Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy - Land #44

03:57

 Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy

 

It's about rainbow, love, hate, glory, loyalty, betrayal and destiny.

 

 

. Judul: “Wisteria Land: Another Story of Hwaseong Academy”

. Author: shytUrtle

. Rate: Serial/Straight/Fantasy/Romance.

. Cast:

-                  Song Hyu Ri (송휴리)

-                  Rosmary Magi

-                  Han Su Ri (한수리)

-                  Jung Shin Ae (정신애)

-                  Song Ha Mi (송하미)

-                  Lee Hye Rin (이혜린)

-                  Park Sung Rin (박선린)

-                  Song Joongki, L,Joe Teen Top, L Infinite, Jung Daehyun B.A.P, Jo Jonghwan 100%, Baro B1A4, Jang Geunsuk, Yoo Seungho, Kim Sunggyu Infinite, Choi Joonghun FT.Island, Cho Kyuhyun Super Junior, and many other found it by read the FF.

 

 

Ketika kau melihat pelangi, apa yang ada di benakmu? Tujuh warnanya yang indah atau...? Di sini, di Wisteria Land, kami percaya jika pelangi adalah jelmaan sang Naga. Naga arif dan bijaksana yang selalu mengawasi dan menjaga tanah Wisteria Land. Naga yang pada suatu waktu muncul dengan keelokan wujudnya dengan tujuh warna pelangi. Apa kau juga percaya akan hal ini?

 

Land #44

 

Hyuri merasa lega. Rowan menyetujui permintaan Hye Young, penobatan Hyuri sebagai pewaris tahta sah diundur selama tiga bulan. Rowan setuju jika Hyuri masih harus mendapatkan pendidikan istana.

Shin Ae mengunjungi Hyuri setelah semua tugasnya selesai. Keduanya duduk bersama ditemani sajian teh lotus dan camilan pendampingnya.

Hyuri tersenyum usai menyesap teh lotus dalam cawan di tangannya. "Sebenarnya aku ingin Seonbaenim tak memanggilku dengan panggilan Yang Mulia."

"Mohon maaf, saya tidak bisa!" Jawab Shin Ae tegas. "Saya harap Yang Mulia bisa beradaptasi dengan situasi di istana."

Hyuri menganggukkan kepala. Kelegaan yang saat ini ia rasakan adalah sesuatu yang fana. "Lalu, tidak bisakah kita membawa Magi dan Suri ke istana? Bukankah lebih aman jika mereka di sini bersama kita? Ah! Tapi istana bukanlah rumah yang bisa disinggahi siapa saja dengan mudah."

Shin Ae memijat keningnya sendiri. "Berbicara tentang Magi, saya bingung tentang apa yang terjadi padanya. Gadis itu kenapa?"

"Nee?" Hyuri menaruh perhatian penuh pada Shin Ae. "Ada apa dengan Magi? Terjadi sesuatu padanya?"

"Hari ini Magi ke sekolah bukan sebagai Rosemary Magi si rambut oranye berkepang dua. Hari ini dia ke sekolah sebagai Butterfly Bronze Snapdragon."

"Mwo??" Hyuri sangat terkejut mendengarnya. "Magi nggak menyamarkan penampilannya lagi? Ada apa dengannya?"

"Sekolah jadi heboh karenanya."

"Magi dan tindakannya sangat sulit ditebak. Bagaimanapun, ini sangat mengejutkan dan sedikit keterlaluan. Entah kenapa aku sangat yakin jika Magi lah si pemilik kalung naga ini." Hyuri memegang liontin naga dari kalung yang tergantung di lehernya. "Tidak bisakah kita membawanya ke sini?"

Shin Ae menatap Hyuri lurus-lurus. "Kenapa? Apa karena Yang Mulia sudah tidak tahan dengan ini semua? Lelah karena harus memakai hanbok setiap hari?"

"Mwo??" Hyuri terkejut. Shin Ae tersenyum manis. Membuat Hyuri semakin dibuat bingung. Selama ini gadis itu selalu bersikap dingin dan angkuh di depan semua orang.

"Ada satu hal lagi yang ingin saya bagi." Shin Ae kembali berbicara. Membuat Hyuri semakin penasaran.

"Kemarin L.Joe memberikan kotak milik Magi yang sengaja ingin ia titipkan pada saya. Magi meminta saya menjaga kotak itu sampai ia memintanya kembali kelak. Saya bingung dan penasaran. Namun, sama sekali tidak memiliki keberanian untuk membuka kotak itu sekadar untuk mengintip isinya. Apakah Yang Mulia bisa memahami permintaan Magi itu? Apa maksud sebenarnya?"

Hyuri mengedipkan kedua matanya. Ia pun tak paham pada tujuan Magi walau sudah memikirkannya berulang-ulang. "Mian. Sama sekali tidak bisa memahaminya juga."

Shin Ae menghela napas, meraih cawan dan meneguk isinya.

 

Di malam yang sama Hyerin datang mengunjungi Hami. Ia menceritakan tentang kehebohan hari ini di sekolah pada Hami.

"Magi nggak menyamar lagi? Pasti menyenangkan bisa melepas topeng yang selama ini ia pakai saat datang ke sekolah dan menunjukkan wujud aslinya pada semua orang. Sayang sekali aku nggak bisa menjadi saksi mata untuk kehebohan itu." Hami benar menyesal. "Mendengar cerita itu, aku jadi semakin rindu pada suasana di sekolah."

"Bersabarlah, Yang Mulia. Sebentar lagi Hwaseong Festival akan digelar di sekolah. Yang Mulia bisa berkunjung untuk sejenak melepas rindu pada sekolah."

"Benar. Tapi datang sebagai anggota keluarga kerajaan sangat berbeda dengan datang sebagai murid. Terlebih karena kekacauan yang terjadi belakangan ini. Aku tak yakin bisa pergi. Jika istana melarang Putri Ahreum pergi, maka aku pun tak akan bisa pergi."

"Benar juga. Situasi saat ini sangat rumit. Walaupun saya yakin Yang Mulia Putri Ahreum juga menginginkannya, tapi itu bukan perkara mudah." Hyerin turut merasa frustasi. Membuat Hami tersenyum ketika menatapnya.

"Saya dengar keputusan sidang hari ini bahwa penobatan Putri Ahreum ditunda selama tiga bulan. Apa itu benar?" Hyerin mengubah topik karena ia penasaran tentang hasil sidang itu.

"Iya. Benar."

"Apakah karena rumor bahwa Putri Ahreum yang sekarang adalah palsu?" Hyerin melirihkan suaranya.

"Animnida." Hami berusaha tersenyum namun sangat terlihat kaku. "Pendidikan Yang Mulia Putri Ahreum harus diselesaikan sebelum beliau dinobatkan."

"Tuan Putri, kita bersahabat cukup lama. Anda sangat tidak alami." Hyerin memprotes sikan Hami.

Hami menarik senyumnya dan berdeham. "Salah satu alasannya memang iya, benar, itu. Tapi pendidikan yang paling utama, kan?"

"Situasi bisa berubah semakin kacau. Saya harap semua bisa segera terselesaikan dengan baik. Yang Mulia harus kuat. Keluarga kerajaan semakin disorot belakangan ini."

"Nee. Gomawo." Hami tersenyum tulus.

***

 

Park Shi Hoo kembali menemui Ratu Maesil. Namun, ia tak membagi cerita tentang perubahan penampilan Magi di sekolah hari ini. Ia hanya duduk dan diam, mengikuti jalannya pertemuan malam ini.

Tak hanya ada Shi Hoo, Ratu Maesil mengundang tiga orang lainnya yang merupakan anggota Rowan di istana. Ketiganya adalah Rowan yang mendukung Ratu Maesil. Mereka datang untuk melaporkan hasil pertemuan di istana berhubungan dengan status Putri Ahreum.

Ratu Maesil menyeringai usai mendengar laporan orang-orang kepercayaannya. "Tiga bulan? Baiklah. Mari kita bersenang-senang. Kalian duduk saja dan melihat. Kali ini biarkan aku dan Acanthus yang bekerja." Ratu Maesil melirik Shi Hoo.

Shi Hoo tersenyum dan menundukkan kepala sebagai tanda hormat.

Tiga anggota Rowan kerajaan yang membelot kompak menatap Shi Hoo dengan tatapan tak senang. Ketiganya meragukan kemampuan Shi Hoo dalam menjalankan rencana yang sudah tersusun rapi. Namun, ketiganya tidak akan berani menentang keputusan Ratu Maesil.

***

 

"Oh, jadi itu alasannya." Junki mengangguk paham. Usai jam sekolah berakhir, ia mengajak Magi dan teman-temannya untuk bertemu. Ia mentraktir Magi, Suri, Sungrin, Seungho, dan Jonghwan.

"Mulai sekarang jangan merasa malu dengan apa pun itu yang kamu miliki. Termasuk tentang pekerjaan. Itu lebih baik daripada kamu menjadi pencuri kan? Menjadi seniman musik bukanlah hal yang buruk." Junki memberi dukungan tulus pada Magi.

"Nee. Kamsahamnida, Sonsaengnim." Magi menundukkan kepala di depan Junki yang duduk tepat di hadapannya di seberang meja.

Junki tersenyum manis dan menganggukkan kepala.

"Butterfly Bronze Snapdragon sangat keren! Salah satu kebanggaan Cafe Golden Rod. Bukan hanya karena kecantikannya, tapi juga karena bakatnya. Hanya orang bodoh yang mengolok kelebiha Magi. Tapi berpenampilan sebelumnya pasti juga membuatmu merasa aman dari gangguan fans gila ya." Seungho mengoceh tanpa sungkan.

"SMA Mae Hwa dan murid-muridnya pasti bangga memiliki guru seperti Lee Junki Sonsaengnim." Jonghwan memuji Junki.

"Tentu saja!" Suri membenarkan. "Lee Junki Sonsaengnim guru paling tampan di SMA Mae Hwa. Banyak siswi yang mengidolakan."

"Ah! Nggak juga." Junki tersipu mendengar pujian Suri.

"Itu tak diragukan lagi. Pasti karena itu Lee Junki Sonsaengnim jadi dibenci banyak murid laki-laki." Seungho merespon pujian Suri.

"Benar! Benar! Aku sering mendengar ujaran kebencian itu dulu." Suri membenarkan. "Dan kami adalah siswi paling beruntung di SMA Mae Hwa, karena kami mendapatkan Lee Junki Sonsaengnim untuk pindah bersama kami ke Hwaseong Academy. Maafkan kami, Sonsaengnim. Karena kami sangat merepotkan. Terima kasih untuk segalanya." Suri meminta maaf dengan tulus.

"Sadar juga kalian?" Junki menanggapi dengan bercanda. "Jangan berlebihan. Bapak tidak melakukan apa-apa sejak kita ditransfer ke Hwaseong Academy. Maafkan, Bapak. Karena membiarkan kalian berusaha keras sendirian."

"Sonsaengnim juga menderita karena ulah saya. Karena itu, mohon maafkan saya." Magi meminta maaf dengan tulus. Ia sadar diri sebagai pembuat onar sebenarnya dalam Trio Mae Hwa. Mengingat hal itu, membuatnya teringat Hyuri. Andai Hyuri juga ada di sini, pasti menyenangkan.

"Kalian dan Lee Junki Sonsaengnim sama-sama berusaha dengan keras." Komentar Seungho membuyarkan lamunan Magi tentang Hyuri. Membuatnya tersenyum sendiri.

"Bapak yakin, kelak kalian pasti akan menjadi orang-orang hebat. Pasti tidak mudah bagi kalian, bersekolah dan harus bekerja. Melihatnya, Bapak merasa kerdil dan miskin pengalaman. Bersemangatlah, anak-anakku!" Junki kembali memberi semangat Magi dan Suri.

"Tidak peduli itu penyanyi kafe," Junki menatapa Magi, "atau penjaga toko parfum dan pelayan kafe," ia beralih menatap Suri, "tetaplah bangga pada diri kalian sendiri. Jangan takut! Jangan biarkan dunia meremehkan dan merendahkan kalian. Karena kalian hebat."

Magi dan Suri menaruh perhatian penuh pada Junki. Keduanya bersyukur dalam hati memiliki guru pendamping yang penuh perhatian seperti Junki. Magi dan Suri saling memandang, lalu kompak tersenyum.

"Ayo makan!" Junki memerintahkan kepada murid-muridnya untuk kembali makan. Semua pun bergantian menyerbu sajian yang dihidangkan di atas meja.

Sosok pria berpakaian serba hitam lengkap dengan topi hitam yang duduk untuk makan di meja paling pojok menyincingkan senyum memperhatikan keakraban Junki dan murid-muridnya.

***

 

Seminggu yang tenang di Hwaseong Academy. Murid-murid tak lagi menggunjingkan Magi dengan penampilan barunya. Magi pun merasa tak jadi masalah karena teman-temannya jadi mengetahui jika dia adalah anggota Snapdragon, band kebanggaan Cafe Golden Rod. Bahkan sejak mengubah penampilannya, sering ia melihat teman-teman sekolahnya mengunjungi Cafe Golden Rod. Magi memahami mereka yang mungkin saja penasaran pada penampilannya di atas panggung.

Murid-murid yang terlibat dalam Hwaseong Festival mulai sibuk. Panitia sibuk mempersiapkan festival. Para pengisi acara mulai rajin berlatih di sekolah untuk mempersiapkan penampilan masing-masing. Mereka menanamkan pada diri masing-masing untuk tampil sempurna karena festival akan dihadiri keluarga kerajaan. Bukan hanya itu, jika beruntung mereka pasti akan digaet para pencari bakat yang juga turut hadir dalam Hwaseong Festival.

Magi duduk di bangku di taman belakang sekolah. Sendirian menatap danau. Headset menutupi kedua lubang telinganya. Ia menatap danau dengan tenang, menikmati momen kesendirian itu sambil mendengarkan siaran radio di ponselnya.

Tiba-tiba Magi menegakkan kepalanya yang sedikit tertunduk. Ekspresinya berubah, pucat dan ketakutan. Tubuhnya mulai gemetaran. Punggungnya pun terasa tegang. Masih bertahan menatap danau dengan perasaan tegang.

***

 

Hyuri terduduk lemas usai mendengar apa yang disampaikan Joongki dalam kunjungannya ke Istana Magnolia siang ini. Rasa bersalah memeluk Joongki ketika melihat Hyuri yang terlihat putus asa.

"Yang Mulia," suara Hyuri bergetar, "saya mohon dengan sangat, tolong lindungi mereka. Tolong lindungi mereka." Hyuri tak mampu lagi membendung air matanya yang segera tumpah dan membanjiri pipinya.

"Lee Junho Oppa... Kris, Amber, JB, dan Rap Monster. Hanya mereka yang saya miliki sebagai keluarga sebelum semua ini terjadi. Saya banyak bergantung pada mereka. Mendengar mereka mendapatkan teror, saya semakin ketakutan, juga merasa sakit. Semua itu salah saya." Hyuri menutup wajah dengan kedua telapak tangannya dan menangis tersedu. Ia tak peduli lagi dengan adanya Raja yang duduk di hadapannya hanya dipisahkan jarak oleh meja.

Hye Young yang duduk di samping kanan Hyuri segera merangkul gadis itu untuk menenangkan.

"Kami akan melakukan yang terbaik. Hari ini Kris, Amber, JB, dan Rap Monster ditarik kembali untuk tinggal bersama keluarga mereka. Masing-masing keluarga akan diberi penjagaan secara ketat. Mereka pun akan mendapat pengawalan khusus. Jangan merasa khawatir lagi. Pelaku teror sedang diburu oleh pasukan khusus yang kami bentuk. Aku mohon jangan merasa khawatir berlebihan." Joongki yang merasa bersalah turut berusaha menenangkan.

 

Karena ingin Hyuri menenangkan diri, Joongki segera pamit. Sesampainya di kediaman Raja, ia meminta Ilwoo, Kyuhyun, dan Donghae untuk menghadap. Ia ingin bertanya tentang misi khusus untuk melindungi Magi dan Suri. Situasi semakin kacau. Joongki mengkhawatirkan keadaan keduanya di luar sana. Terlebih keadaan Magi.

Belum selesai keempatnya melakukan diskusi, Ratu Kyeongmi datang mengunjungi Joongki. Kunjungan itu memaksa Ilwoo, Donghae, dan Kyuhyun untuk pergi. Setelah tiga orang kepercayaan Joongki pergi, Ratu Kyeongmi meminta semua dayang dan kasim untuk pergi.

Ratu Kyeongmi menghela napas panjang. "Kabar tentang ancaman dan teror itu pasti sangat mengguncang Song Hyuri."

"Nee. Song Hyuri terlihat sangat terpukul usai mendengarnya. Kita telah melakukan usaha terbaik yang kita bisa untuk membantunya. Saya harap dia bisa tenang." Joongki menyampaikan hasil kunjungannya ke Istana Magnolia.

"Melihatnya terseret dan terlibat dalam kepelikan ini, Ibu merasa iba."

"Saya pun merasakan hal yang sama. Ibu datang kemari untuk mengkonfirmasi hal itu?"

"Ini adalah masalahmu, Anakku."

"Masalah saya?"

"Nee. Ibu rasa, kau pasti sudah menduga hal ini akan terjadi."

"Tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi."

Ratu Kyeongmi berusaha menekan emosinya. Setelah merasa sedikit tenang, ia pun berkata, "Ini tentang pernikahanmu. Rowan dan para Tetua kembali mendesak tentang hal itu. Ibu berusaha terus mengulurnya, tapi karena situasi semakin kacau, Ibu tidak akan bisa bertahan lebih lama. Apa yang harus Ibu lakukan? Jika gadis yang kau janjikan tidak bisa kau temukan, Rowan dan Tetua akan memintamu untuk menikahi gadis pilihan mereka. Jika gadis itu benar ada, segera dekati dia dan bawa kemari. Ibu tak ingin pernikahanmu pun menjadi pernikahan boneka."

Joongki membisu. Rasa percaya dirinya sedikit goyah. Ia tak tahu harus berbuat apa untuk membawa Magi masuk ke istana. Karena ia pun tak yakin apakah Magi memiliki rasa yang sama seperti apa yang ia rasakan.

***

 

"Mwo??" Mulut Seungho membulat. Ia terkejut mendengar permintaan Magi.

"Ya! Kamu sadar sama apa yang kamu katakan barusan?" Jonghwan sama terkejutnya dengan Seungho.

Magi berdiri melipat tangan di depan Seungho dan Jonghwan. Wajahnya tegas. Tak terkesan main-main akan permintaannya. "Aku sadar akan ucapanku. Kalian lah yang seharusnya sadar, dan sebaiknya mengambil langkah yang aku sarankan."

"Nggak mau!" Seungho langsung menolak.

"Aku yakin orang tua kalian pasti telah memberi peringatan pada kalian, ketika mereka tahu dengan siapa kalian berteman di sekolah. Ini belum terlambat."

"Kalau kami memilih jalan itu, apa kamu yakin kita semua akan aman?" Jonghwan balik bertanya pada Magi. "Kamu mau aku meninggalkan Suri? Aku nggak mau!" tolaknya bersamaan dengan datangnya Suri dan Sungrin.

"Kalian di sini rupanya." Suri yang sempat mendengar dua kalimat terakhir yang dilontarkan Jonghwan berusaha bersikap wajar.

"Murid-murid meributkan tentang teman-teman Song Hyuri yang ditarik dari sekolah dan dikembalikan ke keluarga masing-masing untuk mendapat perlindungan dari negara karena teror dan ancaman yang mereka terima. Keluarga Lee Junho juga menerima perlakuan yang sama." Suri mengutarakan informasi yang baru ia peroleh. Mengabaikan suasana canggung di antara Magi, Seungho, dan Jonghwan.

"Itulah yang sedang kami bahas." Seungho tak kaget mendengar berita yang disampaikan Suri. "Magi memintaku dan Jonghwan untuk menjauh dari kalian." Imbuhnya sembari menatap kesal pada Magi.

Seperti dikomando Suri dan Sungrin kompak menatap Magi yang berdiri angkuh dengan kedua tangan tersilang di dada.

"Magi itu—"

"Permintaan Magi ada benarnya." Sungrin memotong Suri yang entah hendak menyampaikan apa. "Seungho dan Jonghwan berasal dari keluarga bangsawan terpandang. Keduanya sangat berpengaruh di Wisteria Land. Wajar jika Magi mengkhawatirkan keselamatan Seungho dan Jonghwan jika terus bergaul dengan kita. Tidak hanya berdampak buruk bagi Seungho dan Jonghwan, tapi juga bagi keluarga mereka."

Kepala Suri tertunduk. Apa yang diminta Magi dan dijabarkan Sungrin benar adanya. Ia pun teringat strata sosial yang jomplang antara dirinya dan Jonghwan. Mendadak ia merasa kerdil dan menganggap hubungannya dengan Jonghwan adalah sebuah kesalahan.

"Bagaimana dengan dirimu sendiri? Tsk!" Seungho berdecak dan menatap kesal pada Sungrin.

"Aku hanya anak panti asuhan. Nggak masalah bagiku. Aku, Magi, dan Suri pada dasarnya adalah golongan yang sama." Ada rasa tak nyaman di dalam ruang hatinya ketika Sungrin mengatakan hal itu. Walau sesama orang buangan, ia dan Suri tentu berbeda dari Magi.

"Ya!" Nada suara Seungho meninggi. "Apa orang-orang di panti asuhan itu bukan keluargamu? Bagaimana jika berdampak juga pada mereka? Jangan egois dan berlagak baik-baik saja, Park Sungrin! Jangan sok tegar! Posisi kita sama-sama korban."

Sungrin melotot ketika Seungho mengucapkan kalimat, Posisi kita sama-sama korban. Panti asuhan tempat ia tinggal sering mendapat penggeledahan mendadak bahkan penyerangan tak terduga. Karenanya ia merasa baik-baik saja jika tetap berteman dengan Magi. Lagi pula ia memang berada di pihak Magi dan tak pernah ingin beranjak pergi. Hanya saja ia tak paham kenapa Seungho juga menganggap dirinya sebagai korban.

"Ya!" L.Joe keluar dari tempat persembunyiaannya. Ia yang ingin menemui Magi lalu melihat gadis itu sedang berbicara serius dengan Seungho dan Jonghwan mememilih bersembunyi. Bukan untuk menguping, tapi untuk menunggu kesempatan. Keputusan yang ia ambil membuatnya mendengar semua obrolan Magi dan teman-temannya.

"Sejak kapan Seonbaenim di sana?" Seungho yang mengomentari kemunculan L.Joe.

"Dalam situasi seperti ini, harusnya kalian menghindari berkumpul di tempat tersembunyi seperti ini saat di sekolah. Ini terlalu mencolok dan menyita perhatian." L.Joe mengabaikan pertanyaan Seungho. Ia menatap satu per satu juniornya dan berhenti pada Magi. Magi tetap bersikap angkuh. Bahkan tak menurunkan kedua tangannya yang terlipat di dada.

L.Joe menghela napas, lalu berjalan mendekati Magi. Magi berjalan mundur satu langkah dari hadapan L.Joe dan menurunkan kedua tangannya yang terlipat. L.Joe meraih tangan kanan Magi dan memaksa gadis itu untuk ikut dengannya. Seungho, Jonghwan, Suri, dan Sungrin hanya diam mengamati.

Jonghwan berjalan mendekati Suri dan berhenti di samping kanannya. Ia membawa Suri menghadap padanya. "Aku nggak akan pernah menjauhimu dan Magi. Aku nggak akan ninggalin kamu. Terlebih hanya karena masalah ancaman itu. Jadi, aku mohon jangan memintaku untuk menjauh seperti apa yang dilakukan Magi. Untuk saat ini, aku nggak akan sanggup melakukan hal itu."

Suri hanya diam. Membalas tatapan Jonghwan yang teduh. Dadanya dihujam rasa sakit. Ia tak ingin Jonghwan terluka karenanya. Namun, ia pun tak akan sanggup untuk meminta pemuda itu menjauh. Ia kehabisan kata-kata.

"Sudahlah. Ayo!" Jonghwan merangkul Suri dan membawanya pergi.

Seungho dan Sungrin kompak menatap pasangan kedua yang meninggalkan mereka.

"Ya, kita bukan pasangan, tapi kita teman baik. Nggak papa kan kalau kita pergi sama-sama?" Seungho berdiri merapat mendekati Sungrin.

"Tentu." Sungrin berjalan mendahului.

"Ya! Park Sungrin! Tunggu aku!" Seungho bergegas mengejar Sungrin yang berjalan dengan langkah cepat.

Shin Ae yang bersembunyi dan diam-diam mengawasi menghela napas. Ia pun turut pergi meninggalkan salah satu sudut sekolah yang hampir tidak pernah didatangi murid yang sebelumnya dijadikan Magi untuk bertemu Seungho dan Jonghwan.

***

 

Magi dan L.Joe duduk di atas rumput di bawah pohon di tepi danau buatan di taman belakang sekolah. Keduanya duduk berdampingan dan menghadap ke danau. Sejak keduanya tiba dan duduk di sana, tidak ada obrolan sama sekali hingga beberapa detik berlalu.

L.Joe menghela napas dan tersenyum. "Inget nggak waktu kita bikin pesta di sini untuk Lizzy? Malam itu benar-benar menyenangkan." Ia memulai obrolan.

"Maaf. Hanya itu yang terpikir olehku setelah mendengar kabar tentang teman-teman Hyuri dari radio di ponselku hari ini. Satu-satunya jalan yang akan membuat kalian aman adalah jika kalian menjauh dari kami." Magi langsung membahas inti masalah yang membuat L.Joe sedikit tak terima.

"Melihat kalian kukuh untuk tetap bersama kami, aku ketakutan. Aku merasa senang, sekaligus sedih. Senang karena masih ada yang mau berteman dengan kami. Sedih karena bisa jadi teman-teman kami akan dapat masalah jika tetap berteman dengan kami. Membayangkan orang-orang yang aku sayangi mendapat teror dan teror, aku benar-benar ketakutan. Bisakah kita berhenti di sini saja?" Magi melanjutkan.

L.Joe menoleh ke arah kiri demi menatap Magi. Gadis itu menundukkan kepala dalam-dalam hingga ia tak bisa melihat wajahnya. "Nggak mau!" L.Jo menolak permintaan Magi.

"Bisakah kalian berhenti bersikap seperti itu? Jangan bersikap seolah kalian baik-baik saja di depan kami. Aku yakin, kalian pun pasti merasa tidak baik."

L.Joe menghela napas panjang. "Semuanya bukan jaminan. Menjauh darimu pun belum tentu aman."

Magi mengangkat kepala, menoleh ke arah kanan dan menatap L.Joe dengan iba. "Cukup banyak hal tak menyenangkan yang aku alami belakangan ini. Rasanya aku nggak akan sanggup jika harus menyaksikan kalian, orang-orang yang peduli padaku, orang-orang yang aku sayangi ikut menderita karena aku."

L.Joe menoleh. Ia terkejut karena menemukan Magi sedang menatapnya dengan kedua mata berkaca-kaca. Ia merengkuh Magi ke dalam pelukannya. Mendekapnya dengan erat.

Magi memejamkan kedua matanya. Membuat air mata yang berusaha ia tahan pun jatuh. Ia membalas pelukan L.Joe dengan kedua tangannya yang gemetaran.

"Sebelumnya aku sudah membaginya denganmu. Tentang ketakutan tanpa sebab yang aku alami belakangan ini. Bukan hanya kamu, aku pun ketakutan. Tapi, saling menjauh bukanlah jaminan bahwa kita akan aman satu sama lain. Karenanya mari tetap bersama dan saling menguatkan. Jika aku harus menjauh darimu dan melawan ketakutan itu sendiri, aku nggak akan sanggup." L.Joe mengecup pundak Magi yang membalas pelukannya.

"Aku nggak akan pergi dari sisimu. Kamu tahu betapa sulitnya mendapatkanmu, lalu kamu ingin aku pergi dan menjauh? Teror dan ancaman mungkin akan datang menghampiri kita, tapi itu tidak akan mengubah apa pun. Semua akan tetap sama dan berjalan seperti semestinya. Selama jantungku masih berdetak, itu berdetak untukmu."

Air mata Magi mengucur semakin deras. Ia membenamkan wajah dalam dekapan L.Joe dan memeluknya erat. "Jangan pergi. Aku mohon jangan pergi. Aku mencintaimu. Aku membutuhkanmu." Ucap Magi di sela isak tangisnya.

Tukang kebun berpakaian serba hitam lengkap dengan topi hitam itu bertahan dalam persembunyiaanya, mengawasi L.Joe dan Magi. Ia menundukkan kepala, menghela napas panjang, kemudian pergi meninggalkan taman belakang sekolah.

***

 

Lima orang siswi tingkat dua mencegat Sungrin, Magi, dan Suri. Kelimanya mengitari trio siswi tingkat satu itu. Kelimanya menatap Magi dan gengnya dengan tatapan sinis dan jijik.

Siswi yang berdiri tepat di depan Magi berdecak. "Tsk! Kapan murid buangan ini akan berhenti membuat masalah?" Gadis bertubuh super kurus dan berwajah culas itu menatap Magi dengan tatapan jijik.

"Jangan mengganggunya. Dia teman dekat Putri Ahreum. Kamu ingat bagaimana dia membully Putri Hami? Bahkan ia telah mendapatkan L.Joe. Dia benar-benar penyihir yang hebat." Sambung gadis yang berada di samping kanan gadis yang berdiri di tepat di depan Magi. Kelima gadis itu kemudian tertawa bersama.

Magi diam. Menatap datar kelima senior yang mencegatnya.

"Omo! Lihat sikapnya! Dia mencoba membuat kita takut dengan tatapannya?" Gadis yang berdiri di samping kiri gadis paling tengah menuding Magi.

"Saya tidak ingin menakuti siapa pun. Tolong beri kami jalan. Kami ingin segera pulang." Magi akhirnya angkat bicara.

"Mwo??" Gadis paling tengah yang berdiri berhadapan dengan Magi kemudian tertawa lantang. "Ya! Kamu takut kena teror juga?" Ia mendorong Magi dengan telunjuk tangan kanannya. "Akhirnya kamu sadar posisimu. Dengan adanya berita yang dirilis pagi ini, kalian harus siap-siap untuk ditendang dari sekolah. Menyedihkan sekali."

Jonghwan dan Seungho baru sampai di tempat Suri, Magi, dan Sungrin berhenti karena dihadang lima seniornya. Seungho dan Jonghwan turut berhenti, memperhatikan dari jarak yang lumayan dekat.

"Saya perhatikan, bukan saya atau kami yang takut akan teror, tapi Seonbae." Magi menuding gadis bertampang culas yang tak lain adalah leader dari kelompok senior yang menghadangnya.

"Tolong minggir! Saya ingin cepat pulang. Jika tidak," Magi memperhatikan kepala senior yang berdiri tepat di hadapannya, "saya akan memunculkan sepasang telinga tikus di atas kepala Seonbae." Ditudingnya puncak kepala seniornya.

"Kamu ingat apa yang ia lakukan pada Flower Season Boys? Dia merapalkan mantra dan tali sepatu mereka saling terkait. Membuat mereka jatuh saling tumpang tindih." Gadis yang berada di belakang sebelah kanan berbisik pada sang leader yang berdiri di tengah. "Sebaiknya kita sudahi saja. Nggak ada untungnya melakukan ini."

Ekspresi gadis bertampang culas yang berdiri berhadapan dengan Magi berubah. Tiba-tiba ia bergidik ngeri. "Ya! Sebaiknya kau berhati-hati dengan ucapanmu! Jangan sampai kau menyesal karenanya." Serunya sembari menuding tepat di depan wajah Magi.

"Tentu saja. Kita lihat saja bagaimana nanti. Seonbae pun harus berhati-hati. Jangan sampai sepasang telinga tikus itu benar-benar muncul di sela-sela rambut Seonbae." Magi tersenyum mencibir.

Geng senior itu pun pergi setelah puas meluapkan amarah mereka pada Magi. Jonghwan dan Seungho kompak menghela napas lega melihat kelima senior yang menghadang Magi akhirnya pergi.

***

 

Magi, Suri, Sungrin, Seungho, dan Jonghwan berkumpul di taman di Jalan Elder Flower. Duduk berkerumun di atas rumput. Di sana Magi biasa mengamen dengan cara berdongeng ketika memiliki waktu luang. Seungho membagikan minuman kaleng yang baru ia beli kepada teman-temannya.

"Jonghwan, Seungho, maafkan atas sikapku di sekolah tadi. Aku menjadi panik dan nggak bisa berpikir jernih. Tiba-tiba ketakutan dan meminta kalian menjauh. Menurutku lebih baik jika kalian menjauh dariku. Maafkan aku. Maafkan aku, Han Suri. Aku nggak bermaksud misahan kamu dan Jonghwan." Magi meminta maaf pada dua teman laki-lakinya juga kepada Suri.

Suri merangkul dan mengusuk lengan kanan Magi. "Hal itu wajar terjadi, karena kamu panik. Jangan meminta maaf terus ya. Itu membuatku merasa nggak enak."

"Appa-ku nggak pernah mempermasalahkan lingkar pertemananku. Aku bebas berteman dengan siapa aja. Kata Appa," Seungho yang duduk menghadap Magi mencondongkan badannya ke depan hingga lebih dekat pada Magi, "asal jangan berteman dengan Ratu Maesil dan kroninya," ia melanjutkan dengan suara lirih.

"Dasar kau ini!" Sungrin memukul pelan lengan Seungho.

"Benar, kan?" Seungho sembari menegakkan punggungnya. "Mengerikan jika berteman dengan mereka."

"Aku juga heran. Kapan anak Gurbernur Poinsettia ini waras? Sepertinya dia gila." Magi bercanda. "Gomawo, Seungho-ya. Aku doakan semoga kamu dan Jung Shin Ae Seonbaenim segera menjadi sepasang kekasih." Magi mendoakan dengan tulus.

"Mwoya!" Seungho tersipu.

"Appa-ku sering memperingatkan tentang hal itu." Gantian Jonghwan yang bicara. Membuat semua mata terfokus padanya. Semua menatapnya dengan ekspresi terkejut.

"Appa khawatir aku bakal kena masalah kalau terus-terusan berteman dengan kalian. Tapi, aku nggak peduli. Aku memilih tinggal karena kemauanku sendiri. Bersama kalian aku merasa nyaman. Karenanya, aku nggak akan pergi dan tolong jangan suruh aku menjauh. Arasho!" Jonghwan dengan nada tegas pada kalimat terakhir.

"Aigo! Mentang-mentang anak Gubernur Salvia, kamu membentakku? Arasho! Arasho! Aku nggak akan minta kalian pergi." Magi mengiyakan.

Semua tertawa bersama kemudian.

"Ya!" Terdengar seruan suara pemuda. Membuat Magi dan teman-temannya kompak menoleh ke arah sumber suara. L.Joe yang sudah mengangkat kamera segera mengabadikan momen saat Magi dan teman-temannya kompak menatap ke arahnya.

L.Joe tersenyum puas setelah berhasil mengabadikan beberapa momen kebersamaan Magi dan teman-temannya. "Gomawo! Model-model terbaikku hari ini."

"Mengambil foto seseorang tanpa izin bisa dikenakan sanksi hukum lho!" Seungho memprotes tindakan L.Joe yang sedang berjalan mendekat. "Terlebih kalau posenya nggak bagus. Jadi tolong ambil foto kami dengan baik. Teman-teman! Ayo berpose dengan baik. Mumpung ada fotografer gratisan!" Seungho memberi kode.

L.Joe tersenyum, tapi tak menolak permintaan Seungho. Ia memberi arahan agar Sungrin, Seungho, Magi, Suri, dan Jonghwan berpose sesuai keinginannya. Setelah menemukan pose yang pas, ia kembali mengangkat kamera untuk mengabadikan kebersamaan Magi dan teman-temannya.

***

 

Joongki kembali menemui Hyuri dalam kunjungan malam. Hyuri terlihat lebih tenang karena kerajaan telah menangani kasus teror yang menimpa teman-temannya dengan baik.

"Terima kasih untuk semua kemurahan hati Yang Mulia." Hyuri membungkuk dalam-dalam, berterima kasih dengan sungguh-sungguh.

"Ini adalah tugas kita, tugasku dan kamu untuk melindungi rakyat kita. Juga orang-orang yang kita cintai." Joongki tersenyum tulus. "Kamu mendengar rumor yang lain?"

"Ada lagi? Saya tidak mendengar kabar apa pun selain teror yang menimpa teman-teman saya."

Joongki menghela napas panjang. "Tidak ada yang terjadi. Aku hanya ingin membagi sebuah cerita denganmu. Itu pun jika kamu bersedia mendengarnya."

Hyuri tersenyum mendengarnya. Joongki bertindak sangat sopan saat akan meminta waktunya. "Tentu saja. Silahkan membagi cerita."

Joongki diam sejenak. Ragu akan membagi apa yang mengganggu pikirannya dengan Hyuri. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan cepat. "Hari ini Rowan dan Tetua kerajaan kembali mendesakku untuk segera menikah."

Hyuri tak terkejut. Menurut tradisi kerajaan yang ia tahu, Joongki memang seharusnya sudah memiliki ratu sebagai pendamping di usia yang sudah dianggap matang oleh peraturan kerajaan. "Itu wajar, kan? Menurut apa yang saya ketahui, keluarga kerajaan selalu menikah di usia muda. Yang Mulia pasti dimasukkan dalam kategori yang amat sangat terlambat sekali dalam urusan menikah. Maaf."

Joongki tersenyum mendengarnya. "Benar sekali. Padahal di luar sana banyak pria yang masih single hingga usia 40 tahun, kan? Usiaku baru 26 tahun. Tapi mereka sudah meributkan tentang pernikahan."

Hyuri tersenyum, tapi tak berkomentar.

"Saat kamu memasuki istana sebagai Putri Ahreum, desakan itu semakin menjadi. Jika aku tak bisa membawa gadis pilihanku untuk masuk ke istana, maka aku harus bersedia menikahi gadis pilihan Rowan dan Tetua."

"Gadis pilihan? Raja diberi kebebasan seperti itu? Bukan dijodohkan?"

"Nee." Joongki tersenyum. "Zaman sudah modern, istana hanya sedikit saja mengikutinya."

"Lalu, Yang Mulia sudah memiliki calon?"

"Aku menjanjikan seorang gadis yang aku sukai untuk kubawa ke dalam istana."

"Jika sudah ada, Yang Mulia tinggal memintanya, kan? Menikahlah denganku. Seperti itu. Yang Mulia harus mencobanya."

"Menurutmu harus begitu?"

Hyuri menganggukkan kepala dengan mantap. Yakin jika saran yang ia berikan adalah benar.

Joongki kembali meragu. Lalu ia mengembuskan napas dengan cepat dan berkata, "Song Hyuri, sebenarnya aku menyukai salah satu temanmu."

Kening Hyuri berkerut. Temanku? Siapa? Batinnya bertanya-tanya.

"Aku menyukai Rosemary Magi dari pertama kali aku melihatnya."

Hyuri terkejut mendengarnya. Mag-magi? Ia tak bisa mengeluarkan kata itu.

"Menurutmu, apakah ia akan bersedia jika aku menyatakan perasaanku? Apakah kita bisa membawanya masuk ke istana dengan cara ini?"

Punggung Hyuri menegang. Joongki jatuh hati pada Magi adalah bencana. Terlebih jika pihak istana dan Ratu Maesil sampai mengetahuinya. "Yang Mulia... jatuh hati pada Magi?" Hyuri dengan suara serak dan hampir tak terdengar.

***

 

 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews