The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)

04:35

The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
            다음 이야기 화성 아카데사랑, 음악과
 
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미사랑, 음악과
. Author: shytUrtle
. Rate: Serial/Straight
. Cast
- Fujiwara Ayumu (
藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (
김재중)
2. Oh Wonbin (
오원빈)
3. Lee Jaejin (
이재진)
4. Kang Minhyuk (
강민혁)
- Song Hyuri (
송휴리)
- Kim Myungsoo (
김명수)
- Jang Hanbyul (
장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1


New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
   

Cinta, musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang dan hidup…
 
 
EPISODE #8
Taerin tersenyum manis pada Wonbin yang masih berdiri tertegun, membuka separuh pintu dorm YOWL.
“Siapa yang datang?” Jaejin menyusul. “Oh! Jaejoong, ini kejutan untukmu!”
Jaejoong juga Minhyuk segera bangkit dari duduknya menuju pintu. “Eh, Taerin. Wah, benar-benar kejutan.” Sambut Minhyuk hangat.
Taerin pun masuk, namun sikap Jaejoong datar melihatnya. Jaejoong berharap Taerin datang bersama Ai, namun ia tahu itu tak mungkin. Taerin datang berkunjung di temani Seunghyun. Melihat ekspresi Jaejoong, Taerin paham jika kedatangannya sedikit tak diharapkan, mungkin. Demikian pikir Taerin. Beruntung Minhyuk dan Jaejin menjamunya juga Seunghyun dengan ramah. Taerin sedikit terhibur.

“Mereka semakin akrab, apa mereka pacaran?” Jaejin berbisik. “Taerin dan Seunghyun?”
“Ah, aku rasa tak mungkin. Taerin, Seunghyun. Sebenarnya aku menyukai gadis itu. Manis dan pintar.” Minhyuk yang berada di dapur bersama Jaejin. Wonbin menggeleng dan memilih masuk ke kamarnya usai minum.
“Jaejoong tak mungkin mau punya adik ipar playboy sepertimu!” Olok Jaejin.
“Aku tidak playboy! Tapi gadis-gadis itu yang mengejarku!”
“Ish! Itu kau karena kau selalu tebar pesona. Dulu kau mengatakan sangat menyukai Ai. Lalu ketika gadis-gadis itu muncul, kau seolah lupa pada Ai. Saat berkunjung ke taman bunga milik Ai yang di rawat Keluarga Kang, kau juga sempat curi-curi perhatian pada si bungsu Kang Jiyoung. Lalu sekarang, kau mengatakan menyukai Taerin. Yang benar yang mana? Kesimpulanku, Kang Minhyuk itu playboy!”
“Kau iri kan?”
“Ish! Untuk apa aku iri??”

Jaejoong duduk berhadapan dengan Taerin di ruang tamu. Seunghyun duduk di samping Taerin. “Terima kasih telah menjaga Taerin.” Jaejoong memulai.
“Aku tidak melakukan apa-apa, Hyung.”
Jaejoong tersenyum tulus lalu menatap Taerin. “Semua baik-baik saja?”
“Em.” Taerin mengangguk. “Hari jum’at adalah hari kunjungan keluarga bagi seluruh artis yang berada dalam naungan Caliptra Seta Entertainment, itu dari informasi yang aku dapat. Karenanya, aku kemari.”
“Apa kabar Jeonggu Dong?”
“Ah, ini sedikit rumit, Hyung. Tentang Ai Nuna, bukan? Setelah peristiwa tawuran kala itu, masih perang dingin dengan para pembangkang, setahuku hingga kini. Tapi ada rumor jika para pembangkang mulai mengibarkan berdera perang.”
Jaejoong mengerutkan dahi. “Bagaimana di sekolah?”
“Beres, sepertinya. Mungkin bantuan Viceroy. Para Pangeran itu terlihat menjaga Ai Nuna dengan baik kini. Sedikit aneh memang, tapi menyenangkan, menurutku.”
Mimik wajah Jaejoong berubah. Ekspresi Taerin turut berubah menatap Jaejoong. Ia merengut. Terlihat tak menyukai obrolan ini.
“Tapi Hyung jangan khawatir. Masih banyak yang memberi dukungan pada Ai Nuna di Jeonggu Dong. Aku pun di pihaknya. Ai Nuna punya misi keren untuk Jeonggu Dong. Aku ingin membantu itu. Tapia pa yang bisa aku lakukan?”
-------
Taerin dan Seunghyun berjalan berdampingan menyusuri jalanan Jeonggu Dong yang lenggang. Taerin menunduk dan diam sepanjang perjalanan.
“Ekspresimu itu…” Seunghyun memecah kebisuan.
“Kau ingin membantu Fujiwara Ayumu? Inilah saat yang baik. Kesempatan untukmu.”
“Aku tak punya keahlian, Taerin. Kau tahu itu.”
“Kau mahir memainkan gitar. Kau bisa mendekatinya.”
“Bisa memainkan gitar dan mendekatinya?”
“Siapa tahu Fujiwara Ayumu akan membentuk band baru, kau punya kesempatan mengisi posisi gitaris bukan? Kau berbakat dan pantas di perhitungkan. Andai orang-orang menyadari hal ini.”
“Setelah YOWL terkenal? Ai Nuna akan mendirikan band baru? Aku rasa tidak. YOWL seperti belahan jiwa bagi Ai Nuna. Apa kau tak menyadari bagaimana perubahannya setelah YOWL pergi?”
“Hah, semua orang memperhatikannya. Sepertinya hanya aku yang tak tahu. Itu adalah pilihannya. Harusnya ia tahu konsekwensi dari tindakan yang ia ambil. Setelah bertindak menjadi pahlawan, kini menyesalinya? Apa yang ia lakukan hanya untuk menyelamatkan impiannya dan pertarungan pamor dari Viceroy dan Red Venus.”
“Maksudmu menjadi terkenal? Itu bukan impian Ai Nuna.”
“Aku lupa jika kau Yowlism yang sangat mengikuti perjalan karir mereka dan sangat memperhatikan Fujiwara Ai Ayumu. Apa kau yakin dan bisa menjaminnya jika menjadi terkenal bukanlah impian Fujiwara Ayumu? Kau berpendapat seperti yang lain? Jika yang paling menginginkan hal itu adalah Jaejoong Oppa? Merubah image Jeonggu Dong melalui musik YOWL. Siapa yang paling berambisi merubah image Jeonggu Dong? Fujiwara Ayumu! Bukan Jaejoong Oppa. YOWL hanya alat bagi Fujiwara Ayumu.”
“YOWL bukanlah alat bagi Ai Nuna. YOWL tak akan berjalan hingga kini jika mereka tak punya visi dan misi yang sama. Kau melihat mereka terlihat tak nyaman bersama dalam YOWL? Aku tidak melihatnya. Bahkan rasa tak nyaman itu mencuat ketika mereka terpisah. Mereka bekerja sama atas dasar suka sama suka, mau sama mau. Tidak alat di peralat. Sama-sama menyukai musik, sama-sama ingin merubah citra Jeonggu Dong.”
Taerin mendengus kesal. “Bagian ini yang tak aku suka setiap kali kita membahas YOWL dan Fujiwara Ayumu. Cek-cok. Maaf aku bukan Yowlism dan aku tak tahu banyak.” Taerin terlihat kesal. Begitu dongkol terasa dalam dadanya. Ia berjalan pergi.
Seunghyun menghela nafas dan menundukan kepala. Ia merasa bersalah, lagi. Seunghyun kemudian berlari kecil mengejar Taerin.
***
Ai, Minki, Kibum, Yongbae dan Wooyoung duduk mengitari meja kotak dalam basecamp. Rapat kecil untuk evaluasi. Rutin mereka melakukannya sejak memiliki basecamp. Masing-masing membawa buku yang mereka letakan di meja, tepat di depan mereka duduk.
“Jika kita bisa mendapatkan satu lahan kosong lagi, ini akan memudahkan kita, lebih menghemat waktu karena kita akan memiliki tempat penyimpanan khusus untuk stok bunga dan tanaman dari lading untuk Morning Glory Florist. Sejak YOWL menang dan terkenal, kehidupan pribadi terungkap, Morning Glory Florist makin ramai. Bersyukur karena ini. Di tambah proyek untuk seminar Nona Jang Nara kala itu. Sepertinya Nona Jang Nara juga membantu promosi. Ikebana Morning Glory Florist makin diminati.” Yongbae memulai laporannya.
“Yowlism bersorak, akun resmi kita tak akan di tutup. Mereka menunggu Official Website dari Caliptra Seta Entertaintment. Tapi masih ada perdebatan kecil antara pendukung YOWL sekarang dan pendukung Ai. Beberapa memang menimbulkan komentar pedas dan saling bash, semacam fanwar. Hehehe, maaf terlalu berlebihan.” Kibum tak mau kalah. “Oya, bukankah ada lahan kosong tak jauh dari sini? Di samping rumah Paman Hwang.”
“Tanah itu milik Tuan Jeon. Aku tak yakin padanya. Sepertinya ia lebih condong pada kubu lawan.”
“Kenapa tidak mencoba bicara padanya? Jika tak dijual, kita bisa menyewanya. Akan lebih mudah mengawasinya karena letaknya dekat dengan basecamp kita.”
“Pasti akan memasang harga mahal.”
“Di dekat florist tak ada kah? Aku rasa akan lebih aman di sana.” Sela Wooyoung.
“Tapi di sana kawasan padat penduduk.” Jawab Yongbae.
“Benar juga. Jika di dalam Jeonggu Dong, terlalu beresiko, menurutku.”
“Tapi tujuan kita adalah menarik minat orang untuk melihat sisi lain Jeonggu Dong.”
“Itu tidak akan berguna jika kita tidak bisa menjamin keamanannya.”
“Benar juga.”
Semua kembali diam. Yongbae berpikir lagi. Kibum pun sama. Wooyoung menatap Ai yang terus menunduk menatap bukunya.
“Jika kau berminat, aku akan mencoba bicara pada Tuan Jeon.” Kata Minki. “Tak ada salahnya mencoba negosiasi.”
“Strategis memang, namun tak akan mudah. Seperti yang di khawatirkan Yongbae, harga sewa selangit. Dan Wooyoung, terlalu beresiko jika kita belum bisa menjamin keamanannya.” Semua kembali diam.
“Ini sepertinya akan jadi perang besar. Perebutan wilayah di Jeonggu Dong. Keren!” Gumam Kibum. Kemudian ia tersenyum sendiri. Belakangan ini ia belajar ilmu beladiri di bawah bimbingan Bibi Han. “Aku siap untuk perang!” Imbuhnya yakin.
“Pihak lawan mulai mengumpulkan massa, aku rasa benar yang dikatakan Kibum. Akan jadi perang besar. Mungkin  juga pertumpahan darah.” Sambung Yongbae. “Aku mulai membuat catatan penting. Seperti saran Nona, memori otak kita tak selamanya bisa menampung banyak ingatan.” Kibum menahan tawa mendengarnya.
“Apa saja yang berhasil kau catat?” Tanya Wooyoung penasaran.
“Ehem!” Yongbae berdehem, siap untuk presentasi. “Ini sendiri mengejutkanku, peminat seni merangkai bunga ala Morning Glory Florist meningkat. Terutama ibu-ibu rumah tangga di komplek kita. Mereka bertanya, apakah akan ada pelatihan gratis? Beberapa pengunjung florist juga mengusulkan demikian, kenapa tidak membuka pelatihan merangkai bunga? Kelas khusus merangkai bunga ala Morning Glory Florist. Sebagian dari mereka mengaku Yowlism, pendukung YOWL dan Ai. Lalu muncul juga pertanyaan dari beberapa orang, musisi jalanan, musisi amatir Jeonggu Dong, apakah Nona berniat membentuk band baru?” Ai tersenyum mendengar bagian ini. “Eung, eum, hanya ini, untuk sementara.”
“Kelas merangkai bunga gratis harus segera di realisasikan. Ini aset.” Kibum antusias.
“Aset untuk menarik perhatian orang tentang Jeonggu Dong? Ah, itu benar Nona. Aku setuju dengan Kibum. Kita bisa melakukannya di sini.” Yongbae tak kalah semangat.
“Tapi butuh dana lagi bukan? Bagaimana kas kita? Setelah YOWL pergi, otomatis pemasukan susut bukan? Hanya mengandalkan florist, ini sedikit tak adil.”
“Dana bisa diatur.” Kata Ai. “Aku butuh jadwal basecamp. Kita harus menata ulang jadwal jika ingin segera mewujudkannya. Tapi sebelum itu, kita harus berbenah dahulu.” Ai kemudian mengurut keningnya.
Minki meliriknya. Memperhatikan ekspresi Ai. “Jika untuk pelatihan, dana yang kita miliki masih cukup.” Minki selaku pengatur keuangan meyakinkan.
“Masalahnya untuk pembenahan ini, kita akan butuh lumayan banyak dana juga. Apalagi jika negosiasi berhasil. Tapi tak perlu khawatir. Koleksi gitarku mungkin bisa membantu.”
“Jangan katakan kau akan melelangnya. Tidak, Ai. Jangan lakukan itu. Kau mengumpulkan semua itu dengan susah payah.” Kibum keberatan.
“Semua itu hanya titipan. Saat sudah tak berjodoh dengan kita, apa boleh buat?”
Kembali hening. Semua paham, untuk mencapai tujuan ini tak hanya harus berperang melawan ‘para pembangkang’, tapi juga membutuhkan modal yang tidak sedikit. Sejak memiliki keinginan untuk merubah citra Jeonggu Dong, Ai telah mengeluarkan banyak dana. Dengan dikibarkannya bendera perang dari pihak lawan, ini akan semakin mempersulit keadaan dan pasti menambah biaya untuk pendanaan setiap proyek yang akan dimulai. Yongbae menatap Kibum dan Wooyoung yang tertunduk. Ai mengurut keningnya. Minki sibuk dengan buku catatan di hadapannya.
“Oh!” Wooyoung yang kebetulan duduk mengahadap pintu kaget saat mengangkat kepala.
Semua turut menatap ke arah pintu basecamp yang terbuka pada satu sisi daun pintu saja. Shin Ae sudah masuk dan berdiri dengan pose bak super model yang menjadi iklan sebuah produk. Shin Ae tersenyum lebar. Kemudian kedua tangannya ia rentangkan semakin membuat penasaran orang-orang yang sedang duduk mengitari meja ini. Shin Ae kembali tersenyum melihat ekspresi penasaran Yongbae, Ai, Minki, Wooyoung dan Kibum. Bibi Han, Yoo Jaesuk, Choi Seunghyun (TOP), dan Tuan Jeon masuk, berdiri di samping kanan dan kiri Shin Ae. Ai terkejut melihat kedatangan orang-orang ini ke basecamp. Sampai-sampai Ai bangkit dari duduknya, masih tertegun menatap ke arah pintu. Kelima orang ini berjalan mendekat. Minki, Yongbae, Kibum dan Wooyoung turut berdiri. Bibi Han, Yoo Jaesuk, Choi Seunghyun, Shin Ae, dan Tuan Jeon berhenti. Dua kubu ini saling menatap. Sejenak suasana jadi hening.
“An-da sekalian, kemari?” Tanya Yongbae.
“Ada rencana bagus tapi tak membaginya dengan kami. Kalian lupa dulunya tempat ini milik siapa?” Jawab Bibi Han.
“Bendera perang telah dikibarkan. Sudah waktunya menentukan pilihan, mana yang akan didukung.” Sambung Yoo Jaesuk.
“Kami datang untuk memberi dukungan pada Nona Besar.” Choi Seunghyun yang lebih di kenal sebagai TOP melanjutkan.
“Silahkan duduk.” Kibum minggir dan segera berdiri di belakang Ai bersama Minki. Wooyoung dan Yongbae menyusul. Ai turut duduk bersama Bibi Han, Yoo Jaesuk, TOP dan Tuan Jeon. Ai menatap Bibi Han.
“Bukan aku yang membujuk mereka. Sungguh. Mereka datang padaku dan kami bersama-sama kemari.” Sanggah Bibi Han. Lalu Ai beralih menatap Shin Ae.
“Aku hanya mengantar saja.” Jawab Shin Ae sambil tersenyum nyengir.
Ai menghela nafas, berlaih menatap Jaesuk. “Aku tidak melakukan apa-apa walau dari awal aku di pihakmu. Ups, maksudku di pihak Nona.”
“Ini membuatku sangat tersanjung. Terima kasih, apapun alasannya.” Kata Ai.
“Ada yang ingin membawa Jeonggu Dong pada arah yang lebih positif, bagaimana aku tak tertarik?” Ungkap Jaesuk. “Gunakan aku, seperti yang sudah-sudah.”
“Walau aku sempat meragukan Nona, tapi sekarang aku bisa yakin sepenuhnya.” TOP tersenyum tulus.
“Semua… tahu??” Ai menatap Bibi Han. Bibi Han mengangkat kedua bahunya. “Aku tahu Bibi sedang berbohong!” Ai lengkap dengan tatapan tajamnya. Mengadili Bibi Han.
Bibi Han menghela nafas. “Beberapa waktu lalu Tuan Besar Jung kembali berkunjung, mengumpulkan sisa-sisa orang kepercayaannya di Jeonggu Dong. Hanya untuk menitipkan Nona pada kami, tak lebih.”
“Walau aku banyak berhutang budi pada Tuan Besar Jung, tapi bukan itu yang menjadi alasan aku mendukung kubu ini. Semangat dan kerja keras kalian, itu membuatku salut sekaligus iri. Terlebih untuk Nona yang bertahan tak menunjukan jati diri sebagai putri bungsu Tuan Besar Jung. Membuatku salut. Betapa beraninya gadis kecil ini. Apa yang membuatnya begitu percaya diri dan merasa mampu?”
“Ini terlalu berlebihan. Terima kasih. Karena Jeonggu Dong adalah tanah kelahiran mendiang ibu dank arena aku sempat merasa terasing ketika di luar sana. Merasa tak nyaman juga taka man. Aku tak ingin selamanya generasi yang lahir dan tumbuh di Jeonggu Dong merasakan apa yang kami rasakan. Itu saja.” Ai diam sejenak. “Lalu Tuan Jeon?”
“Gadis kecil itu,” Tuan Jeon menggerakan kepala menunjuk Shin Ae, “terus membicarakan keluhan Yongbae tentang rencana pengembangan basecamp ini. YOWL yang telah pergi juga tentang visi misi basecamp ini, hampir setiap hari, setiap kali ia membantuku mengantar pesanan susu kedelai. Aku membayangkan betapa menyenagkan dan menguntungkannya jika orang-orang diluar sana lebih mengenal kita. Tidak hanya sebagai kampung preman, penjahat dan berandalan. Jika pemikiran mereka berubah tentang Jeonggu Dong. Orang-orang dengan kemampuan minim seperti kami seolah mendapat angin segar mendengar visi dan misi basecamp ini. Aku tahu ini tak akan mudah, tapi aku telah memutuskan untuk mendukung Nona Fujiwara. Basecamp… aku rasa tempat ini harus punya nama.”
“Ai sedang memikirkannya.” Ungkap Kibum bangga.
“Aku tak bisa menjanjikan apa-apa, karena sampai detik ini, tak ada yang bisa aku lakukan. Ini tak semudah yang aku bayangkan. Tapi jika Anda sekalian benar ingin bekerja sama, kami membuka pintu lebar-lebar.”
Semua diam, saling melempar pandangan. “Tak ada yang bisa aku lakukan?” Kata Jaesuk tiba-tiba. “Lalu kemenangan YOWL? Langkah awal sudah dimulai, bahkan jauh sebelum YOWL memenangkan festival musik itu. Virus Jeonggu Dong mulai melanda Hwaseong Academy bukan?” Semua tertawa.
“Tuan Jeon, lahan kosong di samping rumah Paman Hwang, apakah akan di biarkan terbengkalai seperti itu?” Tanya Yongbae.
“Aku tidak bisa menjualnya, tapi jika dibutuhkan, kalian bisa memakainya.”
“Memakai saja atau menyewa?” Goda Kibum.
“Tentu saja menyewanya.” Jawab Tuan Jeon yang kemudian diikuti tawa yang lain.
Ai tersenyum lega. “Terima kasih Tuan Jeon. Terima kasih Bibi Han, Paman Jaesuk dan… TOP Sunbaenim.”
“Sunbaenim?? Hahaha… OK, OK.” TOP terbahak mendengar dirinya di sebut sebagai senior.
“Kalian tega sekali meninggalkan aku!” Pria paruh baya itu buru-buru masuk basecamp. “Apa tukang tahu ini tak boleh bergabung juga?!” Protesnya kesal.
“Paman Hwang??” Lagi-lagi Ai dan teman-temannya dibuat terkejut.
“Anak nakal! Kau lupa siapa yang mengajari anak-anak YOWL bermain alat musik tradisional?” Sambil memukul pelan kepala Ai.
“Maafkan aku Paman.”
“Aku hanya bercanda. Jangan buang waktu lagi. Ayo kita mulai perjuangan kita.”
Ai tersenyum menatap kehangatan kebersamaan dalam basecamp malam ini. Ia terharu dan tersanjung karena ulah orang-orang ini. Air mata itu hampir tumpah, Ai berusaha keras menahannya dan terus tersenyum bersama-sama orang-orang ini.
-------
Minki dan Kibum yang berjalan di samping kanan dan kiri Ai ikut senyum-senyum sendiri melihat ekspresi berseri Ai.
“Benar-benar tak terduga ya?” Kibum memulai obrolan. “Aku jadi makin percaya pada kutipanmu ini, orang dengan niat baik pasti akan selalu dinaungi dengan kebaikan pula walau jalan yang ia lalui sangat terjal.”
“Aku sangat bersemangat saat ini. Bersama-sama kita akan memulai perjuangan ini. Tapi aku tak mau ada pertumpahan darah. Para pembangkang itu pasti akan main kotor nantinya. Kita akan mengerjakannya satu per satu. Ah, rasanya ingin berhenti sekolah saja. di sana sangat membosankan dan di sini sangat menyenangkan.”
“Eits! Kau lupa apa kata Paman Jaesuk tadi? Virus Jeonggu Dong mulai melanda Hwaseong Academy bukan? Nah, kita selangkah lebih maju, kenapa kau malah ingin mundur?”
Ai menghela nafas panjang. “Sempat terpikir olehku.”
“Urungkan saja.” Kibum merangkul Ai. “Seperti yang kau katakan, kita akan mengerjakannya satu per satu.”
“Gemar sekali mengulang kutipan orang.” Olok Minki sambil tersenyum kecil.
“Aku tak pandai berkata bijak sepertimu, Hyung.”
“Oya, besok kau ikut mengunjungi YOWL?” Ai terdengar ringan.
“Besok?? Bukannya hari kunjungan keluarga adalah hari ini?”
“Kau lupa jika kita ini tim inti dari YOWL? Kita punya tiket emas.” Minki ikut merangkul Ai. “Ikut tidak?”
“Tentu saja. Aku juga kangen Jaejin.”
“Omo! Jadi benar terjadi sesuatu diantara kalian? Kibum dan Jaejin saling…” Ai kemudian berlari.
“YA! Apa yang kau katakan! Jangan menyebarkan gosip!” Kibum terus ngomel dan mengejar Ai.
Minki tersenyum dan menggeleng pelan. Ia menghela nafas kemudian. Ia sedikit lega. Setidaknya malam ini ia kembali melihat senyum riang Ai yang seolah tenggelam belakangan ini.
***
Sabtu yang lumayan sibuk bagi Ai. Di mulai pertemuan pagi dengan Nyonya Shin, nenek Hyuri. Ai memenuhi panggilan Nyonya Shin pagi ini. Seperti biasa, dalam kunjungan kali ini Ai juga membawa Ikebana untuk Nyonya Shin.
“Kali ini kau membawa rangkain bunga yang berbeda.” Setelah membawa Ai duduk di ruang keluarga.
“Untuk permintaan maaf saya pada Nyonya. Hampir saja saya mencelakai Hyuri. Selain itu, saya juga kembali membuat kekacauan dalam Hwaseong Academy. Saya benar-benar minta maaf untuk semua kekacauan ini.” Ai menundukan kepala dalam-dalam.
“Kau pikir aku memintamu datang hari ini karena alasan itu?”
Ai kembali mengangkat kepala dan menatap heran Nyonya Shin. “Tentu saja. Tak ada alasan lain, bukan?”
“Nenek terus mengkhawatirkanmu.” Sela Hyuri. “Karena itu aku mengundangmu kemari. Jika bertatap muka langsung seperti ini bukankah lebih baik?”
“Nyonya mengkhawatirkan saya?”
“Setelah kecelakaan itu, lolosnya YOWL tanpa dirimu dan tawuran itu. Aku tak yakin jika kau benar baik saja. Dokters Song juga sempat bercerita tentang Hyuri. Maafkan kami.”
“Nyonya tak harus minta maaf. Tuan dan Nyonya Song wajar melakukan hal itu.”
“Membuat Hyuri ku bersedih lagi kau nilai wajar?”
“Maaf.”
“Benar ini tak mudah bagimu, bukan?”
“Itu benar.” Ai mengangguk. “Beruntung saya memiliki orang-orang hebat di sekitar saya. Salah satunya, Song Hyuri.” Hyuri tersipu mendengarnya. “Lalu, apakah benar saya akan di keluarkan dari sekolah?”
“Tanpa meragukanmu, aku yakin kau telah siap untuk konsekwensi apapun dari insiden itu. Tapi, aku akan tetap mempertahankanmu dalam Hwaseong Academy.”
“Apa ini permohonan Hyuri??” Hyuri segera menggeleng antusias. “Tolong jangan berbelas kasih pada saya. Jika peraturannya demikian, Nyonya harus tetap menegakannya.”
“Sedikit fatal memang, tapi tak adil jika hanya menilai dari satu sisi yang kontra terhadapmu. Aku juga meminta pendapat sisi yang pro padamu. Mungkin kau sendiri tak menduganya. Sisi pro lebih banyak daripada kontra. Bukan hanya dari pendapatku sendiri, karena dukungan sisi pro juga yang membuatku mempertahankanmu.”
“Aku harus berterima kasih pada sisi pro, siapapun mereka.”
“Jadilah seperti batu karang yang tetap berdiri tegar walau di terjang ribuan ombak.”
Obrolan berlangsung cukup lama dan hangat. Ai kembali mendapat angin segar. Ia menimbang ulang keputusannya untuk mengundurkan diri dari Hwaseong Academy. Seperti yang dikatakan Nyonya Shin, ini akan membawa dampak juga pada YOWL yang sedang serius memulai karir mereka. Ai berhenti di depan gerbang.
“Kenapa tak tinggal lebih lama?”
“Aku sangat sibuk hari ini. Kau bosan di rumah?” Hyuri mengangguk. “Telfom Myungsoo, ajak dia pergi.”
“Tanpamu mana bisa.”
“Hah, benar-benar menyesal. Aku tak bisa membantumu kali ini.”
“Tak apa. Kau sudah banyak berkorban untukku.” Hyuri tersenyum tulus.
Ai membalas senyum lalu pamit pergi.
***
“Hah, lelahnya.” Keluh Minhyuk saat memasuki dorm YOWL. “Omo! Apa yang terjadi?” Ia terkejut melihat dorm sudah bersih dan rapi.
Jaejin menyelinap masuk. “Apa aku tak salah lihat?”
Jaejoong dan Wonbin masuk berurutan. Tak jauh beda dari Minhyuk dan Jaejin, keduanya juga terkejut melihat dorm sudah bersih dan rapi. Hidung Jaejin mengendus bau masakan sedap dari dapur. Ia bergegas menuju ke sana di susul Minhyuk, Jaejoong dan Wonbin.
“Kibum???” Jaejin seolah tak percaya pada apa yang di lihatnya. “Kau di sini??”
“Bagaimana kau bisa masuk?” Tanya Minhyuk.
“Kau yang membersihkan semua?” Sambung Jaejoong.
“Kau sendirian?” Wonbin turut bertanya.
“Biar aku selesaikan ini dulu. Silahkan istirahat dan menunggu.” Kibum tak menjawab semua pertanyaan itu.
“Aku bantu!” Jaejin berubah antusias kemudian benar membantu Kibum memasak.
“Aku akan menyiapkan meja makan!” Minhyuk pun tak kalah antusias.
‘Kibum di sini? Sendiri?’ Batin Jaejoong sambil berjalan menuju kamarnya.

Jaejoong terbelalak ketika membuka pintu kamarnya. Ai sibuk merapikan kamar Jaejoong dengan menggunakan satu tangannya. Jaejoong mengerjapkan mata. Ini kenyataan. Ia tersenyum lebar.
“Oh!” Ai menoleh dan menyadari keberadaan Jaejoong. “Kau sudah pulang?” Sambil melepas headset di kedua telinganya.
Jaejoong menghampiri Ai dan langsung memeluknya. “Ini benar-benar kau,” bisiknya.
“Hey, ini hanya aku.” Ai merasa sikap Jaejoong berlebihan.
“Biarkan seperti ini, sebentar saja.” Jaejoong masih berbisik.
-------
Minki kembali membawa banyak belanjaan. Wonbin segera membantunya.
“Itu nanti saja. kita makan dulu.” Kata Kibum sambil membawa hidangan terakhir ke meja makan.
Minki dan Wonbin bergabung bersama yang lain, duduk mengitari meja makan. Bersiap makan siang. Kibum memimpin do’a sebelum mereka semua makan. Dorm terasa hangat dan riang siang ini. Ada canda tawa di sela makan siang bersama. Akhirnya mereka bisa berkumpul bersama lagi hari ini. Jaejin dan Minhyuk bagai burung yang bersiul bersahutan. Keduanya tak hentinya bercerita.
Usai makan siang, Jaejin membantu Kibum merapikan meja dan mencuci semua peralatan masak dan makan. Minhyuk membantu Minki menata buah-buahan dan makanan di kulkas. Ai, Jaejoong dan Wonbin duduk di ruang tamu.
“Syukurlah jika tidak ada teror yang dikirim pada kalian.” Ai lega.
“Tiba-tiba bertanya demikian, pasti terjadi sesuatu.” Wonbin curiga.
“Aku tahu aku tak bisa bohong pada kalian.” Ai lebih fokus menatap Jaejoong.
“Ada hubungannya denganku?” Tanya Jaejoong.
“Janji tak akan marah, baru aku mau cerita.” Ai mengajukan syarat. Jaejoong diam sejenak lalu mengangguk. “Sebelumnya aku katakan, ini tak seperti yang kalian kira.” Ai menyerahkan amplop coklat yang baru ia keluarkan dari tasnya pada Jaejoong.
Wonbin lebih merapat pada Jaejoong. Ia penasaran pada isi amplop itu. Jaejoong terbelalak kaget melihat foto Youngduk memegang tangan Ai. Tampak begitu mesra dengan duduk berhadapan seperti itu. “Bagaimana ini terjadi?!” Nada bicara Jaejoong sedikit naik.
“Kau janji tak akan marah.”
“Kenapa dia memegang tanganmu seperti ini? Kalian, bagaimana bisa bersama seperti ini??”
“Biarkan Ai menjelaskan lebih dulu.” Wonbin terdengar tenang.
“Puncak kekacauan saat Kepala Sekolah memanggilku ke kantornya. Kim Youngduk Songsaengnim sengaja menungguku. Kami kemudian duduk bersama di kantin dan ngobrol sebentar. Beliau berterima kasih untukmu.”
“Tapi, tapi kenapa sampai memegang tanganmu??” Jaejoong masih tak terima.
Ai menghela nafas kesal. “Aku percaya padamu.” Kata Wonbin. “Apa foto ini di sebarkan?” Wonbin seolah tak menyadari ekspresi kesal Jaejoong.
“Hanya di kirim pada Daehyun.”
“Daehyun?? Jung Daehyun? Kenapa Daehyun??” Tanya Jaejoong lagi-lagi dengan nada tak bersahabat.
“Itu juga yang menjadi pertanyaan di otakku!” Ai turut kesal dibuatnya. “Aku penasaran apa tujuan sebenarnya dari pelaku. Jika ingin mengacaukan Jaejoong atau Hanbyul, pasti foto ini akan langsung tersebar seperti sebelumnya.”
“Kau yakin pelakunya sama?” Wonbin masih menyikapinya dengan tenang.
“Entahlah. Rumit. Aku sempat khawatir Jaejoong juga mendapatkan paket ini dan mengacaukannya.”
“Jelas bukan aku, tapi kau.” Tegas Jaejoong. “Jung Daehyun adalah sepupu Jung Jinwoon. Kalian masih saudara. Tujuannya kau, bukan aku.”
“Masuk akal.” Wonbin setuju. “Kau mencurigai seseorang?”
“Saat ini ada, tapi aku tak yakin. Jika benar sasarannya adalah aku, pasti setelah ini akan muncul kejutan lagi.”
-------
Semua sudah duduk di ruang tamu. Ai menyimpan kembali amplop coklatnya 15 menit lebih cepat sebelum semua duduk berkumpul seperti ini. Topik obrolan beralih. Mereka membahas tentang YOWL dan agensi baru mereka.
“Jika kau tak membantu, mungkin YOWL akan benar-benar di obrak-abrik olehnya. Bagaimana ia menjabarkan apa itu YOWL, benar-benar mengerikan. Dia menyebut rangkaian kacau itu sebagai sempurna. Aneh.” Minhyuk menutup ceritanya.
“Bukankah artinya memang keren? Raja-raja pembawa melodi yang terkenal di seluruh dunia. Yuen, Odell, Wang, Leroy. Harapan yang bagus.” Komentar Ai.
“Coba kau dengar rangkaiannya? Aneh bukan? Bagaimanapun YOWL adalah Young, Ordinary, Wild and Lovely! Menggabungkan kata seenaknya.”
Ai, Kibum dan Minki tersenyum menanggapinya. “Oya, aku lupa. Aku punya sesuatu untuk kalian.” Kata Ai. Minki membantunya mengambil barang yang di maksud dalam tas. Ai kemudian membagikan empat kotak kecil pada Jaejoong, Wonbin, Minhyuk dan Jaejin.
Jaejoong, Wonbin, Jaejin dan Minhyuk mengambil kotak untuk mereka masing-masing dan membukanya bersama. Masing-masing mendapatkan kalung dengan liontin inisial Y untuk Jaejoong, O untuk Wonbin, W untuk Jaejin dan L untuk Minhyuk.
“W…” Bisik Jaejin, “huruf ini untukku??” Ia menatap Ai dengan mata berbinar.
“Em,” Ai mengangguk mantab, “Wren of YOWL.”
“Wren??”
“Wren adalah jenis burung penyanyi. Ia memiliki kicauan yang merdu dan bulu yang indah. Biru… tidak hanya cantik, namun pandai bernyanyi juga. Itu kau, Lee Jaejin.”
“Itu… aku?? Ah…” Jaejin terlihat paling berseri kini. “Kau tahu aku suka warna biru, wren, nanti akan aku cari gambarnya. Aku penasaran. Terima kasih telah mempercayakan huruf W dari YOWL padaku dan memberiku julukan indah itu.”
Semua tertawa bersama.
***
Jaejoong duduk sendiri di teras dorm YOWL di lantai 2. Berseri dan senyum-senyum sendiri, ia mengamati kalung pemberian Ai. Wonbin yang baru sampai turut tersenyum melihat tingkah Jaejoong.
“Masih sama? Tak berubah?” Wonbin duduk di depan Jaejoong.
“Oh!” Jaejoong terkejut dan segera menyimpan kembali kalungnya. Jaejoong kelincutan, wajahnya segera bersemu pink.
Wonbin menahan senyumnya. “Foto itu, kau punya gambaran pelakunya?”
“Oh, itu. Eum, entahlah. Apa mungkin itu juga ulah Junhyung? Aku rasa tak mungkin, tapi bisa jadi iya. Tidak mungkin juga itu Hyuri seperti yang pernah aku curigai sebelumnya. Dia di pihak kita hingga kini.”
“Hah, andai bisa segera kembali ke sekolah.” Keduanya kembali terdiam. “Jadi benar ya?” Jaejoong kembali menatap Wonbin. “Masih sama, tak berubah. Kau masih menyukainya. Ai.”
“Ah, itu…”
“Tidak perlu menjawabnya.” Wonbin tersenyum semakin membuat wajah Jaejoong memerah.
“Tapi dia telah memilih Jang Hanbyul. Ai memberikan semua yang aku perlukan bahkan mewujudkan apa yang aku impikan, tapi apa yang aku buat untuknya?”
“Kau tahu apa kesalahanmu?”
“Iya. Aku terlambat menyadari dan meragukan perasaanku sendiri pada Ai. Hanbyul datang di saat yang tepat. Aku terlalu pengecut dalam urusan ini. Aku mengabaikan semua perhatian dan kasih sayang Ai yang ia berikan padaku, sejak awal kami bersama.” Jaejoong tertunduk lesu, menyesali semua.
“Kau menyesalinya kini?”
“Iya. Walau aku tahu itu tak berguna.”
“Semakin menyesalinya saat kita terpisah.”
Jaejoong menghela nafas. “Diantara kita, hanya kau yang paling memahaminya.”
“Tidak juga. Dia itu sulit sekali di raba. Aku rasa Minki Hyung yang paling paham tentangnya.”
“Apa kau pernah menyukainya?”
“Siapa yang tak tertarik padanya? Bahkan Viceroy juga tergoda. Sayang, kita semua pecundang. Hanya Hanbyul yang yakin pada apa yang ia rasa, sejak awal.” Jaejoong tersenyum kecil mendengarnya. “Kita memilih jalan kita sendiri-sendiri untuk mengekspresikan rasa suka itu pada Ai. Aku anak tunggal. Kehadiran Ai mewujudkan salah satu impianku, memiliki adik perempuan.”
“Dan kami bertiga adalah saudara seumuran.” Minhyuk bergabung bersama Jaejin.
“Apa yang kalian bicarakan dibelakang kami?” Canda Jaejin.
“Hah… aku tidak hanya malu pada diriku sendiri, juga pada Ai, tapi bertambah pada kalian juga.” Ungkap Jaejoong.
“Kau meragukan perasaanmu sendiri, bagaimana kami bisa mempercayakan Ai padamu?” Kata Jaejin.
“Benar kali ini Ai bersama Hanbyul. Tapi kita tak tahu bagaimana esok dan hari-hari selanjutnya. Aku rasa kau, aku, Jaejin, Wonbin dan kita semua memiliki kesempatan yang sama. Hanya saja masalah takdir, itu yang kita tak tahu. Jodoh dan takdir itu rahasia Tuhan.” Kata Minhyuk.
“Ish! Gaya bicaramu!” Olok Jaejin.
“Sekarang baru kau sadari bukan? Kalau apa yang aku katakan tempo hari benar adanya. Mengejar Noh Yiyoung hanya membuang waktu dan membuatmu menyesal pada akhirnya. Kau terlampau memuji gadis itu, tapi apa yang kau temukan? Dan dengan memujanya yang terlalu itu, kau menjual murah harga dirimu di depan Yiyoung. Hingga kau tak menyadari jika di sisimu ada seseorang yang sangat memperhatikan dan menyayangimu tanpa syarat yaitu Ai. Saat kau sadar, BLAR! Seperti kisah romance kebanyakan. Kau tak mendapatkan keduanya.” Imbuh Minhyuk.
“Dia semakin pandai merangkai kata. Lupakan saja apa yang ia katakan.” Lagi-lagi Jaejin mengolok.
“Aku bicara tentang kenyataan!” Protes Minhyuk.
“OK, ini salahku. Aku minta maaf. Maaf atas semua kebodohanku.” Ungkap Jaejoong menyesal.
Wonbin berdiri dan mengulurkan tangan kanannya sambil tersenyum. “Berjanji untuk maju terus, membawa YOWL pada puncak?”
“Ayo, kita tunjukan pada dunia, satu sisi Jeonggu Dong.” Jaejin meletakan tangan kanannya diatas tangan Wonbin.
“Bahwa dalam Jeonggu Dong yang suram, ada tempat terang penuh kasih, tempat dimana YOWL lahir.” Sambung Minhyuk meletakan tangan kanannya diatas tangan Jaejin,
“Young, Ordinary, Wild and Lovely! YOWL!” Seru Jaejoong.
“AUUUUUWWW!!!!!” Mereka kompak meraung.
Taehee yang sudah berdiri di pintu bersama Sukjin tersenyum melihatnya.
***
 
---TBC---
 
  shytUrtle
 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews