malioboro. Suer jalannya udah macet banget. Padahal baru hari Jumat. Malioboronya lagi direnovasi. Jadi, tulisan Jalan Malioboro yang aku buat foto di tahun 2013 udah nggak ada. Tapi kalau mau jalan, ada kok di tengah-tengah di pinggir jalan. Di trotoar lah.

Karena nggak nemu parkir, mobil melaju dari ujung ke ujung Malioboro. Rame banget di luar sana. Dan, Mbak Ayu dapet parkir di belakang Taman Pintar. Dari sana kami jalan kaki menuju Malioboro. Kami melewati pasar buku Taman Pintar Book Store yang udah tutup. Sayang banget. Kalau buka, ntar Thata yang sewot. Maklum, aku betah banget kalau ada di pasar buku. Hahaha.

Seru banget jalan kaki malem-malem menyusuri trotoar kota Jogja. Walau lumayan jauh, nggak terasa capek. Akhirnya kami pun sampai di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Di sini nggak kalah rame dari Malioboro. Sebelumnya sempet liat dari dalam mobil. Hehehe.

Kami berhenti sejenak di Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Lima tahun yang lalu, aku ingat ada yang dandan kostum hantu di tempat itu. Dandan ala pocong dan kuntilanak cs. Tapi, malam itu nggak ada. Cuman ada itu mas-mas dandan ala prajurit keraton di bawah tulisan Malioboro. Sama ada yang dandan ala punokawan. Untuk foto sama mas-mas cosplayer itu, cukup bayar Rp. 10.000,- kita udah dapat 3 foto. Kami dapat enam foto. Hehehe. Beruntung ya.







Setelah selfie, kami duduk sejenak untuk melepas lelah. Lalu, kami lanjut berjalan menuju Malioboro untuk makan malam. Malioboro emang surganya wisata jalan-jalan malam. Rame banget. Banyak live music dari musisi jalanan. Tinggal pilih mau nonton yang mana.

Kami pun sampai di Lesehan SBTB, depan toko batik Terang Bulan Malioboro. Kata Mbak Ayu tempat recommended banget. Selain rasanya yang enak, harganya juga sesuai sama yang tertera. Jadi, nggak perlu takut kena palak atau apalah itu sejenisnya.


Malam itu kami makan dengan menu ayam goreng. Bener kata Mbak Ayu, emang enak banget. Ayamnya empuk walau ayam kampung. Bumbunya merasuk ke daging. Sambelnya juga manteb. Lalapannya apalagi, fresh dan melimpah ruwah. Saya suka! Saya suka! Hehehe. Rasa kubisnya itu empuk, kriuk, dan manis. Pertama kalinya ngrasain kubis kayak gitu. Sampai aku bertanya, ini apa kubis impor ya? Hehehe. Puas banget. Apalagi ada sajian live music juga. Sayang pas kami makan, masih persiapan mau perform.


Selesai makan, kami kembali ke tempat parkir dengan naik andong. Komplit dah berwisata malam di Malioboro. Ada sesi naik andong juga. Hehehe. Seru banget menikmati pemandangan malam kota Jogja dari atas andong yang melaju pelan.

                                        Selpi di atas andong XD



Titik Nol Kilometer Yogyakarta dari atas andong





Dari Malioboro lanjut ke Alun-alun Kidul yang populer disebut Alkid. Entah kenapa makin deket Alkid jantungku berdetub makin kencang. Macem mau ketemu gebetan aja. Hehehe. Suer. Terlebih ketika udah turun dari mobil dan jalan kaki menuju lokasi. Jantung berdetub kencang hingga tubuh gemeteran. Mbak Ayu sampai membantu menenangkanku.



Alkid nggak kalah ramai dari Malioboro. Makin larut makin ramai. Masih kayak tahun 2013 lalu, yang tren di sini gowes cantik alias sepeda lampu. Yap, sepeda lampunya cantik-cantik dengan berbagai bentuk unik. Tapi, bukan itu tujuanku ke Alkid. Pasti udah pada tahu apa. Yap! Bener banget. Buat cobain Ritual Laku Massangin.

Tahu kan Ritual Laku Massangin itu apa? Itu lho yang jalan kaki sama matanya di tutup kain hitam. Katanya kan kalau berhasil melewati dua pohon beringin, segala apa yang diharapkan akan terkabul.

Beberapa kali ke Jogja, belum jodoh main ke Alkid. Alhamdulillah tahun 2018 ini keinginan berkunjung ke Alkid terwujud. Ketika menginjakkan kaki ke area Alkid, debaran jantung mulai berkurang. Aku takjub. Rasanya nggak percaya aku berada di sana, menatap dua pohon beringin legendaris itu.

Aku pikir Ritual Laku Massangin cuman siang aja. Ternyata malam juga banyak. Setelah puas terkagum-kagum, Mbak Ayu ngajak aku buat nyewa kain hitam yang digunakan untuk menutup mata selama melakukan Ritual Laku Massangin. Cukup bayar Rp. 5.000,- saja udah dapat satu kain hitam yang bisa digunakan sepuasnya. Jangan khawatir, bau kainnya wangi kok. Wkwkwk. Ini apa sih!

Pegang kain hitam itu jantungku kembali berdetub kencang. Tidak! Aku nggak boleh panik. Aku berusaha menenangkan diriku. Sambil memperhatikan orang-orang yang juga mencoba Ritual Laku Massangin. Bismillah! Aku pun mencoba. Aku meminta Thata merekam aksiku ketika mencoba Ritual Laku Massangin.

Entah kenapa hati kecilku berkata, aku pasti berhasil malam ini. Ya ampun. Pede banget! Lu kate lu orang istimewa, kura? Optimis boleh kan? Hehehe.

Aku menutup kedua mataku dengan kain hitam yang sebelumnya aku sewa. Thata siap dengan ponselku dan Mbak Ayu bersama Buk Yah mulai memutar tubuhku sebanyak tiga kali. Ya ampun. Ucing ala ebi! Bumi kayak berputar dan aku nggak tahu apa posisiku udah bener. Karena kurang yakin, Mbak Ayu memintaku berputar sendiri sebanyak tiga kali. Oke, aku pun kembali berputar. Ucing ala ebi part dua ini mah. Hehehe.


                                    Persiapan Ritual Laku Massangin



Karena posisiku kurang tepat, Mbak Ayu membetulkan posisiku lalu memintaku mulai berjalan. Berjalan dengan mata tertutup itu mengerikan, sumpah! Aku tahu alasannya kenapa Ong sampai teriak-teriak pas disuruh nyentuh sesuatu dengan kedua matanya tertutup. Itu ngeri banget, sure. Ini apa hubungannya coba? Hahaha. Pokoknya melakukan sesuatu dengan mata tertutup itu mengerikan. Percayalah!

Pede. Optimis. Aku pasti berhasil. Tiba-tiba Mbak Ayu menghentikan langkahku dan memintaku membuka kain penutup. Doeng! Aku kaget! Kok bisa aku malah jalan ke arah berlawanan? Aku malah mendekati bapak yang jaga persewaan kain penutup mata dan hampir turun ke jalan raya. Kok bisa lho! Kok bisa!

                                          Ritual Laku Massangin #1
 

Boleh coba lagi? Boleh! Oke! Mari kita coba lagi. Percobaan kedua tanpa puter badan. Aku berjalan lagi, dengan mata tertutup. Ini terasa lebih lama. Kok nggak nyampek-nyampek ya? Sampai lagi-lagi Mbak Ayu memintaku berhenti dan membuka penutup mata. Aku jalan ke arah berlawanan lagi. Katanya, aku muter aja di tempat yang sama. Aku denger sih suara Thata ketawa. Ternyata aku jalan muter di tempat yang sama kata dia. Wkwkwk. Keliatan kayak orang bego pastinya.

                                          Ritual Laku Massangin #2



Percobaan ketiga. Berasa lebih lama dari perjalanan kedua. Sampai di berhentikan lagi. Ternyata aku berada jauh dari pohon beringin. Katanya sempet berjalan lurus. Tapi, belok lagi. Ke tempat sebelumnya aku muter-muter. Bahkan, katanya di situ ada dua sejoli yang sampai pindah tempat karena aku terus muter aja di sekitar mereka di percobaan kedua dan ketiga.

                                        Ritual Laku Massangin #3


Ya ampun! Aku malu. Berasa jadi orang ketiga yang gangguin dua sejoli yang lagi dua-duaan. Wkwkwk. Maafkan daku ya mas ya mbak.

Saat kami lagi ribut, rundingan soal langkahku yang awalnya lurus tapi tiba-tiba berbelok. Tiba-tiba ada bapak-bapak menghampiri kami. Bapak itu menjelaskan kalau mau melakukan Ritual Laku Massangin itu kudu serius. Nggak boleh main-main macem yang aku lakuin.

Ha?? Main-main?? Aku serius lho!

Ternyata termasuk dalam kategori main-main di sini adalah aku melakukan Ritual Laku Massangin masih dengan menyangklet tas punggungku dan Thata merekam aksiku. Itu ternyata nggak boleh. Sadar jika aku salah, aku pun segera meminta maaf. Lalu, bertanya apa boleh aku coba lagi. Kata bapaknya, boleh. Alhamdulillah.

Thata menyimpan ponselku. Buk Yah membawakan tas punggungku. Eh? Buk Yah apa Mbak Ayu ya? Lupa. Hehehe. Maaf...

Lalu, bapak-bapak itu menunjuk posisi di mana aku kudu berdiri sebelum memulai langkah. Tubuh harus dalam posisi tegak, langkah harus tegas, nggak boleh ragu dan langkah pertama dimulai dengan kaki kanan. Bismillah. Aku pun memulai perjalanan yang keempat kalinya.

Apa yang terjadi? Aku gagal lagi. Huaaa... pengen nangis rasanya. Beneran udah nyesek dan kudu nangis.

Karena penasaran, Buk Yah pun mencoba dan berhasil sampai ke tengah-tengah di antara dua pohon beringin. Aku ngiri! Heuheuheu. Apalagi bapaknya langsung bacain semacem ramalan lah setelah Ritual Laku Massangin dilakukan.

Thata yang penasaran dan mencoba pun berhasil. Aaargh!!! Bikin aku makin ngiri. Heuheuheu.

Lalu, aku tanya apa boleh nyoba lagi. Kata bapaknya, boleh. Oke. Ini perjalanan kelima. Sebelumnya aku sempet putus asa. Tapi, liat Buk Yah dan Thata berhasil, aku jadi semangat lagi. Oke, kalau di perjalanan kali ini aku nggak berhasil. Ya berarti belum rezeki berhasil melewati dua pohon beringin di Alkid. Belum rezeki berhasil saat melakukan Ritual Laku Massangin.

Bapaknya nanya namaku siapa. Aku jawab. Lalu bapaknya bilang, nanti kalau aku panggil nama kamu berhenti ya. Aku pun manut. Bismillah. Mulai jalan.

Aku udah pasrah aja. Jalan dengan langkah tegap dan cepat. Mengabaikan gaduh di sekitarku dan membiarkan apa kata langkah kakiku. Beneran pasrah. Makin lama jalan kok makin gelap ya. Tapi, keinget pesan bapaknya, jalan terus jangan ragu kalau dipanggil namanya baru berhenti. Aku merasa masuk ke dalam ruangan gelap dan seolah terserot ke dalam lubang hitam besar. Takut? Iya dikit. Tapi, aku kudu yakin dan terus maju. Seperti kata bapaknya. Biarpun takut gelap, aku abaikan dan terus maju.

Sampai aku mendengar suara wanita berkata, “Mbak udah. Mbak udah. Mbaknya udah dipanggil tuh.” Aku menghentikan langkah dan membuka penutup mata. Wanita berhijab itu menyambutku dengan sebuah kalimat, “Selamat ya. Mbaknya berhasil.”

Apa?? Berhasil?? Aku mengamati sekitar. Ternyata aku udah ada tak jauh dari pohon beringin sebelah kanan. Aku berhasil melewati dua pohon beringin itu. Subhanallah. Alhamdulillah. Aku terharu. Sampai kudu nangis lagi. Setelah berterima kasih pada wanita yang memberitahuku kalau aku dipanggil dan memberi selamat karena aku berhasil. Aku pun berlari kecil kembali ke rombonganku. Rasanya masih kayak mimpi. Aku berhasil melewati dua pohon beringin. Aku berhasil melakukan Ritual Laku Massangin. Yey!!!

Aku mendekat ke bapaknya buat mendengar ramalannya. Kata bapaknya,  aku orang ketiga yang berhasil malam itu. Lalu bapaknya berkata, jalan hidupku itu nggak mudah, banyak rintangan. Dan, seringnya aku ragu. Itu jeleknya. Pesan bapaknya, aku kudu yakin sama diriku sendiri. Kalau punya tujuan ya udah yakin. Apa pun halangannya terjang. Lalu, bapaknya juga nyinggung soal percintaan nih. Hehehe. Bapaknya bilang aku lagi deket sama dua cowok yang inisialnya D sama R.

Aku melongo. Karena nggak merasa deket sama cowok, aku pun membantah. Yelah, berasa kurang ajar bener dah. Diramal malah ngebantah ini kura. Tapi, kan emang lagi nggak ada deket sama cowok. Sialnya, dalam keadaan seperti itu otak fangirl-ku masih aktif. Hingga muncul dipikiran, D kan Daniel. Ya, Kang Daniel Wanna One. Sialan! Rasanya pengen getok kepala sendiri. Untung bukan D sama T. Bisa-bisa otak fangirl-ku bakal mikir itu Daniel sama Taemin. Dasar kura-kura!

“Oh, belum ada ya? Di tunggu aja. Inshaa ALLOH dalam waktu satu atau dua bulan bakalan muncul. Tapi, mbak jangan ketipu sama wajah ya. Yang ganteng belum tentu baik.”

Sialnya karena terlalu lama nggak segera nulis kisah perjalanan ke Jogja, aku lupa bapaknya bilang yang baik itu si inisial D apa R walau wajahnya biasa aja. Ya ampun! Daya ingatku mulai payah. Wuik, baru nyadar Inisial D ya. Kayak judul pilemnya Edison Chen. Apakah itu pertanda... STOP kura! Stop fangirling di sini, oke?

Rasanya lega, bahagia. Perasaanku ringan. Alhamdulillah misi di Alkid berhasil. Siapa itu D dan R ya? Kenapa yang terus muncul di otakku Daniel sih. Efek nulis fan fiction itu ah. Heuheuheu...

Kami sampai di rumah hampir pukul dua belas malam. Setelah membersihkan diri, aku dan Thata bergegas istirahat. Kami harus bangun pagi-pagi untuk misi di hari kedua. Kisah di hari kedua nanti aku ceritain di tulisan berikutnya ya.

Maaf jika ada salah kata. Terima kasih.


“Waktu kamu dateng, di sana itu ramai banget lho U. Kayak mau ada hajatan,” Tunjung berkomentar saat aku cerita tentang pengalaman di Alkid.

“Rame emang. Tapi, hajatan? Hajatan apa? Nggak ada kok.” Bantahku.

“Yang bikin hajatan bukan manusia!”

“Oh, ya maaf. Pantesan aku nggak tahu kalau ada hajatan. Hehehe.”

“Pas kamu dateng itu pada siap-siap mereka.”

“Wah! Andai aku bisa liat ya.”



Tempurung kura-kura, 27 Juli 2018.
- shytUrtle -


 


You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews