The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)

05:10

The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
            다음 이야기 화성 아카데사랑, 음악과
 
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미사랑, 음악과
. Author: shytUrtle
. Rate: Serial/Straight
. Cast
- Fujiwara Ayumu (
藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (
김재중)
2. Oh Wonbin (
오원빈)
3. Lee Jaejin (
이재진)
4. Kang Minhyuk (
강민혁)
- Song Hyuri (
송휴리)
- Kim Myungsoo (
김명수)
- Jang Hanbyul (
장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1


New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
   

Cinta, musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang dan hidup…
 
 
 
EPISODE #10
Terdiam. Hanya terdengar desiran angin musim panas yang membuat dedaunan saling bergesek. Juga nyanyian beberapa hewan penghuni taman.
“Hey, bukankah ini berita baik?” Ai terdengar begitu lembut.
“Aku tidak akan pergi!” Tegas Hanbyul.
Ai menoleh, menatap kesal Hanbyul. “Jangan bertindak bodoh! Inilah yang kau impikan. Waktunya, sudah tiba. Ini impianmu, bukan?”
“Sebelum aku bertemu denganmu.” Hanbyul menoleh menatap Ai. “Sebelum aku mengenalmu, sebelum aku jatuh hati padamu.” Hanbyul tak bisa menyembunyikannya. Rasa gundah itu. Semua bercampur aduk jadi satu dan bergejolak di dadanya. Senang juga sedih. “Aku tidak akan sanggup, tidak akan sanggup jauh darimu,” Hanbyul menggeleng pelan.
Ai menyentuh wajah Hanbyul, ia tersenyum menatap Hanbyul dan mengelusnya. “Jangan jadi rapuh hanya karena gadis ini. Kau tidak boleh mengubur impianmu hanya demi gadis ini. Jika kau melakukannya, maka orang yang akan merasakan sedih teramat sangat adalah gadis ini. Tolong jangan jadi rapuh. Pergilah kasihku, kerjar impianmu, em?”
Hanbyul menggenggam tangan Ai dan menggelengkan kepala. “Aku tak akan pergi.” Ucapnya kukuh.

Hanbyul duduk di tribun penonton, bukan untuk menonton jalannya latihan. Hanbyul duduk menundukan kepala dan tangan kanannya masih memainkan surat. Surat yang baru sampai hari ini, dari Amerika. Surat pemberitahuan jika Hanbyul lolos untuk bergabung club basket muda bergengsi di Amerika. Club dimana Hanbyul bermimpi sejak lama ingin bergabung di sana. Setelah mengirim surat lamaran itu, Hanbyul sempat putus asa. Hampir satu tahun menunggu, tak ada kabar. Hanbyul tak berharap lagi dan mulai melupakan impiannya itu. Namun hari ini surat itu datang. Surat pemberitahuan di terimanya Hanbyul dalam club basket muda impiannya di Amerika. Beberapa menit yang lalu, kedua orang tua Hanbyul juga menelfon perihal kebenaran surat itu. Mereka mengatakan akan segera mengurus kepindahan Hanbyul ke Amerika. Hanbyul menghela napas panjang dan menunduk semakin dalam.
***
Ai berjalan pelan menyusuri jalanan Jeonggu Dong. Belum menemukan titik terang dari masalah-masalah sebelumnya, kini muncul masalah baru lagi. Benarkan ini masalah bagi Ai? Ai redup dan lesu. Setelah YOWL, haruskah ia juga kehilangan Hanbyul?
Ai sampai di rooftop-nya. Ia terkejut melihat Jaejoong sudah duduk menunggunya di teras. Jaejoong bangkit dari duduknya dan tersenyum manis menyambut Ai.
“Lesu sekali? Hari ini sangat melelahkan? Atau ada masalah?”
“Hanya masalah saja yang menarik bagimu? Kau kabur lagi?”
“Hari ini bebas dan aku rindu Jeonggu Dong.” Jaejoong tersenyum lebar.
“Bebas? Mana yang lain?”
“Eung…” Jaejoong menggaruk kepalanya. Keduanya kemudian masuk. “Tentang tanda tangan kontrak, orang tua harus hadir,” Kata Jaejoong saat sudah berada di dalam rooftop Ai.
Ai duduk di samping Jaejoong. “Kau takut Paman Kim tak akan datang? Bukannya kala itu Paman Kim hadir di sekolah? Saat puncak acara Hwaseong Festival. Aku melihatnya, Paman Kim dan Nyonya Kim, mereka menemuimu.”
“Aku sudah menelfon dan dia janji datang.”
“Lebih sopannya kau meminta langsung. Kunjungi rumahnya. Bersikaplah lunak, sedikit saja. Ini proses. Dan kau telah dewasa Kim Jaejoong. Menurutku.”
“Adilkah ini?”
“Eum??” Ai menatap Jaejoong sejenak. “Mereka menerimamu setelah kau ada di titik ini?” Jaejoong mengangguk. “Menurutku tak ada yang benar adil di dunia ini. Apa yang bisa kita lakukan? Kau sudah membuktikannya kini. Jangan terus mendongak mengangkat kepala seolah kau tak melihat usaha Paman Kim yang mulai bersikap lunak padamu. Orang tua wajar membuat kesalahan, dan seorang anak, patut memaafkannya, em? Orang tua sering egois, namun kita juga tak jarang demikian. Jika tak ada yang mengalah, bagaimana hubungan baik akan terjalin? Jika mereka tak bisaa memahami dan mengerti kita, tak ada ruginya kita yang mengalah, mencoba mengerti dan memahami mereka.”
Jaejoong masih menatap Ai. Begitu sebaliknya. Mereka saling menatap dan hening selama beberapa detik. Jaejoong kemudian tersenyum. Senyum lebar dan tulus. Wajahnya berseri, terlihat lega. “Kau selalu membuatku tenang. Meredam germuruh badai yang terus melandaku.”
“Kau janji akan berkunjung?”
“Em.” Jaejoong mengangguk yakin.
“Aku percaya padamu.”
“Kau percaya aku?”
“Jika aku tak percaya padamu, dari awal tak akan aku pilih kau menjadi leader YOWL dan menentang protes Minhyuk dan Jaejin. Aku percaya padamu, Kim Jaejoong. Dari awal, kini, bahkan nanti. Aku tidak pernah ragu padamu. Tidak pernah. Bahkan di saat kau meragukan aku.”
Suasana kembali hening. Binar di wajah Jaejoong sedikit meredup. Ia kemudian tertunduk di depan Ai.
***
Jaejoong sampai di dorm YOWL. Ia kaget melihat Hanbyul duduk di teras di temani Wonbin, Jaejin dan Minhyuk. Suasana yang tadinya hangat, berubah sedikit kaku saat Jaejoong tiba. Semua seolah di komando, kompak terdiam dan hanya menatap Jaejoong yang berjalan mendekat.
“Jang Hanbyul, kau kemari?” Sapa Jaejoong masih terkesan kikuk.
“Aku datang untuk menemuimu.” Hanbyul tersenyum manis.
“Lumayan lama dia menunggumu,” Sela Minhyuk.
“Sebaiknya kami pergi.” Wonbin bangkit dari duduknya dan memberi isyarat pada Jaejin juga Minhyuk untuk mengikutinya.
“Aku yakin ini tentang Ai.” Bisik Jaejin saat Minhyuk merangkulnya.

Jaejoong duduk berhadapan dengan Hanbyul. “Ada apa hingga mencariku kemari?”
“Ini… ini, tentang Jiyoo.”
“Ai??”
“Aku bingung. Aku tak tahu harus bicara pada siapa tentang hal ini. Lama berdiam diri, kau melintas dalam pikiranku. Karena itu aku memutuskan kemari, menemuimu.”
“Apa yang sebenarnya terjadi? Kau dan Ai?” Hanbyul terlihat ragu. Jaejoong mulai tak sabar menunggunya. “Katakan saja!” Desaknya pada Hanbyul.
Hanbyul menghela napas sejenak, kemudian mulai menceritakan semua pada Jaejoong. Tentang apa yang membebani pikirannya hingga membawanya kemari, pada Jaejoong. “Mereka mengatakan kau sangat dekat dengan Jiyoo, dan Jiyoo sendiri, selalu berbinar ketika menceritakan semua yang kalian lakukan bersama, tentangmu. Aku menuruti apa yang terlintas di otakku, kemari menemuimu. Aku harus bagaimana? Aku bingung.” Hanbyul menutup penjelasannya.
Jaejoong terdiam. Satu sisi hatinya bersorak, jika Hanbyul pergi, maka ia akan mudah untuk kembali dekat dengan Ai. Inikah yang disebut kesempatan kedua? Satu sisi hatinya yang lain mencemo’oh pikiran picik Jaejoong. Jaejoong menghela napas panjang usai beberapa detik terdiam. “Kau datang padaku, bertanya harus bagaimana, lalu apa yang bisa aku berikan sebagai jawaban? Aku yakin kau tahu, jika aku tak akan bisa memberimu solusi. Kita seperti dua makhluk dungu yang saling bertanya, aku harus bagaimana.”
Hanbyul tersenyum mendengarnya. “Jiyoo ingin aku tetap pergi.”
Lagi-lagi satu sudut hati Jaejoong bersorak. Sepertinya Tuhan benar memberikan kesempatan kedua padanya. “Ai itu benci pada orang yang menyerah untuk meraih mimpinya hanya karena alasan konyol.”
“Apa terdengar konyol jika aku memilih untuk tetap tinggal di sini bersamanya daripada pergi ke Amerika dan memenuhi surat panggilan itu?”
“Bagi Sang Pecinta, mungkin tidak. Tapi lain lagi jika menurut orang normal, itu alasan konyol.”
“Jiyoo, dia termasuk yang mana?”
“Gabungan keduanya.”
“Gabungan keduanya?”
“Kau tahu, sebenarnya Ai itu tak se-positif yang terlihat padanya. Ai itu tipe orang yang sulit percaya pada orang lain. Ini sempat mengejutkanku ketika tiba-tiba ia memilihmu sebagai kekasih padahal kau kubu lawan kala itu. Ia juga tak mau berhutang budi pada orang lain. Tapi orang-orang malah merasa nyaman berada di sisinya. Mungkin karena semangatnya yang tinggi itu, dan keyakinannya yang kuat. Ah, sulit sekali menggambarkan bagaimana sosok Ai itu.”Lagi-lagi Hanbyul tersenyum mendengarnya. “Maaf, aku tak bisa membantumu, tak bisa memberimu solusi. Jika aku sarankan kau tetap pergi, bagaimana jika itu salah menurutmu juga Ai? Jika aku meminta kau tetap tinggal, belum tentu juga benar. Jawaban yang sebenarnya, hanya kau yang tahu. Tanya hatimu yang terdalam, itu yang paling tahu pada apa yang paling kau inginkan. Hanya kau sendiri yang bisa menemukan jawabannya, jalan keluar dari kebingungan ini. Bukan Ai, atau aku. Kemungkinan yang aku tahu, Ai pasti akan sangat marah jika kau memilih tetap tinggal dan menjadikan dia sebagai alasan kau tak bisa pergi mengejra mimpimu. Pengorbanan itu ada dalam setiap kehidupan dan cinta. Lebih berpikir bijaksana. Jangan sampai kau menyesali keputusan yang kau ambil hari ini.”
Hening. Jaejoong dan Hanbyul kembali terdiam. Hanya terdengar nyanyian hewan malam di sekitar keduanya.
“Jika nantinya aku memutuskan untuk pergi, maukah kau menjaga Jiyoo, untukku?” Kata Hanbyul memecah kebisuan.
Jaejoong mengangkat kepala, menatap lurus pada Hanbyul. Hanbyul tersenyum lesu membalas tatapan Jaejoong.
-------
“Ya, Jaejoong-aa, ada apa? Terjadi sesuatu pada Ai?” Sambut Minhyuk penasaran saat Jaejoong memasuki dorm.
“Vampir, ada apa dengannya?” Jaejin pun menunjukan ekspresi yang sama. Sedang Wonbin yang berdiri di sampingnya hanya diam, walau ekspresi penasaran itu juga terlihat jelas di wajahnya.
Jaejoong menjatuhkan tubuhnya di sofa. Minhyuk, Jaejin dan Wonbin ikut duduk. Mereka menunggu jawaban Jaejoong. “Ai dan Hanbyul, mereka putus ya?” Buru Minhyuk.
“Hah… mereka baik-baik saja. Hanya saja, Hanbyul mendapat panggilan ke Amerika. Ia lolos seleksi masuk club basket muda bergengsi di Amerika. Hanbyul enggan pergi, dan kalian pasti tahu bagaimana Ai.” Terang Jaejoong.
Semua diam sejenak. “Lalu, untuk apa Hanbyul menemuimu?” Tanya Jaejin.
“Baboya!” Minhyuk menjitak kepala Jaejin. “Begitu saja kau tak paham? Tentu saja Hanbyul menitipkan Ai pada Jaejoong! Jika dia benar akan pergi.”
“Begitu kah?” Jaejin menatap Jaejoong dengan tampang polosnya.
Jaejoong dan yang lain hanya bisa menghela napas dan menggeleng pelan melihat Jaejin.
***
Wooyoung memenuhi panggilan Ai. Ia datang sendiri, menemui Ai di rooftop.  Keduanya duduk di ruang tamu. Wooyoung mengamati surat ancaman yang di kirim pada Daehyun dan Jinwoon.
“Bagaimana menurutmu? Aku memilihmu untuk bertukar pikiran tentang ini.” Kata Ai.
“Wah, ini benar membuatku tersanjung. Terima kasih Nona.” Wooyoung tersenyum tulus. “Nona mencurigai seseorang? Apa mungkin ini juga ulah Yong Junhyung?”
“Kau mencurigainya?”
“Sampai kini kita semua tak tahu siapa yang selalu membuat kekacauan di Hwaseong Academy Community. Foto-foto yang sempat beredar, mungkin ia bosan dan beralih mengambil jalan ini.”
“Kenapa kau berpikir itu Yong Junhyung?”
“Melukai Nona secara langsung dia bisa, apalagi hanya untuk ini?”
“Foto kedua di Jeonggu Dong.”
“Sebelum kecelakaan, Nona berada di Jeonggu Dong sebelum akhirnya ke florist. Tidak menutup kemungkinan jika Yong Junhyung menguntit Nona.”
Ai diam sejenak. Menimbang pendapat Wooyoung. “Masuk akal. Tapi menurutku, orang seperti Yong Junhyung tak berminat pada teror seperti ini. Terlalu membuang waktu dan berbelit-belit.”
“Benar juga.” Wooyoung kembali berpikir.
“Sampai menentukan font huruf dan warna, ini membutuhkan ketelitian. Pelaku pasti bukan orang biasa. Bahkan sasaran yang ia pilih tergolong sempurna, Jung Daehyun dan Jung Jinwoon.”
“Di sekolah, beberapa masih menduga jika Nona punya hubungan khusus dengan Tuan Muda Jung Jinwoon. Di sini dalam artian, hubungan sepasang anak manusia yang saling jatuh cinta dan sembunyi-sembunyi menjalin tali kasih itu.”
“Sampai seperti itu?”
“Terkadang informasi datang secara tak terduga.” Wooyoung tersenyum manis.
“Merepotkan. Aku hanya gadis biasa, bagaimana mereka bisa…..” Ai tak melanjutkan kata-katanya melihat ekspresi Wooyoung yang masih menatapnya sambil tersenyum. “Kenapa kau menatapku seperti itu?”
“Nona bukan orang biasa, walau penampilan Nona terkesan biasa. Menjadi pusat perhatian itu wajar, karena Nona berbeda.”
“Terserah bagaimana mereka.”
“Apa pernah terpikir ini Red Venus? Sepertinya mereka dendam sekali pada Nona. Viceroy, menjadi lebih berpihak pada Nona. Walau tak ada yang tahu tentang Myungsoo-Hyuri, juga Nona dan Hanbyul. Tapi perlahan ini perlu di waspadai.”
“Red Venus? Mungkinkah?”
“Yong Junhyung dekat dengan Noh Yiyoung. Lee Chaerin, Jung Soojung dan Park Gyuri juga sangat membenci YOWL, terutama Fujiwara Ayumu. Masuk akal bukan? Mereka kaya raya, uang mereka bisa membeli siapa saja di Jeonggu Dong ini untuk memata-matai Nona selama 24 jam penuh. Apalagi surat ancaman itu beserta foto, ini tak mungkin orang biasa. Jika Nona tak keberatan, izinkan saya membawa foto itu, untuk mencari tahu dari media apa foto itu di ambil. Kamera ponsel kah, atau yang lain.”
“Hah! Kenapa itu tak terpikirkan olehku? Kau boleh membawa ini.” Ai memberikan satu amplop coklat pada Wooyoung.
“Kim Youngduk Songsaengnim. Kakak tiri Kim Jaejoong.” Wooyoung tersenyum menggelengkan kepala mengamati foto di tangannya.
***
Berkumpul di markas Viceroy, studio milik Sunghyun. Hanbyul menceritakan apa yang membuat gundah hatinya pada kelima temannya.
“Ai pasti akan mendukungmu pergi. Apapun alasanmu, aku rasa dia tak akan setuju kau tinggal.” Komentar Sunghyun. “Dia mengijinkanmu pergi, apalagi yang kau tunggu? Menurutku Ai itu wanita yang tak menggunakan perasaannya, tapi logika. Logika memegang kendali, hingga Ai bisa meng-handle perasaannya. Ini jarang ada pada wanita. Aku setuju dengannya, memilih tinggal karena tak bisa jauh darinya adalah konyol.”
“Kau bisa berkata demikian karena kau belum pernah merasakan apa itu cinta yang sebenarnya.” Minhwan tak terima. “Orang pintar bisa bertindak bodoh karena cinta.”
“Hey, cinta itu suci. Manusianya saja yang bodoh.” Sunghyun kukuh.
“Menurutku, Fujiwara hanya tak ingin kau berpikir pendek. Hanya berpegang pada apa yang kau rasakan saat ini, maka kau mengabaikan kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya. Fujiwara tak ingin kau menyesal nantinya, itu saja.” Pendapat Byunghun.
“Sama dengan pendapat Jaejoong.” Hanbyul lirih.
“Kau menemuinya? Kim Jaejoong?” Sela Minhwan. Hanbyul mengangguk. “Ish! Kau ini berlebihan sekali! Seperti hidup dan mati saja. Ayolah, ini hanya Amerika-Seoul. Teknologi juga sudah canggih sekarang.”
“Ya. Kau ini sebenarnya di pihak mana?” Protes Sunghyun.
“Aku hanya tak ingin Hanbyul berpikir sempit. Terbanglah. Raih impianmu. Aku yakin Fujiwara akan setia menunggumu di sini. Dia itu kan gadis yang tegar pendirian.” Minhwan membela diri.
“Kau takut dia akan kesepian? Setelah YOWL pergi, lalu kau? Itu salah, Jang Hanbyul.” Myungsoo angkat bicara. “Fujiwara Ayumu bukan gadis seperti gadis kebanyakan yang gemar beramai-ramai kesana-kemari berkelompok. Dia terlalu asik dalam dunianya sendiri, dan sangat menikmati itu. Kau bisa masuk dalam hidupnya, itu termasuk kejadian luar biasa.”
“Jaejoong juga mengatakan demikian.” Hanbyul membenarkan.
“Hyuri ada bersamanya, juga kami.” Imbuh Myungsoo.
“Tapi Jiyoo tak setegar yang terlihat.” Bantah Hanbyul.
“Kita semua juga tak setegar seperti yang terlihat. Bukan hanya Fujiwara. Tapi masing-masing dari kita punya cara sendiri untuk mengatasinya. Ada kalanya kita butuh di kasihani. Itu wajar dan manusiawi. Pikirkan kembali, dengan baik dan bijak.” Jungshin tak mau kalah urun pendapat.
“Jika kau pergi, posisi Viceroy dan Fujiwara Ayumu berimbang, 1:1. Ini akan membuat kami dan Fujiwara merasa senasib. Ah, banyak jalan untuk menghiburnya. Kau tak perlu khawatir akan hal itu.” Byunghun tiba-tiba bersemangat.
“Siapa tahu nantinya kita malah jadi satu band?” Minhwan menimpali.
“Ya! Ya! Jadi kalian benar ingin aku pergi?” Hanbyul serius. “Kalian benar ingin aku pergi? Kalian membuangku kini?” Byunghun dan Minhwan merasa bersalah mendengarnya. Hanbyul tertawa geli kemudian. “Just kidding.” Ucapnya di sela tawa. Hanbyul menghentikan tawanya. Tawa yanag ia buat untuk menutupi rasa gundah yang masih bergemuruh di dalam dirinya. “Terima kasih, semua.”
“Tetap saja, semua kembali padamu.” Sunghyun menepuk pundak Hanbyul. “Aku harap kau berpikir lebih jernih dan bijak.”
***
Shin Ae celingukan di depan gerbang sekolah. Minhwan tersenyum lebar menemukan Shin Ae sepagi ini. Dengan wajah berseri, Minhwan menghampiri Shin Ae.
“Annyeong!” Sapa Minhwan.
“Oh! Annyeong.”
“Mencari seseorang? Fujiwara? Mungkin aku bisa bantu.”
“Apa dia baik saja? Nona?”
“Iya?? Fujiwara sakit? Apa terjadi sesuatu?”
“Bukan begitu. Entahlah. Aku hanya sedikit khawatir dan ingin melihatnya. Aneh saja tak melihat Nona dua hari ini. Nona juga tak mengunjungi basecamp.”
“Sangat mengkhawatirkannya ya?” Shin Ae menganggukan kepala. “Ah, nanti jika bertemu Fujiwara akan kusampaikan jika Jung Shin Ae datang mencarinya.”
“Jangan!”
“Jangan??? Tidak merepotkan kok.” Minhwan tersenyum tulus. Sebenarnya ia sedikit gugup dan salah tingkah di depan Shin Ae.
“Bukan masalah merepotkan atau tidak. Aku tak mau Nona tahu jika aku mencarinya.”
“Ha???” Minhwan menatap heran Shin Ai. Mengkhawatirkan Fujiwara tapi tak ingin Fujiwara tahu tentang ini. Apakah seperti itu yang dinamakan pengabdian?  Batin Minhwan.
Shin Ae menghela napas panjang. “Terima kasih sudah menyapaku. Annyeong.” Shin Ae membalikan badan membelakangi Minhwan.
“Tunggu!” Cegah Minhwan sambil berlari ke hadapan Shin Ae.
“Ada apalagi?” Shin Ae terlihat putus asa.
“Aku tidak suka melihatmu lesu begini. Kau terlihat jelek tahu!” Mata Shin Ae melebar mendengarnya. “Kau yang selalu ceria daan penuh semangat, itu yang aku suka. Dan setiap kau mengembangkan senyummu, kau terlihat begitu… cantik.” Puji Minhwan dengan wajah merona berseri. Shin Ae masih berdiri, tertegun. “Tetaplah tersenyum Jung Shin Ae, karena senyummu itu sangat cantik!” Minhwan kemudian berlari masuk ke dalam sekolah.
Shin Ae masih terpaku di tempat ia berdiri. “Huft…..” Ia kembali menghembuskan napas panjang beberapa detik kemudian. “Nona…..” Gumamnya seraya berjalan pergi.
***
Ai berada di atap gedung sekolah. Sendiri dan mengamati murid-murid dari atas sana. 10 menit berada di atap, Ai kembali berjalan menuruni tangga. Ai dan Junhyung kembali bertemu. Keduanya kembali menghentikan langkah masing-masing dan saling beradu pandang. Ai menatap Junhyung dan begitu sebaliknya. Junhyung menundukan kepala dan kembali berjalan.
“Tunggu!” Tahan Ai saat Junhyung tepat berada di sampingnya. Junhyung menghentikan langkahnya. Jantung Junhyung berdetub makin kencang. Ia pasrah, jika Ai akan memukulnya atau berbuat lebih dari itu.
Ai menghela napas, menggelengkan kepala dan tersenyum kecil, kemudian kembali berjalan menuruni tangga. Junhyung berdiri tertegun menatapnya.
-------
Junhyung tertunduk di depan Yiyoung. Yiyoung masih menatapnya.
“Oppa mau kan?” Yiyoung mengulang pertanyaannya.
“Apa dia akan memaafkan aku?”
“Kita tidak akan tahu jika kita tak mencobanya. Semua ini menyiksaku, Oppa. Setiap kali bertemu dan melihat tangan kiri Fujiwara…” Yiyoung terdiam sejenak, air matanya meleleh, “tatapan itu, lalu teringat semua tentang Fujiwara dan Jaejoong… aku merasa sangat kejam pada mereka. Aku benar-benar tersiksa, Oppa.” Yiyoung menutup wajah dengan kedua tangannya.
Junhyung memeluk Yiyoung. Membiarkan gadis itu menangis dalam dekapannya. “Kita akan melakukannya. Kita akan meminta maaf.” Junhyung menenangkan.
***
Orang tua dari masing-masing personel YOWL datang ke kantor Caliptra Seta Entertainment. Mereka tidak hanya mendampingi anak-anak mereka, namun turut menandatangani perjanjian kontrak antara YOWL dan CSE. Setelah selama satu jam membahas kontrak sekaligus penandatanganannya, member YOWL mengantar orang tua masing-masing keluar kantor CSE. Jaejoong juga mengantar Tuan dan Nyonya Kim.
“Kim Taerin, kami bisa mengurusanya.” Tuan Kim sebelum pergi.
“Tidak perlu. Dia baik saja di Jeonggu Dong.” Tolak Jaejoong.
“Tapi dia seorang gadis dan sendirian di Jeonggu Dong.”
“Taerin hidup baik di sana, walau tanpa aku. Percayalah. Jeonggu Dong, tak seburuk yang di gambarkan di luar sana.”
“Aku percaya. Sebentar lagi, kalian akan merubahnya.” Tuan Kim tersenyum menepuk bahu Jaejoong.
***
Ai turut tersenyum melihat Jaejoong yang berapi-api menceritakan bagaimana proses penandatanganan kontrak YOWL bersama CSE yang juga di hadiri oleh orang tua masing-masing member YOWL. Jaejoong terlihat benar bahagia dan lega.
“Jadi, benar sudah akur?” Goda Ai.
“Belum juga. Masih sulit bagiku memanggilnya, Appa.”
“Tak apa. Semua butuh proses. Aku pun demikian. Selangkah demi selangkah.”
Jaejoong tersenyum dan mengangguk. “Lalu, kapan kau akan melepasnya?” Menuding tangan kiri Ai.
“Secepatnya. Aku mulai bosan.”
“Asal kau tak bandel.”
“Aku bukan gadis bandel.”
“Iya, ya. Eh, kau mau main tebak lagu? Dimana gitarmu?”
“Di tempat biasa.”
“Aku ambil ya.” Jaejoong bergegas menuju kamar Ai. Mengambil gitar akustik kesayangan Ai. Jaejoong pun kembali ke teras dengan gitar di tangannya. Ia memangku gitar Ai dan mulai memetiknya, melakukan cek, menyetel ulang senar gitar yang lama tak terpakai ini. “Sudah siap! Bagaimana? Kau siap?” Ai mengangguk. “Ok. Kita mulai!”
Jaejoong memetik gitar memainkan melodi dan Ai menebak judul lagu dari melodi yang dimainkan Jaejoong. Tebakan Ai selalu benar. Kedua anak manusia yang bernasib hampir sama ini, sejenak seolah kembali ke masa lalu. Bercanda dan tertawa bersama.
“Lagu ini, dengarkan baik-baik.” Jaejoong sebelum memainkan lagu ketujuh.
Ai menaruh perhatian penuh. Gengsi baginya jika sampai tak mampu menjawab atau bahkan salah menebak judul lagu dari melodi yang dimainkan Jaejoong. Jaejoong memainkan melodi akustik dari lagu ‘Saranghaeyo-Lee So Eun’. Jaejoong begitu menikmati bagaimana ia memetik gitar, memainkan melodi romantis itu. Ai terdiam. Duduk tertegun menatap Jaejoong dan hanyut dalam alunan petikan gitar Jaejoong. Ai tersentuh.
Jaejoong selesai memainkan satu lagu penuh, tak seperti sebelumnya. Ia diam menatap Ai menunggu gadis itu menjawab. “Kau tak tahu judul dari lagu ini?” Tanya Jaejoong setelah beberapa detik menunggu.
“Aku, aku tahu, itu…”
“Saranghaeyo.” Potog Jaejoong.
Suara penuh penegasan dan tatapan lekat Jaejoong membuat Ai bungkam. Ia sadar Jaejoong tak sedang mengucapkan judul lagu dari melodi yang ia mainkan. Namun itulah ungkapan dari rasa yang di pendam Jaejoong pada Ai. Ai bungkam menatap Jaejoong, begitu sebaliknya.
“Saranghae, saranghaeyo, nunmurun ijilmankeum, saranghaeyo…” Jaejoong kembali memetik gitarnya dan menyanyikan bait terakhir lagu itu. “Aku mencintaimu, Ai. Maaf, aku tak bisa menghapusnya dari hatiku.” Jaejoong memperjelas ungkapan hatinya.
Hening. Ai masih bungkam. Terdiam menatap Jaejoong. Hanbyul baru sampai dan berhenti di ujung tangga teratas. Ia menemukan Ai dan Jaejoong duduk berhadapan di teras. Namun keduanya terdiam. Hanbyul bertahan di tempat ia berdiri dan menunggu.
“Hanbyul??” Ai baru menyadari kehadiran Hanbyul ketika ia mengalihkan pandangannya. Jaejoong turut menoleh. Hanbyul tersenyum dan berjalan mendekat.
“Apa aku mengganggu?” Sapa Hanbyul seolah ia tak tahu menahu jika ada sedikit kecanggungan di sana. “Kalian sedang membahas lagu YOWL?”
“Hanya main tebak lagu.” Jaejoong tersenyum dan meletakan gitar di meja.
“Aku rindu main tebak lagu, dan meminta Jaejoong memainkannya untukku.” Terang Ai.
“Maaf aku tak bisa melakukannya untukmu.” Hanbyul menyesal.
“Tapi kau banyak bernyanyi untuknya. Itu membuatnya meleleh.” Goda Jaejoong mencoba menetralkan rasa cemburu yang bergemuruh di hatinya.
“Benarkah?” Hanbyul menatap tak percaya Jaejoong, lalu Ai.
“Baiklah. Aku pergi!” Jaejoong bangkit dari duduknya.
“Kau akan pergi?” Ai terlihat keberatan.
“Aku ada janji, kau tahu dengan siapa kan? Selamat bersenang-senang!” Jaejoong menepuk pundak Hanbyul dan berlari kecil pergi.
Ai masih menatap Jaejoong yang kemudian hilang menuruni tangga.
“Dia punya pacar ya?” Hanbyul seraya duduk di kursi yang tadinya di tempati Jaejoong.
Ai hanya tersenyum menanggapinya.
-------
Jaejoong sedikit berlari menuruni tangga. Ia menghembuskan napas panjang ketika sampai di ujung tangga terbawah. Jaejoong berhenti, membalikan badan dan mendongakkan kepala, menatap rooftop Ai yang tentu saja tak bisa ia jangkau dalam posisi ini.
“Oppa??” Suara gadis itu membuyarkan lamunan Jaejoong. Jaejoong membalikan badan dan mendapati Taerin berdiri menatapnya heran. “Oppa di sini?”
“Em!” Jaejoong mengangguk dan tersenyum manis. “Ayo kita pulang.” Ia merangkul Taerin pergi.
  
 
 
---TBC---
 
  shytUrtle
 
 
 
 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews