¤ Last Angel ¤

21:42

assalamualaikum,



annyeong haseyo naui sarangeun shi-gUi ^^

kemaren iseng-iseng membuka buku lama, eh nemu ff yang berjudul 'Last Angel', ya udah saya publish aja, di jamin cerita amat sangat gaje sekali (pakek banget, gitu kata Haris Firmansyah Hirawling). ntar kalo sempet (nebeng) onlen di komputernya (Bidha Rara Onni), ya ff ini bakal di edit, tapi kalo gak sempet ya udah begini aja :)

ok, shi-gUi!



- selamat datang dalam lautan khayalan shytUrtle -





¤ Last Angel ¤



. Genre: oneshoot/sad romance

. Author: shytUrtle

. Cast: Reader as Lee Jiyoo, TVXQ-JYJ, Onew SHINee, Jaejin FT.Island, Juyeon After School.





Mengawali hari dengan senyuman dan menutupnya dengan menulis kisah hari ini dalam diaryku. Aku tidak mau semua memori indah yang terukir setiap hari terlupkan begitu saja, karena aku akan sangat merindukan masa-masa itu, begitu juga dengan kalian kan? Aku, Jiyoo, Lee Ji Yoo.





Pagi yang sedikit mendung. Tubuhku terasa amat lelah.



"Kyaaa...!!! Jiyoo~aa!!! Apa yang kau lakukan pada rambutmu?!" Jaejin Oppa -Lee Jaejin (Jaejin FT.Island)- terlihat shock seraya menunjuk kepalaku, bukan tapi rambutku.



"Hehehe..." aku meringis sambil memainkan rambut ikal panjangku, "bagus tidak?" tanyaku dengan santai.



"Kalian ini, pagi-pagi sudah ribut!" protes Jinki Oppa -Lee Jinki (Onew SHINee)- yang terlihat sibuk menyiapkan sarapan.



"Hyung, coba lihat dia!" Jaejin Oppa menudingku lagi, "hari ini rambutnya sudah berubah warna lagi!" seolah mencari dukungan untuk menyerangku.



"Oppa ribut sekali! Aku hanya ingin bereksperimen saja," aku membela diri.



"Eksperimen?? Hey, ini bukan yang pertama!" Jaejin Oppa ngotot, "yang ketiga di bulan ini, bulan ini saja, benarkan? Ah! Kau ini menghamburkan uang saja!"



"Tenang, Oppaku sayang," seraya ku lingkarkan tanganku di lengan kanannya, "aku juga rajin menabung," sambil ku tunjukkan senyum terbaikku.



"Aku pikir warna ini lumayan di bandingkan dua warna yang sebelumnya," Jinki Oppa memainkan helai-helai rambut panjangku yang aku biarkan terurai begitu saja.



"Hyung!" protes Jaejin Oppa tidak terima mendengar pujian Jinki Oppa untukku.



Aku hanya meringis melihat kedua kakak laki-laki ku itu kemudian bergegas menuju kedai. Aku mengabaikan teriakan Jinki Oppa yang memintaku untuk sarapan. Aku tidak mau dan mulai ku gerakan kakiku mengayuh sepeda kesayanganku menuju kedai kecil kami. Kami, aku, Jinki Oppa dan Jaejin Oppa membuka sebuah kedai kecil bernama 'O Jong Ma Dam', iya 'Lima Rasa Kasih Sayang' arti dari kata itu. Selain kami bertiga, ada Changmin Oppa dan Juyeon Onni yang membantu kami. Aku bungsu dalam 'Lima Rasa Kasih Sayang' ini, karenanya aku memperoleh semua limpahan kasih sayang dan perhatian dari Sunbae ku.



"Wah, mimpi apa aku semalam?" sambut Juyeon Onni -Lee Juyeon (Juyeon After School)- dengan wajah berbinar ketika aku sampai di kedai.



"Iya, tumben Si Bungsu ini terlambat," Changmin Oppa -Shim Changmin (Changmin TVXQ)- menimpali. "Aku tahu, pasti pagi ini kedua Hyung mu meributkan ini," tambahnya sembari memainkan rambut ku.



Aku hanya tersenyum malas menanggapinya lalu membuka pintu kedai bersiap mengais rejeki hari ini. Changmin Oppa dan Jinki Oppa adalah sepasang koki handal yang di miliki kedai 'O Jong Ma Dam'. Juyeon Onni adalah seorang pramusaji cantik yang pandai bermain sulap. Sedang Jaejin Oppa adalah pramusaji tampan yang pandai melawak juga memainkan gitar. Hidupku terasa lengkap dengan adanya mereka berempat, aku sangat bahagia. Oya, kami berlima tidak tinggal di kota besar tapi kami hidup di desa...tidak, tidak pantas disebut desa, ada banyak hal modern disini tapi masih banyak sawah dan ladang yang terbentang. Ah, sebut saja sebuah kota kecil, ya sebuah kota kecil. Ceritaku, kami semua terukir disini.

***



"Orang-orang dari Seoul??" Juyeon Onni mengulangi baris terakhir dari perkataan Jinki Oppa. "Wah~ mereka pasti keren," tambahnya kemudian dengan memegang kedua pipinya.



"Kesempatan baik ya," Changmin Oppa tak kalah seru dari Juyeon Onni.



Kenapa orang-orang ini tampak senang? "Untuk apa mereka kemari? Kalau untuk merusak keindahan desaku ini awas ya!" kataku geram.



"Kalau iya, apa yang akan Kau lakukan?" tanya Jaejin Oppa penasaran.



"Tidak ada, apa yang bisa dibuat orang kecil seperti ku?" jawabku santai membuat semua mata menatap kesal kearah ku.



"Kau tahu siapa mereka?" tanya Jinki Oppa.



"Aku tidak tahu, penting ya?" lagi-lagi aku mendapat tatapan kesal dari empat orang itu. "Baiklah, siapa mereka?"



"Tuan Muda Jung, kau tahu tidak Keluarga Bangsawan Jung yang dulu berasal dari sini lalu sekarang sukses di Seoul?" Jinki Oppa mencoba menjelaskan dan aku segera menggeleng antusias.



"Aish! Kau ini!" sahut Jaejin Oppa, "Kau lupa kedai ini berdiri diatas tanah siapa?" tanyanya kemudian.



"Iya iya, aku tahu! Aku tidak sebodoh itu!"

***



Rasanya senang setiap malam menatap taburan bintang dari loteng. Bintang, suatu sa'at nanti kita akan menjadi satu diatas sana.



"Adik kecil, kau belum tidur?" Jinki Oppa duduk disamping kananku.



Aku menggeleng, "malam ini bintang banyak sekali, rugi kalo aku tidur cepat," jawabku.



"Bagaimana hari ini? Jangan terlalu lelah," Jaejin Oppa duduk disamping kiriku kemudian mengelus pelan kepalaku.



"Apa aku terlihat buruk??"



Kedua Oppa ku tersenyum kemudian kompak memelukku. Hangat, aku ingin tetap seperti ini, menemani kedua Oppa ku, sungguh aku tak ingin semua ini berlalu.

***



(Seoul, apartemen Yunho)



"Jadi, Jaejoong akan bergabung juga?" tanya Yunho -Jung Yunho (Yunho TVXQ)- pada Yoochun. "Ini menyenangkan, bukan?"



"Emm!" Yoochun -Park Yoochun (Yoochun JYJ)- mengangguk pelan. "Junsu memastikan jika ia dan Jaejoong akan bergabung besok pagi," tambahnya. "Aku tidak sabar ingin berlibur dikampung halamanmu, Yunho."



Yunho tersenyum manis, "aku harap kau bisa menikmati waktumu sa'at disana nanti," menepuk bahu Yoochun.



Yoochun pun tersenyum, "sure!"

***



Malam terasa cepat sekali berlalu dan pagi menyapa. Pagi ini cerah sekali sa'at kami sibuk memulai aktifitas kami. Rumah besar yang letaknya berseberangan dengan kedai kami juga tampak sibuk, ya jika sesuai perkiraan dan tidak ada halangan, maka rombongan dari Seoul itu akan tiba siang menjelang sore ini.



Berita kedatangan Tuan Muda Jung dengan cepat menyebar. Kenapa semua begitu antusias? Sepertinya hanya aku yang antipati, tidak bukan antipati hanya saja aku malas menanggapinya.



Kami bersiap tutup sa'at dua mobil mewah itu berhenti tepat didepan gerbang rumah besar yang berdiri megah diseberang sana.



"Ah,itu mereka!" seru Juyeon Onni antusias. Jinki Oppa, Changmin Oppa, dan Jaejin Oppa langsung bergabung melihat pemandangan diseberang dari kaca bening yang menjadi tembok kedai kami. Mereka berempat terlihat asik mengamati rombongan itu.



Aku menghela nafas dan menyerah pada rasa penasaranku. Aku mendekat dan bergabung, "Itu kan... Batu??" spontan aku mengucap kata itu ketika aku melihat salah seorang pemuda dari rombongan itu. Semua menoleh menatapku seolah bertanya, 'batu??' dengan kompak padaku. Aku mengulum senyum malu lalu kembali kedapur.

***



Batu, aku tersenyum sendiri. Malam ini langit mendung dan udara terasa dingin. Aku teringat kejadian itu lagi.





* flashback *



Kedua Oppa ku mengajakku ke Seoul. Aku gadis yang payah, tidak pernah berkunjung ke ibukota negara ku ini. Usai berkeliling, kami bertiga duduk ditaman. Jaejin Oppa dengan percaya diri menggenjreng gitar tua miliknya dan bernyanyi dengan vokalnya yang pas-pasan itu. Jinki Oppa duduk disampingnya sambil asik ngemil tidak peduli padat sekitarnya. Aku duduk disamping Jaejin Oppa dan mengamati sekitar, orang-orang yang tidak pernah aku jumpai sebelumnya dan kebiasaan mereka. Orang kota, seperti inikah mereka? Pandanganku tertuju pada seorang pemuda. Pemuda itu berpawakan kurus, tinggi, berwajah sangat tampan, iya sangat tampan dan sempurna. Dunia terasa berhenti sejenak ketika aku menatapnya. Pemuda itu berjalan sendirian dengan tangan kiri ia simpan rapi disaku celananya dan kanan sibuk memegang ponsel yang ia tempelkan ditelinga kanannya. Sempurna sekali makhluk ciptaan Mu ini, Tuhan. Aku benar-benar menikmati keindahan itu, aku langsung bangkit dari dudukku ketika pemuda itu hampir jatuh. Ia terlihat mengumpat kesal sembari menendang batu kecil yang hampir membuatnya terjatuh. Aku tersenyum melihatnya lalu mendekati batu itu dan memungutnya.



* end of flashback *





"Hah, batu..." gumamku seraya tersenyum sendiri.



"Batu??" tanya Jaejin Oppa.



"Oppa?!! Sejak kapan Oppa duduk disini?"



"Baru saja, eh batu? Apa maksudnya?"



"It's a girl secret"

***



Hari ini lumayan ramai di jam makan siang. Semua sibuk ketika empat pemuda tampan itu memasuki kedai kami. Tidak ada pilihan, aku pun maju menghampiri keempatnya yang sudah duduk mengitari mejan no.8.



"Selamat datang," sapaku ramah sambil membagikan buku menu.



"Annyeong," sapa pemuda berwajah chuby dan terlihat familiar itu, "tidak menyangka ada tempat seperti ini," tambahnya. Aku hanya tersenyum manis menanggapinya.



"Nona, apa menu andalan kedai ini?" tanya pemuda tampan berjidad lebar itu.



Aku terhenyak, sedari tadi aku terus menatap 'batu' yang semakin terlihat tampan dari jarak sedekat ini. "Iya, pada umumnya pelanggan kami memesan menu makanan nomer 3, 9, 5, untuk minuman nomer 7 dan 8 yang paling digemari," jelasku kemudian.



"8, 9" sahut 'batu' cepat sembari menutup buku menu tanpa mengalihkan pandangannya padaku.



"Aku sama, 8 dan 9," sambung Tuan Muda Jung.



"Aku coba 7 dan 3 saja," sambung pemuda tampan berjidad lebar.



"Nona, aku 7 dan 5 saja," pemuda berwajah chuby menutup pesanan kuartet itu.



"Baiklah, mohon tunggu sebentar," aku pamit untuk mengambil pesanan mereka. Aku kembali membawa dua pesanan pertama. Kemudian aku kembali membawa pesanan kedua. "Selamat menikmati," sambil memasang senyum terbaikku. Tanpa sengaja Juyeon Onni menabrakku yang segera terdorong ke meja menumpahkan minuman itu sampai pada celana 'batu' yang segera bangkit dari duduknya. "Oh, Tuan ma'afkan aku," aku sangat panik.



"Aish! Kau!" 'batu' melotot tajam padaku, ia benar-benar marah.



"Ma'af, Tuan!" aku mengulang permintaan ma'afku sambil membungkukkan badan dihadapan batu. Aku melebarkan mataku ketika kepalaku terasa basah dan dingin. Iya, 'batu' mengguyurkan segelas jus ke kepalaku kemudian berjalan keluar meninggalkan kedai.



"Jaejoong~aa," seru Tuan Muda Jung menyusul langkah 'batu'.



"Nona, ma'afkan Hyung ku," pemuda berwajah chuby itu menundukkan kepala kemudian pergi.



Pemuda tampan berjidad lebar, hanya dia yang tersisa tetap menatapku yang masih berdiri mematung dalam posisiku. Juyeon Onni terus mengelap kepalaku sambil terus mengucap kata ma'af. Terdengar pula suara Changmin Oppa yang berusaha menahan Jaejin Oppa yang emosi melihat perlakuan 'batu' padaku.

***



Keesokan harinya Yunho dan Junsu kembali mengunjungi kedai 'O Jong Ma Dam'.



"Nona, kenapa tidak terlihat gadis yang kemarin?" tanya Junsu.



"Jiyoo??" jawab Juyeon.



"Apa dia dipecat?" potong Yunho sebelum Juyeon melanjutkan kata-katanya.



"Tentu saja tidak," Juyeon tersenyum manis, "dia tidak masuk."

***



Yoochun berkeliling dengan sepeda gunung. Ekspresi wajahnya terlihat berseri menikmati indahnya lukisan Tuhan yang benar-benar memanjakan mata dan pikirannya. Yoochun menghentikan sepeda gunungnya dan menepi. Ia merentangkan kedua tangannya kemudian memejamkan mata sambil menghirup udara dalam-dalam.



"Aaaaaaa.......!!!!!!!" Yoochun berteriak lepas.



Aku bangkit dari tidurku, "kenapa kau ribut sekali?" ucapku seraya mengusap kedua mataku.



"Kau??" Yoochun terlihat benar kaget, "ma'afkan aku," seraya membungkukkan badan.



"Aku, Jiyoo, Lee Jiyoo."



"Yoochun, Park Yoochun."



"Kau itu, apa kau sudah bosan hidup berteriak seperti itu disini?"



"He?? Tidak boleh ya? Ma'af..."



"Siapa yang melarang?" aku ingin tertawa melihat ekspresi bingung Yoochun. "Kau tampak frustasi, mau mengunjungi tempat bagus tidak?" tawarku dan Yoochun termangu, "ya sudah kalau tidak mau."



"Aku mau!"



Aku tersenyum, "ayo, kita pergi!"



Aku berdiri dalam boncengan Yoochun dan memegang pundaknya. Jalanan yang menurun tentu tak menyusahkan Yoochun untuk mengayuh sepeda gunung itu. Kami sampai di tempat yang aku janjikan. Aku mengajaknya turun dan duduk diatas batu ditepian sungai. Yoochun terlihat nyaman duduk merendam kakinya seperti itu.



"Ajari aku main piano!" pintaku pada Yoochun.



"Iya??"



"Park Yoochun sangat mahir bermain piano, itu yang aku dengar dari obrolan orang-orang. Tahu tidak, kalian menjadi topik obrolan orang-orang sejak kalian datang."



"Iyakah?? Ah~ berlebihan sekali rasanya," Yoochun tersipu.



Aku ikut tersenyum, "ajari aku ya selama kau disini, mau tidak, Oppa?"



Yoochun terhenyak lalu menatapku lekat. Ada guratan kesedihan yang aku tangkap dari sorot matanya. "Tapi, aku tidak membawa piano ku kemari, jadi bagaimana bisa aku mengajarimu?"



"Aku punya keyboard, murahan, apa bisa?"



Yoochun kembali membawaku dalam boncengan sepeda gunungnya, kami menuju ke rumahku. Sesampainya kami dirumah, aku langsung menunjukkan keyboard murahan milikku pada Yoochun.



"Speaker sebelah kanan rusak," kata Yoochun masih sibuk mencoba tuts tuts keyboard murahan milikku.



"Iya, karena itu aku malas memainkannya."



"Tidak coba diganti?"



"Disini tidak ada."



"Oh, begini juga lumayan, kemarilah!" mengundangku duduk disampingnya. Aku menurut dan duduk disamping kiri Yoochun. "Kau siap belajar?"

***



Aku kembali duduk melamun di loteng. Sesekali ku pandangi batu kecil itu dan menghela nafas panjang teringat kejadian dikedai kemarin. "Aku memungutmu gara-gara pemuda angkuh itu, bodoh sekali bukan?" aku mengomeli batu itu, "ma'af, aku tidak bisa menyimpanmu lagi!" ku lemparkan batu itu begitu saja.



"Auw!" pekik orang dibawah sana.



"Omo! Batu!" aku beranjak dari tempatku duduk dan menengok kebawah. Mataku melebar melihat 'batu' berdiri didepan rumahku sambil mengelus-elus kepalanya. Aku heran melìhatnya berada disana dan bergegas turun. "Apa yang Tuan lakukan disini?" tanyaku pada pemuda yang belakangan aku ketahui bernama Jaejoong, Kim Jaejoong itu.



"Aish~ kenapa setiap kali bertemu denganmu aku selalu sial?" rutuk Jaejoong.



"Apa??" lalu aku amati gerak-gerik Jaejoong, "apa yang Tuan lakukan didepan rumahku? Tuan mengintai sesuatu?"



"Aish~" Jaejoong tertawa kesal, "kau pikir aku akan mencuri sesuatu di rumah jelekmu ini?"



"Aigo~ masih saja mengelak, gerak-gerik Tuan sangat mencurigakan, tau!"



Jaejoong berdecak kesal seolah mengolokku, "iya, aku memang mengintai sesuatu, kau puas?!"



"Ap-apa??"



"Bunga bakung itu," menunjuk bunga lily putih yang ku tanam rapi dalam pot, "wanginya..."



"Tuan ingin melìhatnya?" potongku.



"Bolehkah?"



Aku memimpin Jaejoong masuk ke halaman rumah. "Silahkan, ini bunga bintang kesayanganku, dia baru mekar pagi ini."



Jaejoong mendekati lily putìh itu. Ia jongkok dihadapan bunga yang baru mekar dan menebar wanginya malam ini. Ia tersenyum lalu menghirup wangi bunga lily itu seraya memejamkan matanya. Sejenak aku merasa iri pada bunga itu, kencantikan dan wanginya mampu menarik perhatian Jaejoong, bahkan 'batu' itu sampai tersenyum padanya. "Hey, Rambut Api, terima kasih ya," kata Jaejoong seraya berdiri.



"Ap-apa?? Rambut Api??"



Jaejoong menyincingkan senyum di bibir tipisnya, "tahu kah kau jika warna rambutmu itu aneh sekali?"



"Ap-apa??"



"Ma'af, aku hanya bercanda. Aku Kim Jaejoong, ma'af soal di kedai kemarin dan terima kasih telah mengizinkan aku melihatnya," Jaejoong tersenyum.



Senyuman itu mengembang dengan tulus di wajah angkuh Jaejoong, aku terpana dan hanya bisa diam menikmati keindahan senyum itu.





"Eh, kenapa kau bawa masuk bunganya?" tanya Jaejin Oppa, "Lhoh?? Kau membawanya masuk ke kamarmu??" pandangannya mengikuti langkahku. "Hyung, lihat dia!" berbalik pada Jinki Oppa yang sibuk menatap layar telivisi.



"Sudah berapa tahun kau jadi kakaknya? Kenapa masih heran melihat tingkah aneh Jiyoo?" komentar Jinki Oppa enteng tanpa mengalihkan pandangannya.



"Aish~" Jaejin Oppa menyusul langkahku, "hey, apa yang sebenarnya terjadi?" berdiri didepan pintu kamarku yang terbuka.



"Tidak ada."



"Lalu kenapa membawanya masuk? Ke kamar pula."



"Oppa menggangguku saja," aku mendorong dada Jaejin Oppa, "Oppa menggangguku saja!" langsung ku tutup pintu kamarku dan menguncinya, jika tidak dikunci Jaejin Oppa pasti mengintip ku nanti. Aku bergegas duduk dilantai tepat dihadapan bunga lily putih itu. "Kau tahu, baru kali ini aku merasa iri padamu, kecantikanmu juga wangimu mampu menarik perhatiannya, bahkan ia sampai tersenyum padamu," aku berbicara pada bunga lily putih itu, "aku iri padamu, bunga bintang."

***



Yoochun menepati janjinya. Hari ini ia kembali datang untuk mengajari aku bermain piano, bukan tapi keyboard. Yoochun sosok yang hangat dan pribadi yang menyenangkan, aku merasa nyaman berada di dekatnya.



"Kau ada kemajuan," puji Yoochun.



"Tapi, jari-jariku ini kurang mahir," aku memperhatikan jari-jari tanganku, "aku iri pada jari ajaibmu itu."



"Hahaha... kau ini," Yoochun mengelus kepalaku.



"Kenapa?"



"Emm??"



"Tatapan Oppa, sejak awal kita bertemu..."



Yoochun menatapku lekat, "Kau mengingatkan aku pada mendiang adikku," kenangnya.



"Oh, ma'af."



"Tidak apa-apa, aku merasa beruntung bisa bertemu dan mengenalmu."



"Aku juga, sayang waktu kita tidak banyak, ini seperti mimpi saja."



"Mimpi?"



"Iya, seekor itik buruk rupa yang bertemu pangeran tampan. Hehehe..."



"Kau itu bukan itik buruk rupa, tapi kau itu angsa liar dengan kencantikan alami."



Angsa liar dengan kecantikan alami?

***



Tuan Muda Jung datang berkunjung? Mimpikah ini?



"Tuan Muda ingin bertemu denganmu, karena itu aku mengantarnya kemari," bisik Changmin Oppa sebelum pergi.



"Aku minta ma'af soal kejadian di kedai waktu itu, aku sempat berpikir jika kau di pecat," Tuan Muda Jung memulai pembicaraan.



"Tidak, itu kecelakaan, maksudku aku tidak apa-apa, aku bisa memahami jika waktu itu 'batu', ups! maksudku Tuan Muda Jaejoong marah."



"Panggil saja nama kami tanpa embel-embel kata 'Tuan Muda', itu membuat batasan diantara kita."



"Jadi boleh seperti itu?"



Yunho tersenyum manis, senyum yang amat menawan. "Tentu saja, aku ingin kita berteman, seperti kau dan Yoochun."



"Tahu soal kami?"



"Tiga hari ini dia bersama mu bukan? Kau membuatnya tersenyum kembali."



"Eh? Memang sebelumnya tidak pernah tersenyum?"



"Bukan begitu juga..."



"Mendiang adiknya kan?" aku memotong dan Yunho mengangguk. "Mirip sekali ya?"



"Tidak juga, tapi sedikit banyak begitu."



"Jadi yang benar bagaimana?"



"yang benar??" Yunho menggaruk kepalanya.



Aku terkekeh dan Yunho semakin bingung, "sudahlah, lupakan saja. Sayang sekali ya, waktu kita sangat terbatas."

***



Aku malas sekali kembali ke kedai, ini hari keempat aku membolos. Aku sangat tidak konsekuen pada 'O Jong Ma Dam', aku berpikir untuk lekas mencari pengganti karena jika dinaungi oleh empat bintang bukan 'Lima Rasa Kasih Sayang' lagi artinya. Ada beberapa kandidat, hmmm... Kang Minhyuk? Lee Taemin? Kalau gadis, Lee Jieun? Noh Yi Young? Park Sunyoung? Lee Chaerin?



"Annyeong..." suara itu membangunkan aku dari lamunan.



"Annyeong..." aku menatap pemuda itu, dia pemuda berwajah chuby itu.



"Nona, kau masih ingat aku tidak?" tanyanya dengan ekspresi yang sama, wajah berbinar yang terlihat amat familiar itu. "Aku Junsu, Kim Junsu, kau Lee Jiyoo kan?"



"Iya," jawabku seraya tersenyum manis.



"Jika kau tidak dipecat, kenapa kau tidak pernah kembali ke kedai itu?"



"Kenapa semua berpikir aku dipecat?"



"Ha?"



"Anda dan juga Tuan Muda Jung."



"Yunho? Ah~ tentu saja, kau tidak pernah terlihat lagi usai kejadian waktu itu, ma'afkan Hyung ku ya."



"Wow, semua meminta ma'af untuknya, istimewa sekali."



"Jaejoong terkadang sedikit tempramen, tapi dia orang baik kok."



"Jangan khawatir, aku paham kok."



Junsu tampak mengamati aku, "baguslah jika begitu."



"Tuan mau ikut?"



"Kemana?"



"Memanen sayur, pernah melakukannya tidak?"



"Tidak, sepertinya menarik, iya aku mau ikut!"



"Ayo!" aku memimpin Junsu menuju kebun sayur di belakang rumah. "Ini kebun sayur kami. Kami merawatnya secara alami jadi sayur mayur ini bebas pestisida."



"Kalian ini sangat keren!" mengacungkan kedua jempolnya.



"Hehehe. Kau siap?"



"Ajari aku, Sunbae!" membungkuk.



Aku tertawa geli. "Baiklah, jika berbuat kesalahan, gajimu akan aku potong, kau paham?!"



"Ok!"



Hari ini istimewa sekali, aku memanen sayur ditemani seorang pangeran. Kim Junsu, orang ini benar-benar lucu. Dia memang tampan, tapi setiap kali menatap wajahnya aku jadi ingin tertawa.



"Sudah ku bilang itu salah! Kau ini sulit sekali di ajari!" aku mengomel dihadapan Junsu.



"Aa~ ma'afkan aku, beri aku hukuman saja, bagaimana?"



"Hukuman??"



"Oh, aku akan menyanyi untukmu, bagaimana?"



"Kau yakin suaramu bagus?"



"Tidak juga, tapi dengar saja dulu, ya?"



"Hmmm...baiklah!"



"Ok! Ehem! Ehem! Every night in my dreams, i see you, i feel you, that is how i know you go on... For a cross the distance and spaces between us, you have come to show you go on..."



Junsu menyanyikan lagu yang menjadi theme song dari film Titanic itu. Aku akui, dibalik wajah 'lucu'nya itu, Junsu memiliki suara yang merdu. Aku memujinya ketika lagu berakhir, bualanku mampu memerahkan wajah Junsu. Aku lebih hebat darinya bukan?



"Kau tahu, ini pengalaman pertama bagiku, memanen sayur dan membuat kimchi," kata Junsu yang masih sibuk mengaduk adonan kimchi dihadapannya.



"Berarti aku telah mengukir secuil kisah indah dalam hidupmu, begitu?"



"Iya, hah... aku merasa beruntung ikut berlibur kemari dan bertemu denganmu."



"Padahal aku ini sangat menyusahkan."



"Menyusahkan?? Tidak, kau itu sosok yang mandiri dan menyenangkan."



"Terima kasih telah memujiku, sayang sekali ya waktu kita tidak banyak."



"Lumayan kok, liburan kami masih lama, sebulan, lumayan kan?"



Ekspresi itu, aku sangat senang melìhatnya. "Iya lumayan. Jadi, kalian akan menyambut awal musim dingin disini?"



"Yap! Benar sekali!"

***



Aku rindu sekali pada Changmin Oppa. Saking rindunya aku nekat keluar malam-malam begini untuk menemui Changmin Oppa di rumahnya.



"Astaga, Jiyoo! Ayo, masuk!" Changmin Oppa ketika membuka pintu dan mendapati aku sudah berdiri dihadapannya.



"Oppa~" aku langsung memeluk erat pinggang Changmin Oppa.



"Eh eh, Jiyoo!" Changmin Oppa merasa tak nyaman.



"Biarkan aku seperti ini, sejenak saja..." pintaku. Changmin Oppa pasrah dan hanya bisa diam. Setelah beberapa menit, aku melepas pelukanku dan tersenyum manis pada Changmin Oppa yang masih berdiri tertegun menatapku heran. "Oppa! Oppa, kenapa?" tanyaku seraya menggoyang tanganku tepat didepan wajah Changmin Oppa.



"Eh," Changmin Oppa tersadar, "kau kenapa? Tiba-tiba," menggerakan kedua tangannya menirukan aku ketika tiba-tiba memeluknya.



"I miss you, Oppa," sambil tersenyum lebar membuat Changmin Oppa makin melongo. "Ah, sudahlah! Malam ini aku tidur disini!" seraya duduk di atas satu-satunya sofa yang ada di rumah Changmin Oppa.



"Apa?? Kak-kau mau menginap??"



"Ehem, aku kangen masakan Oppa. Malam ini dingin sekali, jadi buatkan makan malam yang hangat untukku!"



Changmin Oppa makin keheranan, "Baiklah, tapi dengan bahan seadanya ya?"



"Ok!" lalu aku mengekor Changmin Oppa ke dapur. Aku duduk menahan dagu dengan kedua tanganku terus memperhatikan Changmin Oppa yang sibuk memasak. Hanya punggung kekar itu yang bisa ku lihat karena ia membelakangi aku. "Tahukah kau Oppa, aku pasti akan sangat merindukanmu," bisikku dalam hati.



"Ini dia makan malam yang hangat sederhana," Changmin Oppa menghidangkan masakan lezat itu di meja.



Aku mencium aroma sedap masakan itu. "Sempurna!"



"Kau hanya mau membuatku senang kan?" seraya duduk di hadapanku.



Aku hanya meringis lalu melahap hidangan di hadapanku. "Oppa~"



"Emm??"



"Tidak, hehehe..."



"Makan yang baik," mengelus kepalaku.

***



"Tujuh pangeran tampan dan seorang putri cantik?" Juyeon Onni mengulangi ucapanku.



"He'em, kau lah putri itu, lalu tujuh pangerannya ada Jinki, Jaejin dan Changmin Oppa, sisanya empat pemuda dari Seoul itu, Tuan Muda Jung, Park Yoochun dan Kim bersaudara Kim Jaejoong dan Kim Junsu."



"Lalu, siapa itik buruk rupa itu?"



"Itu aku!"



"Jiyoo...kau itu bukan itik buruk rupa, tapi kau itu angsa."



"Onni meng-copy ucapan Park Yoochun, dia mengatakan kalau aku ini angsa liar."



"Kau kenal mereka dengan baik sepertinya."



"Itu gara-gara Onni!"



"Aku??"



"Jus tumpah waktu itu, Onni lupa?"



"Oh, itu. Hehehe..."



"Nanti aku jadi pengawas saja ya?"



"Pengawas??"



"O Jong Ma Dam, ada dua koki handal yang menanganinya nanti dan seorang pramusaji yang pandai bermain gitar lalu seorang pramusaji yang pandai memainkan trik-trik sulap, ini menakjubkan dan aku telah menambah seorang lagi."



"Seorang lagi?? Jiyoo, bicara mu berputar-putar, aku tidak paham!" Juyeon Onni menggelengkan kepalanya.



"Annyeong..." gadis cantik itu memasuki kedai.



"Itu dia bungsu O Jong Ma Dam, Onni kau kenal dia kan?"



"Yi Young?? Noh Yi Young??"

***



Tuhan, aku sudah mempersiapkan semua. 'O Jong Ma Dam' akan tetap dinaungi oleh lima bintang bersinar. Terima kasih, Tuhan. Tapi ma'afkan aku, tidak bisakah aku meminta tenggang waktu? Mereka akan tinggal sampai awal musim dingin, aku...



"Annyeong..." Jaejoong sudah berdiri di hadapanku.



"An-annyeong..." aku menatapnya heran dan bertanya-tanya untuk apa dia kemari?



"Hari ini waktunya si kembar yang satunya mekar bukan?"



Aku mencoba menelaah ucapan Jaejoong, "oh iya, tunggu sebentar!" aku bergegas masuk mengambil bunga lily putih kesayanganku. "Ini dia!"



Jaejoong mengulanginya lagi, mencium wangi bunga lily itu dalam-dalam. "Terima kasih bersedia membagi kecantikannya denganku," seraya menoleh menatapku.



Aku tidak bisa menahan tawaku ketika Jaejoong menoleh. Serbuk sari berwarna kuning itu menempel indah di ujung hidung mancungnya. "Permisi," aku membersihkannya, "ada serbuk sari yang menempel," tambahku seraya tersenyum manis. Jaejoong terlihat canggung lalu mengalihkan pandangannya. "Ma'af, aku lancang sekali."



"Tidak."



"Jadi, kau malu?? Hahaha, tenang saja, itu tidak mengurangi kecantikanmu kok!"



"Cantik??" Jaejoong menatapku dengan tatapan 'protes'nya.



"Lupakan! Eh, apa aku membuatmu merasakan sesuatu di hatimu?"



"Apa??"



"Kau ini mudah sekali di buat ternganga seperti itu!"



"Aish~ dasar rambut api!"



"Wah, jadi panggilan kesayangan ya?"



"Apa??"



"Rambut api itu," aku mencolek lengan Jaejoong.



"Kau ini genit sekali!"



"Hahaha... katanya gadis-gadis di Seoul lebih parah, benar tidak?"



"Ck! Entahlah!"



"Hanya kali ini saja, aku tidak akan genit dan usil lagi padamu setelah ini."



"Iya, setelah aku kembali ke Seoul, tapi selama aku disini bisa saja kau berbuat seperti itu padaku!"



"Pelit sekali! Anggap saja ini bayaran!"



"Eh, bayaran? Jadi, kau meminta bayaran karena aku melihatnya?" menuding bunga lily yang tetap diam, ah tidak mungkin ia menertawakan kami.



"Zaman sekarang mana ada yang gratis!"



"Ada! Udara yang kau hirup gratis kan?"



"Itu fasilitas!"



"Fasilitas??"



"Sudahlah! Aku lelah mengoceh denganmu!"



"Kenapa suka lily?"



"Sederhana saja, seperti para penebang kayu itu."



Jaejoong tersenyum, "aku pun begitu, bunga bakung ini," menyentuh kelopak bunga lily putih itu.



"Ayo ikut aku!" aku bangkit dari dudukku.



"Kemana??"



"Sudahlah! Ayo!" aku menarik tangan Jaejoong.





Aku diam menatap keindahan dan sinar terang dari bintang yang kini berdiri tepat di sampingku. Wajahnya bersinar terang dan senyumnya menawan bak permata. Aku merasa sangat beruntung malam ini bisa menatapnya sedekat ini. Dia bukan 'batu' kecil, tapi dia adalah bintang. Akulah batu kecil itu, sekarang bagaimana? Bintang telah jatuh, maka batu kecil akan hancur.



"Kau yang menanam semua bunga ini?" Jaejoong menoleh padaku.



"Iya, bagus tidak?"









"Kombinasi warnanya, aku suka!" Jaejoong manggut-manggut menatap hamparan bunga lily warna-warni di hadapannya. "Eh, tapi tempat apa ini??" kembali menatapku.



"Bukan apa-apa, tapi mungkin saja jadi peristirahatan terakhir itik buruk rupa."



"Itik buruk rupa?"



"Hahaha...lupakan saja, nanti kau juga pasti tahu! Nikmati saja, ok!"

***



"Hey, pelan-pelan makannya!" bentak Jaejin Oppa.



"Aku takut tidak bisa makan lagi," ucapku masih dengan mulut penuh makanan.



"Jiyoo~ perhatikan cara makanmu, itu mengerikan!" Jinki Oppa ikut bicara.



Aku berusaha menelan sisa makanan di mulutku, "bagaimana kalau ini makan malam terakhirku? Aku takut tidak bisa merasakan masakan koki terhebat Lee Jinki!"



"Jaga bicaramu! Kau itu seperti orang yang mau pergi jauh saja!" cerca Jaejin Oppa.



Aku hanya meringis menanggapinya.

***





* kediaman Yunho *



"Jadi dia meminta Paman menyampaikan ini?" tanya Yunho pada Paman Han.



"Iya, Tuan! Jiyoo terlihat aneh semalam dan memaksa saya menyampaikan pesan ini pada Tuan Muda," jelas Paman Han.



"Hagh~ tapi aku tidak akan mengambil alih kedai itu, bukankah mereka sudah membelinya?"



"Jinki dan Jaejin, iya. Jiyoo melunasi sisanya, Tuan."





"Aku senang bersama, sangat senang," ucap Junsu.



"Aku juga, bagaimana kalau kita buat pesta kejutan untuk ulang tahun kedai itu?" usul Yoochun.



"Boleh, Rambut Api pasti suka!" Jaejoong langsung setuju.



"Baiklah, kita buat kejutan untuk Jiyoo dan O Jong Ma Dam yang selalu menemani liburan kita," tutup Yunho.

***



Hujan turun, namun tak begitu deras. Aku berjalan pelan dan heran ketika sampai di depan rumahku. Kenapa begitu ramai orang? Kenapa mereka memakai pakaian berkabung? Apa yang terjadi? Tidak ada yang menyadari kehadiranku. Aku pun berjalan masuk, ada apa ini? Juyeon Onni menangis dan Yiyoung memeluknya. Jinki Oppa, Jaejin Oppa juga menangis. Kalian, kenapa tidak ada yang melihat padaku? Hey, aku disini. Changmin Oppa kemudian datang memimpin langkah Yunho, Jaejoong, Yoochun dan Junsu, mereka semua tampak sendu dan memakai kostum serba hitam.



"Kami turut berduka cita atas meninggalnya, Jiyoo..." ucap Yunho seraya menepuk pundak Jinki Oppa.



Aku... Aku telah... mati???

***



"Mereka akan datang lagi?" tanya Changmin.



"Begitu yang aku dengar," jawab Yiyoung.



"Pasti Jiyoo sangat berkesan ya," kata Juyeon.



"Aku rasa begitu," Jaejin membenarkan.



"Kita harus mempersiapkan semua, untuk upacara setahun meninggalnya Jiyoo, peri kecil kita..." guratan kesedihan itu masih terlihat jelas di wajah Jinki. "Jika hari itu aku berhasil mencegahnya pergi, pasti kecelakaan itu tidak akan merenggut nyawanya," sesal Jinki.



"Hyung, kita tidak bisa melawan takdir," Jaejin mengelus pelan bahu Jinki.



Terdengar pintu kedai terbuka dan semua mata menatap ke arah pintu. Tidak ada siapa pun, hanya ada hembusan angin di awal musim dingin yang menyapa masuk. Semua tersenyum.

***





* Beautifull Things Instrumental *



"Annyeong... tujuh pangeran tampan dan putri cantik, juga bungsu yang baru lahir. Ma'af, aku pergi dulu, mendahului kalian. Entah perasaan apa ini, tapi aku rasa, waktuku tidak banyak lagi. Jinki Oppa, terima kasih atas kesabaranmu. Jaejin Oppa, terima kasih untuk omelanmu yang tak bisa aku dengar lagi. Changmin Oppa, terima kasih untuk pelukan dan makan malam terakhir. Juyeon Onni, terima kasih, aku ingin melihat pertunjukkan sulapmu. Yiyoung, terima kasih bersedia melengkapi 'O Jong Ma Dam'. Yunho, terima kasih atas kemurahan hatimu. Yoochun, terima kasih untuk kehangatan itu, sejenak aku merasa benar menjadi adikmu. Junsu, terima kasih untuk suara merdu itu, sungguh aku ingin mendengarnya lagi. Jaejoong, bintang bersinar yang rela jatuh untuk batu kecil yang selalu menatapnya kagum, batu kecil telah hancur, tapi ia sama sekali tak menyesalinya, ia bahagia, terima kasih telah menemani hari-hari terakhirnya. Kalian semua, tujuh pangeran tampan dan putri cantik, juga bungsu yang baru lahir, terima kasih telah menjadi pelangi yang mewarnai hidupku. Aku cinta kalian, aku cinta kalian..."





Yunho, Yoochun, Jaejoong, Junsu, Changmin berdiri berjajar menatap makam Jiyoo. Bunga lily bermekaran menghiasi makam dan wanginya menebar terbawa angin.



"Sudah setahun, dia tidak pernah berubah," kata Yunho.



"Rasanya, tawa itu masih terdengar jelas ya?" kenang Junsu.



"Singkat sekali, aku merindukanmu, apa disana kau bertemu adikku?" Yoochun tersenyum getir.



"Aku menyesali pertemuan kita yang teramat singkat ini, Jiyoo..." bisik dalam hati Jaejoong.



"Semalam, dia datang dalam mimpiku, dia tersenyum dan terlihat sangat cantik. Ia memelukku seraya berbisik," Changmin menoleh menatap empat pemuda disampingnya, "terima kasih, Jiyoo mengatakan terima kasih."









---THE END---







-shytUrtle-





fiuh~ kelar juga. beneran kan gaje? cerita di edit dari versi aslinya yang dalam buku tertulis tanggal kelar dibuatnya 26.12.09 jam 21.39, wow pas ultah TVXQ hehehe. nama beberapa tokoh di ubah tanpa mengubah peran dan alur cerita, hanya saja ending di gubah secara sengaja (oleh author). terima kasih buat semua yang uda baca, baik secara sengaja atau tidak sengaja hehehe. luph you all ^^v



ada yang lupa gak ketulis di cast, itu yang jadi pengganti Jiyoo di kedai adalah Noh Yi Young aka E-Young After School, tengkyu ^^

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews