Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy - Land #45

04:25

 Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

 


 

It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.

 

 

. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”

. Author: shytUrtle

. Rate: Serial/Straight/Fantasy/Romance.

. Cast:

-                  Song Hyu Ri (송휴리)

-                  Rosmary Magi

-                  Han Su Ri (한수리)

-                  Jung Shin Ae (정신애)

-                  Song Ha Mi (송하미)

-                  Lee Hye Rin (이혜린)

-                  Park Sung Rin (박선린)

-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

 

 

Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, di Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini?

 

Land #45

 

Hyuri mondar-mandir di kamarnya. Ia berusaha mengendalikan kecemasan yang memeluknya erat. Diremasnya ponsel yang tergenggam di tangan. Sesekali ia menatap ponsel itu dengan gusar.

"Yang Mulia mencari saya?" Shin Ae yang baru saja sampai langsung menyapa Hyuri.

Hyuri menghentikan langkahnya, menatap Shin Ae dengan ekspresi lega. "Seonbaenim...."

Shin Ae segera mendekati Hyuri. "Yang Mulia baik-baik saja?"

Hyuri mengangguk, lalu sedetik kemudian ia menggelengkan kepala keras-keras. "Tidak. Aku tidak baik-baik saja."

"Yang Mulia, apa terjadi sesuatu?"

Hyuri mengangguk antusias. "Ayo sini!" Ia pun menuntun Shin Ae untuk duduk bersamanya. Mengitari sebuah meja kecil dengan dua kursi yang berada di dalam kamarnya. Setelah merasa nyaman dan aman, Hyuri pun membagi apa yang menjadi beban pikirannya dengan Shin Ae. Menceritakan apa yang terjadi saat Joongki mengunjungi Istana Magnolia.

Mendengar cerita Hyuri, detak jantung Shin Ae meningkat. Bahkan kedua tangannya sampai gemetaran. Ia berusaha meredam lonjakan emosi itu dengan mengepalkan kedua telapak tangan yang ia letakkan di atas kedua pahanya di bawah meja.

"Lalu, Yang Mulia memberi respon bagaimana?" Tanya Shin Ae setelah Hyuri selesai bercerita.

"Aku katakan itu nggak akan berhasil. Bahkan aku mengatakan bahwa Magi adalah gadis yang kasar, yang nggak akan tinggal diam saat seseorang berusaha merenggut kebebasannya."

"Apakah Yang Mulia mengatakan jika Rosemary Magi mempunyai seorang kekasih?"

"Anee. Yang Mulia Raja tidak menyinggung tentang hal itu. Aku pikir nggak perlu membagi fakta itu dengan Yang Mulia Raja. Lagi pula, fakta itu akan menyakiti hatinya. Tapi, cepat atau lambat, Yang Mulia Raja pasti akan mengetahuinya, kan?"

Shin Ae terdiam. Ia pun tengah memikirkan hal yang sama.

"Seonbaenim, kita harus bagaimana? Jika benar seperti yang aku duga bahwa Magi adalah Putri Ahreum Yang Hilang yang sedang kita cari, ini akan jadi mimpi buruk bagi kita semua. Terlebih jika Ratu Maesil mengetahuinya. Jika dibiarkan dan istana mendukung, Yang Mulia Raja akan menikahi saudarinya sendiri. Itu nggak boleh terjadi. Seonbaenim.... Apa yang harus kita lakukan?" Hyuri kembali dirundung kepanikan.

Shin Ae masih bungkam. Kepalanya sedikit tertunduk. Kedua tangannya di bawah meja masih mengepal erat. "Selain itu, apakah Yang Mulia Raja membagi hal lain?"

"Nee?"

"Adakah hal lain yang Anda berdua bicarakan, sehubungan dengan hal itu?"

"Tidak ada. Anu, sepertinya Yang Mulia Raja juga mengetahui pamor Magi sebagai Butterfly Bronze Snapdragon yang sulit ditaklukan lelaki. Sepertinya hal itu semakin membuat Yang Mulia Raja tertantang. Itu tidak boleh terjadi, kan? Atau, apa sebaiknya kita katakan saja tentang dugaan bahwa Magi adalah Putri Ahreum yang kita cari? Aku benar-benar ketakutan sekarang."

Shin Ae bungkam. Tak memberi respon pada keluhan dan usulan Magi.

 

Sementara itu, wajah Joongki yang sedang berjalan kembali menuju kediamannya sumringah. Senyum terus terkembang di wajah tampannya. Ia masih mengingat semua penjelasan Hyuri tentang Magi, termasuk kemungkinan bahwa usahanya tak akan membuahkan hasil.

Semakin kecil kemungkinan untuk berhasil, kenapa aku semakin antusias? Sampai saat ini, aku sama sekali tak ingin mundur. Aku ingin mengenalnya lebih jauh. Joongki berbicara dalam hati. Apakah keputusan ini salah? Ah! Tidak! Tidak salah! Aku tidak akan tahu apa yang dirasakan gadis itu terhadapku jika aku mundur dan mengalah begitu saja. Karenanya, aku tidak akan mundur! Joongki tersenyum semakin lebar setelah yakin pada keputusannya. Bahkan langkahnya pun menjadi semakin cepat karena dorongan rasa antusias untuk tetap maju demi memenangkan hati Rosemary Magi.

***

 

Seluruh penghuni Kastil Asphodel berkumpul di ruang keluarga. Nichkhun dan Magi sibuk dengan buku di pangkuan masing-masing. Sungjeong sibuk menyulam kain pink di tangannya. Seperti biasanya, Myungsoo berdiri menantap keluar jendela besar di hadapannya. Baro dan Suri duduk di atas lantai yang dilapisi karpet tebal, sibuk dengan laptop yang mereka letakkan di atas meja di antara sofa tempat Nichkun, Magi, dan Sungjeong duduk.

"Mwoya ige?!" Jerit Suri membuyarkan suasana yang hening. Membuat semua mata tertuju padanya.

"Ada demo besar-besaran di web sekolah. Tuntutannya adalah agar kita dipindahkan dari sekolah. Menurut mereka, keberadaan kita di sekolah bisa mengancam keselamatan murid lain." Tanpa diminta, Suri langsung membacakan isi halaman yang sedang ia pantau dari laptop di hadapannya. "Tega sekali! Apa kita ini virus berbahaya hingga harus disingkirkan?" Suri menggeleng heran.

"Bisa dipastikan hal ini bakal terjadi. Sekolah lain pun pasti akan menutup pintu untuk siapa pun itu yang berhubungan dengan Song Hyuri." Sungjeong menanggapi dengan santai, walau ia sempat kaget saat Suri menjerit. Untung tak sampai tertusuk jarum. Bahkan saat mengomentari Suri, ia sudah kembali menyulam.

"Tidak ada ruginya ditendang dari sekolah. Sebenarnya, aku pun ingin pergi. Jika begini, aku rasa lebih baik untuk kita. Setelah kita mendapatkan kedudukan kita kembali, pendidikan bisa mulai dikejar lagi. Kamu harus siap dengan situasi apa pun itu, Han Suri." Magi turut berkomentar. Ia pun sudah kembali fokus pada buku yang dibacanya.

"Iya, Yang Mulia. Asal bersama Yang Mulia, saya siap menghadapi situasi apa pun itu." Suri tersenyum pada Magi yang tetap fokus pada buku di pangkuannya. Kemudian, ia kembali sibuk dengan laptopnya.

"Omo! Omo! Ada artikel yang secara khusus membahas tentang teror dan ancaman yang ditujukan pada teman dekat Song Hyuri." Suri baru saja menemukan satu hal lagi yang membuatnya terkejut. Kali ini hanya Myungsoo yang bereaksi. Menatapnya dari tempat pemuda itu berada. Suri tak menyadari hal itu karena fokus membaca artikel yang baru ia temukan.

"Apa-apaan ini? Mereka menyimpulkan bahwa semua tindakan itu adalah ulah Lesovik? Ngawur sekali! Mereka punya bukti apa hingga berani menulis hal konyol yang bisa memprovokasi siapa saja yang membacanya seperti ini!" Baro yang turut membaca artikel bersama Suri meluapkan kekesalannya.

Nichkhun, Magi, Sungjeong, dan Myungsoo seperti dikomando, langsung mengalihkan pandangan pada Baro. Nichkhun langsung menutup buku di pangkuannya. Myungsoo berjalan mendekati sofa dan duduk di samping Sungjeong yang telah berhenti menyulam. Magi menatap kosong ke arah Suri dan Baro duduk. Membiarkan buku di pangkuannya tetap terbuka.

"Dalam artikel ini, mereka menyatakan telah menemukan bukti berupa daun poplar yang biasa digunakan Lesovik sebagai jejak mereka setelah beraksi. Daun poplar hijau segar itu ada di tempat kejadian perkara. Mereka mengaku memindahkan daun itu memang sulit, tapi dengan hati-hati akhirnya mereka bisa mengangkutnya sebagai barang bukti untuk keperluan penyelidikan." Gantian Suri yang membacakan isi artikel. "Aku nggak percaya itu ulah Lesovik. Lagian, mereka ini siapa? Pihak berwenang? Kenapa ceroboh sekali membagi informasi yang belum pasti?"

"Itu tidak masuk akal. Daun poplar khas Lesovik tidak bisa dipindahkan jika bukan orang yang ahli. Karena sedikit sentuhan saja akan membuatnya lebur dan racunnya bisa membunuh siapa saja yang menyentuhnya." Baro membantah apa yang ditulis di dalam artikel tentang daun poplar khas Lesovik.

Suri menoleh ke arah kanan, mengamati Baro dengan seksama.

"Ya! Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Baro salah tingkah. "Aku punya seorang teman yang anggota Lesovik. Walau begini, saat malam sesekali aku keluar. Sama seperti apa yang dilakukan Myungsoo. Pada satu malam aku bertemu dengannya. Aku memergokinya saat sedang beraksi. Kami sempat bertarung. Saat berhasil menyingkap jubahku, ia terkejut melihatku. Namun, kemudian menyadari jika aku adalah salah satu orang yang terhubung dengan Putri Ahreum. Merasa ada di jalan yang sama, kami pun berteman. Darinya aku mendapat banyak informasi tentang Lesovik."

Nichkhun tersenyum samar mendengar penjelasan Baro.

Suri menghela napas, lalu kembali menatap laptop. "Artikel ngawur ini hanya untuk merusuh saja. Teror itu dilancarkan karena sejauh ini Lesovik nggak bertindak? Rekayasa ini pasti sukses membuat rakyat kembali perang. Adu argumen. Menyebalkan!" Suri kesal.

"Membuat riak di air yang tenang kadang memberi kepuasaan yang luar biasa bagi sebagian orang." Nichkhun bersuara. "Tindakan mereka benar-benar kekanak-kanakan dan menggelikan. Malangnya, sebagian besar rakyat kita justru mudah terhasut dengan hal-hal konyol seperti ini."

"Semua yang ada di sini dan Lesovik saling berhubungan ya?" Tanya Suri dengan tatapan terfokus pada Nichkhun. Semua diam. Tak ada yang menjawab pertanyaan Suri. Suasana pun kembali hening.

"Aku butuh udara segar." Magi menutup buku di pangkuannya, meletakkannya di atas meja di hadapannya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruang keluarga.

Semua diam di tempat masing-masing. Myungsoo bangkit dari duduknya dan menyusul Magi. Nichkhun kembali membuka buku di pangkuannya dan mulai membaca. Sungjeong kembali menyulam. Suri dan Baro saling beradu pandang, kemudian kompak mengalihkan pandangan pada laptop.

Myungsoo berhasil menemukan Magi yang sedang duduk di gazebo di taman belakang kastil. Tanpa meminta izin, Myungsoo duduk dekat di samping kanan Magi. Ia menoleh dan memperhatikan Magi. Ekspresi gadis itu redup.

"Merasa khawatir?" Myungsoo memulai obrolan. "Melebihi sebelumnya? Pasti lebih meledak-ledak sekarang. Sistem pertahanan dan keamanan kita sangat rapi. Saya rasa, Yang Mulia tidak perlu khawatir berlebihan."

Magi menghela napas panjang. "Walau yang disebarkan adalah teman dekat Song Hyuri, kenyataannya target sangat acak. Mereka menyerang seorang yang bahkan hanya pernah sekali saja berpapasan dengan Hyuri. Bagaimana aku tidak khawatir hingga seolah tubuhku ini akan meledak. Pasukan yang kita miliki memang telah berusaha keras. Namun, hal itu tidak cukup membantu. Kamu tahu tentang hal itu dengan pasti. Masih sulit bagi kita untuk menentukan siapa target mereka.

"Rekayasa yang cukup sempurna untuk mengacaukan rakyat. Lesovik akan menjadi salah satu hal yang menakutkan bagi rakyat sekarang. Hyuri sama sekali tak mengambil tindakan. Apa yang ia lakukan di istana? Apa dia baik-baik saja? Apa pula yang dilakukan istana. Sejak insiden penyerangan saat konvoi, mereka terkesan menyembunyikan Hyuri dan membuat rakyat semakin banyak memunculkan asumsi baru. Raja yang berkuasa saat ini dan Hyuri, sama-sama dibuat terpojok. Apa rencana istana? Apakah tindakan diam, acuh tak acuh ini sengaja mereka ambil untuk membuat Ratu Maesil kesal?"

"Banyak kemungkinan. Kita pun kehilangan koneksi ke istana. Karenanya kita sama sekali tidak bisa melacak tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Song Hyuri. Semoga saja Lesovik tidak gegabah dalam menanggapi artikel itu."

"Aku percaya mereka tidak akan sebodoh itu terpancing. Selebihnya, kita harus lebih siaga dan waspada. Titik-titik rawan, sementar sebaiknya dihindari."

"Nee." Myungsoo kembali memperhatikan Magi. "Lalu, bagaimana dengan aksi protes di web sekolah? Bisa saja hal itu akan dilakukan di dunia nyata."

"Aku berharap sekolah akan segera mengeluarkan keputusan untuk merumahkan kami."

Myungsoo tersenyum mendengarnya. "Yang Mulia bukan staf di sekolah, tapi siswa. Kenapa menggunakan istilah di rumahkan?"

"Toh artinya sama saja, kan? Diberhentikan dari kegiatan sekolah. Jujur aku pun selalu dibuat khawatir. Takut jika tiba-tiba terjadi kerusuhan di sekolah. Firasatku mengatakan, Ratu Maesil tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kenapa ancaman tak datang padaku dan Suri, alasannya adalah karena ancaman dari sesama murid di sekolah akan lebih menyiksa kami. Selain itu, jika kami pergi dari sekolah, akan sulit baginya untuk memantau dan mengawasi kami."

Myungsoo menganggukkan kepala. Ia memahami situasi itu. Saat ia kembali menatap Magi, gadis itu mengembangkan seutas senyum di wajah ayunya. Bukan senyum bahagia, melainkan senyum perih yang turut membuat hati Myungsoo terasa teriris. Ruang gerak mereka terasa lebih sempit sejak Hyuri diboyong ke istana.

***

 

Suri, Magi, dan Sungrin menghentikan langkah mereka jarak tiga meter di depan gerbang sekolah. Ada yang berbeda hari ini di Hwaseong Academy. Terlihat beberapa prajurit istana berjaga di depan gerbang sekolah. Mengawasi satu per satu murid yang memasuki sekolah.

 

"Apa lagi ini?" Suri dengan lirih sembari memperhatikan pemandangan tak biasa di sekolah pagi ini.

"Tunggu!" Sungrin menahan Magi yang hendak melangkah. "Haruskah kita pergi? Jika tak nyaman, kita bisa pergi."

"Tidak perlu! Kita tidak akan pergi." Jawab Magi dengan tegas. Ia pun berjalan menuju gerbang sekolah dengan langkah penuh percaya diri.

Sungrin terbengong karena Magi melewati dirinya begitu saja. Membiarkan tangannya terlepas begitu saja dari lengan Magi.

Suri mengamati Sungrin. "Apa yang kamu tunggu? Ayo!" Ia pun bergegas menyusul Magi.

"Apa ini keputusan bijak?" Bisik Sungrin sembari berjalan menyusul langkah Suri.

Magi, Suri, dan Sungrin melewati gerbang dengan leluasa seperti murid lainnya. Ketiganya tak mengerti kenapa ada begitu banyak pasukan kerajaan di sekolah. Tak hanya di depan gerbang, tapi di dalam area sekolah juga banyak prajurit kerajaan. Mereka tersebar. Ada yang berdiri diam mengawasi murid-murid, ada yang berjalan-jalan di sepanjang area sekolah. Prajurit istana menyebar, membaur dengan murid-murid Hwaseong Academy. Sesampainya di kelas, Suri langsung bertanya pada Jonghwan dan Seungho perihal keberadaan pasukan istana di sekolah. Namun, kedua pemuda itu sama tak mengertinya.

Usai bel tanda masuk berdering, rasa penasaran semua murid terjawab. Orang yang mengaku sebagai kepala pasukan istana yang hari ini ditugaskan di Hwaseong Academy memberi pengumuman lewat ruang penyiaran sekolah. Pria itu menjelaskan detail tugas prajurit istana yang saat ini tersebar di Hwaseong Academy. Titah istana agar para prajurit menjaga keamanan murid dan staf Hwaseong Academy. Pria itu berjanji akan membuat murid merasa aman. Ia juga mengatakan bahwa murid tak perlu merasa sungkan saat menjalankan aktivitas rutin di sekolah.

Mendengar penjelasan itu, murid-murid menggerutu. Pasalnya prajurit istana tak hanya ada di depan gerbang atau halaman sekolah, mereka juga ada di koridor-koridor sekolah. Di setiap kelas, ada empat prajurit yang berjaga, dua di pintu depan dan dua pintu belakang kelas. Murid-murid merasa tak nyaman dengan kehadiran prajurit istana di sekolah mereka.

***

 

Shi Hoo duduk di ruang BK. Sendirian. Ia sibuk memeriksa kertas-kertas di hadapannya. Kertas yang merupakan kumpulan data tentang Magi. Ia segera menutup map berwarna hijau di hadapannya ketika terdengar ketukan di pintu. Pintu terbuka, Magi dan Suri masuk setelah ia memberi izin. Keduanya duduk di dua bangku di seberang meja dan berhadapan dengannya. Ia tersenyum manis pada Magi, lalu pada Suri.

"Pagi yang cukup mengejutkan, ya. Bapak juga merasa kaget saat datang ke sekolah tadi pagi. Pasalnya tidak ada pemberitahuan. Katanya mereka sudah datang sebelum gerbang dibuka. Istana memang tidak bisa ditebak ya." Shi Hoo berbasa-basi. Berusaha mengakrabi Magi dan Suri.

Magi dan Suri yang sebelumnya selalu mendapat perlakuan sinis dari Shi Hoo merasa aneh dengan sikap ramah itu. Walau tak saling mengatakan, keduanya sepakat jika sikap itu terkesan terlalu dibuat-buat.

"Kita semua, terlebih kalian berdua pasti sangat tidak nyaman sekarang. Murid yang lain pasti menuding semua ini karena kalian." Shi Hoo melanjutkan.

"Walau menyebalkan, kami mulai terbiasa dalam situasi seperti ini. Tapi, hari ini memang sedikit berlebihan." Magi yang berbicara menanggapi sapaan ramah Shi Hoo. Suri hanya diam dan menyimak.

Shi Hoo mengamati Magi. Ia belum terbiasa dengan tampilan Magi yang seperti ini hingga membuatnya merasa janggal. Baginya masih tak masuk akal gadis yang biasa terlihat aneh itu kini berpenampilan bak dewi.

"Menurut Kepala Pasukan, ini adalah perintah langsung dari Raja atas permintaan Song Hyuri. Anee, maksudku permintaan Putri Ahreum untuk melindungi kalian." Shi Hoo kembali bicara.

Kening Magi sedikit berkerut ketika memperhatikan bagaimana Shi Hoo menyebut nama Hyuri. "Tapi ini berlebihan. Haruskah kami menemui Kepala Pasukan agar menarik seluruh prajurit dari sekolah? Seperti murid lain, kami pun sangat tidak nyaman. Lagi pula kami baik-baik saja." Ia memberi respon untuk penjelasan Shi Hoo.

"Secara pribadi, Bapak sependapat denganmu. Kami, guru dan staf sekolah pun dibuat tak nyaman. Jika benar ini keputusan Raja atas permintaan Putri Ahreum, bukankah terlalu konyol?"

Magi menatap Shi Hoo lurus-lurus. Fokusnya sama sekali tak teralihkan sejak ia masuk dan duduk di dalam ruang BK. Senyum menyincing samar terkembang di wajah Magi.

"Sepertinya tindakan ini diambil juga karena adanya protes di web sekolah. Bapak yakin kalian pasti sudah tahu. Lalu, apa rencana kalian? Meminta Kepala Pasukan menarik mundur seluruh prajurit, sama artinya kalian menghina keputusan Raja."

"Rencana?" Magi sampai menelengkan kepala. "Tidak ada. Kami tidak memiliki rencana lain. Yang terpikir hanya menemui Kepala Pasukan Istana. Berhubungan dengam protes di web sekolah, kami siap menerima apa pun itu hasil keputusan sekolah. Kalau kami harus pergi dari Hwaseong Academy, kami akan pergi. Kami tidak memiliki kekuatan itu melawan semua protes itu."

Shi Hoo menatap Magi lekat-lekat selama gadis itu berbicara. Berusaha menyelami bagaimana karakter gadis itu. Kemudian, ia mengalihkan padangannya pada Suri setelah Magi selesai bicara. Gadis itu hanya diam sejak memasuki ruangan ini. Hal itu sedikit membuatnya penasaran. "Bagaimana denganmu, Han Suri?"

"Nee?" Suri sedikit kaget ketika Shi Hoo bertanya padanya. Ia memang memilih diam, tapi ia menyimak obrolan antara Shi Hoo dan Magi sejak awal. "Sudah lama saya kabur dari rumah dan orang tua saya tidak mencari hingga kini. Jika Sonsaengnim ingin bertanya tentang bagaimana pendapat mereka atas protes itu, mohon maaf, saya tidak bisa memberi jawaban. Karena saya tidak akan mendapatkan pembelaan apa pun dari orang tua saya, maka saya akan menerima apa pun itu keputusan sekolah."

Mendengar cerita Suri, Shi Hoo sedikit bersimpati. Dirinya pun sama, telah kehilangan keluarganya sejak lama. "Jika Bapak berusaha membela kalian untuk tinggal, apa kalian bersedia tinggal?"

Magi dan Suri sama-sama terkejut mendengarnya.

"Kenapa Sonsaengnim ingin mempertahankan kami?" Tanya Magi tanpa basa-basi.

Mendapat tatapan menekan dari Magi, Shi Hoo merasakan ada rasa tekejut di dadanya. "Karena Bapak melihat kalian telah banyak berubah. Kalian pantas dipertahankan. Atau, kalian sudah tak berminat melanjutkan pendidikan?"

Kening Magi berkerut melihat ekspresi Shi Hoo yang melunak. Di samping kirinya, Suri pun merasakan hal yang sama. Keduanya heran karena Park Shi Hoo yang sebelumnya selalu menentang keberadaan mereka, kini menawarkan bantuan agar mereka bisa tetap tinggal di Hwaseong Academy.

"Terkadang sekolah bukanlah hal menarik bagi saya." Magi yang menjawab lebih dulu.

"Apa selamanya kamu akan bekerja penghibur di Cafe Golden Rod?"

"Penghibur?" Magi merasa geli mendengar bagaimana Shi Hoo menyebut profesi sampingannya. "Kami adalah band. Pemusik. Seniman musik. Penghibur? Ah! Kenapa saya merasa kesal mendengarnya!" Magi berusaha menekan emosinya.

Suri meraih tangan kiri Magi dan menepuknya pelan. Bermaksud menenangkannya.

"Han Suri bekerja sebagai pramusaji di Cafe Golden Rod, apakah hal itu juga rendahan menurut Anda? Maaf. Saya benar-benar merasa kesal." Magi mulai gusar karena emosi yang menyelimuti dirinya. "Kenapa Bapak memprovokasi saya?"

Shi Hoo menyunggingkan sebuah senyum. "Maaf. Tapi, Bapak dengar, kamu juga sering berada di Kampung Lupin. Member Snapdragon yang lain berasal dari sana, kan?"

Pria ini palsu! Magi mengumpat dalam hati. "Benar. Saya belajar memainkan alat musik tradisional di sana. Tapi, perlu Sonsaengnim ketahui, Kampung Lupin adalah kampung seniman. Walau banyak tempat hiburan di sana yang menyediakan gisaeng, bukan berarti semua yang ada dan tinggal di sana adalah gisaeng. Lagi pula, apa salahnya dengan gisaeng? Mereka juga seniman."

Shi Hoo tersenyum dan tiba-tiba bertepuk tangan. Membuat Magi dan Suri makin bingung. "Bapak bangga padamu, Rosemary Magi. Seandainya kamu ditendang dari sekolah, kamu akan baik-baik saja hidup di luar sana. Sebenarnya, jika kamu mau kamu bisa membela diri dan statusmu. Tapi, kamu lebih sering memilih diam."

Aku yakin bukan ini tujuan sebenarnya! Magi menggerutu dalam hati.

"Lalu, bagaimana dengan Han Suri?" Shi Hoo beralih menatap Suri. Sangat santai. Seolah sebelumnya tidak ada ketegangan antara dirinya dan Magi.

"Saya pasrah pada apa yang akan sekolah lakukan. Walau terbuang, sekarang saya sudah menemukan tujuan hidup saya." Tangan kiri Suri menggenggam tangan kiri Magi di atas pangkuannya. "Saya tidak menyesali keputusan saya."

Shi Hoo kembali mengmbangkan senyumnya. "Baiklah. Kalian boleh pergi."

Ketika Suri akan melepaskan genggamannya, Magi menolak. Magi tetap menggenggam tangan Suri, mengajak teman baiknya itu berdiri dan membungkuk di depan Shi Hoo sebagai bentuk sopan santun murid pada guru.

Shi Hoo menatap tangan Magi dan Suri yang bergandengan hingga kedua gadis itu membalikkan badan dan berjalan menuju pintu, lalu menghilang setelah pintu tertutup. Ia menghela napas, lalu tersenyum. Menertawakan dirinya sendiri.

***

 

Murid-murid merasa lega ketika mendengar bel tanda pula berdering. Mereka tak sabar ingin keluar dari sekolah yang hari ini terasa seperti penjara. Murid yang keluar kelas dibuat terkejut. Sebelum meninggalkan kelas, mereka diminta untuk mengisi daftar hadir yang berisi nama lengkap dan alamat lengkap tempat tinggal mereka. Tidak ada yang berani atas peraturan itu. Murid-murid takut berurusan dengan istana. Walau menggerutu, satu per satu menulis data mereka. Karena jika tidak melakukannya, mereka tidak akan keluar dari kelas.

Tiba pada giliran Suri. Ia berhenti di ambang pintu belakang kelasnya. Seorang petugas memintanya untuk menuliskan data seperti yang lain. Suri menerima daftar tersebut dan menulis namanya. Ia bingung ketika harus menulis alamat tempat tinggalnya. Ketika ia hendak menulis alamat orang tuanya, Magi tiba-tiba merangkulnya.

"Tulis namaku juga!" Pinta Magi dengan nada riang. Membuat dua prajurit yang menjaga pintu belakang menatapnya. "Kami tinggal di rumah yang sama. Kami murid transferan dari SMA Mae Hwa." Magi menambahkan. Dua prajurit itu terkejut, tapi tak berkomentar. Salah satu dari mereka menggerakkan tangan, memberi izin Suri untuk menuliskan nama Magi.

"Alamat kita," Magi kemudian menyebutkan sebuah alamat. "Nah! Benar begitu!"

Kening Suri berkerut saat membaca ulang apa yang ia tulis di kolom alamat untuk namanya dan Magi.

"Terima kasih atas kerja kerasnya." Magi mengembalikan daftar hadir pada prajurit yang bertugas, lalu meninggalkan kelas bersama Suri.

Sungrin yang sudah keluar lebih dulu menyambut keduanya. Bertiga mereka berjalan bersama meninggalkan sekolah.

Setelah berjalan cukup jauh dari sekolah dan yakin jika tidak ada yang mengikuti, Suri langsung menghela napas panjang. Meluapkan kelegaannya seolah sebelumnya ia menahan napas saat berada di sekolah. Ia mengoceh, meluapkan segala unek-unek yang ia tahan selama ia berada di sekolah. Tak lupa ia berterima kasih pada Magi karena menyelamatkannya saat akan menulis alamat. Jika Magi telat, ia pasti sudah menulis alamat orang tuanya.

"Jadi, kalian akan pulang ke Rumah Seni Snowdrop?" Sungrin bertanya pada Magi dan Sungrin.

"Nee. Setidaknya sampai kami tahu apa tujuan mereka melakukan semua ini. Ketika Park Shi Hoo Sonsaengnim memanggil kami, aku menyadari sesuatu. Rasanya memang janggal jika istana melakukan hal ini. Untuk sementara, jangan berkomunikasi menggunakan ponsel. Aku takut kita disadap."

"Baik! Kalau begitu, kita berpisah di sini. Karena kalian tinggal di Kampung Lupin, aku akan berkunjung jika luang." Sungrin menyanggupi.

"Mm." Magi setuju. "Hati-hati di jalan."

"Nee." Sungrin tersenyum lebar. "Sampai jumpa besok."

Magi dan Suri menatap punggung Sungrin yang berjalan menjauh. Magi menghela napas dan berkata, "Ayo kita pulang!"

Suri mengangguk lalu berjalan di samping kiri Magi. Ia sedikit merasa khawatir karena akan pulang ke Kampung Lupin.

"Jangan khawatir. Jika kamu bilang kamu tinggal di Rumah Seni Snowdrop, maka nggak akan ada yang berani gangguin kamu."

"Tetap saja ini membuatku sedikit nggak nyaman. Maaf ya. Sudah ditolong malah aku masih begini."

Magi tersenyum. "Karena kamu adalah Han Suri." Magi menyelipkan lengan kirinya di lengan kanan Suri. "Jangan jauh-jauh dariku jika tak berani keluar sendiri."

"Iya. Maaf jadi merepotkan."

"Karena itu ikuti saja dan jangan mengeluh."

"Aku nggak mengeluh. Hanya menggerutu karena sikap berlebihan Raja."

"Ssh!"

"Ara!"

Selanjutnya Magi dan Suri berjalan beriringan dalam diam.

***

 

Suri duduk di atas lantai di samping kiri Magi. Ia mengamati seluruh sudut ruang tempatnya berada. Tuan Yoon yang memperhatikan tersenyum melihat tingkah Suri.

"Ini bukan rumah seni seperti yang kebanyakan ada di Kampung Lupin. Kau tidak perlu khawatir. Hanya dengan mengatakan kau adalah penghuni Rumah Seni Snowdrop, kau akan aman dari gangguan pria hidung belang. Akan tetapi, yang terbaik adalah tidak keluar sendirian. Katakan saja jika butuh keluar, agar ditemani oleh salah satu dari kami." Tuan Yoon memberi penjelasan pada Suri.

"Nee." Suri tersenyum, tapi masih canggung.

"Akhirnya kami dibutuhkan juga." Songeun datang bergabung. "Aku sudah menyiapkan kamar. Tapi, karena hanya ada satu kamar kosong, kalian harus berbagi. Aku tidak tahu jika Yang Mulia datang dengan seorang teman. Nggak papa kan?"

Suri terbelalak mendengar Songeun memanggil Magi dengan sebutan Yang Mulia di tengah gaya bicaranya yang santai dan tidak formal.

Magi menyadari bagaimana reaksi Suri. Ia pun tersenyum melihatnya. "Yoon Ajushi pemilih Rumah Seni Snowdrop dan Yoo Jaesuk Ajushi pemilik Cafe Golden Rod sudah tahu siapa aku sebenarnya. Mereka berdua adalah malaikat penjagaku. Yoon Ajushi yang mengusulkan untuk belajar musik agar aku bisa membaur dengan mudah. Karena beliau menilai aku punya bakat. Lalu, beliau membentuk Snapdragon dan Yoo Jaesuk Ajushi memberi tempat bagi kami untuk menunjukkan bakat."

"Wow!" Suri masih syok menerima fakta baru tentang Magi. "Sungguh ini mengagumkan. Lalu, bagaimana Tuan Yoon tahu jika kami akan datang? Maksud saya, tadi selama di sekolah, Yang Mulia tidak mengeluarkan ponsel sama sekali."

"Aku menggunakannya. Saat istirahat, di dalam toilet. Kami memiliki kode tersendiri dalam pesan kami. Bagi orang lain yang membacanya terkesan seperti pesan biasa. Tapi, ada pesan tersembunyi di baliknya. Kamu pasti sangat penasaran ya."

"Iya." Suri tersipu. "Semua ini benar-benar keren!" Ia memberikan dua jempolnya. "Tapi, apa tidak ada kamera tersembunyi di toilet?"

"Ya ampun, Han Suri! Kamu berpikir sejauh itu? Jika mereka melakukannya, pihak sekolah pasti menolak. Siapa mau diawasi saat buang air kecil atau buang air besar? Itu melanggar privasi. Sekolah bisa mengajukan banding." Songeun gemas melihat tingkah Suri.

"Terkadang dia memang keterlaluan dalam berpikir." Magi menimpali. "Han Suri, kamu nggak papa harus berbagi kamar denganku?"

"Nee?" Suri kaget. "Harusnya saya yang bertanya begitu pada Yang Mulia, kan? Selama ini, yang saya tahu Yang Mulia tidak pernah berbagi kamar. Bagaimana? Apa tak mengapa berbagi kamar dengan saya? Atau, ada tempat lain yang bisa saya gunakan? Sempit pun tak apa."

"Aku tak apa." Magi tak keberatan berbagi kamar dengan Suri.

Suri terdiam dan menatap Magi. Ia merasa canggung jika harus satu kamar. Namun, tak ada pilihan.

"Kalau begitu, mari aku antar ke kamar kalian." Songeun bangkit dari duduknya.

Magi dan Suri pamit pada Tuan Yoon, lalu mengikuti langkah Songeun. Suri masih dibuat terkagum-kagum dengan suasana di dalam Rumah Seni Snowdrop. Rumah itu dibangun dengan gaya bangungan kuno. Berada di dalamnya seolah sedang berada di eras Joseon, karena semua orang yang berada di sana mengenakan hanbok. Suri jadi penasaran apakah setiap hari para penghuni Rumah Seni Snowdrop mengenakan hanbok. Bahkan terlintas di benaknya, apakah kamar mandi dan toilet di tempat ini juga model kuno.

Rumah Seni Snowdrop cukup luas. Ada beberapa bangunan yang tertata rapi di dalam area salah satu rumah seni terkenal di Kampung Lupin itu. Ketika keluar dari bangunan tempat bertemu Tuan Yoon, melihat bangunan-bangunan terpisah itu membuat Suri semakin terbius seolah sedang berada di masa lalu. Tidak banyak orang yang wira-wiri di tempat itu. Setelah diperhatikan dengan lebih teliti, hanbok yang digunakan orang-orang di sana adalah hanbok yang sudah dimodifikasi atau boleh hanbok modern. Rumah seni ini juga masih memiliki lahan kosong yang cukup luas hingga bisa didirikan beberapa bangunan di atasnya. Setelah melewati taman, mereka tiba di kamar yang disiapkan Songeun.

"Sebenarnya ini adalah rumah penyihir." Kata Songeun.

"Eh?" Suri kaget.

Songeun tertawa geli. "Suri lucu sekali ya. Kamar ini adalah kamar khusus untuk Yang Mulia Tuan Putri. Sejak masuk SMA, Yang Mulia jadi semakin jarang menginap di sini. Padahal lebih normal di sini kan daripada di Kastil Asphodel."

"Kenapa Eonni menyebutnya rumah penyihir?" Suri penasaran.

"Wah! Belum tahu banyak tentang Rosemary Magi ya?"

"Ratu Maesil memang penyihir, tapi...." Suri tak melanjutkan ucapannya.

"Terima kasih, Eonni. Aku mau istirahat dulu." Magi mohon diri dan langsung masuk ke kamar.

Suri memperhatikan Magi yang kemudian menghilang setelah membuka pintu kamar. Songeun tersenyum melihatnya.

"Ratu Maesil berkeja cukup rapi kali ini. Membuat kami sedikit kesulitan melacaknya. Yang Mulia menghadapi cukup banyak tekanan akhir-akhir ini. Terima kasih sudah bertahan di sisinya." Songeun berterima kasih dengam tulus.

"Saya terus merepotkan Yang Mulia dan orang-orangnya." Suri merasa sungkan.

"Aku permisi dulu." Songeun mohon diri dengan anggun, lalu pergi.

Jantung Suri tiba-tiba berdetak lebih kencang. Ia menghela napas dengan cepat, lalu menyusul masuk ke dalam kamar.

***

 

"Tumben kamu ngajak aku jalan." Tanya L.Joe saat ia sampai di sebuah kafe tempat Shin Ae menunggu.

"Aku rindu padamu." Jawab Shin Ae singkat.

L.Joe yang sudah duduk di kursi seberang tersenyum. "Pasti ada hal serius. Selama ini kamu nggak pernah bilang rindu padaku."

"Mau pesan sesuatu?"

"Bukannya kamu selalu menyiapkannya untukku?"

"Sekarang harusnya Magi yang melakukan hal itu." Shin Ae bergumam seraya membuka buku menu.

"Aku bisa memintanya kemari."

"Kau ingin merusak kencan kita?!"

L.Joe tersenyum saja menanggapinya. Ketika Shin Ae meletakkan buku menu, seorsang pramusaji datang dan menghidangkan semua pesanan Shin Ae. L.Joe tak terkejut melihatnya. Begitulah kebiasaan Shin Ae setiap kali mereka janjian bertemu di kafe. Shin Ae sudah hapal pada menu kesukaannya.

"Aku nggak pernah meragukan prediksimu, Jung Shin Ae. Menu pilihanmu selalu sesuai dengan seleraku. Kau sangat memahamiku." L.Joe memuji Shin Ae dengan tulus.

"Kalau begitu, kita bisa menikah kelak setelah lulus."

"Mwo??" L.Joe tergelak. "Hari ini kamu aneh banget. Apa karena efek di sekolah tadi? Bahkan kamu melarangku menemui Magi."

"Kapan kita berlatih lagi di markas rahasia?" Shin Ae mengalihkan topik.

"Hampir setiap hari aku berlatih di sana. Kamu yang nggak pernah ke sana. Sibuk sekali ya? Ada apa sebenarnya? Jangan berputar-putar seperti ini. Apa begitu sulit? Biasanya kamu selalu to the point kalau ngomong."

"Ah! Aku tertangkap. Baiklah! Aku menyerah."

"Ada hubungannya dengan Magi ya?"

"Mm." Shin Ae menganggukkan kepala.

"Sekarang apa lagi? Karena dia teman Song Hyuri, Putri Ahreum?"

Jantung Shin Ae seolah terjun bebas ke lantai ketika mendengarnya. "Sejauh mana mengenal Magi? Kamu pernah bilang dia tinggal di kastil megah yang menyeramkan seperti suasana di makam."

"Memang."

"Ada yang aneh hari ini. Secara tidak sengaja aku mendengar obrolan dua prajurit yang berjaga di kelas Magi. Mereka membahas teman Song Hyuri yang tinggal di Rumah Seni Snowdrop di Kampung Lupin."

"Begitu ya? Tapi terdengar lebih normal, kan? Daripada kastil vampire? Magi belajar musik di sana. Wajar jika sesekali ia menginap. Di sana ia memiliki satu kamar khusus untuknya."

"Kenapa dia menutupi rumah dan keluarganya? Saat Festival Gardenia, kita juga berjanji bertemu di tempat lain kan? Tak mau kita membantu sampai ke kediamannya."

"Keluarganya sedekit... mengerikan? Yah! Seperti itulah. Seperti golongan orang yang memiliki dunia sendiri dan nggak bisa disentuh dengan mudah. Mungkin karena alasan itu dia menutupi alamat dan keluarganya. Dipikir-pikir tidak ada yang menyadari keberadaan kastil itu di sini."

"Bagaimana kau bisa berakhir dengan gadis aneh seperti itu?" Shin Ae merasa ngeri. Dan bagaimana Yang Mulia Raja juga terlibat dengannya? Sungguh di luar dugaan, batinnya.

"Entahlah." L.Joe mengendikan bahu. "Apa Putri Ahreum membuat keterangan berbeda? Laporan pasti sudah masuk ke istana, kan? Karena yang dicari pasti hanya Magi dan Suri. Kenapa membuat skenario yang sampai menghebohkan sekolah seperti itu? Bukan membuat nyaman dan aman, membuat kita terasa sesak. Magi dan Suri pasti makin dibenci."

"Aku belum ke istana sejak pulang sekolah tadi. Jadi aku nggak tahu apa yang terjadi di sana."

"Kamu ngajak aku ke kafe cuman buat ngebahas alamat Magi?"

"Tapi aku benar penasaran."

L.Joe tersenyum. "Nggak papa. Membahas apa pun tentang Magi membuatku senang kok."

Shin Ae berdecak mendengarnya. "Kamu benar-benar mencintai Rosemary Magi?"

"Udah ribuan kali kamu tanya tentang itu. Ya, Jung Shin Ae. Kenapa dari awal kamu seolah menentang hubunganku dengan Magi? Bukan karena diam-diam kamu naksir aku, kan?"

"Ngaco!" Shin Ae menunjukkan ekspresi seolah merasa jijik jika jatuh hati pada L.Joe.

L.Joe menertawakan Shin Ae. "Memang kadang aku juga merasa gadisku, Rosemary Magi itu aneh dan penuh rahasia, tapi aku nggak bisa melepaskan diri. Hati ini bisa menerima segala keanehan dan kemisteriusan itu," L.Joe meletakkan telapak tangan kirinya di dada. "Aku telah memberikan semua yang ada pada diriku ini padanya. Jadi, jika kamu ingin aku pergi dan menjauh darinya, maaf, aku nggak bisa. Lagi pula orang tuaku tak keberatan. Jadi mohon jangan khawatir berlebihan, Jung Shin Ae. Aku akan baik-baik saja bersamanya."

Shin Ae menatap L.Joe dalam diam selama beberapa detik. "Lalu, bagaimana dengan para pesaingmu? Masih banyak yang maju dan mengganggu Magi?"

"Aku menyingkirkan yang aku tahu. Selebihnya aku nggak pernah mendengar keluhan darinya. Lagi pula Yoo Jaesuk Ajushi selalu melindunginya." L.Joe diam sejenak. "Apa itu masalahnya? Siapa laki-laki itu?"

Shin Ae kaget karena L.Joe bisa menebaknya. "Anee. Nggak ada kok."

"Melihat tingkahmu, pasti cukup berpengaruh dan rumit. Orang istana, ya? Atasanmu? Sangat sibuk dan sudah meluangkan waktu untuk bertemu, bukannya seharusnya kamu jujur kan?"

Shin Ae ingin sekali berkata jujur. Namun, semua seolah tertahan di tenggorokannya. Ia tak mampu menyampaikan pada L.Joe bahwa saingannya saat ini adalah orang nomor satu di Wisteria Land, Raja Song Joongki. Ia pun tak sanggup mengungkap tentang dugaan bahwa Magi adalah Putri Ahreum yang sebenarnya.

"Dengar! Sampai kapan pun aku adalah sahabatmu. Pada situasai sekarang ini, aku sangat mengkhawatirkanmu dan Magi. Aku mohon tetaplah waspada dan berhati-hati." Akhirnya hanya pesan itu yang bisa Shin Ae katakan pada L.Joe.

L.Joe tersenyum. Diraihnya tangan kanan Shin Ae dan menggenggamnya dengan erat. "Nee. Gomawo. Jangan terlalu memikirkan aku dan Magi. Kami pasti akan baik-baik saja. Kau pun, tolong berhati-hati."

Shin Ae mengembangkan senyum di wajahnya. Namun, ada gemuruh kekhawatiran sedang bergejolak hebat di dadanya. "Ayo, makan!"

"Nee." L.Joe melepas tangan Shin Ae dan mencicipi coklat yang terasa hangat walau sebelumnya disajikan panas-panas.

***

 

Joongki memanggil Ilwoo, Donghae, dan Kyuhyun. Ia terkejut ketika pagi tadi mendengar ada operasi besar-besaran di Hwaseong Academy. Ia memang berencana mengirim orang untuk melindungi Han Suri dsn Rosemary Magi seperti bagaimana ia melindungi teman-teman Hyuri yang lain. Namun, ia tak menyangka jika pihak istana tiba-tiba mengirim banyak prajurit untuk menjaga sekolah. Ia ingin tahu tentang bagaimana hasil operasi hari ini sebelum pihak berwenang melaporkan padanya. Ia terkejut karena Ilwoo, Donghae, dan Kyuhyun datang dengan membawa Geunsuk. Usai memberi salam, Donghae pun menjelaskan kenapa ia membawa Geunsuk bersamanya.

"Oh. Jadi dia Reed yang saat ini masih bersekolah di Hwaseong Academy, ya? Terima kasih untuk kerja kerasmu." Joongki berterima kasih dengan tulus.

Setelah diminta, Geunsuk pun menjelaskan informasi yang berhasil ia kumpulkan. Di antara prajurit yang dikirim ke Hwaseong Academy, ada orang kepercayaan Raja. Dari sana Geunsuk mendapat informasi tentang operasi hari ini.

"Pihak berwenang memiliki hubungan cukup dekat dengan Rowan yang terduga berhubungan dan mendukung Ratu Maesil. Bisa jadi operasi hari ini sudah direncanakan oleh mereka atas perintah Ratu Maesil. Tapi, untuk apa mereka melacak alamat tempat tinggal teman-teman Putri Ahreum?" Donghae yang bersuara setelah Geunsuk selesai memberi laporan.

"Tentu saja karena mereka berhubungan dengan Putri Ahreum. Setelah membawa Putri Ahreum ke istana, sepertinya Ratu Maesil meragukan keasliannya. Menggunakan teman-teman dekat Song Hyuri yang tak lain adalah Putri Ahreum, Ratu Maesil mengancam Song Hyuri untuk jujur." Ilwoo menanggapi.

Joongki diam saja, tak mengomentari diskusi antara Donghae dan Ilwoo. Setelah dua orang kepercayaanya itu diam, ia pun bertanya pada Geunsuk, "Lalu, di mana Han Suri dan Rosemary Magi tinggal?"

"Menurut informasi yang saya dapatkan, mereka berdua tinggal di Rumah Seni Snowdrop di Kampung Lupin." Geunsuk menyampaikan informasi yang berhasil ia kantongi.

"Rosemary Magi tinggal di Kampung Lupin? Kampung seniman dan... gisaeng?" Joongki terkejut.

"Iya, Yang Mulia. Untuk memastikan, jika diizinkan, saya akan pergi untuk memeriksa kebenarannya."

"Yang Mulia, Rosemary Magi adalah anggota band Snapdragon yang selalu tampil di Cafe Golden Rod dan ia tinggal di Kampung Lupin, apakah Yang Mulia akan tetap memboyongnya ke istana dan menjadikannya gadis pilihan untuk dipersunting dan mendampingi Anda di atas tahta?" Donghae menanyakan keputusan Joongki. Baginya tidak mudah membawa gadis yang berhubungan dengan Kampung Lupin ke istana walau gadis itu bukan gisaeng.

Geunsuk terkejut mendengar pertanyaan Donghae. Ia teringat Shin Ae dan L.Joe yang berstatus sebagai kekasih Magi.

"Iya, Yang Mulia. Apakah Yang Mulia serius akan mengangkatnya sebagai Ratu?" Ilwoo menyambung.

"Kalian sudah tahu jawabannya. Dia tinggal di Kampung Lupin tapi dia bukan gisaeng. Aku akan mencobanya, walau sulit. Atau kalian mempunyai ide lain? Untuk apa yang harus aku lakukan?" Joongki menjadi ragu.

"Bukannya tidak mungkin, tapi akan sedikit sulit. Bisa jadi pihak istana hanya akan menyetujuinya sebagai selir." Kyuhyun menyampaikan isi kepalanya.

"Walau Yang Mulia sangat mencintai dan menginginkannya, jalan yang telah Yang Mulia pilih tidak akan mudah. Fakta bahwa Rosemary Magi tinggal di Kampung Lupin dan menjadi anggota Snapdragon yang selalu tamp di Cafe Golden Rod, siapa saja di istana bisa menyimpulkan jika dia bukan gadis baik-baik.

Alasan itu bisa menjadi isu panas jika dilemparkan ke publik dan semakin sulit untuknya bisa diterima di istana. Para tetua tidak akan menyetujui hal itu dan seperti yang dikatakan Kyuhyun, jika memaksa, statusnya hanya bisa sebagai selir Yang Mulia. Itu pun jika kelak ratu yang mendampingi Yang Mulia memberi persetujuan. Karena persetujuan Ratu Kyeongmi saja tidak akan cukup kuat untuk menjadikan Rosemary Magi sebagai selir.

Jika ingin membawa Rosemary Magi ke istana, sepertinya Yang Mulia harus menikahi salah satu gadis bangsawan yang telah dipilih untuk menjadi kandidat sebagai ratu. Atau, jika benar berani, Yang Mulia bisa terus maju dan melawan para tetua dan Rowan yang pasti akan menentang keputusan Yang Mulia." Ilwoo mengatakan tentang kemungkinan yang paling realistis atas keputusan Joongki.

Joongki juga mengetahui kemungkinan terburuk itu. Ia tak ingin berbagi kasih dengan gadis lain kecuali Rosemary Magi. Namun, pilihannya hanya dua; menjadikan Magi sebagai selir atau menentang para tetua dan Rowan.

***

 

Ketika akan kembali ke asrama Reed, Geunsuk melihat Shin Ae. Ia berlari, segera mendekati gadis itu. "Ya! Jung Shin Ae!" Ia menghadang langkah Shin Ae.

Shin Ae yang kaget, menatap Geunsuk dengan ekspresi dingin.

"Dari mana saja kau?"

Shin Ae tetap bungkam.

"Ya! Aku mengejar dan mencegatmu bukan karena iseng. Ada hal penting yang ingin aku bagi denganmu."

Shin Ae mulai tertarik. "Apa itu?"

Geunsuk mengamati sekitar untuk memastikan tak ada orang lain selain dirinya dan Shin Ae. Lalu, ia mencondongkan tubuh ke depan agar lebih dekat pada Shin Ae.

Shin Ae yang biasanya menarik diri dari Geunsuk tak mundur saat pemuda itu mencondongkan tubuh hingga lebih dekat padanya. Ia dan Geunsuk terlibat misi penting untuk mengawasi Magi dan Suri. Informasi yang akan disampaikan Geunsuk pasti berhubungan dengan Magi.

"Katakan! Apa itu!" Shin Ae mendesak Geunsuk untuk lekas bicara.

"Ini tentang kekasih sahabatmu, Rosemary Magi."

Walau sudah menebaknya, Shin Ae tetap terkejut ketika mendengar Geunsuk menyebut nama Magi. "Ada apa dengannya?" Ia pura-pura tidak paham.

"Yang Mulia Raja menyukai gadis itu dan berniat menjadikannya sebagai ratu."

"Mwo??" Shin Ae benar terkejut. Ia tak menyangka Joongki membagi apa yang ia rasa tak hanya pada Hyuri, tapi juga pada Geunsuk. Ia pun yakin jika Ilwoo, Donghae, dan Kyuhyun juga tahu karena ketiganya adalah sahabat raja. "Dari mana kau tahu akan hal itu?"

"Aku baru saja kembali dari menemui Raja bersama Donghae Hyung, Ilwoo Hyung, dan Kyuhyun Hyung. Yang paling mengejutkan, gadis itu ternyata tinggal di Kampung Lupin."

Shin Ae sudah mengetahui hal itu. Ia tak kaget karena pasti tadi Geunsuk pun bergerak untuk mencari informasi di sekolah.

"Sepertinya Yang Mulia Raja akan mengikuti saran Ilwoo Hyung."

"Saran?? Saran apa??"

Geunsuk mengembuskan napas panjang.

"Wae? Tak ingin membaginya denganku?"

"Ada dua pilihan. Menjadikannya sebagai selir atau melawan keputusan para tetua dan Rowan yang pasti akan menentang pilihan Raja."

Shin Ae pun paham akan hal itu. "Lalu, Raja memilih yang mana?"

"Melihat posisinya, sepertinya akan menjadikan Rosemary Magi sebagai selir."

Tubuh Shin Ae sedikit goyah mendengarnya. Walau tak begitu mendukung hubungan L.Joe dan Magi, tapi jika Raja membawa Magi ke istana sebagai selir, ada rasa tak terima di dalam dadanya. Terlebih ia merasa takut jika dugaannya tentang Magi adalah Putri Ahreum yang asli adalah benar. Shin Ae tak bisa berpikir jernih. Ia mematung di tempatnyan berdiri.

***

 

 

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews