The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)

07:44

The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
            다음 이야기 화성 아카데사랑, 음악과
 
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미사랑, 음악과
. Author: shytUrtle
. Rate: Serial/Straight
. Cast
- Fujiwara Ayumu (
藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (
김재중)
2. Oh Wonbin (
오원빈)
3. Lee Jaejin (
이재진)
4. Kang Minhyuk (
강민혁)
- Song Hyuri (
송휴리)
- Kim Myungsoo (
김명수)
- Jang Hanbyul (
장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1


New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
   

Cinta, musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang dan hidup…
 
EPISODE #9
Lama tak mengamen di Hongdae, Ai merasa rindu pada tempat itu. Minki menuruti permintaan Ai dan membawa adik kesayangannya itu ke Hongdae. Ai berdiri sambil mengamati sekitar. Banyak kenangan di tempat ini. Di sini pula pertama kali Ai bertemu Myungsoo. Minki yang berdiri di samping Ai tersenyum memperhatikan Ai.
Kebetulan Myungsoo keluar untuk mengusir lelahnya. Tanpa sengaja Myunsoo melihat Ai dan Minki. Senyum terkembang di wajah Myungsoo dan ia berlari kecil mendekat.
“Fujiwara, kau kemari?” Sapaa Myungsoo. Ai tersenyum dan mengangguk. “Annyeong, Hyung.” Tak lupa Myungsoo menyapa Minki yang menjawabnya dengan tersenyum manis. Myungsoo menghela nafas turut mengamati sekitar. “Setiap kali berada di sini, atau hanya sekedar menatap tempat ini, aku selalu teringat bagaimana kita bertemu, pertama kali.” Myungsoo tersenyum mengenangnya. “Uang itu, aku menyimpannya, akan aku abadikan.”
“Mengabadikannya? Jadi, kala itu, kau benar pernah menyukai aku?”
“Men-menyukaimu???” Wajah Myungsoo kontan bersemu merah. Minki tersenyum melihatnya. “Aku hanya penasaran. Itu saja!” Elak Myungsoo. Ai tersenyum dan kembali mengamati keramaian di sekitarnya. Myungsoo menggaruk kepalanya, salah tingkah. “Terserah kau menyebutnya apa, tapi jujur saja aku penasaran dan sempat benar-benar memperhatikanmu. Lalu semua itu mempertemukan aku dan Hyuri, terima kasih.”
“Takdir.”
“Ah, iya itu, takdir. Kau pasti juga tak menyangka sebelumnya jika pada akhirnya kau akan memilih Hanbyul. Aku heran bagaimana kau bisa jatuh hati padanya.”
“Takdir.”
“Ish! Tapi melihat perjuangan Hanbyul dan pendiriannya… itu membuatku salut. Hal itu yang mengajarkan aku untuk jujur mengakui perasaanku pada Hyuri.” Myungsoo kemudian menatap ke arah restoran. Tampak sang Mama sudah menunggunya. Nyonya Kim melambaikan tangan pada Myungsoo. “Maaf aku harus pergi. Hyung, aku pergi dulu.” Myungsoo pamit kemudian berlari kecil menuju sang Mama.
Ai dan Minki berdiri berdampingan, sama-sama menatap Myungsoo.
Cret!
Kilatan cahaya itu membuyarkan konsentrasi Ai dan Minki seketika. Ai dan Minki kompak menoleh ke arah kilatan cahaya dari kamera itu berasal. Dan beberapa kilatan cahaya berikutnya kembali menyerbu Ai dan Minki hingga keduanya mengangkat satu tangan mereka untuk menahan silau dari kilatan cahaya kamera itu.
Gadis manis ini tersenyum lebar sambil menurunkan kameranya, seolah ia tak berdosa telah memotret Ai dan Minki berulang kali. Ai berkerut menatapnya.
“Akhirnya kau kembali!” Seru gadis yang masih memegang kamera di tangannya itu riang. “Hallo! Moshi! Moshi! Aku Song Ha Mi. Aku Yowlism! Dan aku sangat mengidolakanmu, Ai!!!” Song Hami memperkenalkan diri dengan antusias. “Aku murid Orenji Highschool jurusan Fotografi. Dua tahun ini aku terus mengikuti segala sesuatu tentang YOWL. Sepak terjang kalian, itu sungguh menakjubkan! Aku mendukung YOWL juga kau, Ai.”
“Senang bertemu denganmu.” Ai tersenyum kecil dan mengulurkan tangan.
“Omo!” Hami menatap heran Ai. Ia seolah tak percaya, seorang Fujiwara ‘Ai’ Ayumu tersenyum ramah dan mengulurkan tangan padanya. Hami kembali tersenyum lebar, menggenggam erat tangan Ai dan menggoyangnya antusias. “Sering aku kemari, tapi baru kali ini melihatmu lagi di sini. Ini menyenangkan!” Hami masih bersalaman dengan Ai dan masih menggoyangnya.
“Terima kasih.” Ai memaksa menarik tangannya kembali.
“Oh, maaf. Aku terlampau senang.” Hami tersenyum sungkan. “Jadi, kalian akan mengamen malam ini? Oh, aku sungguh mengharapkan kalian menjawab, iya! Oh! Maaf sampai lupa menyapa. Hallo, Minki-ssi.” Hami seolah baru menyadari keberadaan Minki yang sedari tadi berdiri di samping Ai. “Aku sangat senang melihat kalian bersama seperti ini, sungguh figure kakak beradik yang sempurna. That’s perfect!”
“But nobody’s perfect.” Ai meralat.
“Ah, you’re right! Well, you wanna sing for me tonight?”
“That's the reason why we’re come over here tonight. So, please take a seat.” Jawab Minki sembari tersenyum dan merangkul Ai.
“Oh! That’s perfect! Aku akan duduk dengan baik di sana, melihat kalian, OK!” Hami tersenyum dan mundur tiga langkah lalu duduk di atas jalanan Hongdae.
Senada dengan Hami, Ai duduk di atas jalanan Hongdae. Menunggu Minki mempersiapkan gitar akustiknya. Hami siap dengan handycam-nya. Minki selesai menyiapkan gitarnya. Ia menatap Ai yang berarti sebuah pertanyaan, ‘Kau ingin kita membawakan lagu apa?’
“More Than Words, do you mind?” Ai menatap Hami. Hami hanya menjawabnya dengan mengacungkan jempol tangan kanannya pada Ai. “OK. More Than Words, Westlife version Oppa.” Pinta Ai.
‘Westlife version?’ Batin Hami sambil menatap heran Ai.
Minki mengangguk dan mulai memainkan gitarnya. Lalu Ai bernyanyi menemani iringan gitar Minki. Hami terus mengembangkan senyum, menikmati pertunjukan Ai dan Minki sambil merekamnya. Satu demi satu orang berhenti. Turut menyaaksikan pertunjukan Ai dan Minki. Jumlah penonton yang berkerumun lumayan banyak malam ini. Hami tersenyum puas mengamati sekelilingnya.
Ai dan Minki tadinya hanya berniat membawakan satu lagu saja. Malam ini tak ada misi pertunjukan di Hongdae seperti yang sudah-sudah. Hanya berniat berkunjung untuk melepas rasa rindu Ai pada Hongdae. Melihat kerumunan penonton dan permintaan mereka untuk kembali membawakan satu lagu, Ai dan Minki pun tak bisa menolak. Ai dan Minki tampak berunding sejenak.
“Ok, next song, Yui-Understand.” Kata Ai sebelum memulai kembali pertunjukannya.
Minki kembali memainkan gitarnya. Terdengar tepukan tangan penonton mengiringi petikan gitar Minki. Ai kembali bernyanyi. Malam ini rindu Ai pada Jeonggu Dong terobati sudah.
“Sebelum berpisah, bisakah kita foto bersama?” Pinta Hami. “Bisa ya, ya, ya…” Hami kali ini dengan wajah lebih memelas.
Minki merangkul Ai, membawanya memenuhi permintaan Hami. Mereka kemudian berfoto bersama.
***
“Morning!!!” Hami merangkul Hyerin dan Sunyoung dari belakang. Membuat kedua sahabatnya itu sedikit terkejut.
“Senang sekali pagi ini.” Komentar Hyerin. “Kau baru dapat hadiah lagi?” Hami menggeleng antusias.
“Mendapatkan foto terbaik?” Sambung Sunyoung.
“Aku selalu menciptakan foto terbaik, bukan mendapatkan foto terbaik.” Hami meralat.
“OK!” Sunyoung pasrah.
“Cause We are the best!” Hyerin merangkul Hami dan Sunyoung.
“Semalam aku bertemu Ai.” Kata Hami.
“Ai?? YOWL??” Hyerin terkejut.
“He’em.”
“Dimana?”
“Hongdae.”
“Hongdae? Dia kembali menggelar pertunjukan di sana?” Tanya Sunyoung. “Bukannya Ai masih cidera?”
“Iya. Dia datang bersama Lee Minki, eum, Minki Oppa.”
“Lee Minki??” Hyerin kembali terlihat tak paham.
“Iya. Kau tak tahu? Semalam Minki Oppa memainkan gitar dan Ai bernyanyi. Duet yang keren! Aku rasa benar yang aku duga selama ini. YOWL jadi hebat karena Ai dan Ai jadi hebat karena Minki Oppa.” Hami kemudian mengambil kamera digital miliknya. “Ini dia Minki Oppa.” Hami menunjukan fotonya bersama Ai dan Minki.
“Ah, kalian terlihat keren, foto bertiga seperti ini.” Puji Sunyoung.
“Kau tak pernah cerita tentang Lee Minki. Kau hanya cerita tentang Ai, Ai dan Ai. Jadi mana aku tahu Lee Minki.” Protes Hyerin.
“Karena aku suka Ai. Sangat suka!” Hami menegaskan.
“Dan kau menularkannya pada kami.” Komentar Sunyoung.
“Hehehe maaf.” Hami meringis.
“Apa benar Lee Minki sehebat itu?” Hyerin penasaran.
“Ada beberapa penampilan dia. Menurutku benar hebat. Dan rumor yang beredar, dahulu dia adalah member Road Sky, namun senasib dengan Ai, tak turut debut.” Hami lirih.
“Benarkah???” Hyerin lagi-lagi menunjukan ekspresi terkejut.
“Harusnya kau lebih tahu dari aku. Kau kan adik Kim Tae Hee, presedir Caliptra Seta Entertainment, dimana Road Sky bernaung.”
Hyerin menghela nafas dan berjalan mendahului. “Aku salah bicara ya?” Tanya Hami lirih pada Sunyoung. Sunyoung tersenyum dan menyusul langkah Hyerin. “Ck! Mereka itu.” Hami berjalan paling akhir.
***
Ai merasa risih. Seharian ini ada yang sengaja membuntutinya di sekolah. Pagi hari Ai menemukan mereka sedang mengamatinya dan kali ini mereka terus mengekor kemanapun Ai pergi. Ai menyadarinya, namun pura-pura tak tahu. Dan Ai berhasil mengambil kesempatan ini, gerakan cepat meloloskan diri. Dua siswi yang sedari tadi membuntuti Ai ini terlihat bingung. Keduanya celingukan mencari keberadaan Ai yang sedetik saja lolos dari intaian mereka. Ai tiba-tiba menghilang.
Ai menyincingkan senyum melihat dua siswi itu dari tempat persembunyiaannya. “Mencari seseorang?” Ia menyapa dua siswi itu kemudian. Ai tersenyum puas berhasil menguntit dua ‘penguntit’ ini.
Dua siswi ini terkejut. Ketakutan menatap Ai. Ai maju dua langkah lebih dekat pada dua siswi ini dan membaca nama yang tertera di seragam masing-masing siswi. “Son Na Eun? Kim Chang Mi? Menguntit?”
Son Na Eun dan Kim Chang Mi menyikut satu sama lain, saling memerintah untuk bicara. Ai menggelengkan kepala dan membalikan badan. Hendak pergi. “Tunggu!” Cegah Na Eun. “Temanku, dia ingin berkenalan denganmu.”
Ai kembali menghadap Naeun dan Changmi. Tatapannya datar. Ciri khas Ai. “Dia ini Kim Chang Mi, teman baikku. Dia ingin berkenalan denganmu. Itu alasan kenapa kami mengikutimu seharian ini.” Terang Naeun. Changmi terdiam, kemudian menundukan kepala ketika Ai kembali menatapnya.
“Fujiwara Ayumu. Panggil saja Ai.” Ai mengulurkan tangan.
Changmi mengangkat kepala, menatap tak percaya pada Ai. Changmi tercengang menerima perlakuan ini. Kesadarannya kembali ketika Naeun menyikutnya. “Kim-kim Changmi.” Changmi terbata menjabat tangan Ai.
Seperti menonton film. Semua terputar di depan Ai ketika ia berjabat tangan dengan Changmi dan tatapan keduanya bertemu, Ai dan Changmi. Ai tersentak dan seketika melepas genggaman tangan Changmi.
“Siapa kau sebenarnya?” Tanya Ai dengan ekspresi benar terkejut. “Kau dan… Kim Yoojin… kalian… apa hubunganmu dengannya?”
“Kau tahu??” Naeun menatap heran Ai.
“Siapa gadis ini??” Ai balik bertanya.

Ai membawa Changmi dan Naeun ke toilet siswi kelas X. Ai tersenyum mengamati toilet. Tempat dimana ia dan Yoojin biasa bertemu dan membagi cerita.
“Di sinilah dulu kami bertemu, tempat dia berada dan aku berbagi dengannya. Kini tak ada lagi.” Ai tersenyum mengenang masa-masa yang ia lalui bersama Yoojin. Arwah yang sering di sebut sebagai hantu toilet kelas X. Ai kemudian menatap Changmi yang turut mengamati sekitar. “Sungguh mengejutkan, hari ini adik Kim Yoojin menemuiku. Kenapa baru sekarang?”
“Jika aku menemuimu lebih awal, apa aku bisa bertemu dengannya saat itu?” Changmi balik bertanya. “Apa dia tak mengetahui aku ada di sini?”
“Yoojin tak pernah cerita. Aku tak bisa menjamin pertemuanmu dengannya.”
“Sebenarnya sejak rumor tentangmu sering bicara sendiri di toilet tersebar, aku mendukung Hami untuk menemuimu, tapi ia ragu.” Sela Naeun. “Aku pikir kau bisa jadi mediator bagi Hami dan mendiang Kim Yoojin.” Imbuhnya.
“Jadi, Kim Changmi masuk Hwaseong Academy hanya untuk ini?” Ai mengalihkan pandangan pada Changmi.
“Tidak.” Bantah Changmi cepat. “Sebenarnya aku tak ingin masuk sekolah ini.”
“Takut ketahuan sebagai adik Kim Yoojin? Hantu toilet? Siswi bodoh yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri di toilet ini?”
Ragu-ragu Changmi mengangguk. “Ini memalukan. Dan benar pengecut.” Changmi tertunduk.
“Yoojin tak pernah cerita tentang ini. Sikapmu itu sangat manusiawi. Tak apa. Tapi menurutku kau tak perlu takut menerima kenyataan ini. Bagaimanapun juga, kau tak bisa merubahnya. Punya adik sepertimu, aku jadi bertanya-tanya apa yang menyebabkan ia bunuh diri. Dia gadis yang cantik dan baik.”
“Yoojin Onni sempurna di mataku. Dia sangat menyayangi aku.” Changmi tersenyum mengenangnya. “Kami sangat terpukul ketika pihak sekolah menelfon dan memberitahu perihal kematian Yoojin Onni.” Kedua mata Changmi berkaca-kaca. “Tapi dia sangat minder. Entah kenapa ia selalu mengeluh kesepian dan tertekan. Di rumah, kondisi keluarga kami memang tak terlalu baik.”
“Iya. Kesepian dan tertekan. Itu pula yang aku tangkap darinya.” Ai kemudian menyentuh pundak Changmi. “Dia sudah menyeberang sekarang.” Kata Ai lirih. “Yoojin, apa yang ia cari telah ia temukan. Karenanya semua jadi sempurna dan Yoojin bisa menyeberang. Dia sudah tenang dan tak ada lagi di sini.”
Changmi mengusap air matanya yang meleleh. Changmi kemudian memeluk Ai membuat Ai sedikit terkejut.
***
Ai duduk dan tersenyum menatap keluar dinding kaca. Minki heran di buatnya. Ia turut menatap keluar dinding kaca namun tetap taak paham kenapa wajah Ai berseri seperti ini.
“Ada sesuatu di luar sana? Ekspresimu itu, tak wajar.” Tanya Minki.
“Jika tak salah ingat, di sini, meja ini, tempat kedua dimana aku bertemu dengan Hanbyul.”
“Oh? Iya kah? Wah, aku salah memilih tempat?”
“It’s Ok.” Ai kembali menatap Minki yang duduk berhadapan dengannya. “Hari ini ada seorang gadis menemuiku. Adik Kim Yoojin.”
“Kim Yoojin? Hantu toilet itu?”
“Arwah, Oppa! Bukan hantu!”
“Oh, iya. Apapun itu. Untuk apa dia menemuimu?”
“Entahlah. Hah… andai saja aku terlahir normal sepeti kalian.”
“Ini berkah. Yang aku tahu dari ibu, dahulu Lee Soyeon sering di sebut-sebut sebagai mudang muda Jeonggu Dong. Menakjubkan kemampuan itu menurun padamu.”
Ai tersenyum. “Tak semua, tapi cukup merepotkan.”
“Masih berminat menjadi Ghost Hunter?” Goda Minki membuat Ai tersenyum lebar. “Aku rasa itu bisa menjadi profesi yang cukup menjanjikan. Tentunya setelah tanganmu kembali normal.” Imbuhnya membuat Ai menggelengkan kepala.
“Hallo! Maaf kami sedikit terlambat.” Taehee datang di temani Sukjin. Minki segera beralih duduk di samping Ai. Lalu Taehee dan Sukjin duduk berdampingan, berhadapan dengan Ai dan Minki. “Kalian selalu saja datang lebih awal, dan orang sibuk seperti kami selalu membuat alasan untuk keterlambatan kami, maaf.” Ai dan Minki hanya tersenyum menanggapinya. “Kenapa tak memilih bertemu di kantor saja?”
“Dengan kemungkinan bertemu YOWL di sana?” Ai menatap serius Taehee.
“Ok! Aku paham.”
Pelayan café menyela obrolan mereka. Selama Taehee dan Sukjin sibuk dengan pesanan mereka, Minki sibuk menyiapkan map biru yang baru ia keluarkan dari tas Ai.
“Oh. Cepat sekali?” Taehee ketika melihat map biru sudah tersaji di meja.
“Orang sibuk tak suka membuang waktu.” Komentar datar Ai kembali membuat Taehee sedikit kesal. “Semoga Anda suka.”
Taehee memeriksa poin-poin penting dari dokumen yang di bawa Ai dalam map biru itu. “Kenapa hanya Minhyuk dan Jaejin yang di lambangkan dengan bintang? Bintang kuning dan biru? Kau tahu, banyak yang menyebut YOWL itu bintang bersinar. Kenapa tak memakai konsep bintang pada keempatnya? Jaejoong dan Wonbin, mereka juga bersinar bagai bintang.”
Ai yang sudah memprediksikan protes Taehee ini tersenyum. “Bintang hitam tak masalah, tapi bagaimana dengan bintang merah? Jika memberikan symbol bintang merah pada Jaejoong, ini tak akan baik.” Taehee mengerutkan dahi. Ia tak paham kemana arah pembicaraan Ai ini. “Bintang merah di artikan juga sebagai lucifer. YOWL sebelumnya, tak hanya di sekolah sempat di sebut-sebut sebagai band sesat. Walau ini mampu menarik minat pasar ketika YOWL debut, tapi isu ini tak akan bertahan lama untuk membawa YOWL ke puncak. Seperti harapan  kita.” Ai lirih pada kalimat terakhir.
“Ya Tuhan. Hampir saja aku membuat kesalahan lagi. Bintang merah simbol dari komunis juga.” Taehee menyadari kesalahannya. Bersamaan dengan itu pelayan datang membawa pesanan untuk mereka.
Ai menatap pelayan yang berjalan pergi, lalu kembali menatap Taehee. “Minhyuk dan Jaejin, mereka mendapat julukan ‘The Blue Twins’, itulah kenapa bintang hanya di berikan pada mereka. bintang kuning dan bintang biru ini merangkum keempat member YOWL yang bersinar, seperti yang Ibu Presedir katakan.”
Taehee mengangguk-anggukan kepala. “Lalu bukankah YOWL identik dengan warna hitam dan merah, kenapa ada biru dan kuning?”
“Warna dasar. Empat warna dasar, merah, hitam, biru dan kuning. Dari empat warna ini nantinya akan terbentuk warna-warna indah lainnya. Itulah YOWL. Mereka memiliki warna musik yang berbeda namun menciptakan harmoni yang indah dan mampu di terima masyarakat. Tentang font untuk penulisan YOWL, kami memilih Goudy Stout, agar tak terkesan umum. Di luar sana banyak sekali yang menggunakan Old English Text MT, itu terlalu umum.”
“Kami?? Ini kau Fujiwara. Luar biasa.” Taehee tersenyum kagum. “Tadinya aku ingin memakai konsep api, air, udara dan logam untuk mereka.”
“Harusnya air, api, udara dan tanah.” Ralat Ai membuat Taehee tertawa kecil. “Itu juga terlalu umum.”
“Iya kau benar.”
“Konsep warna juga umum.”
“Ah, anak ini. Tapi Yew, Onyx, Wren dan Luminious itu berbeda. Kita akan mulai dengan konsep ini.”
“Tak ada yang ingin di rubah?”
“Tidak ada. Aku setuju pada konsep ini.”
“Onni!” Hyerin tiba-tiba menyela. Ia berdiri kesal menatap Taehee. Ai dan Minki menatapnya heran. Sukjin serba salah melihat situasi ini.

Taehee sibuk dengan panggilan dalam ponselnya. Hyerin duduk di samping Sukjin berhadapan dengan Minki dan Ai. Setelah situasi sempat numb, Sukjin mulai bicara. Ia memperkenalkan siapa Hyerin sebenarnya pada Ai dan Minki. Jika Minki menyambutnya ramah, Ai terkesan cuek. Dia benar tak jauh beda dari Jaejoong. Batin Hyerin melihat sikap Ai.
“Jadi Nona Hyerin ini, Yowlism? Wah, menakjubkan.” Minki setelah Sukjin menyelesaikan penjelasannya. “Senang bertemu dengan Anda.” Sambil tersenyum manis dan tulus pada Hyerin.
“Temanku, Song Hami tak hentinya bercerita tentang pertemuannya dengan kalian berdua semalam di Hongdae. Aku iri dan ketika mendapat info tentang pertemuan ini, aku bergegas pergi, tapi kalian tak ada di sana, kantor CSE. Beruntung ada yang memberitahuku jika kalian bertemu di sini. Beruntung juga tak terlambat.”
“Penuh perjuangan sekali ya?” Komentar Minki.
“Lumayan.” Hyerin mengalihkan tatapan dari Ai pada Minki. “Jadi, Anda Lee Minki?”
“Iya.”
“Oh. Bagaimana bisa seorang Korea mendapatkan adik seorang Jepang?”
“Aku pengasuh Ai. Kami tumbuh bersama-sama dan menjadi begini akrab seperti kakak beradik yang sesungguhnya.”
“Wah, drama sekali.”
“Dia Oppaku!” Sela Ai menegaskan.
“Aku tahu. Dan menurutku kau memang sama sekali tak memiliki wajah Jepang.” Hyerin membalas tatapan Ai. “Apa benar jika kau sebenarnya adalah orang Korea asli? Kau itu sangat misterius. Aku menyukaimu sekaligus membencimu. Andai saja kau sedikit terbuka. Yolwism pasti akan senang.”
“Aku bukan The Wacky Way of YOWL lagi. Seandainya aku masih menyandang gelar itu, tak aka nada untungnya jika kau sedikit terbuka. Yowlism tak akan mempermasalahkan itu. Aku rasa kau sudah paham akan hal ini.”
Hyerin terdiam namun masih menatap Ai. Ya ampun! Apa perasaan Ai dan Jaejoong terhubung? Ia seolah membalas kekesalan Jaejoong padaku dengan melancarkan serangan ini. Gumam Hyerin dalam hati.
“Ini bukan politik balas dendam. Tenang saja.” Kata Ai membuat Hyerin terkejut.
Apa dia bisa membaca pikiranku? Batin Hyerin.
Ponsel Ai berdering. Ia segera permisi menjauh untuk menerima panggilan itu. Hyerin masih mengamati Ai. Kemudian ia menghela nafas dan menemukan Minki yang tersenyum menatapnya.
“Mungkin aku keterlaluan.” Hyerin terlihat menyesal. “Aku tak bermaksud membuatnya kesal di pertemuan pertama kami ini.”
“Belakangan ia sedikit sensitive. Aku mohon maafkan sikap adikku.” Minki justru balik meminta maaf.
***
“Kau berjanji akan datang berkunjung setiap akhir pekan. Tapi kenapa kau menunggu telefon dariku untuk datang? Ini menyakitku.” Jinyoung terlihat serius.
Ai merasa bersalah melihat ekspresi Jinyoung. “Maafkan aku, Appa. Aku pantas di hukum.”
Jinyoung tersenyum dan mengelus kepala Ai. “Appa yang seharusnya minta maaf. Appa yang seharusnya sering-sering menjengukmu, Nak.” Ai menatap curiga pada Jinyoung. “Ada apa?”
“Orang-orang itu. Appa yang memerintah mereka?”
“Hem?? Orang-orang itu??”
“Bibi Han dan yang lain. Appa menemui mereka bukan? Dan Appa meminta mereka mendukungku di Jeonggu Dong?”
“Aku hanya menemui mereka untuk menitipkan putriku ini pada mereka. Tak ada hasutan lain.”
“Sungguh??” Ai mengadili Jinyoung dengan tatapan curiganya.
“Untuk apa berbohong? Bukankah kau ingin membangun kepercayaan atas kekuatanmu sendiri? Bukan bertameng pada ketenaran orang tuamu? Aku masih memegang janjiku padamu, tak akan ikut campur kecuali kau memintanya.”
Ai diam, berpikir. Benar juga apa yang dikatakan Jinyoung. Kecurigaannya salah. Tiba-tiba Jinwoon menyela dan tanpa permisi pada Jinyoung, ia langsung menggandeng tangan Ai. Tanpa menunggu persetujuan Ai, Jinwoon membawa Ai pergi. Jinyoung di buat tertegun atas ulah Jinwoon.
Jinwoon membawa Ai ke kamarnya dan mengunci pintu. Ai di buat bingung dan panik melihat tingkah Jinwoon. Ini aneh. Menurut Ai.
“Op-pa… ada apa?” Tanya Ai.
Jinwoon mengabaikan pertanyaan Ai. Jinwoon mengambil amplop coklat di atas meja belajarnya dan memberikannya pada Ai.
“Apa ini?” Ai dengan ekspresi tak paham.
Jinwoon menghela nafas, membawa Ai duduk di tepi ranjang. Kemudian Jinwoon membuka amplop coklat itu dan memberikan isinya pada Ai. Mata bulat Ai melebar melihat foto di tangannya.
“Oppa, ini?!!”
“Setelah Daehyun, kali ini aku yang mendapatkannya. Foto itu dan tulisan yang sama, ‘bagaimana jika ini tersebar?’. Itu saja. Tulisan yang sama dan ketikan yang sama. Aku rasa pengirimnya sama. Bagaimana kau bisa begitu ceroboh? Sedang sampai detik ini tak ada yang tahu tentang hubunganmu yang sebenarnya dengan Hanbyul.”
“Ini… di Jeonggu Dong.” Ai meletakan foto berukuran 10R itu. “Setelah kami bersama-sama ke Idea. Aku, Hanbyul, Myungsoo dan Hyuri.”
Jinwoon melirik kesal foto Hanbyul mencium Ai yang tergeletak di ranjang. “Aku harap ini hanya di kirim padaku saja. Tidak pada Daehyun juga. Bisa fatal akibatnya.”
Ai menghela nafas panjang. “Tunggu! Apakah pelakunya… orang Jeonggu Dong??”
“Em??” Jinwoon menaruh perhatian penuh pada Ai.
“Hah, benar yang dikatakan Wonbin. Sasarannya adalah aku. Bukan YOWL, Jaejoong atau Hanbyul.”
“Jika benar orang Jeonggu Dong, siapa? Kau mencurigai seseorang?”

Ai duduk di kamarnya. Ia menatap dua amplop coklat dengan ukuran sama, berisi foto dengan ukuran sama 10R dan di baliknya terdapat kertas dengan tulisan ‘bagaimana jika ini tersebar?’ dengan menggunakan font Chiller berwarna merah. Surat ancaman yang sempurna. Menurut Ai.
***
Untuk pertama kalinya keempat member YOWL menunjukan senyum tulus pada Taehee. Taehee benar di buat senang melihatnya. Senyum-senyum anak-anak yang menurutnya bandel itu.
“Selanjutnya, kami harus bertemu dengan orang tua kalian untuk tanda tangan kontrak. Karena kalian masih SMA dan berada di bawah perwalian orang tua masing-masing, maka orang tau kalian harus turut hadir dalam penandatanganan kontrak YOWL nanti.” Kata Taehee. “Kami perlu membicarakan ini dengan orang tua kalian.” Imbuh Taehee membuat wajah Jaejoong makin meredup.
Wonbin, Jaejin dan Minhyuk mengangguk paham. Hanya Jaejoong yang menunduk lesu. “Kim Jaejoong? Ada masalah?” Tanya Taehee menyadari ekspresi Jaejoong.

Jaejoong keluar lebih dulu. Wonbin mengejarnya. Jaejin dan Minhyuk berjalan cepat di belakang Wonbin.
“Tunggu.” Wonbin memegang pundak Jaejoong. Memaksa Jaejoong berhenti. Jaejoong menghentikan langkahnya namun masih membelakangi Wonbin. “Ini hanya masalah perwalian.”
Jaejoong berbalik menghadap Wonbin. “Aku baik-baik saja.”
“Tidak bisakah kau sedikit luluh? Untuk urusan ini saja.”
“Seperti yang kau tahu, dia tak pernah merasa memiliki putra di Jeonggu Dong. Aku hidup sendiri di sana, bersama mendiang ibu dan adikku, Taerin. Ini tak akan mudah. Apalagi jika aku di bandingkan dengan Kim Youngduk.”
“Kau setara dengannya kini. Kau bukan anak berandalan lagi tapi kau leader dari band rock besar, YOWL.” Jaejin menyemangati.
“Ibumu memang sudah meninggal, tapi tidak dengan ayahmu. Cepat atau lambat fakta tentang kita, baik atau buruk akan mencuat ke permukaan.” Sambung Minhyuk.
Jaejoong menghela nafas panjang. “Aku akan mengurusnya. Kalian jangan khawatir lagi. Aku pastikan semua akan beres saat tanda tangan kontrak nanti.”
Wonbin, Jaejin dan Minhyuk tersenyum. Mereka percaya pada janji Jaejoong.
***
Ai berjalan tak konsentrasi. Terlihat dengan jelas jika ia berjalan sambil melamun. Moonsik yang tak sengaja melihat Ai segera menyapanya. Ai menghentikan langkah dan mengamati banyaknya paket yang di bawa Moonsik dalam kereta dorongnya.
“Tak sebanyak ketika Nona berulang tahun.” Moonsik tersenyum lebar.
“Tetap saja merepotkan.”
“Oh, iya. Bisa kah Nona membantuku?”
“Mengantar barang-barang ini pada murid atau guru?”
“Bukan. Hanya ini.” Moonsik memberikan sebuah amplop putih panjang pada Ai. “Untuk Jang Hanbyul.” Moonsik berbisik.
“Dari Amerika?” Ai mengamati surat di tangannya.
“Ini pertama kalinya ia mendapat surat di sekolah. Terima kasih atas bantuannya.” Moonsik tersenyum dan pergi.
Ai masih mengamati surat untuk Hanbyul di tangannya. Ia menggelengkan kepala kemudian pergi.
-------
Pulang sekolah Hanbyul berlatih basket bersama tim basket sekolah di lapangan basket indoor. Karena tak mungkin menunggu Hanbyul hingga selesai latihan, Ai memilih mengantar surat yang di titipkan Moonsik padanya. Hanbyul terkejut melihat Ai muncul saat ia latihan. Sejak resmi pacaran, Ai tak pernah menunggui Hanbyul latihan atau sekedar menjenguknya. Tapi hari ini Ai tiba-tiba muncul. Itu membuat Hanbyul kaget dan juga senang karena Ai sempat melihat permainan Hanbyul.
Hanbyul tersipu. Wajahnya bersemu merah sambil berjalan mendekati Ai. “Kau kemari? Tumben…”
Ai menunjukan surat di tangannya. “Paman Moonsik memintaku memberikannya padamu.”
Hanbyul menatap surat di tangan Ai sejenak, kemudian beralih menatap Ai. Ai merasa ada kejanggalan dalam tatapan Hanbyul padanya. Hanbyul meraih tangan Ai dan menuntunya pergi meninggalkan lapangan basket indoor.

Hanbyul dan Ai duduk berdampingan di tepi danau di bawah pohon rindang. Keduanya terdiam menatap danau buatan di taman belakang sekolah.
“Ada masalah?” Tanya Ai setelah beberapa menit terdiam menemani Hanbyul. Ia memperhatikan Hanbyul yang memainkan surat di tangannya masih menatap danau. “Ekspresimu berubah ketika melihat surat itu. Ada apa sebenarnya?”
Hanbyul menghela nafas panjang dan menunduk, menghentikan gerak tangannya memainkan surat di tangannya. “Aku takut membukanya.”
“Takut?? Kenapa?? Surat itu dari Amerika? Dari kedua orang tuamu?”
Hanbyul tak menjawab. Hanya mengulurkan surat di tangannya pada Ai. Ai menatap Hanbyul sejenak, kemudian menerima surat itu. Hanbyul kembali menatap danau. Ai melihat kegundahan dalam sorot mata itu. Ai yang benar penasaran segera membuka surat itu dan membacanya. Ai menurunkan kertas surat yang ia baca dan meletakannya dalam pangkuannya. Ai tersenyum lesu menatap danau.
  
  
---TBC---
 
  shytUrtle
 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews