My Curious Way: [170402] Road To Wali Lima (Ziarah Wali Lima)

05:21



My Curious Way: [170402] Road To Wali Lima (Ziarah Wali Lima)

Alhamdulillah... Akhirnya nadzar ziarah wali lima bersama keluarga terlaksana tahun ini. Subhanallah.

Yap! Akhirnya bisa juga rekreasi religi bersama keluarga besar dari Memes. Padahal keinginan itu muncul di awal-awal tahun 2013 lalu. Waktu aku giat dan semangatnya nguber penerbit mayor. Lamarin naskah ke sana ke mari. Ndilalah kersane Gusti ALLOH diladubkan tahun 2017 ini. Subhanallah. Alhamdulillah.

Dulu emang punya niat gini, kalau naskahku diterima di penerbit mayor, uangnya mau aku pakek buat nglencerne keluarga ke wali lima. Itu tahun 2013 lalu. Optimis salah satu naskah bakal lolos dan diterima di salah satu penerbit mayor. Tapi, kenyataan kadang tak seindah harapan ya. Udah lamarin naskah ke sana ke mari, ikutan lomba juga. Tapi, naskah belum ketemu jodohnya di penerbit mayor. Ke-PD-an sih lu, kura-kura! Padahal tulisan masih acak-acakan, tapi sok ke-PD-an ngirim ke penerbit mayor. Hadeh...

Tapi, selama napas masih berhembus. Tentu masih ada harapan ya. Walau sempet vakum nulis selama satu setengah tahun dan jatuh sakit juga. Awal tahun 2016 mulai bangkit lagi walau tertatih. Dan, lahirlah buku AWAKE - It's Sarang Clover Creepy Story sebagai penepatan janji pada seluruh penghuni Sarang Clover.

AWAKE berhasil aku selesaikan walau kondisi kesehatan baru 85% pulih.

Juli 2016, tepatnya 5 Juli 2016, Tuhan memberiku berkah sebuah momen singkat di kios bensin hingga tanpa direncanakan lahirlah novel Cintaku Bersemi di Kios Bensin. Novel yang kelar aku tulis hanya dalam waktu sepuluh hari. Dan, novel yang penjualannya melebihi novel AWAKE dan Now or Never (novel pertama yang terbit jadi buku).

Subhanallah.

Awalnya niat nabung hasil penjualan novel buat beliin baterai gUi. gUi nggak bisa nyala sama sekali kalau ndak ada listrik (?). Baterainya udah soak. Di saat yang sama yoUngie tiba-tiba kolap juga. Duh! Sobatku ini kok ikutan eror. Akhirnya alihin semua ke yU yang kondisinya nggak 100% fine, tapi bisa dipakailah.

Pas duit udah mulai ngumpul, dapat kabar kalau kami disuruh sowan ke Sunan Drajat. Jujur aja, kalau mudik ke Sendang, kami emang nggak pernah mampir ke makam Sunan Drajat. Yang pasti nyekar ke makam Raden Rahmat yang letaknya tepat di samping kanan rumah mbah di Sendang Nduwur aja.

Rapat pleno digelar di markas Sarang Clover. Kebetulan Memes juga pengen ngajak adek-adeknya rekreasi religi, ziarah ke makam wali lima. Akhirnya, daripada biaya dobel. Hasil rapat pun mencapai kesepakatan sowan ke Sunan Drajat sekalian sama sowan ke makam empat wali lain. Karena katanya nggak papa dirapel kayak gitu. Lebih hemat biaya juga pastinya.

Rencana awal mau berangkat tanggal 19 Maret. Tapi, gagal. Kita dan juga imamnya, bisa pergi hari Minggu aja. Jadi, nyari hari Minggu yang semua bisa ikut. Tanggal 19 Maret gagal. Akhirnya dapat jadwal bus kosong tanggal 2 April. Nanya Pak Munir yang jadi imam, katanya OK! Yap! Deal! Kita berangkat tanggal 2 April 2017.

Walau sebelumnya, ketika kondisi kesehatan belum 100% pulih kayak tahun 2017 ini udah pernah perjalanan ke makam Ir. Soekarno di Blitar dan wisata ke Bali nememin Memes. Hendak berwisata ke wali lima, cukup bikin aku nervous juga. Parno udah pasti coba gerogotu pikiranku. Mr. Parno kerjasama sana Mrs. Anxie. Tapi, aku nggak peduli dan terus mempersiapkan diri.

Rute jalan pagi diperpanjang. Karena, nanti pasti banyak gunain kaki buat jalan saat ziarah. Makan pun dijaga. Sebisa mungkin nggak makan pantangan. Sebisa mungkin asupan gizi di jaga biar tensi nggal drop. Minum susu juga. Meditasi juga terus jalan. Buat menghalau Mr. Parno dan Mrs. Anxie yang nggak capek-capeknya coba meracuni otak cancerku.

Alhamdulillah bisa rutin jalani itu semua. Tapi, ujian datang di hari Kamis, tanggal 30 Maret 2017. Ketika menjalankan tugas negara ke Kebonsari untuk membeli kembang, aku mengalami kecelakaan kecil. Bagian belakang motor kenduran motor, ditabrak motor yang mundur. Karena posisiku dibonceng, motor itu nabrak kaki kananku juga.

Sakit, memar, dan bengkak. Ya ALLOH, mau ke wali lima kok ya ada aja ujian. Ndak dikasih menstruasi malah dikasih ujian kaki kanan gaprakan sama bemper motor.

Bengkak pasca tabrakan. Buat jalan pun sakit. Aku sempet down. Mikir, dengan kondisi kaki kayak gini apa aku mampu jalan nantinya. Terutama ke Sunan Giri kan tangganya tinggi banget. Mbak sama Memes nyaranin buat pijit. Tapi, aku takut. Aku paling ndak betah kalau disuruh pijit. Thata juga siap manggilin tukang pijit yang ngurut tangan dia pasca dia jatuh dari motor. Kata Thata tukang pijitnya cowok. Waduh! Cowok?

Nggak mikir aneh-aneh sih. Cuman, aku dipijit tukang pijit cewek aja udah mewek-mewek kesakitan. Apalagi cowok? Dipijit Mbak Siti Maimun aja aku udah teriak-teriak kesakitan. Lha gimana kalau dipijit tukang urut cowok.

Galau semalaman. Jum'at pagi bangun, masih bengkak. Dan, makin sakit buat jalan. Tapi, aku tetep kerja. Mbak Bidha ngotot surug aku pijit, tapi aku masih aja meragu. Trus nelpon Buk I, nanya ahli urut yang mijit Thata. Tapi, nggak kunjung menghubungi si tukang urut. Suer aku ngeri sendiri hanya dengan membayangkan sakitnya diurut.

Kerja hanya sampai jam sebelas. Pulang, di markas ada Mbak Siti Maimun. Dia jenguk aku dan niat mau mijit aku. Pas mau dipijit, aku mbulet ae. Alasan bantu Memes ngupas bumbu di dapur lah. Tapi, akhirnya nyerah juga. Waktuku semakin mepet. Kalau Jum'at pijit kan Sabtu bisa istirahat dan inshaa ALLOH hari Minggu bisa ladub. Jujur aku nggak mau kalau harus ngalah sama kaki. Mundur nggak ikut ke wali lima. Jadi, aku pasrahin kaki kananku buat dipijit Mbak Siti Maimun. Bismillah...

Selama dipijit, aku tak hentinya meraung-raung karena kesakitan. Bahkan, sampai nangis. Sumpah sakit banget. Padahal yang dipijit bukam bagian yang bengkak. Apalagi pas di bagian belakang paha dekat lutut sama di pantat. Sakitnya minta ampun. Ditambah baluran balsem. Mantab! Setelah selesai dipijit, aku langsung tidur.

Bangun tidur, kaki masih sakit kalau dipakek jalan. Tapi, rasa sakit di keempat jari kaki (yang nggak sakit jempol doang) mulai berkurang.

Awalnya pas habis tabrakan aku pikir kakiku nggak papa. Karena, aku lihat nggak ada darah. Aku pikir sakitnya karena efek benturan aja. Pas nyampek rumah, cuci kaki kok perih. Ternyata ada luka lecet di sela-sela jari. Hari Jum'at juga baru ketahuan kalau ada memar biru di sekitar jari kelingking. Dan, juga bercak-bercak merah di sekitar empat jari yang sakit. Efeknya luar biasa ternyata. Dan, aku belum sakti. Hahaha.

Sabtu pagi, rasa sakitnya berkurang di empat jari yang sebelumnya kaku banget. Udah agak lentur lagi walau masih agak sakit kalau dibuat jalan. Dan, kakiku jadi cantik. Warnanya merah dan biru kehitaman. Kakiku berwarna pelangi katanya. Hahaha. Dan, hari Sabtu berasa hari Senin. Kerjaan numpuk. Aku harus berdiri berjam-jam hingga membuat kakiku kaku dan sakit lagi.

Pulang, nyampek rumah langsung gantung kaki. Balurin counterpain. Tidur lebih awal usai mempersiapkan ransel berserta isinya yang tak lain adalah peralatan tempur untuk esok. Sialnya entah karena apa, aku nggak kunjung bisa tidur. Heuheuheu.

Hari Minggu tiba. Aku terbangun pukul setengah tiga pagi setelah tidur kira-kira dua jam. Langsung nuangin air dalam termos ke gelas. Ritual pagi setelah bangun tidur adalah minum air putih hangat sebanyak dua gelas. Karena mau perjalanan jauh, aku minum dua jam lebih awal. Biar nggak beser.

Dua gelas, eh bukan gelas sih, tapi mug air putih hangat kelar di eksekusi. Tapi, masih males buat keluar dari tempurung. Akhirnya tidur-tiduran aja. Harapannya sih bisa tidur beneran. Lumayankan kalau bisa terlelap lagi. Tapi, zonk! Tetap terjaga.

Pukul setengah lima, keluar dari tempurung kura-kura dan langsung mandi. Mandi air dingin. Aku udah nggak pernah mandi air hangat lagi di pagi hari walau udara dingin. Usai mandi, sholat, lalu menunggu. Rencananya berangkat pukul enam pagi. Tapi, aku yakin bakalan ngaret. Jadi, aku nyantai-nyantai aja. Toh, tempat ngumpul di markas.

Pukul lima lebih dikit udah sarapan nasi. Maklum, sejak sembuh dari GERD, aku gampang lapar. Dan, ini mau perjalanan jauh dalam bus ber-AC sedang aku kadang mabuk kendaraan. Jadi, kata Memes perut nggak boleh kosong. Karena takut beser, aku pun ndak sarapan buah. Langsung tiga sendok nasi dan lauk. Alhamdulillah aman.

Apa kabar kaki kanan? Masih sakit. Sebelum berangkat, aku balurin counterpain sampai tebel. Panas jadinya. Hahaha. Alhamdulillah walau masih sakit, udah bisa pakek kaos kaki. Pasca tabrakan sampai hari Jum'at, nggak bisa pakek kaos kaki. Itu lumayan membuatku menderita karena kedinginan di pagi hari. Heuheuheu.

Sepuluh menit jelang berangkat, aku nelan antimo. Jujur aku nggak ada mual atau pusing pagi itu. Tapi, apa salahnya jaga-jaga.

Bismillah. Bus mulai melaju sekitar pukul tujuh pagi. Tuh kan bener. Molor! Busnya on time. Jam enam kurang udah nyampek markas. Peserta yang pada molor datangnya.

Aku duduk sama Thata di kursi paling belakang di sisi kiri. Awalnya sama Memes disuruh duduk di kursi nomer tiga. Tapi, aku nggak nyaman. Akhirnya mundur dan duduk di kursi paling belakang, dekat pintu belakang.

Matiin AC. Masih belum bisa bersahabat sama AC. Apalagi di pagi hari. Pas ke Bali, sepanjang perjalanan AC di atas kepalaku pun aku matiin.

Alhamdulillah ndak mual, juga ndak pusing. Mungkin karena hatiku bahagia. Jadi, sensasi-sensasi itu menjauh. Antimo pun tak membuatku terlelap. Padahal yang minum antimo udah pada tepar. Terlelap. Aku masih melek ombo. Ngoceh sama Thata.

Tujuan pertama adalah Sunan Bonang di Tuban. Sebelumnya udah chat sama Mbak Willy Andrea. Mbak Willy minta dihubungi kalau aku udah nyampek Masjid Agung. Niatnya mau kopdar gitu. Tapi, aku tahu itu akan sulit. Karena, aku pergi dengan rombongan besar. Biasanya kalau ke Sendang kan cuman sekeluarga. Naik satu mobil. Nah, ini satu keluarga besar dari Memes dan naik bus. Tempat tujuan juga banyak. Pasti waktunya terbatas. Dan, di hari yang sama, Mbak Willy ada kuliah juga. Jadi susah buat ketemuan. Akhirnya, aku nggak menghubungi Mbak Willy saat sampai di area parkir Sunan Bonang.

Nyampek area makam pas adzan duhur. Jadi, jamaah sholat duhur dulu, baru ziarah ke makam. Oya, dari area parkir ke area makam itu naik becak. Selama perjalanan di atas becak, Thata nggak hentinya ngomel. Dia takut tabrakan katanya. Karena kondisi jalan emang rame. Mungkin, karena hari Minggu itu kali ya. Tarif becak Rp. 10.000,- waktu berangkat dan Rp. 15.000,- waktu pulang.

Selesai sholat dan ziarah, dalam perjalanan pulang Thata pengin beli batik. Aku akui batik di pasar di sepanjang jalan menuju area makam Sunan Bonang memang cantik-cantik. Bukannya aku tak tergoda untuk beli. Tapi, anehnya aku emang nggak pengin beli apa-apa. Bukan karena I have no money in my pocket juga sih. Entahlah. Aku sendiri gatau kenapa nggak ada hasrat buat belanja. Aku sudah sangat senang bisa sowan ke makam Sunan Bonang. Senang bisa jalan kaki dengan lancar walau agak terpincang-pincang. Lagi pula, semua ponakan krucil-krucil ikut dalam perjalanan ini bersama orang tua masing-masing. Jadi, aku nggak perlu beliin oleh-oleh baju kan? Hehehe.

Balik dari Sunan Bonang, naik becak lagi. Kali ini Thata lebih tenang. Udah nggak ribut sendiri kayak pas berangkat. Nyampek area parkir, waktunya maksi. Makan siang.

Kami bawa bekal dari rumah. Dan, kami maksi di apa ya itu taman gitu kali. Karena nggak bawa tikar, jadi ya ngglempoh-ngglempoh. Ndodok-ndodok gitu deh. Whatever lah! Yang penting makan. Aku makan sekertas bungkus berdua sama Thata. Kembulan. Biar kelihatannya romantis gitu. Hahaha.

Selesai makan siang, naik bus hujan. Alhamdulillah hujan turun setelah kami selesai dengan segala prosesi. Perjalanan lanjut ke Sunan Drajat di Lamongan.

Ini yang bikin baper. Kenapa baper? Sunan Drajat di Lamongan. Nglewatin jalan ke Sendang. Kangen Sendang, tapi nggak bisa mampir. Gimana nggak baper coba?

Nyampek Sunan Drajat, baru bisa foto-foto. Tapi, bukan di area makam ya. Hanya di area parkir saja.

Gara-gara foto-foto, telat ke toilet, aku pun ketinggalan rombongan. Berdua sama Thata, ikut dalam barisan para peziarah menuju makam. Hari itu padet banget peziarahnya.

Pas naik ke tangga terakhir, ketemu Mas Huda yang tak lain juga anggota rombongan kami yang juga ketinggalan.

"Kulo tumut njenengan, Mas." ujarku.
"Monggo." Mas Huda setuju.

Nggak lama mencari, ketemulah rombongan kami. Tahlil sudah dapat separo. Aku bergegas duduk dan bergabung.

Ada kisah unik usai prosesi ziarah di makam Sunan Drajat. Selesai ziarah, kami digiring kembali ke area parkir. Di tengah jalan, di dekat pohon beringin besar. Thata minta antar ke toilet. Akhirnya kami balik jalan untuk pergi ke toilet. Entah Thata ngapain di toilet. Mandi kali. Lama banget. Habis dari toilet, masih ngantri di tempat wudlu dia buat cuci muka. Habis itu, di pasar yang jual pernak-pernik khas Lamongan juga baju-baju. Ketemu Paklek dan Bulek yang lagi belanja. Thata ikutan belanja. Mau beli batik buat kerja katanya.

Uniknya, orang-orang yang udah nungguin di bus pada panik. Dikiranya aku hilang. Mbak Siti Maimun terakhir liat aku di deket pohon beringin. Begitupun mbakku. Jed, nelfon aku. Tapi, katanya ada nada sambung tapi ndak di angkat.

Bapak bingung. Nyuruh mbak telfon. Katanya, nomerku nggak aktif. Sampai-sampai mereka kepikiran, jangan-jangan aku dibawa ke alam lain. Karena aku terakhir terlihat di dekat pohon beringin besar sebelum menghilang. Dan, menurut Tunjung, pohon beringin itu adalah tempat para punggawa Sunan Drajat berkumpul. Jadi, makin paniklah orang-orang.

Ketika aku tiba di area parkir, di bus. Nggak ada yang nanya. Cerita tentang kepanikan ini baru diungkap ketika kami ngumpul di markas pada hari Selasa. Maaf ya udah bikin panik.

Dari Sunan Drajat lanjut ke Sunan Giri. Dalam perjalanan ini sempat kejebak macet cukup lama. Kami yang duduk di belakang sampai berdiri dan selca-selca buat ngusir bosan. Untung nggak ada yang kebelet pipis. Bisa gawat.

Sampai di area parkir Sunan Giri sudah senja. Di sana ada dua pilihan, naik ojek atau naik andong alias dokar. Nail ojek tarifnya Rp. 3000,-. Di tulisannya. Tapi, pas udah naik dan sampai tujuan, tarif bisa berubah. Ajaib ya. Hehehe. Kalau naik andong alias dokar. Tarifnya Rp. 25.000,- satu andong isi enam orang.

Aku berangkatnya naik andong, pulangnya naik ojek berdua sama Rama.

Aku pertama kali ke wali lima itu pas kelas tiga SMP. Ternyata, dari momen itu, yang paling membekas di otakku adalah makam Sunan Giri. Ya, tangga tinggi menuju makam itulah yang paling aku ingat.

Saat sampai di area makam Sunan Giri, suasana udah surup. Subhanallah. Syahdu banget.

Oya, tangga menuju area makam Sunan Giri ini mirip tangga di area Namsan Korea. Nurut aku sih. Hehehe.

Pelan-pelan menapaki satu per satu tangga menuju puncak tempat makam Sunan Giri berada. Walau udah mempersiapkan diri, tetap saja menaiki tangga di Sunan Giri perlu perjuangan. Alhamdulillah sampai atas.

Selesai ziarah, hari sudah gelap. Rasanya makin syahdu ketika menuruni tangga.

Dari Sunan Giri, lanjut ke Sunan Ampel. Perjalanan lancar. Dari area parkir, kami jalan kaki menuju area makam Sunan Ampel. Sebelum ziarah, kami sholat berjamaah dulu. Maghrib dan Isya'.

Makam kedua yang masih melekat di ingatanku adalah makam Sunan Ampel. Sudah banyak perubahan tapi.

Usai ziarah, kami dibebaskan untuk belanja. Di sini kurmanya yang enak. Berhubung aku trauma, pas orang-orang pada nyicipin kurma, aku cuman bisa diem. Kasian ya.

Sunan Ampel adalah tujuan terakhir kami. Makam yang tidak dikunjungi adalah makam Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Dari Sunan Ampel, langsung pulang.

Di perjalanan pulang, ada pemandangan malam yang indah di kawasan... perumahan TNI AL kalau nggak salah. Sayangnya aku pas lagi sibuk chat. Jadi kamera nggak ready dan nggak bisa mengabadikan pemandangan indah itu.

Nyampek rumah pukul dua belas malam. Nggak bisa langsung tidur. Akhirnya Senin bangun kesiangan. Tapi, udah izin nggak masuk kerja sih. Hehehe. Nggak kerja bukan berarti nganggur. Membabu ria di rumah. Heuheuheu.

Subhanallah. Alhamdulillah. Akhirnya keturutan wisata rohani sama keluarga. Alhamdulillah lancar walau kaki sempet bengkak lagi. Semoga, kapan-kapan bisa wisata rohani lagi. Nggak hanya dengan keluarga. Tapi, juga bersama seluruh keluarga besar Sarang Clover. Aamiin...

Terima kasih ya ALLOH. Akhirnya Kau beri kami kesempatan untuk pergi ziarah ke wali empat.



Tempurung kura-kura, 10 April 2017.
.shytUrtle.

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews