Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy - Land #46

04:59

 Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

 


It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.

 

 

. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”

. Author: shytUrtle

. Rate: Serial/Straight/Fantasy/Romance.

. Cast:

-                  Song Hyu Ri (송휴리)

-                  Rosmary Magi

-                  Han Su Ri (한수리)

-                  Jung Shin Ae (정신애)

-                  Song Ha Mi (송하미)

-                  Lee Hye Rin (이혜린)

-                  Park Sung Rin (박선린)

-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

 

 

Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, di Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini?

 

 

Land #46

 

Geun Suk merasa bersalah karena Shin Ae terlihat begitu syok usai mendengar cerita yang ia bagi.

"Shin Ae, maafkan aku. Sepertinya apa yang aku ceritakan membuatmu nggak nyaman." Geun Suk segera meminta maaf, tapi Shin Ae tak mendengarnya. Sepertinya gadis itu sedikit melamun atau sibuk dengan pikirannya sendiri.

Il Woo tersenyum melihat Geunsuk dan Shin Ae yang terlihat akrab. "Mereka sudah akur. Misi bersama memang ampuh," ia menebak dengan yakin sembari berjalan mendekati Geunsuk dan Shin Ae.

"Ya! Jung Shin Ae. Dari mana saja kau?" Il Woo menyapa Shin Ae. "Kalian berdua di sini, apa sedang merencanakan sebuah kencan?" Imbuhnya ketika sudah berhenti di dekat Geun Suk dan Shin Ae. Bahkan ia merangkul Shin Ae tanpa merasa canggung.

"Sepertinya misi di Hwaseong Academy berhasil membuat kalian akur ya. Syukurlah. Aku senang melihatnya." Senyum Il Woo sirna ketika ia menyadari bagaimana ekspresi Shin Ae. Gadis itu menatapnya dalam diam dengan ekspresi yang diartikan sebagai tatapan penuh amarah.

Il Woo mengerjapkan kedua matanya. Bingung karena Shin Ae menatapnya seperti itu. Lalu, dengan canggung ia menurunkan tangannya dari pundak Shin Ae. Shin Ae menghela napas panjang dengan kasar. Lalu pergi begitu saja tanpa membalas sapaan Il Woo.

"Ya! Dia kenapa?" Il Woo berbisik setelah ia merapatkan tubuh mendekati Geun Suk.

"Sepertinya dia marah karena ceritaku." Geun Suk turut menatap Shin Ae yang berjalan menjauh.

"Ceritamu?" Il Woo menatap Geun Suk dengan ekspresi tak paham.

"Maafkan aku, Hyung. Tadi aku menceritakan tentang pertemuan kita dengan Yang Mulia Raja pada Shin Ae. Aku rasa, Shin Ae marah karena ulah Hyung."

"Mwo??" Mulut Il Woo membulat dan kedua mata sipitnya melotot. "Marah karena ulahku? Ya! Aku baru bertemu dengannya malam ini. Kenapa dia marah karena ulahku? Ulahku yang mana? Jelaskan!" Il Woo kesal karena merasa dijadikan sebagai kambing hitam.

"Tunggu! Apa karena aku tiba-tiba merangkulnya tadi?" Il Woo menelengkan kepala. Baru menyadari jika sikapnya keterlaluan pada Shin Ae.

"Maafkan aku karena memberi tahu Shin Ae tentang obrolan kita bersama Yang Mulia Raja. Gadis yang disukai Yang Mulia Raja adalah kekasih dari Lee Byung Hun atau lebih dikenal sebagai L.Joe, sahabat Shin Ae. Karena Raja menyetujui usul Hyung, ini artinya akan menimbulkan masalah bagi Magi dan L.Joe.

"Aku rasa Shin Ae syok, kemudian kesal bahkan karenanya. Shin Ae dan L.Joe sangat dekat. Hyung pasti paham pada apa yang akan terjadi jika Rowan atau tetua mendengar hal itu, perihal Raja menyukai gadis bernama Rosemary Magi. Terlebih jika pihak Ratu Maesil tahu. Dia pasti akan menjadikannya sebagai bahan membuat kekacauan."

Il Woo berdiri mematung. Kehabisan kata-kata usai mendengar penjelasan Geun Suk. Andai Geun Suk mengatakan lebih awal tentang Rosemary Magi dan L.Joe, ia pasti tidak akan memberikan usulan kepada Raja untuk membawa Magi masuk ke istana. Di dalam hati, Il Woo menyesali perbuatannya dan bertekad untuk meminta maaf pada Shin Ae.

***

 

"Shin Ae! Tunggu!" Il Woo meraih tangan kanan Shin Ae, membuat langkah gadis itu seketika terhenti. Ia lega akhirnya berhasil menyusul Shin Ae.

"Mmi-mian!" Il Woo mengucapkan kata maag dengan cepat. "Mianhae." Ia mengulanginya dengan suara lembut.

"Untuk apa?" Shin Ae tak bersikap ramah. Nada bicaranya ketus walau Il Woo adalah ketua dalam kelompoknya. "Untuk usul Seonbaenim yang disetujui Yang Mulia Raja? Oh! Aku harus memberi selamat atas hal itu. Selamat. Karena Seonbaenim telah berhasil memenangkan hati Yang Mulia Raja."

"Shin Ae-ya, aku—"

"Tapi, aku harus menanyakan sesuatu pada Seonbaenim." Shin Ae mengabaikan Il Woo yang mencoba menyelanya. "Sejak kapan Seonbaenim tahu jika Yang Mulia Raja menyukai Rosemary Magi? Sungguh aku berharap Seonbaenim mendiskusikannya denganku seperti sebelumnya. Tapi, kenapa kali ini tidak?" Kedua mata Shin Ae yang memancarkan amarah berkaca-kaca.

"Shin Ae, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu jika Rosemary Magi adalah kekasih dari L.Joe, sahabatmu."

"Ada alasan lain yang lebih penting dari itu. Seonbaenim tidak menyelidikinya? Dia yang tinggal di Kampung Lupin. Ada kemungkinan dia adalah anak gisaeng. Kenapa memberi usul agar Raja membawanya masuk ke istana? Jika benar Magi adalah anak gisaeng, maka Yang Mulia Raja tidak akan bisa menikahinya. Jika membawanya masuk ke istana, itu hanya akan menjadikannya sebagai pelayan Raja atau ya, kemungkinan bisa menjadi selir. Kenapa Seonbaenim menyembunyikan hal penting seperti itu dariku?" Nada suara Shin Ae meninggi saat mengucapkan kalimat terakhir. Buliran bening memenuhi kedua matanya. Siap runtuh kapan saja.

"Maafkan aku. Kupikir bukan masalah besar, karena hanya seorang gadis biasa. Aku pun merasa senang karena Raja akhirnya bisa mengisi hidupnya yang berat dengan jatuh cinta. Aku... Aku akan berusaha membuat Yang Mulia Raja untuk mengubah keputusannya. Yang Mulia Raja sangat welas asih. Jika aku memberi alasan yang tepat, pasti beliau akan mempertimbangkannya."

Shin Ae memandang tangan kanannya. Tangan Il Woo masih memegangnya. Selain Magi adalah kekasih L.Joe, ada alasan lain yang tak bisa ia bagi pada Il Woo sekarang. Ia menghela napas, lalu melepaskan tangan Il Woo. "Tidak ada yang bisa aku lakukan untuk membantu Seonbaenim selain berdoa di kuil. Aku mohon berusahalah. Demi kita semua."

Il Woo terkejut mendengarnya. Demi kita semua? Ia bertanya dalam hati.

Shin Ae pamit. Il Woo tak bisa menahan gadis itu. Ia hanya bisa berdiri diam menatap Shin Ae yang berjalan dengan langkah lebar-lebar menuju kuil.

 

Shin Ae duduk tenang di dalam kuil. Kedua matanya terpejam, mengucap doa dengan khusyuk di dalam hati. Hingga tengah malam, ia tak beranjak dari tempatnya.

Hye Young yang hendak melakukan ritual doa malam terkejut melihat Shin Ae masih berada di kuil. Ia menghampiri Shin Ae dan duduk di samping kanan gadis itu. Merasa ada yang mendekatinya, Shin Ae pun membuka mata. Ia tersenyum ketika melihat Hye Young sudah duduk dekat di sampingnya.

"Ternyata memang tidak sedang bermeditasi. Ada apa gerangan yang membuatmu betah berlama-lama di sini? Ini sudah lewat tengah malam. Jarang sekali kamu mau mengikuti ritual doa tengah malam." Hye Young menyapa Shin Ae.

"Aku sedang berdoa untuk memohon kekuatan dan petunjuk dari Sang Penguasa Alam."

Hye Young meraih tangan kanan Shin Ae dan mengelusnya. "Pasti berat bagimu. Selain menyusun siasat sebagai usaha, doa memang harus tetap dipanjatkan. Saat semua usaha sudah dilakukan hingga titik terakhir, sisanya kita harus berdoa dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya tinggal berpasrah. Menyerahkan semua pada Sang Penguasa Alam."

"Byung Hun tidak pernah menyesali pilihannya. Kenapa hal itu membuatku sakit? Aku tidak cemburu. Hanya saja...." Shin Ae ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Ia pun menghela napas panjang. "Byung Hun sangat mencintai Magi. Setiap kali mengingatnya, aku ketakutan. Aku takut semua akan jadi seperti mimpi buruk yang sering datang ketika aku terlelap. Aku benar-benar takut hal itu terjadi."

"Kadang Sang Penguasa Alam bermurah hati dengan memberi kita petunjuk lewat mimpi. Namun, apa yang kita yakini sebagai petunjuk, terkadang bukanlah petunjuk yang sebenarnya. Hanya sekadar bunga tidur. Selama kamu terus merasa takut, maka mimpi buruk itu akan terus menghantuimu. Menyiksamu, tanpa henti."

"Tapi, bagaimana jika itu bukan sekadar bunga tidur? Mimpi itu seperti nyata. Bahkan, saat ini seolah aku sedang menuju ke sana."

Hye Young diam sejenak, lalu tersenyum dan mengelus puncak kepala Shin Ae yang tertunduk. "Karena itu kita di sini. Untuk berdoa. Doa dua orang pasti akan lebih didengar oleh Sang Penguasa Alam. Kalau begitu, mari kita berdoa bersama-sama."

Shin Ae mengangkat kepala untuk menatap Hye Young. Ia tersenyum dan mengangguk.

Hye Young membalas senyum, lalu duduk bersila untuk berdoa bersama Shin Ae.

***

 

Ha Mi terkejut karena pagi-pagi sekali Hyu Ri sudah datang berkunjung ke kediamannya. Ha Mi membawa Hyu Ri masuk ke kamarnya dan meminta semua dayang pergi.

"Ada apa gerangan hingga membuat Yang Mulia datang sepagi ini?" Setelah seluruh dayang pergi, Ha Mi menanyakan tujuan kunjungan Hyu Ri yang mendadak.

"Saya butuh bantuan Yang Mulia Tuan Putri." Walau sulit, Hyu Ri berusaha sesopan mungkin ketika berbicara di depan Ha Mi.

Ha Mi terkejut mendengar permintaan Hyu Ri. "Bantuan dari saya? Bantuan seperti apa yang ingin Yang Mulia dapatkan dari saya?"

Hyu Ri meletakkan amplop kecil berwarna ungu di atas meja dan mendorongnya ke hadapan Ha Mi. Ha Mi menatap amplop ungu yang berhenti dekat di depannya, di atas meja. Namun, ia tak bertanya apa-apa, menunggu Hyu Ri bicara.

"Sejak saya dibawa ke istana, saya tidak bisa menghubungi Su Ri dan Magi. Sebelumnya saya bisa tahan dengan hal itu, tapi kali ini saya benar-benar tidak bisa menahannya lagi. Bisakah Yang Mulia Tuan Putri membantu saya untuk mengirim surat itu pada Magi?" Hyu Ri langsung menyampaikan permohonannya.

Ha Mi diam. Menatap amplop ungu yang tergeletak di atas meja. Ada rasa berkecamuk di hatinya. Ia ingin membantu Hyu Ri, tapi di sisi lain ia takut ketahuan. Terlebih jika ketahuan pihak Ratu Maesil.

"Awalnya saya ingin meminta bantuan Jung Shin Ae Seonbaenim. Tapi, rasanya itu terlalu mencolok. Saya yakin Magi dan Su Ri tidak tahu status Jung Shin Ae Seonbaenim yang tak lain adalah Reed. Walau pengawasan Magi dan Su Ri diserahkan pada Jung Shin Ae Seonbaenim, meminta bantuan Seonbaenim justru akan mempersulit posisinya."

Ha Mi membenarkan apa yang disampaikan Hyu Ri. "Yang Mulia percaya pada saya?"

"Di istana ini Yang Mulia Tuan Putri satu-satunya teman saya. Kita pernah sekelas. Tuan Putri juga pernah membantu kami saat di sekolah. Saya rasa saya tidak memiliki alasan untuk tidak memercayai Tuan Putri. Bahkan hingga hari ini saya masih mengandalkan suaka dari keluarga Tuan Putri." Hyu Ri merasa kagum pada dirinya sendiri yang pagi ini bisa berbicara dengan anggun dan elegan di depan Ha Mi.

Ha Mi diam sejenak, lalu menghela napas panjang. Ia menatap Hyu Ri lekat-lekat. Gadis itu terlihat benar putus asa. Mungkin surat itu memang sangat penting untuk disampaikan kepada Rosemary Magi.

***

 

Magi dan Suri berangkat ke sekolah dari Rumah Seni Snowdrop di Kampung Lupin. Keduanya mendapatkan sepeda yang biasa mereka gunakan untuk berangkat ke sekolah usai Myung Soo mengantarnya. Berdampingan, Magi dan Su Ri mengayuh sepeda, menyusuri jalanan Kampung Lupin yang sangat sepi di pagi hari.
Magi dan Su Ri bertemu dengan Sung Rin yang sudah menunggu di taman di Jalan Elder Flower. Kemudian Sung Rin duduk dalam boncengan Su Ri. Ketiganya berangkat bersama menuju sekolah.
Sama seperti kemarin, hari ini prajurit masih berjaga di sekolah. Hal itu membuat murid-murid yang datang menjadi lesu. Magi, Su Ri, dan Sung Rin merasakan hal yang sama ketika tiba di sekolah. Rasanya tak bersemangat lagi ketika melihat prajurit berseragam itu ada di mana-mana.
Sejak prajurit istana berjaga di dalam Hwaseong Academy, suasana di sekolah jadi terasa lebih hening dan tegang. Saat jam istirahat, jarang sekali murid yang menghabiskan waktunya di luar. Mereka tak nyaman karena merasa selalu diawasi. Usai makan siang, sebagian besar murid memilih kembali ke kelas. Perpustakaan pun jadi lebih ramai karena banyak murid yang memilihnya sebagai tempat pelarian.
Magi duduk sendirian di perpustakaan. Ada sebuah buku terbuka di hadapannya. Namun, Magi tak terlihat sedang fokus membaca buku itu. Ia duduk melamun di tengah padatnga aktivitas perpustakaan.
L.Joe tersenyum lebar ketika berhasil menemukan Magi di perpustakaan. Ia pun bergegas mendekat dan duduk di kursi kosong yang berada di tepat di depan Magi. Magi duduk di kursi paling pojok di salah satu sudut perpustakaan. Beruntung meja panjang di sudut itu tak terlalu banyak murid yang berkumpul. L.Joe yakin Magi memilih tempat ini untuk menyadiri dan buku yang ia pinjam hanya sebuah kamuflase. Terbukti karena buku itu dibiarkan terbuka, tapi tak dibaca. Bahkan Magi tak menyadari kehadirannya.
L.Joe menopang dagu dengan kedua tangannya. Menikmati pemandangan berupa wajah Magi yang sedang duduk melamun. Ia penasaran, apa yang membuat gadisnya melamun. L.Joe terkejut saat Magi tiba-tiba menghela napas pelan.
"Eh?" Magi terkejut ketika menyadari L.Joe duduk menopang dagu di kursi seberang dan sedang menatapnya. Magi segera merasakan panas di wajahnya.
L.Joe tersenyum melihat wajah Magi yang dihiasi rona merah.
"Di sini kau rupanya! Sulit sekali dicari!" Hye Rin menyela tanpa permisi. Membuat Magi dan L.Joe terkejut. "Maaf jika aku mengganggu momen romantis kalian di dalam perpustakaan ini. Tapi, tolong pahami aku yang capek karena keliling sekolah cuman buat nyari kamu, Rosemary Magi."
Magi dan L.Joe masih kompak menatap Hye Rin dalam diam. "Kenapa kamu mencari Magi sampai segencar itu?" L.Joe yang pertama memberi respon atas sikap Hye Rin.
"Park Shi Hoo Seonsaengnim mencari Rosemary Magi. Beliau ingin Magi segera menemuinya di ruang Tata Tertib. Nasibku mungkin lagi sial hingga beliau memintaku untuk menyampaikan pesan itu pada Magi hanya karena kami nggak sengaja berpapasan. Menyebalkan sekali!" Hye Rin melipat tangan di dada.
Magi masih diam. Hanya menatap Hye Rin.
"Ya! Rosemary Magi! Apa yang kamu tunggu? Ayo kita pergi?!" Hye Rin menurunkan kedua lengannya dan mulai kesal.
"Iye??" Magi bingung.
"Kamu mau kita dimarahi?!"
Magi menatap L.Joe untuk memohon izin pergi. L.Joe tersenyum dan mengangguk. Magi bangkit dari duduknya dan berdiri di samping Hye Rin.
"Merepotkan sekali!" Hye Rin meluapkan rasa kesalnya lalu berjalan mendahului.
Magi menatap L.Joe sekali lagi, lalu bergegas menyusul langkah Hye Rin.
 
Magi mengikuti langkah Hye Rin dalam diam. Ia merasa semua ini janggal. Kenapa Park Shi Hoo malah meminta Hye Rin untuk mencarinya? Bukan Su Ri atau Sung Rin. Atau murid yang dipilih untuk menjadi anggota Tata Tertib yang membantu guru yang tergabung dalam tim Tata Tertib Sekolah.
Kening Magi berkerkut ketika menyadari Hye Rin tak membawanya menuju ruang Tata Tertib. Hye Rin justru membawanya menuju toilet. Magi masih berpikir positif dengan beranggapan, mungkin Hye Rin memang butuh untuk mampir ke toilet lebih dahulu. Urusan toilet memang tidak boleh ditunda, karena bisa jadi gawat.
Saat sampai di toilet, ada Nana, Suzy, dan Bora. Tiga anggota geng Nymphs yang lain sudah menunggu di toilet. Magi sedikit terkejut melihatnya. Otaknya berpikir bahwa ini adalah jebakan. Namun, sepanjang bersekolah di Hwaseong Academy, ia belum pernah mendengar tentang Nymphs yang melakukan perisakan atau sejenisnya. Walau begitu, ia tetap merasa was-was.
Hye Rin yang sudah masuk ke dalam toilet lebih dulu menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badan dan menghadap Magi yang berdiri di dekat pintu masuk. "Jangan takut. Karena ini hal penting, aku meminta bantuan mereka untuk memastikan toilet kosong saat kita tiba." Hye Rin ingin Magi tak berpikir buruk tentang dirinya dan gengnya.
Magi menatap Nana, Suzy, dan Bora. Ketiganya terlihat sangat bersahabat. Ia pun tak ingin mencurigai keempat seniornya itu lagi. Menepis keraguan, Magi melangkahkan kaki hingga masuk sepenuhknya ke dalam toilet. Saat Magi masuk, Nana, Suzy, dan Bora menarik diri dan keluar. Magi paham, Hye Rin pasti meminta ketiganya untuk menjaga pintu agar tidak ada siswi yang masuk selama mereka menggunakannya sebagai tempat pertemuan rahasia.
"Maaf, karena aku berbohong untuk membawamu ke sini." Hye Rin yang berdiri di dekat deretan wastafel kembali bicara.
"Rasanya memang sangat janggal jika Park Shi Hoo Seonsaengnim meminta Seonbaenim untuk memanggil saya." Magi memaklumi.
"Karena beliau Tim Tata Tertib yang paling ditakuti murid, aku rasa kau pun merasakan hal yang sama dan pasti akan setuju untuk ikut denganku jika aku katakan ini semua perintah Park Shi Hoo Seonsaengnim."
"Justru saya malah ingin lari."
Hye Rin tersenyum samar mendengar guyonan Magi.
"Ada apa sebenarnya?" Magi tak ingin lebih lama lagi berbasa-basi dengan Hye Rin.
Hye Rin mengambil sesuatu dari dalam sakunya, lalu mengulurkan tangan kanannya pada Magi. Memberikan amplop ungu yang dititipkan Ha Mi padanya. "Pagi ini Yang Mulia Tuan Putri Ha Mi menelponku. Memintaku mampir ke istana sebelum berangkat ke sekolah. Tuan Putri menitipkan amplop ini untuk kuberikan padamu."
Magi sempat bingung ketika Hye Rin mengulurkan amplop berwarna ungu di tangan kanannya. Namun, setelah mendengar penjelasan Hye Rin, ia tak ragu lagi untuk menerimanya. Ketika tangan kanannya menerima amplop itu, ada rasa aneh menyeruak di dadanya. Apakah terjadi sesuatu pada Hyu Ri?
"Tuan Putri berpesan agar kamu dan Su Ri lebih berhati-hati. Mungkin itu sehubungan dengan teror yang diterima teman-teman Yang Mulia Tuan Putri Ahreum." Hye Rin menambahkan.
Mendengar nama aslinya disebut, detak jantung Magi jadi meningkat. "Kamsahamnida, Seonbaenim. Maaf jadi begini merepotkan." Tak lupa ia berterima kasih pada Hye Rin.
"Memang. Sangat merepotkan."
Magi menatap amplop ungu di tangannya, lalu menyimpannya ke dalam saku. Amplop itu adalah hal penting dan rahasia. Ia tak tahu apa isinya, tapi ia merasa bukan hal yang baik.
Terdengar pengumuman melalui pengeras suara yang meminta Magi untuk menemui Park Shi Hoo di ruang Tata Tertib.
Hye Rin menghela napas dengan cara yang cukup berlebihan. "Mian. Harusnya aku tadi nggak berbohong. Sekarang kamu jadi beneran dipanggil tuh sama Tuan Killer. Apa kamu beneran mau lari?"
Magi tersenyum dan menggeleng. "Ini bukan karena Seonbaenim. Saya dan Park Shi Hoo Seonsaengnim memang memiliki urusan yang belum diselesaikan."
"Sibuk sekali ya sebagai murid transferan dari SMA Mae Hwa sekaligus teman Putri Ahreum."
"Yah. Begitulah." Walau tahu Hye Rin mengoloknya, Magi tak mau ambil pusing. "Kalau begitu, saya permisi. Terima kasih untuk bantuan dan kerja kerasnya." Magi membungkukkan badan, lalu meninggalkan toilet lebih dulu.
Hye Rin menyusul keluar dan bergabung dengan Nana, Suzy, dan Bora.
"Apa dia baik-baik saja? Park Shi Hoo Seonsaengnim mencarinya." Nana menyambut Hye Rin.
"Katanya dia punya urusan yang belum terselesaikan dengan Tuan Killer. Sudahlah! Tugas kita sudah selesai." Hye Rin malas membahas tentang Magi.
"Kalau begitu, ayo kita ke kantin dan makan. Aku udah lapar." Bora mengelus perutnya.
Hye Rin, Nana, Suzy, dan Bora pergi ke arah berlawanan dengan Magi untuk menuju kantin.

***

 

Seluruh penghuni sekolah mendengar pesan yang disampaikan Park Shi Hoo lewat ruang penyiaran, termasuk teman-teman Magi—Su Ri, Sung Rin, Seung Ho, dan Jong Hwan—yang sedang berada di taman. Shin Ae yang sedang menikmati makan siang bersama L.Joe juga mendengarnya. Keduanya saling melempar pandangan usai mendengar pengumuman itu.

Magi yang berjalan sendirian menuju ruang Tata Tertib menjadi pusat perhatian. Murid-murid menatap dan saling berbisik ketika ia lewat. Magi berusaha mengabaikannya.

"Tadi Lee Hye Rin menjemput Magi saat kami berada di perpustakaan. Katanya, Park Shi Hoo Seonsaengnim memanggilnya. Tapi, kenapa sekarang Park Shi Hoo Seonsaengnim sampai membuat pengumuman?" L.Joe memiringkan kepala. Baru menyadari adanya kejanggalan.

"Lee Hye Rin?" Shin Ae memastikan.

"Mm." L.Joe menganggukkan kepala. "Mereka pergi bersama. Apa mungkin Hye Rin membawanya ke tempat lain dan membuat Park Shi Hoo Seonsaengnim menunggu?"

"Itu hanya Nymphs. Kamu nggak perlu khawatir. Bisa jadi ada hubungannya dengan Song Hyu Ri, kan?"

"Iya juga sih. Kasihan ya. Hye Rin jadi penyampai pesan."

Shin Ae tersenyum kecil mendengarnya.

"Oya, kenapa tiba-tiba kamu memintaku untuk sering-sering bersama Magi? Bukannya sebelumnya kamu ingin aku pergi dan menjauh darinya?"

"Karena kamu pacarnya, jadi kamu harus menjaganya dengan baik. Bukankah seharusnya begitu? Lagi pula mantra sihir cinta itu terlalu kuat. Aku nggak bisa mematahkannya."

L.Joe tersenyum mendengar alasan Shin Ae. Shin Ae membalas senyum. Turut melanjutkan makan. Di dalam hati, ia merasa khawatir karena Park Shi Hoo memanggil Magi. Walau hanya Park Shi Hoo, tetap saja membuatnya merasa khawatir. Sejak Geun Suk memberi tahunya tentang rencana Raja, Shin Ae selalu dihantui rasa khawatir.

 

Dari kejauhan, Geun Suk memperhatikan Magi yang berjalan sendirian menuju ruang Tata Tertib. Ia juga menemukan teman-teman Magi termasuk Seung Ho bergegas menghampiri gadis itu. Geun Suk diam dalam posisinya dan mengawasi.

Su Ri yang merasa khawatir memegang tangan kanan Magi dan berkata, "Park Shi Hoo Seonsaengnim memanggilmu tanpa aku. Apa semua baik-baik saja?"

"Aku sendiri nggak tahu. Tapi, setelah ini akan segera tahu." Magi dengan tenang.

"Kamu masih bisa setenang ini?? Kemarin prajurit yang berjaga meminta kita menuliskan alamat, lalu sekarang tiba-tiba kamu dipanggil, tanpa aku. Ini janggal sekali jika berhubungan dengan Song Hyu Ri."

"Aku setuju dengan Su Ri." Sung Rin menyela.

"Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja." Magi berusaha menenangkan kedua teman baiknya.

"Mereka membawa Hyu Ri saat di sekolah, apa kamu yakin semua ini baik-baik saja?" Su Ri masih ngeyel.

"Mm." Magi menganggukkan kepala. "Seluruh sekolah tahu kemana aku pergi. Jangan khawatir berlebihan."

"Semoga saja memang hanya ada Park Shi Hoo Seonsaengnim di ruang Tata Tertib." Su Ri menurunkan tangannya yang memegang lengan Magi.

"Aku pergi dulu." Magi melanjutkan langkahnya.

Su Ri menatap punggung Magi yang kian menjauh. Ia tak bisa meredam rasa khawatir yang menggerayanginya.

"Percayalah padanya." Sung Rin mengelus lengan Su Ri.

"Aku sedang berusaha." Su Ri menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan cepat.

Dalam sisa perjalanannya Magi terus menjadi pusat perhatian. Walau tak nyaman, ia mengabaikan bagaimana murid-murid memandangnya dan kemudian saling berbisik. Ia menepis pikiran buruk jika tindakan itu mereka tujukan padanya. Ia merasa lega setelah sampai di depan pintu ruang Tata Tertib. Setelah menghela napas, ia mengangkat tangan kanannya dan mengetuk sebanyak tiga kali kemudian berkata, "Permisi. Ini saya, Rosemary Magi."

Setelah mendengar Park Shi Hoo mempersilahkan masuk, Magi membuka pintu dan masuk ke dalam ruang Tata Tertib. Di dalam ruangan itu Park Shi Hoo tak sendiri. Ada satu pria yang Magi tak mengenalinya. Pria itu duduk di samping kanan Park Shi Hoo.

"Duduklah!" Park Shi Hoo meminta Magi yang berdiri di depan pintu masuk yang tertutup untuk duduk.

Magi berjalan mendekat dan duduk di salah satu kursi yang posisinya berhadapan dengan Park Shi Hoo.

"Beliau adalah Tuan Shin. Pemimpin dari pasukan istana yang ditugaskan untuk menjaga sekolah kita." Park Shi Hoo memperkenalkan pria yang duduk berdampingan dengannya.

Magi tersenyum dan menundukkan kepala untuk menyapa Tuan Shin.

"Tuan Shin ingin bertemu denganmu. Karena itu, aku memanggilmu." Park Shi Hoo menyampaikan maksudnya.

Hanya aku? Tanpa Su Ri? Ketika pertanyaan itu muncul di benaknya, refleks Magi menatap Tuan Shin. Pria itu juga sedang menatapnya dengan wajah dihiasi senyum. Siapa pria ini? Pertanyaan itu membuat Magi menelengkan kepala.

"Karena kalian di sini, sebaiknya saya pamit." Park Shi Hoo bangkit dari duduknya.

"Tidak perlu! Seonsaengnim bisa tetap tinggal di sini, bersama kami." Tuan Shin menahan Park Shi Hoo.

Park Shi Hoo pun kembali duduk. Permintaan Tuan Shin menguntungkannya yang merasa penasaran kenapa Magi tiba-tiba dipanggil tanpa Han Su Ri.

"Nona Rosemary Magi, saya meminta izin untuk bertemu dengan Nona karena ada beberapa pertanyaan yang harus saya tanyakan langsung kepada Nona." Tuan Shin memulai obrolan dengan Magi. Gaya bahasa dan bicaranya sangat sopan. Suaranya pun lembut. Berbeda jauh dengan penampilannya yang terkesan garang.

"Oh ya. Silahkan." Magi jadi merasa canggung diperlakukan dengan sopan oleh orang dari istana.

"Tolong jangan salah paham dan saya harap Nona tidak keberatan untuk menjawab dengan jujur."

"Pertanyaan tentang apa hingga saya diharapkan untuk tidak salah paham?" Bukannya tidak bisa menahan diri, tapi Magi sengaja langsung meluapkan isi kepalanya. Rakyat pasti akan bereaksi seperti ini jika berhubungan dengan orang kerajaan, ia yakin akan hal itu.

"Jika pertanyaan itu berhubungan dengan SMA Mae Hwa atau Song Hyu Ri, anu maksud saya, Putri Ahreum, kenapa hanya saya yang dipanggil? Tanpa Han Su Ri." Magi menambahkan dan berakting seolah ia benar panik.

"Nona, mohon tenanglah." Melihat Magi berbicara dengan cepat dan terlihat panik, Tuan Shin berusaha menenangkan.

"Tuan, hidup kami semakin jadi tidak nyaman sejak Putri Ahreum ditemukan di sekolah ini. Pindah ke sekolah ini membuat hidup kami tak nyaman, ditambah fakta tentang salah satu teman kami ternyata Putri Ahreum Yang Hilang. Lalu, pasukan kerajaan yang dikirim untuk menjaga sekolah juga dikaitkan dengan kami. Kemudian Tuan memanggil saya seperti ini. Bagaimana saya bisa tenang?"

Park Shi Hoo tersenyum samar melihat tingkah Magi. Gadis itu terlihat menggemaskan ketika panik. Ketika menyadari perasaan aneh itu, ia segera mengalihkan pandangan.

"Mohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang Nona rasakan. Tapi, saya hanya menjalankan perintah. Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan saja, tentang Nona."

"Tentang saya?" Magi makin bingung. Sedikit merasa was-was karena takut jadi dirinya mulai terendus pihak istana.

"Terdengar kabar tentang bakat yang Nona miliki. Pihak istana tertarik akan hal itu dan berniat menjadikan Nona sebagai salah satu musisi kerajaan."

"Eh?? Musisi kerajaan??" Magi pura-pura terkejut, tapi dalam hati dia mencibir. Semua ini sangat janggal. "Apa itu karena saya tinggal di Kampung Lupin dan memiliki pekerjaan sampingan sebagai musisi di Cafe Golden Rod?"

"Iya, Nona."

"Begitu ya? Tapi, kenapa saya? Di Kampung Lupin banyak seniman handal dan hebat yang bukan berstatus sebagai pelajar SMA seperti saya. Bagi saya bermusik adalah hobi, bukan prioritas utama. Walau merasa sangat tersanjung atas minat kerajaan pada bakat dan kemampuan saya, tapi saat ini saya hanya ingin fokus untuk belajar di Hwaseong Academy untuk lulus dengan nilai yang baik. Saya berencana untuk kuliah nantinya."

"Tentu saja istana tidak akan menghalangi hal itu Nona."

"Eh? Benar begitu? Bukannya peraturan istana sangat mengikat ya? Kalau sudah masuk, amat sangat sulit sekali untuk keluar lagi."

Lagi-lagi Park Shi Hoo dibuat tersenyum oleh tingkah Magi.

Tuan Shin tersenyum. "Semua bisa diatur, Nona. Begini, perintah ini langsung saya dapatkan dari Yang Mulia Raja."

Jantung Magi seolah terjun bebas ketika mendengarnya. Yang Mulia Raja? Batinnya.

"Yang Mulia Raja pernah menyaksikan penampilan Nona bersama Snapdragon di Cafe Golden Rod. Pertama kali melihat penampilan Nona, Yang Mulia Raja langsung terpukau. Karena yakin akan kemampuan kalian dan terpukau karena keunikan kalian, Yang Mulia Raja berniat mengusung Snapdragon untuk menjadi salah satu musisi kerajaan."

Kening Park Shi Hoo berkerut mendengarnya. Kemudian ia kembali menatap Magi. Gadis itu terdiam, terlihat merenung. Ia penasaran pada apa yang akan dikatakan Magi.

Magi mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk sejenak. Ditatapnya lurus-lurus Tuan Shin yang bertindak sebagai utusan istana untuk bernegosiasi dengannya. Dilihat dari segi mana pun jelas jika target utama adalah dirinya. Namun, ia tak paham apa maksud di balik semua ini. Hari ini ia mendapat surat yang dikirim lewat Hye Rin, lalu tiba-tiba Tuan Shin muncul di hadapannya dan mengoceh tentang musisi kerajaan. Magi curiga, apakah cara ini yang ditempuh Raja dan Hyu Ri untuk membawanya masuk ke istana.

"Dengan menjadi musisi istana, bukan berarti Nona akan kehilangan kesempatan belajar. Snapdragon akan mendapat fasilitas berupa tempat tinggal dan tempat latihan di istana, juga gaji yang besar. Selain itu, Nona bisa belajar di sekolah istana bersama Tuan Putri Song Ha Mi, Tuan Putri Ahreum, dan bangsawan lainnya." Tuan Shin melanjutkan.

Tidak mau! Di dalam hati Magi langsung menolak. Jika bukan karena statusnya sebagai pewaris tahta yang sah, Magi tak memiliki keinginan untuk masuk ke istana. Ia terlalu mencintai kehidupan bebas di luar istana.

"Jelas tujuannya bukan Snapdragon, kan? Tapi saya. Jika istana tertarik pada Snapdragon, seharusnya Tuan Shin tidak menemui saya. Karena saya bukan leader dari Snapdragon." Bukannya tak menyimak, Magi sudah paham jika targetnya adalah dirinya. Ia hanya ingin Tuan Shin berbicara lebih jauh lagi.

Tuan Shin tersenyum mendengarnya. "Bukankah di awal sudah saya katakan kalau Yang Mulia Raja tertarik pada kemampuan Nona? Dengan meminta saya untuk menemui Nona secara langsung, itu artinya Yang Mulia Raja hanya tertarik pada Nona, tapi sama sekali tidak keberatan jika harus memboyong semua member Snapdragon."

Bukan hanya Magi yang terkejut mendengar kepastian itu. Park Shi Hoo yang duduk di samping kanan Tuan Shin juga merasakan hal yang sama. Yang Mulia Raja, tertarik pada gadis ini? Park Shi Hoo menatap Magi lekat-lekat. Magi yang telah tampil dengan wujud aslinya. Bukan Magi gadis berambut oranye dan berkepang dua lagi. Bukan hanya Raja, dirinya dan lelaki normal mana pun pasti dibuat jatuh hati oleh kecantikan gadis ini.

Kepastian yang diungkap Tuan Shin membuat Magi yakin jika target utama adalah dirinya. Dalam hati ia bertanya-tanya apakah cara itu yang ditempuh kerajaan untuk membawanya masuk ke istana dan bertemu dengan Hyu Ri? Baginya terlalu janggal, walau kemungkinan itu bisa saja terjadi.

Magi yang menatap Tuan Shin dengan ekspresi datar mengembangkan senyum. Kening Tuan Shin berkerut melihatnya. Tiba-tiba ia merasakan kesan dingin dari Magi.

"Saya merasa tersanjung mendengarnya. Akan tetapi, tolong maafkan saya. Secara pribadi saya tidak bisa menerima tawaran Yang Mulia Raja. Namun, saya akan menyampaikan kebaikan hati Yang Mulia Raja kepada member Snapdragon yang lain." Magi langsung memberi keputusan.

"Nona berani menolak keputusan Yang Mulia Raja?" Nada suara Tuan Shin sedikit meninggi.

"Iya." Jawab Magi tanpa ragu. Membuat Tuan Shin dan Park Shi Hoo terkejut mendengarnya. "Yang Mulia Raja berhak menentukan pilihan, sebagai rakyat jelata, saya pun memiliki hak yang sama untuk menolak. Memaksakan kehendak kepada rakyat dengan menggunakan kekuasaan, bertentangan dengan peraturan kerajaan Wisteria Land."

Tuan Shin mengepalkan kedua tangan yang tersembunyi di bawah meja. Kesal atas ulah gadis kecil di hadapannya yang serta merta menolak keputusan Raja.

Magi menghela napas. "Tindakan seperti itu yang seringnya memicu pemberontakan rakyat."

"Nona!" Tuan Shin menggebrak meja seraya bangkit dari duduknya.

"Tuan!" Park Shi Hoo turut bangkit dari duduknya untuk menenangkan Tuan Shin. "Seperti yang dia katakan di awal, Rosemary Magi mengalami banyak tekanan akhir-akhir ini. Apa yang ia katakan terlalu tergesa-gesa. Saya mohon maaf atas sikap Magi. Sekarang, izinkan Magi pergi. Saya akan berbicara dengannya nanti. Bahkan bagi saya, tawaran Yang Mulia Raja yang datang secara tiba-tiba ini amat mengejutkan. Bagi Magi pasti lebih mengguncang. Dia hanya anak muda yang masih labil. Mohon dimaklumi."

Tuan Shin menarik napas dalam-dalam. Berusaha menguasai emosinya.

Park Shi Hoo menatap Magi. Ia tak melihat gadis itu gentar. "Magi, kamu bisa pergi sekarang."

Magi bangkit dari duduknya, membungkukkan badan, lalu berbalik dan berjalan menuju pintu, lalu menghilang di balik pintu.

Park Shi Hoo menghela napas. Ia menatap Tuan Shin yang masih menatap pintu yang tertutup. Walau merepotkan, ia harus menjelaskan tentang Magi yang sering bertindak tak terduga seperti yang baru saja terjadi.

***

 

"Aku pikir mereka akan bertanya tentang asal-usulmu karena mulai curiga tentang siapa dirimu. Syukurlah hanya bertanya tentang Snapdragon." Su Ri yang duduk di samping kiri Magi di salah satu bangku taman di Jalan Elder Flower merasa lega.

"Tapi tetap saja itu aneh. Yang Mulia mengerahkan pasukan untuk menjaga sekolah dengan dalih keamanan murid, tapi tiba-tiba menembak Magi untuk bergabung dengan musisi kerajaan. Rasanya aneh jika hanya taktik untuk membawamu masuk ke istana. Sayangnya kita tidak bisa bertanya apakah Hyu Ri tahu tentang rencana ini." Sung Rin yang duduk di bangku seberang meja berhadapan dengan Magi menyampaikan pendapatnya. "Aku malah punya pikiran buruk," imbuhnya.

"Pikiran buruk apa?" Su Ri penasaran.

"Jangan-jangan... Yang Mulia Raja menyukai Magi."

"Mwo??" Mulut Su Ri membulat. "Itu tak boleh terjadi. Bisa gawat, kan?"

"Aku memiliki ketakutan yang sama denganmu Park Sung Rin." Magi setuju dengan dugaan Sung Rin.

"Magi??" Su Ri menatap Magi dengan ekspresi ngeri.

"Aku pun takut jika faktanya begitu. Bukan hanya taktik untuk membawaku masuk ke dalam istana."

"Astaga! Ini gawat!" Su Ri menutup mulut dengan kedua telapak tangannya.

Sung Rin ikut pulang ke Rumah Seni Snowdrop. Sejak lama ia penasaran dengan Kampung Lupin, tapi tak memiliki nyali untuk berkunjung ke sana. Karena sekarang Magi dan Su Ri tinggal di sana, ia pun memiliki kesempatan untuk bermain ke kampung yang juga dikenal sebagai kampung gisaeng itu. Walau zaman sudah modern, Kampung Lupin tetap menjaga warisan leluhur di masa lalu dengan tetap menjaga tradisi adanya gibang dan gisaeng. Kampung Lupin pun menjadi salah satu cagar budaya di Wisteria Land.

Sung Rin tak menyia-nyiakan kesempatan ketika Magi menawarkan ajakan berkunjung ke Rumah Seni Snowdrop. Sepanjang perjalanan ia dibuat terkagum-kagum karena semua bangunan di Kampung Lupin mempertahankan model bangunan kuno. Orang-orang yang berada di sana pun mengenakan hanbok walau beberapa adalah hanbok yang udah dimodifikasi menjadi lebih modern. Sebagai cagar budaya, Kampung Lupin benar-benar total dalam menjaga kelestarian budaya warisan leluhur.

Su Ri keheranan ketika berjalan menyusuri jalanan Kampung Lupin. Ada yang berbeda dari jalan ini. Suasana jalan cukup ramai dan di kanan-kiri jalan terdapat hiasan. Sedang saat ia berangkat tadi pagi tidak ada.

"Ada apa ini?" Su Ri berbisik pada Magi.

"Festival Seni Kampung Lupin. Acara ini digelar setiap tahun. Semua rumah seni terbuka untuk pengunjung dan akan membuat pertunjukan untuk pengunjung yang hadir. Rumah Seni Snowdrop tak terkecuali." Magi menjelaskan.

"Astaga! Iya! Festival itu ada. Aku pernah membacanya. Tapi nggak nyadar setelah aku ada di sini." Su Ri merasa malu.

"Alasan kenapa aku setuju ikut saat Magi memberi tawaran adalah ini. Karena Festival Seni Kampung Lupin. Sejak dulu aku penasaran, tapi tidak punya nyali untuk datang. Padahal Kampung Lupin sama sekali tak mengerikan ya." Sung Rin tersenyum puas. "Sebagian masyarakat berasumsi buruk tentang Kampung Lupin. Padahal tempat ini cagar budaya. Aku merasa mereka itu sok suci sekali. Padahal di luar sana banyak tempat yang ya menyediakan wanita penghibur."

"Kalau begitu, datanglah saat festival digelar. Temani aku menonton pertunjukan Rosemary Magi." Su Ri antusias.

"Seperti saat Festival Gardenia, aku tak akan ambil bagian. Karena sebenarnya aku bukanlah bagian resmi dari Rumah Seni Snowdrop, walau di sinilah aku belajar musik." Magi menyela.

"Wah! Sayang sekali." Su Ri menyesalkan absennya Magi.

"Tapi Raja telah membagi renacananya untuk merekrut Snapdragon menjadi musisi kerajaan. Sepertinya festival tahun ini akan berbeda. Aku yakin Raja pasti akan datang ke Rumah Seni Snowdrop." Sung Rin menghubungkan peristiwa di sekolah tadi dengan Festival Seni Kampung Lupin.

"Benar sekali. Karena aku tinggal di sini sekarang, Paman Yoon kemarin memberi tawaran untuk aku ikut andil dalam pertunjukan. Awalnya aku merasa bersemangat, tapi setelah hari ini, rasanya aku enggan ikut ambil bagian." Magi lesu.

"Posisi yang susah ya. Padahal sebelumnya memang tidak pernah tampil. Kalau kali tak tampil, pasti dikira menentang keputusan Raja. Karena sudah ketahuan tinggal di Rumah Seni Snowdrop, rasanya nggak akan ada yang percaya kalau Rosemary Magi tidak pernah tampil sebelumnya." Sung Rin memahami posisi Magi.

"Yang Mulia Raja pasti akan datang walau dalam penyamaran. Susah juga kalau Magi nggak tampil." Su Ri menyetujui pendapat Sung Rin. "Lalu, bagaimana jika L.Joe Seonbaenim juga datang?"

"Dia pasti tidak akan melewatkan kesempatan ini. Karena pasti akan memberinya banyak model untuk dipotret." Magi membenarkan jika L.Joe pasti datang.

Magi, Su Ri, Sung Rin sampai di Rumah Seni Snowdrop. Keempat member Snapdragon—Yeon Mi, So Ri, Min Chi, Song Eun—duduk berkumpul di ruang utama yang biasa digunakan untuk menyambut tamu. Mereka sedang beristirahat usai latihan untuk mempersiapkan penampilan dalam Festival Seni Kampung Lupin. Selanjutnya, Su Ri dan Sung Rin menonton para seniman Rumah Seni Snowdrop berlatih.

***

 

Joong Ki membaca satu per satu kertas di hadapannya. Ia menghela napas panjang dan meletakkan kertas terakhir yang baru selesai ia baca di atas meja. Ia diam dan berpikir. Mata-mata yang ia tugaskan untuk mencari informasi tentang Magi membenarkan jika Magi sering terlihat keluar masuk Rumah Seni Snowdrop di pagi dan malam hari.

Warga yang tinggal di sekitar Rumah Seni Snowdrop juga membenarkan informasi bahwa Magi tinggal di sana. Namun, mengenai asal-usul Magi, jawabannya beragam. Mayoritas jawaban menyebutkan jika dulu Magi dibawa oleh seorang saudagar dari Cina yang memiliki istri orang Barat. Karenanya nama Magi bukan nama Korea karena yang memberi nama adalah istri saudagar kaya raya dari Cina itu. Dari semua rumah seni, Magi memilih sendiri Rumah Seni Snowdrop dan akhirnya tinggal di sana.

Asal-usul para gadis memang tak terlalu penting ketika mereka tiba dan akhirnya tinggal di Kampung Lupin. Karena pada akhirnya mereka akan menjadi seniman wanita, gisaeng, atau pelayan. Karena tak banyak yang membicarakan asal-usul setiap gadis yang ada di sana kecuali gadis itu berkembang menjadi seniman yang terkenal atau mencolok.

Seorang gadis yang tinggal di Kampung Lupin, menjadi salah satu pengisi acara tetap di Cafe Golden Rod, dan asal-usul yang tak jelas. Semua yang ada pada Magi akan menyulitkan Joong Ki jika ia ingin mempersunting gadis itu. Jalan satu-satunya adalah membawa gadis itu ke istana sebagai musisi kerajaan. Karena dengan begitu, status Magi akan menjadi wanita milik Raja. Namun, jika berhasil, Magi pun tidak akan bisa menjadi Ratu. Gadis itu hanya bisa menjadi selir bagi Joong Ki. Memikirkan itu semua tidak hanya membuat kepala Joongki pusing, tapi ada rasa sakit yang menghujam dadanya.

"Yang Mulia, Lee Dong Hae datang menghadap." Kepala Kasim memberitahukan kedatangan Dong Hae. Setelah Joong Ki mempersilahkan, Dong Hae pun masuk ke ruangan tempat Joong Ki berada.

Dong Hae menemui Joong Ki yang sedang berada di ruang kerjanya. Ia pun segera menyampaikan maksud kedatangannya.

"Mwo?? Gadis itu menolak tawaran untuk menjadi musisi kerajaan?" Joong Ki terkejut mendengar laporan Dong Hae.

"Iya, Yang Mulia. Namun, guru Tata Tertib yang bernama Park Shi Hoo berjanji akan berbicara dengan Magi. Menurutnya, Magi memang terkadang bersikap labil, tapi bukan berarti tidak bisa diajak negosiasi sama sekali. Semoga saja Park Shi Hoo berhasil membujuk Magi."

"Gadis ini." Joong Ki menghela napas panjang.

"Kabar baiknya, besok malam akan digelar Festival Seni Kampung Lupin. Jika Yang Mulia tertarik untuk hadir, saya rasa itu bisa menjadi kesempatan terbaik bagi Yang Mulia untuk bertemu dan berbicara langsung dengan Magi. Yang Mulia, bolehkah saya memberi saran?"

"Iya. Boleh. Saran apakah itu?"

Dong Hae diam sejenak. Saran yang akan ia sampaikan adalah permintaan Il Woo. Il Woo telah membagi apa yang ia tahu dengannya. Alih-alih mendukung Joong Ki, ia pun lebih setuju pada apa yang disarankan Il Woo. "Karena Yang Mulia adalah orang nomor satu di Wisteria Land dan Yang Mulia memiliki kekuasaan mutlak untuk melakukan apa saja yang Yang Mulia kehendaki, tapi..." Dong Hae kembali diam.

"Tapi, kenapa? Katakan saja. Jangan membuatku menunggu dan penasaran. Aku ingin mendengarnya."

Dong Hae menghela napas. "Besar kemungkinan Magi akan tetap menolak permintaan Yang Mulia. Jika hal itu benar terjadi, bisakah Yang Mulia tetap menahan diri? Menahan diri untuk tidak menggunakan kekuasaan untuk memaksakan kehendak Yang Mulia untuk tetap membawanya masuk ke istana. Negara sedang kacau dan posisi Yang Mulia semakin terpojok. Jika salah langkah, saya khawatir masyarakat akan semakin menjadi dalam menentang Yang Mulia."

Rasa sakit di dada Joong Ki semakin menjadi. Sejak ia mengetahui lebih jauh tentang Magi, ia tahu jika kisah cintanya tidak akan berjalan mulus. Ia juga tahu kemungkinan terbesar dari kisah cintanya adalah kandas sebelum dipupuk untuk terus tumbuh. Namun, ia tak mau menyerah begitu saja. Ia hanya mencoba memperjuangkan cinta pertamanya. Jika tetap gagal, ia tidak akan menyesali keputusannya.

Joong Ki mengembangkan senyum di wajah tampannya. "Jangan khawatir. Aku tidak akan bertindak sebodoh itu. Namun, jika aku sampai melakukannya karena khilaf, tolong tampar aku hingga sadar."

"Yang Mulia." Dong Hae merasa bersalah usai menyampaikan sarannya.

"Walau aku sangat menyukai gadis itu dan benar-benar menginginkannya, gadis itu tetap memiliki hak untuk menolakku. Aku tidak ingin memaksakan apa pun itu padanya. Sejak aku tahu siapa dia, aku sudah belajar untuk berlapang dada." Joong Ki tersenyum manis walau hatinya teriris-iris.

***

 

Magi duduk di teras di depan kamarnya di Rumah Seni Snowdrop. Ia tersenyum melihat Su Ri dan Sung Rin yang bersemangat membantu persiapan untuk Festival Seni Kampung Lupin di Rumah Seni Snowdrop. Kedua teman baiknya itu sedang bermain kembang api. Sung Rin meminta izin menginap untuk menikmati jalannya Festival Seni Kampung Lupin yang akan digelar sehari penuh esok.

Melihat Su Ri dan Sung Rin yang tertawa bersama sambil bermain kembang api, senyum di wajah Magi perlahan sirna. Ia teringat pada Hyu Ri dan membayangkan betapa kesepiannya ia yang berada sendirian di istana.

Teringat Hyu Ri, membuat Magi teringat pada amplop yang diberikan Hye Rin padanya siang tadi. Ungu adalah warna favorit Hyu Ri. Membuat Magi yakin jika yang mengirim amplop itu adalah Hyu Ri, bukan Ha Mi. Ha Mi hanya menjadi perantara, sama seperti Hye Rin.

Magi bangkit dari duduknya dan kembali ke kamar. Ia meraih seragamnya dan mencari amplop ungu yang ia simpan dalam saku. Setelah menemukannya, segera ia buka amplop dan mengeluarkan isinya. Di dalam amplop itu ada kertas dengan warna senada. Membuanya tersenyum karena tekad si pengirim yang benar-benar ingin memberi tanda akan jati dirinya. Magi mengeluarkan kertas itu, membuka lipatannya, dan mulai membaca tulisan di atas di kertas itu.

Annyeong.

Magi, ini aku, Hyu Ri. Aku baik-baik saja walau terperangkap sendirian di dalam istana. Maafkan aku karena harus pergi dengan cara seperti ini. Tapi, bisa aku pastikan semua ini hanya salah paham. Aku percaya kalung yang aku ambil dari gantungan baju di kamar mandi ruang ganti adalah milikmu. Setelah mengingat semua, aku yakin itu kamu. Aku tidak bisa menggunakan ponsel untuk menghubungimu dan setelah semua insiden baru terpikir cara ini. Dalang di balik semua ini adalah Ratu Maesil. Aku akan bertahan, tapi tolong cari cara untuk membebaskan aku dari istana.

Hal lain yang mengejutkan dan harus kamu ketahui, Yang Mulia Raja, berulang kali bertemu dengan kita di luar istana. Baru aku tahu jika beliau jatuh hati Rosemary Magi dan berniat membawanya ke istana. Mohon segera ambil tindakan, siapa pun kamu, Rosemary Magi. Aku mohon, tolong aku.

-- Song Hyu Ri --

 

Magi terduduk lemas usai membaca surat yang dikirim Hyu Ri untuknya. Seperti yang ia duga, dalang di balik semua kekacauan yang menimpa Hyu Ri adalah Ratu Maesil. Lalu, benar pula tentang Yang Mulia Raja yang jatuh hati padanya. Magi merasakan dunia berputar. Ia memejamkan mata dan memegang kepala dengan kedua tangan.

***

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews