My 4D Seonbae - Episode #7 "Ayo! Kita mulai! Jari-jariku Siap Menari di atas Keyboard."

05:24

                   Episode #7 "Ayo! Kita mulai! Jari-jariku Siap Menari di atas Keyboard."




Angkat kepalamu! Jangan berjalan sambil menunduk! Tersenyumlah! Jangan takut pada siapapun!

Mas Dinar, sekarang aku akan melakukan itu semua. Kata-kata yang selalu mas lontarkan padaku. Aku tidak akan berjalan dengan menunduk lagi. Eum, menunduk di saat yang diperlukan saja. Begitu, kan? Mas benar, senyuman selalu membuatku merasa lebih baik. Aku tidak takut pada siapapun!

Terima kasih Mas Dinar. MaS ninggalin banyak hal baik untukku di sini.

***


“Annyeong!” Luna memasuki kelas XI-E lewat pintu belakang. Sapaannya menarik perhatian seluruh isi kelas.

Jisung, Woojin, Seongwoo, dan Sungwoon menyambutnya. Sementara murid lain menunjukkan reaksi beragam; ada yang tersenyum menyambut kedatangan Luna, ada yang menatap heran pada gadis itu, ada yang cuek.

Bukan tanpa alasan jika ada murid yang menatap heran pada Luna. Sejak menjadi teman sekelas gadis asal Indonesia itu, baru kali ini mereka melihat Luna masuk kelas sambil mengucapkan sapaan dengan suara lantang. Biasanya gadis itu akan masuk saja lalu duduk di kursinya.

Luna duduk di kursinya, lalu mengedarkan pandangan ke seluruh kelas dengan senyum masih terkembang di wajahnya. Baru ia sadari jika ia memiliki 24 teman sekelas yang cantik dan tampan. Walau tak semua membalas tersenyum ramah padanya, ia lega belum terlambat menyadarinya.

“Selamat datang kembali, Luna!” Ujar siswa yang duduk di bangku paling depan dekat pintu masuk.

“Gomawo!” Balas Luna masih dengan tersenyum.

“Ya! Kamu baik-baik aja?” Tanya Sungwoon yang sudah menghadap ke belakang.

“Mm? Wae?” Luna balik bertanya.

“Masuk kelas sambil menyapa dengan suara lantang, lalu menatap seluruh isi kelas sambil tersenyum. Sebelumnya kamu nggak pernah kayak gini.”

“Benar-benar!” Woojin yang berdiri di samping Sungwoon setuju. “Aku ingat di hari pertama tahun ajaran baru, hari pertama ketika kita masuk kelas ini. Luna hanya mengangkat kepala sekilas, lalu duduk di kursinya. Itu tanpa bertanya apa kursi itu sudah ada yang punya.”

“Masa aku gitu?” Tanya Luna.

“Itu benar!” Sahut Jisung yang berdiri di samping Woojin. “Waktu kelas X kamu juga gitu. Aku pikir kamu emang tipe idola yang pendiam dan pemalu.”

“Idola? Hagh! Hahaha.” Luna tergelak. Sudut matanya menangkap sosok Seongwoo yang duduk di bangku di samping kanannya, menatapnya sembari tersenyum. “Chukae Ong Seongwoo. Aku dengar kau terpilih menjadi model sekolah berikutnya.” Luna memberi ucapan selamat atas terpilihnya Seongwoo.

“Apa Park Jihoon yang memberi tahumu?” Tanya Seongwoo.

“Anee. Kemarin dia tidak bilang apa-apa. Aku tahu dari Song Hami tadi.”

“Ya, Park Jihoon datang berkunjung?” Sela Woojin.

“Mm!” Luna mengangguk.

“Jadi, benar dia datang mencari Lai Guanlin untuk bertanya alamat rumahmu.”

“Kenapa semua jadi heboh sih! Itu kan cuman kunjungan, menjenguk teman sakit.”

“Heboh karena itu kamu dan Park Jihoon. Hot couple di SMA Hak Kun.”

Hot couple? Ya ampun! Kami kan belum resmi pacaran!”

“Oya, kemarin saat kami mencari Lai Guanlin, kami bertemu murid asal Indonesia di kelas X-F. Apa kamu kenal?” Jisung kembali bicara.

“Guanlin pernah cerita. Tapi, aku belum sempat menyapa.”

“Namanya Linda. Dia gadis yang manis.” Jisung tersenyum meningat adik kelas yang ia temui kemarin.

“Lihat ekspresinya!” Sungwoon menunjuk Jisung.

“Apa dia naksir Linda?” Sambung Woojin.

“Dia juga duduk di bangku belakang dekat jendela. Sepertimu. Apa semua gadis Indonesia seperti itu?” Jisung mengabaikan olokan Sungwoon dan Woojin. “Oya, besok aku bawakan buku catatanku untuk pelajaran kemarin.”

“Mm. Gomawo. Lalu, bagaimana persiapan untuk praktikum kita besok?” Luna memandang satu per satu teman kelompoknya, Sungwoon, Woojin, Jisung, dan Seongwoo.

“Kami belum mempersiapkan apa-apa. Hehehe.” Jisung meringis kikuk.

“Kita mencari katak di mana?” Sambung Woojin.

“Di sawah kali!” Jawab Luna menggunakan bahasa Indonesia. “Beli lah! Emang mau cari di mana? Kamu bisa gitu, nangkep katak yang lincah?” Imbuh Luna kembali menggunakan bahasa Korea.

“Aku yakin tadi itu kamu mengolokku.” Woojin sewot.

“Nggak. Aku cuman bilang, apa kita mau cari katak di sawah? Kayak di Indonesia. Ya udah, nanti pulang sekolah aku belanja keperluan praktikum.”

“Aku ikut!” Woojin penuh semangat.

“Aku juga!” Sungwoon menyambung.

“Kita belanja sama-sama aja.” Jisung usul.

“Boleh.” Luna setuju.

“Kalau pertemuanku sudah selesai aku ikut ya.” Seongwoo bersuara.

“Ah iya! Dia akan meeting sama model lain dan tim promosi sekolah.” Sungwoon teringat jadwal Seongwoo hari ini. Pagi tadi Seongwoo membagi informasi itu.

Murid-murid kembali ke bangku masing-masing karena guru telah memasuki kelas.

***


Headset menutup kedua telinga Jihoon. Kedua matanya terfokus pada layar ponsel. Bibirnya melengkung, membentuk sebuah senyuman. Entah ini yang ke berapa kali ia menonton video Luna yang ia buat kemarin.

Jihoon mengangkat kepala ketika seseorang menjatuhkan kertas ke meja di hadapannya. Ia melepas headset dan menghentikan video yang ia putar. Karena, keempat anggota kelompoknya sudah datang. Tiga orang siswa dan satu orang siswi.

“Jihoon-aa, kenapa kau memilih taman?” Ujar Lee Chan (Dino Seventeen) sembari duduk di bangku kosong di hadapan Jihoon.

“Iya. Kenapa nggak di kelas atau di perpustakaan aja?” Sambung Kim Minseok (Laun ONF) yang duduk di samping kanan Lee Chan.

“Kalian nggak bosan di dalam ruangan terus?” Jihoon balik bertanya.

“Di sini menyenangkan.” Jung Chanwoo (Ikon) duduk di samping kiri Lee Chan.

Jihoon menatap satu anggota kelompok yang tersisa. Satu-satunya gadis dalam kelompoknya. “Han Joohee, apa kau akan berdiri saja?” Tanyanya pada gadis berambut hitam sebahu yang berdiri menundukkan kepala sembari mendekap sebuah buku di dadanya.

Han Joohee mengangkat kepala sejenak lalu bergumam tak jelas.

“Duduk di sini.” Jihoon menepuk bangku tempat ia duduk tepat di sebelah kirinya.

Joohee kembali mengangkat kepala. Terdiam menatap Jihoon.

“Jangan malu Han Joohee. Kita kan satu tim.” Ujar Chanwoo seraya tersenyum pada Joohee.

Joohee pun akhirnya bergerak, berjalan mendekati bangku Jihoon dan duduk di sebelah kiri pemuda itu. Duduk di samping murid terkenal seperti Jihoon membuat Joohee tak nyaman. Tapi, ia tetap bertahan. Demi tugas kelompok yang diberikan guru bahasa Korea pada mereka.

“Baiklah! Kita mulai!” Jihoon tersenyum manis. Ia dan kelompoknya kemudian sibuk membahas tugas kelompok mereka.

Tak lama kemudian, Luna, Jisung, Sungwoon, Seongwoo, dan Woojin tiba di taman sekolah. Tempat Jihoon dan kelompoknya berada. Taman sekolah memang luas. Selain indahnya bunga-bunga, terdapat beberapa bangku untuk murid yang di tata dua bangku panjang di setiap satu meja di taman yang dinaungi pohon-pohon rindang. Suasana sejuk dan teduh itu yang membuat sebagian besar murid betah menghabiskan waktu istirahat di taman. Mereka yang tidak kebagian bangku duduk, rela duduk di atas rumput hijau yang menjadi lantai taman.

Jihoon tersenyum melihat Luna dan kelompoknya datang. Ia yang selalu mengawasi Luna tahu jika gadis itu akan menggiring kelompoknya ke taman sekolah untuk mengerjakan tugas bersama di musim tugas kelompok seperti ini. Jihoon pun ingin merasakan bagaimana belajar kelompok di alam terbuka seperti yang Luna lakukan. Karenanya, ia meminta kelompoknya berkumpul di taman usai makan siang.

“Jadi ini tujuan sebenarnya.” Suara Minseok membuyarkan fokus Jihoon yang sedang memperhatikan Luna.

Joohee, Lee Chan, dan Chanwoo kompak mengangkat kepala lalu mengikuti arah pandangan Jihoon.

“Maklumi saja. Jihoon sedang berbunga-bunga karena cinta.” Lee Chan berkomentar.

“Anee.” Jihoon tersipu. “Ini hanya kebetulan.”

“Kebetulan yang manis.” Celetuk Joohee. Lee Chan, Chanwoo, dan Minseok membenarkan. Membuat Joohee tersipu malu.

“Aku berpikir, kenapa bukan Luna Seonbaenim aja yang jadi model pendampingmu. Sekolah kita punya banyak murid asing, tapi tak satupun dari mereka pernah menjadi model. Bukankah itu sebenarnya daya tarik tersendiri?” Lee Chan mengutarakan isi kepalanya.

“Aku setuju. Lagi pula, siapa itu Ong Seongwoo dan Kang Daerin? Aku tahu mereka senior kita, tapi aku tidak mengenal mereka.” Sambung Minseok.

“Yang aku dengar tentang Ong Seongwoo Sunbaenim, dia adalah salah satu maskot Klub Fotografi. Prestasi akademisnya memang tidak ada, tapi di Klub Fotografi karyanya cukup di akui. Seonbaenim pernah ikut lomba fotografi bersama Hwang Minhyun Seonbaenim." Chanwoo memberi penjelasan sejauh pengetahuannya.

“Nah, Hwang Minhyun Seobaenim. Kenapa bukan dia saja? Tampan dan terkenal.” Lee Chan kembali mengeluarkan isi kepalanya. “Lalu, Kang Daerin itu siapa?”

“Siswi kelas XI-D. Kelas yang dikenal sebagai kelas kaum kaya raya. Ada yang bilang dia itu model. Dia anggota Klub Vokal.” Lagi-lagi Chanwoo memberi penjelasan sejauh yang ia tahu. “Seonbaenim memang tidak terlalu dikenal. Tapi, dia sangat cantik.”

“Wah! Jihoon jangan sampai tergoda ya. Tapi, nggak papa kalau Jihoon tergoda. Aku jadi punya kesempatan untuk mendekati Luna Seonbaenim.” Goda Minseok.

“Kamu mau mati?” Jihoon membalas candaan Minseok. Keduanya lalu tertawa bersama.

Senyum di wajah Jihoon sirna ketika ia melihat Guanlin mendekati Luna dan teman-temannya. Guanlin tak sendirian, ada Daniel dan satu gadis yang mengikuti Guanlin. Jihoon mengerutkan dahi, lalu membuang muka. Kembali fokus pada kertas berisi tugas yang sempat ia abaikan.

***


Luna makan siang lebih awal bersama Jisung, Sungwoon, Seongwoo, dan Woojin. Usai makan siang, mereka langsung menuju taman untuk membahas tugas kelompok. Ketika sampai, suasana taman sangat ramai. Entah beruntung atau memang tidak ada yang berani menempati dua bangku panjang dan satu meja di bawah sebuah pohon besar itu, Luna dan kelompoknya mendapatkan ruang untuk diskusi.

Luna memang terbiasa menggunakan bangku itu sejak masih di kelas X. Sampai ia naik ke kelas XI pun ia masih sering menggunakan bangku itu. Bedanya, ketika kelas X ia lebih sering duduk di bangku itu sendirian. Sekarang, sejak terbentuknya kelompok belajar, Luna hampir selalu duduk di bangku itu bersama keempat anggota kelompoknya.

Luna yang lebih menyukai kesendirian awalnya tak nyaman. Karena empat siswa yang menjadi kelompoknya termasuk golongan pemuda yang ‘ribut’. Tapi, ia mulai bisa beradaptasi dan menerima segala kelebihan juga kekurangan keempat rekannya.

Kertas-kertas berisi tugas bahasa Inggris sudah dibagikan. Masing-masing membaca dialog dari drama singkat berbahasa Inggris itu.

“Terima kasih, Jisung. Ide ceritanya menarik. Dialognya juga simpel.” Luna berterima kasih pada Jisung yang menyusun dialog untuk kelompoknya.

“Aku kan nulis dialognya dalam bahasa Korea. Terima kasih karena kamu berusaha keras menerjemahkannya dalam bahasa Inggris.” Jisung pun tak lupa berterima kasih pada Luna.

“Terima kasih juga Sungwoon, Seongwoo, dan Woojin. Kalian menyumbang banyak pendapat untuk tugas ini.” Jisung juga tak lupa berterima kasih pada tiga anggota kelompoknya.

Leader-nim sudah bekerja dengan baik!” Woojin memberikan dua jempolnya untuk Jisung.

Leader-nim??” Pekik Jisung.

“Kelompok ini harus punya ketua, kan? Menurutku Jisung cocok jadi ketua.” Woojin memberi usulan.

“Aku setuju!” Luna langsung setuju.

“Oke. Aku juga setuju.” Sungwoon pun setuju.

“Aku juga.” Seongwoo pun setuju.

“Baiklah! Aku akan mengemban tugas ini sebaik yang aku bisa. Tolong tegur aku kalau aku salah ya.” Jisung menerima tugas sebagai ketua. “Sekarang, mari kita mulai latihan dialog.”

Kelompok Jisung fokus pada kertas di tangan, mempelajari dialog masing-masing. Lalu, mereka mulai membaca bagian dialog masing-masing. Berulang kali Sungwoon membuat candaan dengan dialog yang menjadi bagiannya. Tak serius ketika berlatih, hingga membuat Luna marah dan mengancam akan keluar dari kelompok belajar jika Sungwoon tetap tak serius. Sungwoon pun akhirnya serius dalam membaca dialog yang menjadi bagiannya.

“Seonbae!” Suara seorang pemuda memecah kekhusyukan kelompok Jisung. Kelima anggota kompak mengangkat kepala dan mencari sumber suara yang ternyata milik Guanlin yang sedang berjalan ke arah mereka.

“Oh! Dia!” Jisung menuding gadis yang berjalan di belakang Guanlin. “Dia gadis Indonesia itu, Luna!” Ujarnya antusias.

“Seonbae kenapa di sini?” Tanya Guanlin yang sudah sampai di bangku taman tempat Luna dan kelompoknya berkumpul. Ada Linda dan Daniel bersamanya.

“Kakiku udah nggak sakit lagi kalau buat jalan. Jadi, aku masuk sekolah aja.” Jawab Luna yang kemudian memperhatikan Linda yang berdiri di samping kiri Guanlin. “Kamu Linda ya?” Sapa Luna dalam bahasa Indonesia, seraya berdiri dan mengulurkan tangan. “Aku Luna.”

“Iya, Mbak. Aku Linda.” Jawab Linda sambil menjabat tangan Luna.

Teman-teman Luna menonton adegan pertemuan dua gadis asal Indonesia itu. Mungkin bagi mereka, sikap Luna yang sampai berdiri dan mengulurkan tangan terlebih dahulu terlalu sopan. Karena Linda adalah junior mereka. Tapi, mereka memaklumi. Mungkin seperti itulah tradisi di Indonesia. Mereka pun melihat Linda yang menunduk sopan saat menjawab pertanyaan Luna.

Luna dan Linda berjabat tangan. “Asalnya Indonesia mana?” Tanya Luna sembari melepas jabatan tangannya.

“Malang, Mbak.” Jawab Linda.

“Loh! Kok sama? Orang tuaku aslinya juga Malang. Tapi, udah lama tinggal di Jakarta. Kapan-kapan datang ke pertemuan Klub Anak Rantau ya. Banyak anak asal Indonesia lho! Nanti biar Guanlin yang kasih info.”

“Iya, Mbak.”

“Btw, satu kelompok ya? Sama Guanlin dan dia?” Luna menuding Daniel.

“Iya, Mbak.”

“Baguslah. Guanlin anak baik.”

“Keduanya baik, Mbak. Cuman agak risih aja. Satu cewek satu kelompok sama empat cowok.”

Luna tersenyum. “Ntar juga terbiasa. Di sini banyak cowoknya sih.”

“Kalian ngomongin apa sih?” Sela Woojin. “Jangan pakai bahasa Indonesia. Kami nggak paham.”

“Iya nih. Kami nggak paham kalian ngomong apa.” Sambung Jisung.

Luna dan Linda kompak tersenyum. “Cuman ngucapin selamat datang kok.” Ujar Luna.

“Kalau Linda butuh bantuan, kamu bisa bantu kan?” Jisung menatap Luna, lalu Linda. Kemudian ia nyengir kikuk.

“Tentu.” Luna mengangguk.

“Nah! Bagus. Kami juga siap membantu. Kami ini teman baik Luna.” Jisung kemudian tersenyum lebar saat menatap Linda.

“Kamsahamnida.” Linda membungkukkan badan.

“Ya udah. Selamat belajar. Kami mau mencari dua anggota kelompok kami dulu.” Guanlin pamit. Ia pun pergi bersama Linda dan Daniel.

Daniel sempat menatap Luna dan tersenyum samar sebelum pergi. Luna yang menyadari hal itu pun tersenyum.

“Ada polisi!” Ujar Woojin tiba-tiba.

“Mana?!” Sungwoon mengamati sekitar. Jisung dan Seongwoo pun melakukan hal yang sama.

“Polisinya Luna. Park Jihoon. Tuh!” Woojin menggerakkan kepala, menunjuk arah Jihoon berada. “Jangan noleh! Ah! Kalian!” Keluhnya karena Jisung, Sungwoon, dan Seongwoo sudah menoleh dan menatap ke arah Jihoon berada.

“Sejak kapan dia di sana?” Tanya Sungwoon.

“Sebelum kita ke sini, dia sudah di sana.” Jawab Luna. Tapi, tatapannya terfokus pada kertas di tangannya.

“Kamu tahu, tapi cuek?” Tanya Jisung.

Luna mengangkat kepala dan menatap Jisung, “Emang aku harus ngapain? Heboh sambil teriak Jagiya, gitu?”

“Ih! Nggak juga!” Jisung menepuk lengan Luna yang duduk di samping kirinya. “Kita lanjut belajar aja.”

“Dia curi-curi pandang terus lho! Apalagi saat Guanlin di sini.” Ujar Woojin.

“Cemburu?” Sambung Seongwoo.

“Wah, semoga nggak cemburu ke kita. Aku dengar, Jihoon itu mengerikan.” Jisung mulai bergosip. “Kaget aja waktu dia bilang dia lagi PDKT sama Luna, dan Luna memberi ruang.”

“Emang kamu juga suka dia, Luna?” Tanya Sungwoon tanpa basa-basi.

“Belum tahu sih.” Jawab Luna santai.

“Kok belum tahu?” Sahut Seongwoo.

“Sejauh ini belum ngrasain apa-apa?” Sambung Jisung.

Sedang Woojin hanya menatap Luna. Tapi, ia pun penasaran pada jawaban Luna.

“Belum.” Jawab Luna tanpa ragu.

“Tapi, kalian tampak baik bersama.” Jisung memiringkan kepala.

“Berarti kami juga punya kesempatan buat PDKT ke kamu dong?” Sungwoon sambil tersenyum lebar.

“Emang pacaran itu penting ya?” Luna menatap satu per satu teman satu kelompoknya. Empat pemuda itu terdiam.

“Tapi, rasanya emang nggak enak banget nyimpen rasa ke seseorang. Tersiksa. Itu kenapa aku selalu bilang, kalau kamu suka seseorang, katakan saja. Yang penting perasaanmu sudah tersampaikan. Itu akan mengurangi rasa sesak di dadamu. Diterima atau nggak, itu urusan belakang.” Ujar Luna dengan tatapan menerawang.

Jisung, Sungwoon, Seongwoo, dan Woojin diam. Merenungi kata-kata Luna.

Luna tiba-tiba tersenyum. “Ada pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Rasa cinta bisa tumbuh karena terbiasa. Jadi, sebenarnya sebuah rasa itu bisa ditumbuhkan di hati masing-masing orang.”

“Itu yang sedang kamu coba dengan Jihoon?” Tanya Woojin.

Luna menanggapi pertanyaan Woojin dengan senyuman. Hanya senyuman, tanpa berkata apa-apa.

***

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews