¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤

03:53

¤ HWASEONG ACADEMY -Love, Music and Dreams- (화성 아카데미-사랑, 음악과 꿈-) ¤

 

 

. Judul: Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: Hwaseong Akademi ’salang, eum-aggwa kkum’
. Hangul: 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’
. Author: shytUrtle_yUi
. Rate: Serial/Straight
 
 Episode #14

Hyuri berjalan cepat dan tak sengaja menabrak Jaejoong. “Oh, mianhae,” Hyuri segera membungkuk.
“Kau baik-baik saja? Ekspresi mu itu...” tanya Jaejoong.
“Jaejoong~aa...” keluh Hyuri.


Ai menyincingkan senyum dibibir tipisnya, “menantang ku duel? Kau tidak malu berkata demikan? Menantang seorang gadis?”
“Gadis?? Hagh!” Byunghun berkacak pinggang. “Kau yakin kau ini seorang... gadis?”
“Besok, usai jam sekolah, aku tunggu di ruang olah raga.” Ai melewati Byunghun.
“Hagh! Gadis itu benar-benar!” Byunghun menatap punggung Ai. “Apa ini benar? Aku menantangnya duel? Ck! Byunghun! Itukah cara pendekatan yang benar? Babo!”


“Mwo?? Bwahahahaha....” tawa Jaejoong pecah mendengar cerita Hyuri.
“Kenapa kau malah tertawa? Kau tidak takut aku benar melakukannya?”
Jaejoong berusaha menghentikan tawanya, “jadi, itukah sosok Song Hyuri yang sebenarnya? Untuk apa takut? Kami sudah tahu jika Ai pergi bersama Hanbyul.”
“Mwo?? Jinjaro??”
“Hah, dia mengatakan demikian. Bukankah ini lucu? Ck! Bagaimana Hanbyul bisa menemukan ponsel Ai??”
-------

“Kau baik-baik saja?” tanya Sunghyun pada Myungsoo.
“Song Hyuri, apa pribadinya benar seperti itu? Seperti itu kah dia yang sebenarnya?”
“Nee?? Kau ini meracau apa?”
“Song Hyuri, dia mengatakan jika ia akan membuat Hanbyul dan Fujiwara saling jatuh cinta, dia akan mengacaukan Viceroy dan YOWL dengan cara itu.”
“Eum, itu bagus dan sebaiknya kau mundur.”
“Mwo??”
“Tidak akan ada harapan jika kau berusaha mengejar Ai hanya untuk menjawab rasa penasaran mu karena menurut ku kau terlalu menjual mahal harga diri mu. Kau terlalu gengsi untuk maju namun enggan mundur. Langkah mu terhenti di satu tempat, itu membuang waktu saja. Lagi pula aku yakin Ai tidak akan melirik mu, aku rasa kau bukan tipe ideal baginya.”
“Nee??”
“Aku juga tidak yakin pada Hanbyul. Apa anak itu benar maju?”
“Jadi menurut mu baik aku atau Hanbyul tak punya harapan? Lalu seperti apa tipe pria ideal Fujiwara Ayumu itu?”
“Entahlah. Sudah ku katakan aku tak sedekat itu dengannya. Kau serius tentang hal ini? Taruhan mendapatkan Ai?”
Myungsoo diam sejenak lalu kembali pergi. “Hah... mereka menggila,” Sunghyun menggelengkan kepala.

Myungsoo bergegas menemui Jieun dan membawa gadis itu pergi bersamanya.

“Nee??” Jieun menoleh dan menatap heran pada Myungsoo yang duduk disampingnya. “Aku tidak tahu tentang itu, lagi pula ada banyak pria di sekitar Ai, bisa jadi salah satu dari mereka adalah tipe idealnya.”
“Hah...” Myungsoo mengacak rambutnya. ‘Bodoh! Kenapa aku menanyakan hal ini pada Jieun?’ batin Myungsoo.
“Kita berteman sejak kecil, kau tidak perlu sungkan.” Jieun tersenyum manis. “Ai, benar menarik perhatian mu? Apa ini artinya jatuh cinta pada pandangan pertama?”
“Ah, aku rasa tidak. Terlalu dini untuk menyimpulkan demikian.”
“Eum, Tuan Sempurna.....”
“Hah, hanya sa’at pertama melihatnya di Hongdae... ada gadis seperti dia?” kenang Myungsoo. “Mengamen sendiri di Hongdae.”
“Bukannya banyak ya gadis seperti itu disana?”
“Ah, entahlah.” Myungsoo menggaruk kepalanya.
“Kau jarang memperhatikan sekitar, itu masalahnya. Dan dia, Ai, jadi demikian menarik karena dia memang berbeda. Aku tidak pernah melihat mu tersenyum seperti ini sebelumnya.”
“Hanya perasaan mu saja.” Myungsoo salah tingkah.

“Lihat!” Chaerin menuding ke arah Jieun dan Myungsoo. “Apa yang mereka lakukan berdua disana?? Apa ini benar artinya jika mereka bukan sekedar teman biasa?”
“Kau itu berlebihan Chaerin! Jieun dan Myungsoo teman sejak kecil, wajar jika mereka begitu dekat.” Sanggah Soojung.
“Kita kesana!” Gyuri berjalan memimpin. Yiyoung, Chaerin dan Soojung mengikuti langkah Gyuri.

“Kalian membicarakan sesuatu? Tentang konsep kita?” tanya Gyuri pada Jieun dan Myungsoo.
“Hanya mengobrol,” jawab Jieun. “YOWL sudah menyerahkan proposal mereka, kami menunggu Viceroy dan Red Venus.”
“Kau ini sebenarnya di pihak mana?” tanya Chaerin.
“Aku netral.” Jieun bangkit dari duduknya. “Sebaiknya kita tidak meremehkan YOWL.” Jieun tersenyum lalu pergi.
“Dia makin aneh saja,” gerutu Chaerin. “Ya, Myungsoo, kau sudah punya rencana untuk kita?”
“Akan aku pikirkan.” Myungsoo sambil bangkit dari duduknya.
“Masih akan kau pikirkan? Kau dengar peringatan Jieun tadi?” Gyuri kesal pada jawaban Myungsoo. Myungsoo mengabaikannya dan pergi. “Hah! Ada apa dengan orang-orang itu??”
***

Moonsik menemani Ai dan Minki didekat gerbang sekolah malam ini. Selang 10 menit kemudian sebuah mobil sedan mewah warna biru tiba. Moonsik segera membuka gerbang dan mobil itu masuk. Jungshin memarkir mobilnya dan segera keluar menemui Ai.

“Ma’af aku terlamabat. Kau sudah lama sampai?” tanya Jungshin.
“Kami datang 10 menit lebih awal dan kau terlambat 10 menit.”
“Ah, ma’af...” Jungshin menggaruk kepalanya.
“Ayo segera kita mulai!”

Moonsik berjalan memimpin berdampingan dengan Minki. Dibelakangnya berjalan Ai dan Jungshin. “Terima kasih sudah mengirim kamera mu pada ku,” Ai kembali memulai obrolan.
“Aku yang harus berterima kasih pada mu. Kau mau membantu ku.”
“Benar ingin tahu tentang dunia lain?”
“Hanya ingin membuktikan teori ku bahwa selain kita, ada makhluk lain yang tak tampak, hidup berbagi ruang dengan kita. Terima kasih telah membalas semua email ku dan bersedia membantu ku.”
Ai menghentikan langkahnya daan menatap keluar jendela. Jungshin turut berhenti dan mengikuti arah pandangan Ai. “Bulan purnama penuh, indah bukan? Mereka mengatakan, ini adalah sa’at yang tepat untuk berpesta.” Ai kembali berjalan begitu juga Jungshin.
“Eh? Kita tidak pergi ke toilet siswi kelas X??” tanya Jungshin.
“Aku tidak mau mempublikasikan teman baik ku.”
“Teman baik?? Hantu itu??”
“Dia hanya arwah yang belum bisa menyeberang. Ada tempat lain.”

Mereka sampai di depan bangunan kecil yang sudah tak terpakai lagi disalah satu sudut sekolah. Bangunan usang ini semakin menunjukan keangkerannya.
“Nona yakin mau masuk?” tanya Moonsik.
“Nee. Kalian tunggu diluar saja.”
“Kami akan masuk memasang kamera.” Imbuh Minki.

Moonsik membuka gembok lalu mundur bersama Jungshin. Ai menatap Minki, pemuda itu mengangguk lalu keduanya masuk bersama. Ruangan pengab dan berdebu menyambut Ai dan Minki. Cahaya penerangan yang minim menjadikan tempat itu tampak remang-remang dan makin terlihat angker. Ai menurunkan tas punggungnya dan mempersiapkan upacara kecil untuk meminta izin pada si penghuni. Baik Minki juga Ai, keduanya menangkap suasana yang tak bersahabat namun mereka tetap melanjutkan misi mereka. Ai dan Minki mulai memasang empat kamera yang sudah mereka persiapkan. Ai mulai tampak gusar.

“Jiyoo, kau baik saja?” tanya Minki.
“Oppa sudah selesai?”
“Hampir, kenapa?”
“Sangat tidak bersahabat. Cepatlah Oppa!”
“Coba nyalakan!”
“On.”
“Semua?”
“Nee.”
“Ok. Beres!”

Ai mengamati ruangan sempit itu lalu segera keluar bersama Minki. Junghsin dan Moonsik kompak berdiri dari duduknya diatas lantai melihat Ai dan Minki keluar. Wajah keduanya, terlebih Ai terlihat sangat pucat.
-------

Ai meneguk teh yang di berikan Moonsik. Ia terlihat lebih tenang kini. Jungshin yang duduk tepat berhadapan dengan Ai terus menatap Ai.

“Kenapa kau menatap adik ku seperti itu?” tanya Minki.
“Oh, anee... ma’af telah merepotkan kalian.”
“Kau punya banyak uang, kenapa tidak menyewa mudang (dukun) saja?”
“Pernah, beberapa kali, namun mereka bukan orang dengan kemampuan yang sebenarnya.”
“Jadi, kau tertipu?” Minki dengan senyum tertahan.
“Begitulah.”
“Oppa, bukankah ini keren? Kita seperti pemburu hantu. Hah, profesi yang bisa kita perhitungkan bukan?”
“Ish! Kau mau?”
“Eum... bisa dipertimbangkan.”
“Dasar!”
“Gudang itu pernah akan dibongkar.” Moonsik duduk bergabung. “Tiba-tiba beberapa pekerja kesurupan massal. Sekolah mencoba mengusir mereka dengan menyewa beberapa mudang, namun tak satu pun berhasil.”
“Paman bilang hanya satu padahal banyak.” Protes Ai. “Dan gadis di gudang itu sangat tidak bersahabat, beda dengan Yoojin.”
“Yoojin??” tanya Jungshin.
“Nee. Yang sering kalian sebut hantu toilet kelas X.”
“Yang sering muncul adalah gadis lalu menghilang dalam gudang itu.” Kata Moonsik. “Aku tidak tahu jika ada yang lain disana. Yang aku dengar dari para pendahulu, disana dulu pernah ada gadis bunuh diri, menggantung dirinya disana.” Suasana berubah hening.
Ai menunduk, “jangan dilanjutkan lagi.” Kata Ai. “Dia... disini.”
Suasana jadi sedikit tegang. Jungshin mengamati sekitar. Minki mengelus tengkuknya dan Moonsik menunduk mengaduk tehnya.
“Hah... aku tidak yakin kita akan berhasil.” Imbuh Ai.
“Jangan pesimis. Kita lihat saja bagaimana besik, em?” Jungshin tersenyum manis.
-------

“Sekali lagi, terima kasih Fujiwara. Sampai jumpa besok pagi.” Jungshin pamit lalu melajukan mobilnya.
Ai dan Minki berjalan pulang bersama. “Ada apa dengan anak-anak itu?” tanya Minki.
“Anak-anak yang mana?”
“Viceroy.”
“Eum... entahlah. Hah... besok aku akan sangat sibuk.” Keluh Ai. “Pasti melelahkan, sangat.”
“Jiyoo, bagaimana jika salah satu dari keenam pangeran itu benar menyukai mu?”
“Aku terlajur menyukai seseorang dan tak terpikirkan oleh ku sedikit pun tentang enam raja muda, Viceroy. Lagi pula, hanya ada dalam film, kisah pangeran jatuh cinta pada itik buruk rupa.”
“Itik buruk rupa? Hey, kau ini juga seorang Tuan Putri. Putri Jeonggu Dong, itu gelar mu kini bukan?”
“Itu menggelikan Oppa.”
“Seseorang, yang kau maksud, guru itu?”
“Em! Aku rasa dia cinta pertama ku!”
“Yakin sekali? Dulu kau bilang jika aku lah cinta pertama mu, lalu sekarang?”
“Hehehe... iya Oppa cinta pertama ku dan dia... dia orang yang aku jatuh cinta pada pandangan pertama?”
Minki tersenyum lalu mengelus kepala Ai. “Sebaiknya berhenti saja. Kau, jangan membiarkan rasa itu tumbuh semakin subur.”
“Wae?” Ai menghentikan langkahnya.
“Aku khawatir nantinya kau akan patah hati. Jadi tolong pikirkan ulang tentang itu, em?”
“Apa karena perbedaan usia kami yang terlalu jauh?”
“Banyak faktor. Cobalah seperti sebelumnya, lihat, dengar dan rasakan. Pikirkan lagi tentang perasaan mu itu, em?” Minki kembali mengelus kepala Ai lalu kembali berjalan.
Ai masih diam ditempat ia berdiri dan menatap punggung Minki.
***

Pagi-pagi Jungshin sudah berangkat. Walau demikian Ai tetap lebih dulu sampai daripada dirinya. Keduanya segera menuju gudang tempat mereka meninggalkan kamera semalam. Keduanya terkejut melihat peralatan mereka porak-poranda. Empat handycam itu berserakan dilantai. Ai dan Jungshin segera memeriksanya satu per satu.

“Kemarilah!” panggil Ai. “Coba lihat ini!” sambil menunjukan handycam ditangannya.
“Omo! Itu??? Fujiwara, kita berhasil??” Ai mengangguk dan Jungshin amat senang hingga memeluk Ai. “Ehem! Ma’af.” Kata Jungshin kemudian.
“Pergilah dulu.” Ai memberikan handycam ditangannya.
“Bagaimana dengan mu?”
“Ada hal yang harus aku lakukan, sebentar saja.”
“Em, baiklah. Fujiwara, kamsahamnida, jongmal kamsahamnida.” Jungshin membungkuk lalu pergi.
Ai tersenyum melihat tingkah Jungshin. Ia kemudian mengamati sekitarnya. “Kamsahamnida, teman-teman tidak tampak ku,” Ai tersenyum dan membersihkan peralatan yang masih berserakan. Ia kemudian kembali menggelar upacara kecil sebelum pergi.


Ai berjalan sambil membersihkan seragamnya. Hampir saja ia bertabarkan dengan Hanbyul. Hanbyul menatap heran Ai. Seragam Ai sedikit kotor disana sini.

“Kau darimana? Sepagi ini kenapa seragam mu, kotor?” sapa Hanbyul.
“Gudang belakang sekolah.” Jawab Ai kemudian kembali sibuk membersihkan seragamnya.
Hanbyul tersenyum melihatnya. Ia kemudian mendekat dan mengambil benang putih, sarang laba-laba yang menghiasi kepala Ai. Hanbyul kemudian mengambil sapu tangannya dan membersihkan debu di kening Ai.
Tangan memegang ponsel dan mengabadikan momen pertemuan Ai dan Hanbyul pagi ini.
Ai menarik diri menjauh dari Hanbyul. “Gomawo,” Ai membungkuk lalu segera pergi dari hadapan Hanbyul.
Hanbyul tersenyum sendiri lalu menghela nafas panjang dan berjalan pergi.
-------

“Omo! Omo!” Minhwan ikut melihat rekaman dalam handycam Jungshin. “Ini, ini benar terekam kamera mu? Daebak... bayangan putih itu seperti seorang gadis ya?”
“Kau yakin itu penampakan? Bukan tipuan kamera?” Byunghun meragukan keaslian video rekaman milik Jungshin.
“Dari empat kamera, hanya ini yang tersisa. Jika kau ragu, aku bisa memebawa mu ke gudang. Fujiwara mungkin masih disana.”
“Fujiwara?” tanya Minhwan.
“Iya. Ini karena bantuannya. Mengejutkan, dalam semalam langsung berhasil.”
“Wah, semua rekan ku makin gencar melakukan pendekatan. Minhwan, bagaimana dengan mu?” tanya Byunghun.
“Aku... kau sendiri bagaimana?” Minhwan balik bertanya.
“Tentu saja kau sudah punya rencana.”
Minhwan keluar kelas dengan wajah kesal. Ia kemudian melihat Myungsoo dan Sunghyun. Minhwan berseri dan mengejar keduanya.

“Sunrise Harmony in the Summer Time?” Taemin membaca judul proposal yang baru diserahkan Myungsoo.
“Nee. Mungkin bisa berubah sa’at pertunjukan nanti.”
“YOWL sudah menyerahkan proposal mereka lebih dulu dari kami?” tanya Sunghyun.
“Nee. Summer Windmill.”
“Summer Windmill??”
“Siapa saja yang jadi rekan mereka?” tanya Minhwan.
“Ma’af. Itu rahasia.” Tegas Taemin.
-------

“Jadi kita berdiri sendiri? Hah... Stardust yang malang....” keluh Jonghyun.
“Bukankah ini menguntungkan? Kita jadi pihak netral, bebas menentukan pilihan kita pada siapa, maksud ku dukungan kita. Polling masih berlanjut bukan? Dan mereka telah menyerahkan konsep masing-masing pada Dewan Senior. Aku tidak sabar menunggu bulan juni tiba.” Terang Sungyeol.
“Kalian urun suara?” tanya Joonghun.
“Sudah. Aku memberikan suara ku untuk YOWL. Walau mereka tak jadi melamar Stardust, aku masih ingin mendukung mereka.” Jawab Jonghyun.
“Wah, aku masih ragu akan memberikan suara ku pada siapa.” Komentar Sungyeol. “YOWL atau Viceroy??”
“Aku juga telah memberikan suara ku untuk YOWL.” Joonghun sambil menatap Jinwoon yang duduk diatas meja menatap keluar jendela.
***

Jam sekolah berakhir. Ai menghilang sejak pelajaran jam terakhir. Murid-murid mulai meninggalkan sekolah, termasuk YOWL dan Viceroy. Minhwan mengendap-endap mengikuti langkah Byunghun. Byunghun tampaknya buru-buru, ia berjalan cepat menuju gedung olah raga. Tanpa diketahui Byunghun, diam-diam Minhwan membuntuti sahabatnya itu. Byunghun memasuki gedung olah raga. Minhwan menghentikan langkahnya. Ia tak bisa masuk karena Byunghun menutup rapat pintu gedung olah raga. Minhwan memikirkan cara, bagaimana agar ia bisa melihat ke dalam. Minhwan menuju kelas terdekat dan mengambil kursi. Minhwan memanjat kursi dan mengintip ke dalam gedung olah raga melalui jendela kecil yang letaknya agak tinggi. Mata sipit Minhwan melebar melihat kejadian di dalam gedung olah raga.

Byunghun berdiri berhadapan dengan Ai. Ai tampak tenang, berdiri tepat di depan Byunghun. Ai masih memakai seragam sekolahnya ditambah dengan celana olah raga panjang. Byunghun melepas jasnya dan mengendori dasi di lehernya kemudian menyisingkan lengan bajunya. Minhwan menelan ludah, ia penasaran pada apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Aku tidak akan bersikap lunak walau kau seorang anak perempuan,” kata Byunghun.
“Kau terlihat lunak sa’at kau berani menantang seorang anak perempuan untuk berduel.”
“Kau bicara tentang siapa? Dirimu? Kau yakin kau ini perempuan? Aku hanya ingin membuktikan tentang kebenaran julukan Putri Jeonggu Dong. Apa benar kau sehebat itu? Menghajar dua preman sampai babak belur. Ayo lawan aku!”

Minhwan tak menyangka jika Byunghun serius pada ucapannya. Byunghun akhirnya benar menantang Ai duel. Dan menurutnya ini adalah metode yang ia tempuh untuk mendekati Ai. Byunghun menyerang dan Ai menghindar. Berulang kali Byunghun menyerang, Ai terus menghindarinya. Sekali Ai menyerang, ia berhasil menghadiahkan pukulan di tubuh Byunghun. Gerakan luwes Ai berhasil menghindari setiap serangan Byunghun dan ketika ia menyerang balik, hasilnya tak pernah meleset. Ai selalu berhasil mengukir pukulan di tubuh Byunghun. Serangan terakhir, Ai berhasil menjatuhkan Byunghun. Byunghun jatuh terduduk di lantai. Ai mengulurkan tangan kanannya. Byunghun masih dengan nafas terengah-engah menatap Ai. Ai menarik tangannya kembali.

“Makhluk dari planet mana kau ini?” tanya Byunghun.
“Jeonggu Dong.” Ai menyangklet tasnya. “Teknik mu sangat bagus, sayang kau ragu-ragu.  Keraguan itu juga yang membuat mu kalah dari Jaejoong? Aku pergi.”

Minhwan bersembunyi di balik semak-semak sa’at Ai lewat. Ai tersenyum dan menggeleng pelan sambil tetap berjalan pergi menyadari keberadaan Minhwan. Minhwan segera menyusul Byunghun ke dalam gedung olah raga.

“Byunghun~aa!!” Minhwan berlari kecil mendekati Byunghun yang terkapar di lantai. “Byunghun~aa, kau baik-baik saja??”
Byunghun masih terbaring dan menatap langit-langit lalu ia tersenyum sendiri.
-------

“Ma’af, kami terlambat.” Byunghun masuk bersama Minhwan.
Empat member Red Venus dan empat member Viceroy sudah berkumpul dalam studio milik Sunghyun itu.
“Darimana kalian?” tanya Sunghyun.
“Aku latihan sebentar dan Minhwan menemani ku,” Byunghun merangkul Minhwan.
“Iya benar. Aku menemani Byunghun berlatih sebentar.” Minhwan membenarkan. Byunghun dan Minhwan segera duduk bergabung.
“Jadi apa intinya? Sunrise Harmony in the Summer Time?” tanya Byunghun.
“Kita akan membagi Viceroy dan Red Venus dalam dua tim. Kami, aku, Soojung dan Yiyoung akan bernyanyi daan menari bersama Myungsoo, Sunghyun dan kau, Byunghun.” Terang Gyuri.
“Oh, cover song dan menari, ok.” Byunghun mengangguk paham.
“Lalu akan ada duet Hanbyul dan Chaerin, bersama Viceroy.” Imbuh Soojung.
“Chaerin dan Hanbyul?” tanya Minhwan.
“Nee. Hanbyul sangat ingin menyanyikan lagu itu, Evanescence-Bring Me To Life.”
“Oh, lagu itu. Bagus juga.” Minhwan manggut-manggut. “Lalu Jieun?”
“Karena dia juga Dewan Senior, maka dia hanya akan tampil bersama Red Venus, membuka penampilan kita,” terang Yiyoung.
“Apa kita akan menang dengan ini?” tanya Myungsoo. “Tidak ada hadiah untuk kompetisi ini namun kita benar-benar harus berperang dengan YOWL secara resmi, aku sedikit khawatir. Bagaimana pun juga YOWL tidak bisa diremehkan.”
“Andai saja kita bisa tahu sedikit tentang konsep mereka. Aku mencoba merayu Jieun, tapi nihil.” Kata Yiyoung.
“YOWL bisa memainkan lagu terkenal dengan warna mereka sendiri, totalitas bermusik merekaa terkadang membuat ku ngeri juga jika mengingat pertarungan ini.” Komentar Sunghyun. “Tapi kalian jangan berkecil hati. Penilaian akan di lakukan secara adil.”
“Lagi pula polling kita masih unggul sampai sa’at ini.” Sambung Chaerin.
“Jika ada ide, jangan sungkan untuk mengungkapnya.” Pinta Myungsoo dan semua mengangguk paham.
***

Hal ini terjadi lagi. Ai terbangun di tengah malam karena mimpi buruk. Ai duduk dengan nafas terengah-engah dan wajah penuh keringat. Berulang kali Ai mimpi buruk dan Jinwoon ada di dalam mimpinya. Bekalangan ini Ai sibuk dengan proyeknya hingga jarang memperhatikan Jinwoon seperti sebelumnya.
Ai masih memikirkan mimpi buruknya semalam juga mimpi-mimpi sebelumnya. Ai menggeleng dan terus berjalan menyusuri koridor  yang menuju ke perpustakaan. Minhwan diam-diam membuntuti Ai. Ia tak tahu harus menggunakan cara apa untuk mulai pendekatan pada Ai. Minhwan tak mau kalah dari teman-temannya. Hari ini ia mewujudkan rencananya, membuntuti Ai dan berharap ada kesempatan baginya untuk bisa mendekati gadis itu. Minhwan menghentikan langkahnya dan segera bersembunyi. Ia mengintip dari tempat persembunyiannya. Minhwan melihat Ai berpapasan dengan Jinwoon dan keduanya berhenti di koridor.

“Tunggu!” cegah Ai sambil menghentikan langkahnya. Jinwoon mendengaranya dan berhenti. Keduanya tetap pada posisi masing-masing, berhenti dan berdiri saling membelakangi. Kemudian Ai membalikan badan menatap punggung Jinwoon yang masih berdiri membelakanginya. Ai hendak bicara namun lapisan plafon yang berada tepat diatas kepala Jinwoon menarik perhatiannya. Plafon itu retak dan sepertinya akan runtuh.

“Oppa!!” Ai mendorong tubuh Jinwoo. “Aa!!!” jerit Ai kemudian.

Jinwoon yang tiba-tiba di dorong sedemikian rupa oleh Ai benar terkejut. Ia menoleh dan mendapati Ai sudah terduduk di lantai. Lapisan plafon itu runtuh dan menimpa Ai. Jinwoon tertegun melihatnya. Minhwan segera berlarui menghampiri Ai.

“Fujiwara... kau baik-baik saja??” Minhwan membantu membersihkan kepala Ai. “Aigoo... bagaimana jika kau terluka? Ayo, aku akan menggendong mu ke klinik.”
“Aku baik-baik saja.” Kata Ai sambil membersihkan seragamnya.
“Baik-baik saja? Kau lihat betapa tebalnya lapisan ini? Ayo!”
“Aku bisa jalan.”
“Baiklah, aku akan mengantar mu ke klinik.”
Minhwan memapah Ai. Keduanya melewati Jinwoon yang masih tampak syok. Minhwan sempat menatap Jinwoon dan menggeleng heran.
-------

“Dokter, sudahlah. Aku baik-baik saja.” Ai menolak Joongki yang akan memeriksanya.
“Atap itu jatuh tepat menimpa kepala mu, apa kau yakin baik-baik saja? Setidaknya biarkan Dokter Song memeriksa kepala mu.” Minhwan benar khawatir.
Ai menghela nafas dan pasrah membiarkan Joongki memeriksanya. Joongki langsung memeriksa kepala Ai yang masih sedikit kotor.
“Ajaib. Hanya tergores sedikit. Kau ini sebenarnya manusia apa bukan?” goda Joongki. “Tertimpa lapisan atap setebal 3cm itu tepat di atas kepala mu, kau bahkan tidak pingsan dan masih kuat berjalan kemari, daebak. Kau ini alien ya?”
“Bukan tapi aku vampire. Sekarang terasa sedikit berat kepala ku dan sangat sakit, panas disini.” Ai mengelus pundak kanannya.
“Buka baju mu!” perintah Joongki.
“Nee??” Ai melotot kaget.
“Aku khawatir ada luka disana.”
“Tapi...” Ai menatap Joongki lalu Minhwan.

Joongki dan Minhwan keluar sementara itu seorang perawat wanita msuk untuk memeriksa Ai. Ai membuka jasnya dan sedikit membuka bajunya. Benar yang di khawatirkan Joongki, ada luka gores lumayan parah disana. Perawat itu mengobati luka Ai. Kemudian ia keluar dan menjelaskannya pada Joongki. Joongki sendiri dibuat heran. Seragam Ai tak robek namun pundaknya bisa terluka.
-------

Joongki dan Minhwan ada di tempat dimana Ai kejatuhan lapisan atap. Minhwan menjelaskan kronologi kejadian sesuai yang ia lihat.

“Fujiwara benar-benar beruntung. Jika lapisan runcing itu jatuh lurus di kepalanya, hah...” Joongki menggeleng. “Untung lapisan itu jatuh pada bahunya.”
“Apa luka Fujiwara serius??”
“Tidak. Setelah di beri obat pasti akan kering. Baiklah Choi Minhwan, terima kasih sudah membantu. Aku harus kembali karena pasien ku ini sedikit bandel.”
“Nee. Aku akan melapor.”
“Ok.” Keduanya berpisah.
-------

Hanbyul berlari menuju klinik sekolah usai menerima pesan singkat dari Minhwan.

“Kenapa aku mengirim sms pada Hanbyul??” gumam Minhwan. “Ah.” Dia melanjtukan perjalanannya menuju ruang tata tertib untuk melapor.

Hanbyul tiba di ruang kesehatan namun Joongki menahannya. “Dia baru saja istirahat. Karena dia bandel aku sengaja melakukan ini.”
“Dokter melakukan apa??” tanya Hanbyul.
“Mencampur obat tidur dalam minuman Ai. Dia benar-benar harus istirahat. Hanya itu cara yang bisa aku tempuh.”
“Oh... baiklah.”
“Hah... aku harus menghalau YOWL juga teman-teman Ai yang lain. Mereka pasti akan menyerbu klinik. Aku harus memberi tahu Hyuri agar membantu ku.” Joongki meninggalkan Hanbyul.
Hanbyul berjalan mendekali pintu kamar tempat Ai di rawat. Hanbyul hanya bisa berdiri disana walau sebenarnya ia sangat ingin masuk dan melihat Ai.
-------

Jinwoon berdiri diam di dekat jendela. Ia menatap keluar jendela dan tak bisa ia pungkiri jika ia memikirkan dan mengkhawatirkan Ai. Gambaran kejadian di koridor berulang kali muncul dalam benaknya. Jerit suara Ai yang memanggilnya ‘Oppa’ terus terniang di telinga Jinwoon.

“Jinwoon!!” Sungyeol berlari masuk dan menghampiri Jinwoon. “Jinwoon, benarkah orang dalam foto ini, kau??” Sungyeol menunjukan ponselnya pada Jinwoon.



-------TBC--------

matur suwun
.shytUrtle_yUi.

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews