My Curious Way: [170416] Road to Boon Pring Andeman.

05:20



My Curious Way: [170416] Road to Boon Pring Andeman.



Finally!!! Kita masuk juga ke area wisata Boon Pring Andeman.

Udah baca catatan perjalanan minggu lalu? Iya, yang itu. Catatan perjalanan ke Hutan Pinus Semeru (HPS) yang sempet nyasar ke Boon Pring Andeman.

Pas tanggal 9 April itu kan kita cuman duduk-duduk di area parkirnya Boon Pring Andeman. Nah, tanggal 16 April kemarin, tujuan mblakrak kami adalah Boon Pring Andeman.

Rencana awal sih mau ke Gunung Kawi. Mumpung Thata libur. Tapi, batal karena satu alasan. Daripada ke HPS yang medannya aje gile. Akhirnya angon nak kanak children ke Boon Pring Andeman aja.

Kenapa milih Boon Pring Andeman? Karena, pas kapan itu ya, dapat artikel yang membahas delapan mata sumber mata air terindah di Malang yang wajib dikunjungi. Nah, Boon Pring Andeman masuk dalam daftar delapan sumber mata air yang indah itu. Baca artikelnya di sini:

Selain masuk sebagai wisata sumber mata air yang indah, saat ke sasar dan numpang ngaso di pelataran parkirnya. Aku lihat ada kolam renang buat anak-anak. Wes! Cucok. Omma sama anaknya bisa hepi-hepi bersama. Hehehe.

Awalnya Memes niat mau bawa bekal nasi dan lauk. Makan-makan di sana enak, gitu kata Memes. Entah kenapa dibatalin. Jadi, cuman bawa cemilan.

Berangkat pukul sembilan pagi. Dua motor, empat orang dewasa, dua anak-anak. Aku ndak jadi joki. Aku dibonceng Thata. Enak. Hehehe. Dan, aku jadi penunjuk jalan. Woa!!! Ini momen langka. Aku yang lemah navigasi, jarang banget dijadiin penunjuk jalan. Lagian masa iya lupa sih kura-kura! Kan baru seminggu yang lalu ke sana. Hahaha.

Btw, pas di jalan masuk menuju Sanan Kerto itu, ada kawanan trail rider lagi ngaso di pinggir jalan. Aku sama Thata sama noleh-noleh (?) liatin mereka. Kayaknya penghuni Sarang Clover udah pada kena Lexi Virus tuh. Jadi, kalau ada kawanan trail rider, langsung merhatiin. Kayak di komando.

Kawanan trail rider itu pun, balas natap kami. Bahkan, kalau aku ndak salah dengar, ada yang nanya, "Mau ke mana, Mbak?"

Pas udah agak jauh, aku dan Thata kompak ketawa. Kok kita gitu banget sih liatinnya. Kayak kena hipnotis aja. Hahaha.

Medan ke Boon Pring Andeman ini lebih bersahabat. Ada aspal rusak, sedikit jalan makadam menanjak, dan jalan tanah. Tapi, nggak separah medan ke HPS. Letaknya juga ada dekat sama pemukiman warga sih. Jadi, ramai. Dan, sepanjang perjalanan menuju Boon Pring Andeman, kita disuguhi indahnya lukisan Tuhan. Termasuk kegagahan Gunung Semeru. Maaf nggak ada fotonya.

Aturan berwisata ke Boon Pring Andeman itu, kalau naik motor ya. Datang langsung bayar parkir. Untuk motor Rp. 3.000,-

Murah ya? Trus, parkirin motornya. Baru deh beli tiket. HTM-nya Rp. 5.000,- per orang. Habis itu, jalan kaki masuk ke lokasi.

Banyak bikers yang main ke Boon Pring Andeman. Minggu lalu kami juga ketemu bikers. Kata Mbak Siti Maimun, ada yang manggil "Yua", pas papasan sama kami. Tapi, aku dengernya "Yu" aja. Hahaha. Whatever!!!

Jalan masuknya teduh. Jalan tanah. Di sisi kanan jalan banyak warung yang jual makanan macam bakso gitu. Jadi, nggak usah khawatir kelaparan kalau nggak bawa bekal. Aku cuman bawa air putih aja buat di jalan. Ini mah bekal wajib buatku. Hehehe.


Ada tanah lapang yang luas. Di sisi kanan, kolam yang menyerupai danau. Pas pertama liat, aku emang mikirnya itu danau yang mengelilingi sebuah pulau kecil. Di sisi kiri tempat kolam renang buat anak-anak berada.


Di sekitar danau (kolam tadi aku sebut danau aja ya), ada banyak tempat duduk dan pepohonan yang rindang. Jadi, tempat duduknya teduh. Cocok deh buat duduk berduaan sambil natap danau. Duduk berduaan sama siapa? Ya, sama siapa aja. Terserah kalian mau nikmati waktu berduaan sama siapa. Hahaha.









Jalan-jalan di sisi kanan kolam juga asik. Teduh. Jalan ini membawa kita ke gapura yang merupakan pintu masuk menuju Pulau Putri Sekar Sari. Di sepanjang jalanan ini banyak orang jualan juga. Es krim, cilok, sampai jamu. Jalan-jalan sambil makan cilok enak kan? Atau sambil makan es krim juga OK. Sambil minum jamu, boleh juga.




Masuk gapura, ada jembatan. Lewat jembatan inilah kita bisa mencapai Pulau Putri Sekar Sari.


Ada apa di atas pulaunya? Taman bunga. Yap, taman bunga. Mungkin karena adanya taman bunga itu jadi dinamakan Pulau Putri Sekar Sari. Jadi, pulau yang berisi bunga-bunga bak taman di kediaman putri. Ini kesimpulanku sendiri sih.



Pas di atas pulau Putri Sekar Sari, aku bertanya-tanya. Heran sih lebih tepatnya. Kenapa kok dinamakan Boon Pring Sewu Andeman, tapi pohon bambunya kok minim. Hutan bambunya di mana? Tapi, yang jadi pagar di tepian pulau emang pohon bambu. Dari bambu kuning, sampai bambu yang entah itu bambu jenis apa. Kecil-kecil gitu pohonnya. Bambu Jepang kali. Aku liat nggak ada papan nama yang melabeli ini pohon bambu namanya bambu apa.



Taman di atas pulau ini cantik. Bunganya sedang bermekaran. Warna-warni. Ada bunga yang dulu zaman aku kecil sering aku jumpai. Tapi, sekarang di daerah sini udah nggak ada. Aku gatau namanya bunga apa. Warnanya putih dan merah. Dua-duanya ada di pulau Putri Sekar Sari.

Liat videonya di sini:

Pulaunya nggak begitu luas. Tapi, aku nggak keliling ke seluruh pulau karena Thata nggak mau diajak jalan.

Dari pulau, balik lagi ke tempat Ebes sama Memes duduk nunggu sambil momong Kirana dan Nduk Ra. Ngumpul di sana sebentar, lalu nyobain naik perahu.


Sebenernya dari awal datang di lokasi, Thata udah tertarik sama sepeda air. Tapi, aku yang males diajak naik sepeda air. Ogah kalau ntar ujung-ujungnya aku doang yang mancal. Hahaha.

Tarif sewa sepeda air Rp. 10.000,-
Tarif naik perahu Rp. 3.000,- per orang.

Kalau sepeda airnya, nggak tahu aku untuk berapa lama itu sewanya. Isinya sih untuk dua orang. Romantis pasti naik sepeda air berdua sama pasangan. Yang punya pasangan sih. Nggak ada pasangan? Sama temen pun OK. Kalau batas waktu sewanya udah habis, bakal ada panggilan kok. Kayak gini kira-kira, "Sepeda air dengan nomor bla bla bla, sudah waktunya kembali."

Mungkin sepuluh ribu itu buat sejam main sepeda di atas air. Seru sebenarnya. Cuman itu tadi, aku males kalau harus mancal sendirian. Jadi, mending naik perahu aja yang udah ada nahkodanya. Hehehe.

Kalau naik perahu itu, kami kan berlima. Tiga orang dewasa dan dua anak-anak. Dua anak-anaknya dihitung satu tiket sama masnya. Jadi berlima cuman bayar empat saja.

Rada serem sih. Karena pas mau naik, perahunya kan miring-miring tuh. Pada jejeritan deh buibu yang ikut rombongan kami. Nduk Ra aja takut sebenernya. Tapi, dipaksa ikutan naik.


Awalnya aku pikir tiga ribu itu untuk satu kali putaran. Ternyata, dua kali putaran. Mengelilingi pulau Putri Sekar Sari. Dan, dari atas perahu inilah kami tahu di mana letak hutan bambunya. Tapi, bingung gimana caranya masuk ke sana.

Kedengeran ada motor trail sih. Arahnya dari dalam hutan bambu sana. Tapi lewat mana?

Eh? Kenapa? Hahaha. Iya. Gatau kenapa ini telinga masih tengen aja kalau ada motor trail. Ternyata pas perahu kita jalan, emang ada trail rider berhenti di dekat area hutan bambu. Satu berdiri di dekat... apa itu ya, pancuran air. Dan dua lainnya lagi jalan di itu jalan yang berada di sisi kanan danau. Beli cilok ternyata. Itu kawanan yang sempet ketemu di jalan masuk menuju Sanan Kerto. Mereka ke rekam kok di video. Hehehe.

Ini video dari atas perahu di satu putaran pertama:


Seru naik perahunya. Jadi, pengen naik sepeda air. Tapi, takut juga kalau kayak dua buibu yang naik trus nggak bisa nyetir (??) sepedanya, jadi mau lewat di bawah jembatan malah nepi ke pulau. Ada juga bapak-bapak sama anaknya juga gitu. Sepeda airnya malah nabrak pinggiran pulau. Serem deh.

Habis naik perahu, jalan-jalan lagi. Soalnya nak kanak children minta es krim. Thata juga pengen es krim duriannya. Jadi, balik jalan di jalan yang ada di sisi kanan danau. Udah janjian sama Thata, beli esnya di mas-mas yang ngasih tahu kalau tas punggungku resletingnya terbuka. Kalau nggak dikasih tahu mas-mas penjual es krim itu, mungkin aku sudah kehilangan dompet. Heuheuheu.

Habis beli es krim, kita jalan-jalan lagi sebentar. Aku bikin video lagi di tempat di mana tadi ada mas-mas trail rider berhenti. Ternyata pintu yang menghubungkan hutan bambu dan area wisata di gembok. Lah?! Itu mas-mas trail rider tadi lewat mana?


Aku masih bisa dengar suara mereka di dalam hutan bambu sana. Tapi, mereka masuk lewat mana coba? Kan pintunya digembok. Akhitnya foto aja di depan pintu masuk yang di gembok itu.

Hutan dan pintu yang di gembok, mengingatkanku pada film Heavenly Forest. Kira-kira ada apa di dalam sana ya. Apa seindah kayak di film Heavenly Forest? Aku penasaran.

Ini video yang di dekat pintu masuk hutan bambu:


Gataunya pas aku bikin video di deket pintu masuk hutan bambu, ada bapak-bapak karyawan Boon Pring yang dengar ocehanku. Beliau udah sepuh dan lagi nyapu.

"Iki lho, mbaknya mau tahu hutan pringnya di mana," kata Bapak yang lagi nyapu itu pada temannya pas aku lewat.

Aku kaget. Lalu senyum ke Bapaknya. "Tebih Pak hutan bambunya dugi mriki?" aku menanyakan apa lokasi hutan bambunya masih jauh dari tempat kami.

Bapaknya lucu. Mungkin beliau denger aku pakek bahasa Indonesia, jadi dikiranya aku ndak bisa bahasa Jawa. Jadi, beliau ngomong pakek bahasa Jawa yang di Indonesiakan dicampur bahasa Jawa pas ngomong sama aku. Kenapa sih orang selalu kayak gitu? Maksudnya kalau ngomong sama aku kenapa harus pakek bahasa Indonesia coba? Nggak sekali ini lho!

"Ya, anu, di mriku situ ada jalan. Masuk. Sudah hutan pring itu sampai seprono. Luas." Bapaknya masih pakek bahasa campuran. Padahal aku nanya pakek bahasa Jawa.

"Tasih tebih dugi mriki?" aku memastikan.

Btw, sebenarnya bapak itu minta temannya nganter kami ke hutan bambu. Tapi, temannya ndak mau. Langsung ngacir naik motor temennya.

"Mboten. Dekat kok. Di situ biasae katah lare trail-trailan."

Aku pun berterima kasih. Lalu kembali mengantarkan nak kanak children ke Ebes dan Memes.

Setelah nak kanak children digiring ke kolam renang dan renang. Aku kembali menuju lokasi hutan bambu sama Thata.

Nyari bapak-bapak yang nyapu tadi udah nggak ada. Padahal aku mau tanya-tanya soal Boon Pring Andeman. Tentang kenapa ada pulau Putri Sekar Sari dan lain-lainnya. Terlebih, sebelum aku berangkat Tunjung berpesan agar aku berhati-hati dan pandai-pandai menjaga sikap karena tempatnya masih sintru. Bikin penasaran kan? Tapi, bapak yang mau aku jadiin narasumber malah ngilang entah ke mana. Aku cari-cari di sekitar situ ndak ada.

Kami sampai di depan pintu yang di gembok. Mikir gimana caranya masuk ke dalam hutan bambu. Eh, ada celah kecil di sebelah kiri. Kami lewat sana. Lalu lompat pagar untuk masuk. Bener-bener kayak di Heavenly Forest. Hahaha.


Setelah di dalam hutan, baru ketemu pintu masuknya. Astaga!!! Kompak ngetawain diri sendiri sama Thata.



Di dalam hutan bambu, kawanan trailnya udah nggak ada. Yang ada dua sejoli lagi duduk berdekatan di dalam sebuah gazebo kecil. Eike pura-pura nggak liat. Jalan aja terus masuk ke hutan bambu. Thata ngekor di belakangku.

Di dalam hutan bambu ini emang udah ada jalan. Jalan tanah yang cukup lebar. Dua meteran lah. Dan, medan yang disenengi sama kawanan trail rider macem Lexi gitu. Entah itu jalan tembusnya ke mana. Pokoknya makin jalan jauh makin rimbun. Aku bergidik ngeri. Bukan takut ketemu penampakan, tapi aku takut ketemu ular. Ya kalau ular di markas paling ukurannya segitu-gitu aja. Na, ini di hutan. Pasti lebih gedean dan lebih buas.



Teduh, hening, tenang, dan sedikit lembab. Karena angin nggak begitu kencang, nggak ada musik alam khas hutan bambu seperti yang aku dengar ketika berada di hutan bambu di Kebun Raya Purwodadi.

Aku terus berjalan sambil bikin video. Thata diem aja di dekat pintu masuk. Takut dia masuk hutan lebih jauh. Ada gazebo besar dari bambu. Dari model bangunannya mungkin bakal dibikin warung gitu. Dan, setiap kali berada di tempat hening dan tenang kayak gitu selalu kepikiran; bagus buat meditasi. Hehehe. Ajak member GAI meditasi berjamaah. Ya ampun!!!

Pas lagi bikin video, aku liat ada burung warna biru terbang. Ke rekam kamera sih. Tapi, you know-lah. Kamera eike ndak sebagus handycam atau smartphone kekinian. U kan jadul. But I love U very much. Hehehe.

Pas aku jalan makin jauh, Thata teriakin aku buat balik. Di depan sana memang aku penasaran pengen jalan terus ke sana. Tapi, ada ngeri juga karena sendirian berjalan di tengah hutan bambu yang rimbun. Di depan sana lebih rimbun lagi.


Akhirnya aku berhenti di dekat sebuah... apa itu namanya, mirip gapura gitu lah. Dari kayu. Nah, gapura itu macam jalan masuk. Trus, jauh di sana ada pancuran dan kain-kain warna merah. Entah tempat apa itu. Nggak berani masuk aku. Tadinya aku kira itu area buat rafting. Tapi entah apa. Sepi banget. Dan, tiba-tiba aku bergidik. Jadi, aku buru-buru sudahin bikin video dan balik ke Thata. Lalu balik ke kolam.

Liat videonya di sini:


Setelah itu balik ke kolam.


Nungguin nak kanak children renang. Di dekat kolam renang untuk anak-anak ini ada jalan setapak yang membawa kita ke toilet. Toiletnya bersih. Airnya berlimpah. Cuman ada toilet yang bagian atas pintunya ada yang bolong. Jadi, bawa temen aja kalau ke toilet. MCK, gitu tulisan di toiletnya. Tarifnya murah, Rp. 2.000,- aja. Itu mau pipis, mandi, atau BAB tarifnya sama. Murah kan?


Ada musholanya juga. Jadi, nggak perlu bingung nyari tempat buat sholat.


Di deket jalan setapak ada kolam ikan. Isinya ikan emas kayaknya. Eh, ikan emas apa koi ya? Aku nggak bawa ponsel pas ke toilet. Jadi, nggak bisa fotoin kolamnya.

Selain kolam, ada babagan. Orang sini sih nyebutnya babagan. Jadi, di sungai kecil itu dikasih kerodong segi empat buat nutupin. Trus ada pancuran. Nah, anak-anak yang habis renang di kolam, bisa mandi di situ buat bersihin badan. Nggak harus ke toilet. Bening airnya. Ya, namanya juga air sumber. Aku cuci kaki aja di situ. Airnya dingin sodara! Ada dua babagannya. Tapi, yang ada pancurannya cuman satu.

Jam dua belas siang kami pulang. Makin siang makin ramai.

Oya, buat yang udah remaja, udah gede, udah dewasa dan pengen renang. Bisa renang di danau yang juga tempat perahu itu lho. Dalem tapi danaunya. Tapi, banyak lho anak ABG, cowok-cowok pada ceguran di sana. Tadi sempet liat di video yang naik perahu bagian dua, kan?

Ada yang ngadain gathering di sana juga lho. Bawa tikar. Duduk ramai-ramai. Bawa banner juga. Trus, bingung nyari background yang bagus buat foto bersama.

Boon Pring Andeman cocok dah buat wisata bersama keluarga. Mau bawa bontot atau nggak, OK aja.

Sayangnya masih banyak yang nggak patuh peraturan. Pada buang sampah sembarangan. Padahal ada tulisan, hanya demit saja yang boleh buang sampah sembarangan. Jadi, mereka yang buang sampah sembarangan demit dong? Hahaha.


Yap! Inilah catatan perjalanan mblakrak ke Boon Pring Andeman. Btw, karena udah dapat peringatan bahwa tempatnya masih sintru. Pas ke sana, aku pun ndak lupa "amet-amet" alias permisi dulu. Terlebih ketika mau masuk ke hutan bambunya.

Pas pertama mendekati area hutan bambu, aku merasa... apa ya, like ah there is something creepy inside the forest, but I don't know what is that. Akhirnya aku minta Thata ambilin fotoku di depan pintu masuk yang di gembok.

Dari delapan foto, ada satu foto yang menarik perhatian. Jauh di belakangku, di dalam hutan bambu, ada cahaya merah menyala yang ikut ke foto. Awalnya aku kita bunga. Tapi, aku bandingin sama foto lainnya kok itu paling menyala. Akhirnya aku kasih liat ke Tunjung.


"Kan aku udah bilang tempatnya masih sintru," jawab Tunjung.
"Yeah, I know that Babe. Trus itu cahaya merah apa? Masak akik? Itu bukan jalan lho. Jadi gak mungkin kalau itu cahaya lampu motor."
"Akik gundulmu!"
"Kan merah menyala. Kayak mirah delima. Kalau bukan batu akik, apa dong."
"Apa ya?"
"Iya apa?"
"Banaspati!"

GLEK!

Banaspati? Kemamang? Astaga!!! Serem banget!!! Tahu nggak sih banaspati atau kemamang itu apa? Itu tuh, hantu berbentuk kepala tapi berapi. Konon katanya, hantu ini hobi “nyucup mbunmbunane manusia”. Itulah kenapa mereka sangat ditakuti.


Alhamdulillah, perjalanan lancar dari berangkat sampai pulang.

Ngaso sebentar, lanjut ke Ledok Ombo Bedengan Poncokusumo karena Thata penasaran cafe Akar yang ada di sana.



Nyampek sana kaget. Bedengan jadi surga bagi para bikers. Sekarang ada trek khusus buat mereka lho. Dan, ada dua cafe di Bedengan sana.


Aku udah pernah bahas tentang Bedengan sebelumnya. Karena, tempat ini jadi salah satu setting di novel Cintaku Bersemi di Kios Bensin. Lokasi Tia jadian sama Lexi ya di Bedengan ini. Hehehe.

Monggo yang mau main ke Bedengan. HTM-nya Rp. 5.000,- aja. Di sana bisa ngopi-ngopi dan nyemil. Harganya ramah di kantong kok.







Niatnya mau sekalian ke GSS. Udah naik sih, tapi nyampek sana ramai dan dadaku tiba-tiba sakit karena nggak tahan dingin. Aku nggak pakek jaket. Jadi, udah naik, lewatin GSS yanh super ramai, lalu turun lagi. Maafkan mbakmu yang gopok ini ya Thata.

Well, enough! Hehehe. Semoga bermanfaat. Maaf jika ada salah kata. Terima kasih.

Tempurung kura-kura, Rabu 19 April 2017.
.shytUrtle.


You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews