The White Prince and The Red Princess.
* Cast:
- Lee Taemin SHINee as White Prince
- Choi Min Hee (reader) as Red Princess
- All SHINee and f(x) members.
Cinta adalah berat dan ringan, terang dan gelap, panas dan dingin, sakit dan
senang, terbangun dan terjaga. Cinta adalah semuanya, kecuali apa arti dia yang
sesungguhnya. - William Shakespeare, Romeo and Juliet.
#12
Krystal mondar-mandir di depan
pintu salah satu ruangan di IGD rumah sakit tempat Minhee dirawat. Dalam
perjalanan menuju rumah sakit ia sudah menghubungi Minho dan memberitahukan
perihal kecelakaan yang dialami Minhee. Namun sudah satu jam berlalu sejak ia
tiba di rumah sakit, Minho belum juga muncul.
Krystal menghentikan langkahnya
dan melepas kuku jari yang selama mondar-mandir terus ia gigiti sendiri.
"Haruskah aku memberi tahu Lee Taemin?" gumamnya lirih.
"Krystal!" suara Minho membuyarkan lamunan Krystal.
"Oppa!"
Krystal mengangkat kepala dan menyambut Minho yang berlari menghampirinya.
"Bagaimana keadaan Minhee? Apa dia baik saja? Bagaimana hal buruk ini bisa
menimpanya? Ini salahku. Tak seharusnya aku membiarkannya pergi sendirian,"
Minho benar-benar panik.
"Oppa! Oppa tenanglah!" Krystal menggoyang
lengan Minho meminta pemuda itu untuk tenang. Ia menuntun Minho untuk duduk di
bangku yang tersedia di depan ruangan. "Apa Paman tahu?"
"Aku
belum memberi tahu beliau. Pagi ini beliau terbang ke Hongkong untuk urusan
bisnis. Aku rasa sebaiknya kita menunggu kepastian kabar Minhee saja.
Bagaimana?"
"Paman ke Hongkong? Berapa lama di sana?"
"Dua
minggu. Mungkin."
"Aku paham sekarang. Minhee merencanakan pernikahan
dengan Taemin Sunbaenim karena Paman Choi ke Hongkong. Anak ini!" gumam
Krystal dalam hati.
"Krystal," panggil Minho pada Krystal yang
terdiam.
"Iya?" Krystal tersadar dari lamunannya. "Oh, iya. Kita
tunggu perkembangan kabar Minhee saja."
Kembali hening di antara Krystal
dan Minho. Terlihat jelas di wajahnya jika Minho mengkhawatirkan Minhee. Sedang
Krystal sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia marah juga kagum pada kerjasama
antara Minhee dan Taemin. Minhee bahkan berani melangkah tanpa bertanya padanya
dahulu. Semua kejadian itu membuat Krystal kembali bertanya-tanya sedahsyat itu
kah kekuatan cinta?
Taemin telah sampai di rumahnya
sejak setengah jam yang lalu. Baru saja ia selesai mengobrol dengan Ibunya yang
esok akan terbang ke Singapura untuk urusan bisnis. Kini ia berada di kamarnya,
membaringkan tubuh sambil menunggu kabar dari Minhee. Sudah satu setengah jam
berlalu tapi Minhee belum juga membalas pesannya. Ia pun mulai gusar dan
mencoba menelfon Minhee namun ponsel gadis itu sedang tidak aktif. Taemin
menenangkan dirinya sendiri dengan berpikir Minhee lelah dan memilih istirahat.
"Krystal-ssi," Dokter
yang menangani Minhee keluar ruangan.
Krystal dan Minho bangkit dari duduknya
secara bersamaan dan bergegas menghampiri sang Dokter.
"Bagaimana keadaan
Minhee?" tanya Krystal dan Minho hampir bersamaan.
"Dia kakak
Minhee," Krystal menjelaskan tentang jati diri Minho. "Dokter Song
adalah Dokter keluargaku. Aku mempercayakan Minhee pada beliau,"
selanjutnya ia memperkenalkan Dokter tampan yang menangani Minhee pada Minho.
"Oh,
kakaknya Minhee. Senang bertemu denganmu. Aku Song Joongki," Dokter Song
mengulurkan tangan.
"Senang bertemu dengan Anda. Aku Choi Minho, kakak
Minhee," Minho menjabat tangan Joongki.
"Kau tak perlu khawatir.
Minhee tidak mengalami luka serius. Ini keajaiban. Hanya saja kemungkinan ada
trauma. Kita hanya perlu menunggunya sadar."
Minho mengangguk paham. Ia
lega mendengar Minhee tak menderita luka serius.
"Krystal, bisa kita
bicara sebentar? Ikutlah denganku," Joongki berjalan mendahului.
Krystal
menatap Minho yang segera mengangguk. Ia pun segera menyusul Joongki.
Krystal berada di ruangan Joongki.
Secangkir kopi hangat mengepul di hadapannya. Kepalanya tertunduk di hadapan
Joongki yang duduk berseberangan dengannya.
"Hah..." Joongki
menghela napas usai mendengar penjelasan Krystal. "Jadi kau sudah
tahu?"
"Iya. Maafkan aku Dokter. Karena alasan itu pula aku memilih
membawa Minhee ke rumah sakit ini dan meminta Dokter Song yang menanganinya.
Ini keajaiban. Saat kami tiba Dokter sedang berjaga di IGD. Aku rasa kali ini
Tuhan mendukung kami."
"Tuhan mendukung kalian? Jadi temanmu juga
ingin tetap menjaga janinnya?"
"Iya."
"Sebenarnya apa yang
kalian rencanakan?"
"Jika aku katakan semuanya, apakah Dokter Song
bersedia membantu hingga akhir?"
"Kenapa aku harus ikut campur?"
"Karena hanya Dokter Song yang bisa aku percaya untuk menjaga Minhee dan
janinnya."
Joongki diam sejenak. Ia menimbang-nimbang permintaan Krystal.
"Katakan apa yang sebenarnya terjadi. Jika tindakan kalian benar, aku
janji akan membantu kalian hingga akhir."
Senyum lebar terkembang di wajah
Krystal. Ia pun segera menceritakan semua yang terjadi pada Joongki.
***
Karena semalam Minhee tak membalas
pesan yang ia kirim, Taemin memutuskan menemui kekasihnya itu di sekolah. Ia
sengaja berangkat lebih awal untuk mengimbangi kebiasaan Minhee.
Murid-murid yang mulai berdatangan
menatap aneh pada Taemin yang berdiri di dekat gerbang. Taemin tak peduli dan
tetap dengan sabar menunggu kedatangan Minhee. Tapi di mana gadis itu? Kenapa
hingga sesiang ini dia belum juga muncul?
"Di sini kau rupanya,"
Jinki yang baru sampai di sekolah langsung menghampiri Taemin. "Menunggu
Minhee?"
"Em," jawab Taemin singkat sembari menganggukan kepala.
"Belum datang? Tumben? Biasanya dia tiba di sekolah pagi-pagi kan?"
"Iya. Entah kenapa sejak semalam perasaanku tidak enak. Saat menemani Omma
minum teh bersama, cangkirku tiba-tiba pecah."
"Oya??"
"Itu... pertanda buruk kan?"
"Mmm, jangan berpikir yang
aneh-aneh. Nah, itu Blue Pearl!" Jinki menuding Krystal yang baru turun
dari mobil. "Tahan dirimu!" ia menahan Taemin yang buru-buru akan
berlari menuju Krystal. "Kita masuk," sambil merangkul Taemin
berjalan ke dalam area sekolah.
"Kau tidak tahu?" Taemin
dengan raut kecewa kembali mengulangi pertanyaannya.
"Em," Krystal
mengangguk. "Semalam kami berniat membeli beberapa barang, tapi Minhee
tiba-tiba minta pulang. Mungkin dia sedikit tak enak badan. Wanita jika sedang
hamil katanya memang begitu."
"Sampai ponselnya pun tak
diaktifkan?"
"Itu juga yang membuatku kesal," Krystal menunjukan
ekspresi kesal.
"Ibuku pagi ini terbang ke Singapura."
"Oya?" Krystal menoleh menatap Taemin yang berdiri tak jauh di
samping kanannya. "Sunbaenim tahu jika Paman Choi ke Hongkong?"
"Iya. Minhee memberitahuku. Karenanya kami merencanakan pernikahan
itu."
"Oh, kebetulan yang brilian. Aku merasa Tuhan mendukung kita
kali ini."
"Jadi kita akan melanjutkannya?" sela Jinki. "Kau sudah meminta bantuan Kim Kibum?"
"Oh, itu. Gampang
sih," Krystal menyibakan rambutnya yang ia biarkan terurai begitu saja.
"Nanti sepulang sekolah aku akan menemui Minhee. Sunbaenim tak perlu
khawatir. Aku jamin Minhee dan juga janinnya akan baik-baik saja. Aku permisi
ke kelas dahulu," Krystal pamit dan pergi meninggalkan Taemin dan Jinki.
Jinki menepuk bahu Taemin sebagai isyarat agar Taemin tak resah lagi akan
keadaan Minhee.
Sementara itu di rumah sakit
Minhee telah dipindahkan di ruang rawat inap. Joongki berdiri di samping
ranjang, menatap Minhee yang masih terbaring tak sadarkan diri. Ia menghela
napas setelah mengamati gadis itu selama beberapa saat.
"Gadis yang malang. Tetaplah
kuat. Aku yakin kali ini Tuhan akan berpihak padamu," Joongki mengelus
lengan Minhee.
"Oh, Dokter," sapa Minho saat memasuki ruangan.
Joongki tersenyum menyambut Minho. "Ku dengar Tuan Choi sedang berada di
Hongkong."
"Iya. Karenanya aku dilema. Menurut Dokter haruskah aku
memberitahu Paman?"
"Aku sendiri tak bisa memastikan kapan Minhee
akan sadar. Resiko dari lebih baik memberitahu atau tidak, tentu Anda yang
lebih tahu. Maaf aku tak bisa memberi pendapat. Tapi jika urusan di Hongkong
benar-benar penting sebaiknya biarkan saja beliau menyelesaikannya."
Minho
menghela napas dan mengangguk.
"Ajaklah dia mengobrol," Joongki
melirik Minhee yang terbaring di ranjang. "Dukungan dari orang-orang yang
ia cintai akan mempercepat proses kesembuhannya. Fisiknya tak ada masalah,
tapi..."
"Tapi kenapa Dokter?"
"Tidak. Tidak apa-apa,"
Joongki menepuk bahu Minho sebelum berjalan keluar ruangan.
Minho menatap Joongki hingga
Dokter itu menghilang di balik pintu. Ia berbalik dan memerhatikan Minhee yang
masih terbaring tak sadarkan diri. Tatapannya meredup dan lagi-lagi ia
menyesali kelalaiannya. Bunyi dering ponsel membuyarkan lamunannya. Ia pun
segera keluar untuk menerima panggilan itu.
"Halo?" sapa Minho
dengan nada datar dan tenang.
"Hyung, pelaku sudah ditemukan dan anggota
menggila," suara di seberang sana terdengar terburu-buru.
"Apa??
Sudah dipastikan jika benar dia adalah pelaku?"
"Iya, Hyung. Plat
nomer motor sesuai dengan yang disebutkan sopir pribadi Nona Krsytal."
"Baiklah. Aku segera ke sana. Tolong tenangkan.anggota."
"Kau di
sini rupanya," sapa Joongki saat Minho mengakhiri obrolan di telefon.
"Iya, Dokter. Apa ada masalah?"
"Tidak. Tapi ada yang ingin aku
bicarakan denganmu. Bisa ikut ke ruanganku?"
Minho diam sejenak. Ia terlihat
ragu, namun akhirnya ia mengangguk dan mengikuti langkah Joongki.
***
Jam sekolah berakhir. Taemin
berjalan tergesa-gesa menuju basecamp teater untuk menemui Krystal. Ketika
sampai ia hanya menemukan Amber di sana.
"Ia sedikit tak enak badan
dan izin pulang sebelum jam sekolah usai. Begitu yang aku dengar dari teman
sekelasnya. Aku sebenarnya juga ada perlu dengan Krystal," Amber
menjelaskan apa yang ia tahu tentang Krystal pada Taemin.
"Ini aneh,"
gumam Taemin.
"Aneh?" Amber tak paham.
"Minhee tak masuk sekolah
dan Krystal tiba-tiba minta izin pulang sebelum jam sekolah usai. Apa mereka
menyembunyikan sesuatu?"
"Entahlah. Mereka berdua sangat sulit
ditebak."
Taemin mengangguk lalu pergi begitu saja meninggalkan Amber yang
masih terlihat bingung.
Di tempat parkir Jinki menunggu
Taemin. Ada Luna di sampingnya yang langsung berhambur menyambut ketika Taemin
muncul.
"Dari mana saja kau?"
tanya Luna yang sudah berjalan di samping kiri Taemin.
"Jinki, kau antar
Luna pulang. Aku ada urusan," Taemin mengabaikan pertanyaan Luna dan
langsung memberi perintah pada Jinki.
"Kau mau ke mana?" tanya Luna
mendesak ingin tahu.
Jinki memegang bahu Luna dan berkata, "Kita
pergi."
Jinki dan Luna membiarkan Taemin
yang entah ingin pergi ke mana tanpa ditemani keduanya.
"Kau membiarkan
dia pergi begitu saja?" protes Luna pada Jinki.
"Dia sedikit suntuk
karena..."
"Red Princess kan?" potong Luna. "Aku tak
melihatnya di sekolah seharian ini."
"Em. Iya."
"Ada apa
sebenarnya? Hubungan mereka ketahuan?"
"Kau tahu tentang Taemin dan Minhee??"
Jinki melotot kaget.
Luna menghela napas dan memiringkan kepala. "Kita
berteman sejak SD dan kau tetap saja tak berubah. Aku rasa akulah yang paling
mengenal kalian berdua. Aku tahu Taemin dan Minhee pacaran. Dan aku suka hal
itu terjadi. Tapi aku juga khawatir karena... ya kau tahulah alasannya
apa."
"Iya. Permusuhan keluarga mereka yang entah dimulai sejak
kapan. Sepertinya sejak kita semua belum lahir," Jinki berubah lesu.
"Perasaanku tidak enak."
"Em?" Jinki menatap Luna.
"Entahlah. Kau coba pergi susul Taemin. Dia pasti belum jauh. Buntuti dia.
Sungguh perasaanku sangat tidak enak."
"Lalu bagaimana
denganmu?"
"Aku terbiasa pulang sendiri dengan naik bus. Sana! Lekas
susul Taemin."
Jinki mengangguk, segera mengenakan helmnya dan melajukan
motor menyusul Taemin.
"Semoga tak terjadi apa-apa..." Luna menghela
napas dan berjalan meninggalkan area parkir di sekolah.
***
Krystal duduk di samping ranjang
Minhee. Sepanjang waktu di sekolah ia tak bisa konsentrasi belajar karena terus
memikirkan kondisi Minhee.
"Ya, Minhee-ya! Sebenarnya
apa maumu? Kau ingin menyusahkanku? Kenapa kau malah asik-asikan tidur di sini
dan..." Krystal tak melanjutkan ucapannya. Butiran bening yang keluar dari
matanya meluncur pelan melewati pipinya yang mulus. Ia menangis.
Krystal tak tega melihat Minhee
terbaring lemah dan tak sadarkan diri seperti itu.
"Sampai kapan kau akan
seperti ini Choi Minhee? Bukankah kau ingin menikah? Kau tahu kita tak punya
banyak waktu, tapi... tapi kenapa kau malah tidur pulas seperti ini. Apa yang
harus aku katakan pada Murid Terhukum kekasihmu itu?" Krystal kembali
berucap di tengah isak tangisnya. "Aku mohon bangunlah. Dan aku... aku
akan benar-benar membantumu untuk mewujudkan pernikahnmu dengan Lee Taemin
Sunbaenim. Jadi aku mohon bangunlah..."
Kepala Krystal tertunduk dan ia
menangis tersedu di samping ranjang Minhee.
Selama satu jam Krystal tinggal di
dalam kamar Minhee. Saat keluar, ia menemukan Minho sudah berdiri menyandarkan
punggung di dekat pintu masuk.
"Oppa. Oppa sudah kembali?" sapa
Krystal yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Minho. "Aku tak
tahan di sekolah. Kepikiran Minhee terus. Jadi aku minta izin pulang lebih
awal. Apa Dokter Song mengatakan sesuatu pada Oppa saat aku pergi
"Iya."
"Apa itu?" Krystal antusias.
Minho menghela napas
panjang dan menegakan punggungnya lalu mengubah posisinya lurus menghadap
Krystal. "Pernikahan. Pernikahan Choi Minhe dan... Lee Taemin?"
Krystal terkejut mendengarnya. "Op-oppa..."
"Ada apa
sebenarnya?"
Krystal menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.
"Apa maksud pertanyaan Oppa?"
"Aku mendengar apa yang kau
katakan pada Minhee."
Kedua mata sipit Krystal terbelalak mendengar
pengakuan Minho. "Aku..." Ponsel Krystal berdering, menyela
obrolannya dengan Minho.
Minho menatap ponsel di tangan Krystal dan memberi
kesempatan pada gadis itu untuk menerima panggilan di ponselnya.
Krystal menelan ludah melihat nama
yang muncul di layar ponselnya. Lee Taemin. Nama itu muncul di layar ponselnya.
Ia pun ragu harus menerima panggilan itu atau mengabaikannya.
"Aku ingin bertemu dengan Lee
Taemin," suara berat Minho mengalihkan perhatian Krystal dari layar
ponselnya.
Krystal terdiam dan fokus menatap Minho.
"Aku tahu siapa dia.
Kau mengatakan pernikahan impian Minhee bersama Taemin. Aku ingin mendengar
penjelasan kalian berdua tentang hal itu."
"Apa aku bisa percaya
Oppa?" suara Krystal bergetar.
"Apa aku pernah berkhianat pada
kalian?" Minho balik bertanya.
Krystal diam selama beberapa detik lalu
perlahan mengangkat tangan dan menerima panggilan dari Taemin.
Taemin terlihat gusar. Ia berjalan
mondar-mandir di sebuah taman yang sepi pengunjung di hari yang mulai beranjak
malam itu. Dari kejauhan, Jinki mengendap-endap. Bersembunyi dan mengawasi
Taemin.
Taemin menghentikan gerak kakinya
ketika ia melihat Krystal datang. Senyum di wajahnya sirna ketika ia menyadari
Krystal tak datang sendiri namun ada Minho yang menemaninya.
------- TBC --------
.shytUrtle.
The White Prince and The Red Princess.
* Cast:
- Lee Taemin SHINee as White Prince
- Choi Min Hee (reader) as Red Princess
- All SHINee and f(x) members.
Cinta adalah berat dan ringan, terang dan gelap, panas dan dingin, sakit dan
senang, terbangun dan terjaga. Cinta adalah semuanya, kecuali apa arti dia yang
sesungguhnya. - William Shakespeare, Romeo and Juliet.
The White Prince and The Red Princess.
* Cast:
- Lee Taemin SHINee as White Prince
- Choi Min Hee (reader) as Red Princess
- All SHINee and f(x) members.
Cinta adalah berat dan ringan, terang dan gelap, panas dan dingin, sakit dan
senang, terbangun dan terjaga. Cinta adalah semuanya, kecuali apa arti dia yang
sesungguhnya. - William Shakespeare, Romeo and Juliet.
#10
Satu setengah jam perjalanan
rombongan klub teater tiba di panti asuhan tempat mereka akan mengadakan bakti
sosial. Sepanjang perjalanan Taemin tak tidur, justeru Minhee-lah yang terlelap
tak lama setelah bus melaju.
"Bagaimana? Perjalananmu
menyenangkan, White Prince?" Krystal menghampiri bangku tempat Taemin dan
Minhee duduk. "Dia sih begitu. Kalau tidak sibuk dengan buku atau
kameranya, ia pasti akan mendengarkan musik dan tidur." Imbuhnya tanpa
menunggu jawaban Taemin.
"Tega sekali membuka aib temanmu." Protes
Minhee yang duduk menunggu semua nyawanya kembali usai terlelap.
"Tapi itu
bukan karena dia mabuk darat," Krystal tak menanggapi aksi protes Minhee.
"Itu hanya kebiasaannya saja saat dalam perjalanan."
"Ayo, turun!"
Minhee berdiri. "Kau tak ingin membantu yang lain?"
Para pengurus panti asuhan
menyambut kedatangan rombongan Minhee. Alis Taemin terangkat melihat Kibum
berdiri di antara pengurus panti.
"Aku mengenal panti asuhan
ini darinya. Kibum Oppa, walau hidupnya tergolong pas-pasan, dia adalah donatur
tetap panti asuhan ini," Minhee yang berjalan di samping kiri Taemin
menjelaskan tentang keberadaan Kibum. "Mengetahuinya aku merasa kerdil.
Aku kagum padanya. Walau ia sendiri kekurangan, ia masih mau berbagi. Sedang
aku?"
"Eum, itu yang membuatmu jatuh hati padanya?" Respon
Taemin.
"Mungkin sebagai salah satu alasannya iya."
Taemin tersenyum
kecut dan mengangguk.
Minhee tersenyum melihatnya. "Mari kita
bersenang-senang bersama," kata Minhee sembari melingkarkan tangannya di
lengan kiri Taemin. Taemin menoleh, tersenyum manis pada Minhee dan mengangguk.
***
Sejak tiba hingga sore anggota
klub teater sibuk mempersiapkan pertunjukan mereka esok. Beberapa dari mereka
mendekorasi ruang pertemuan yang memiliki panggung kecil di bagian depan. Ada
yang ngobrol dengan para pengurus dan ada yang sibuk bermain dengan anak-anak.
"Oh ya ampun!" Krystal
menepuk keningnya sendiri. "Bagaimana jumlah hadiahnya bisa kurang?
Oppa!" ia menatap tajam pada Kbum, "Kenapa tak bilang kalau penghuni
panti asuhan ini bertambah?"
"Aku sudah mengatakannya padamu. Coba
kau cek ulang pesan yang aku kirim," Kibum membela diri. "Aku bilang
ada lima anak baru, tiga perempuan dan dua laki-laki."
"Sepertinya
aku yang lalai. Bagaimana sekarang?"
Minhee tiba di tempat Krystal dan
Kibum menata kado ketika Krystal mengeluh, "Bagaimana sekarang?"
"Ada masalah?" Tanya
Minhee.
"Iya. Kadonya kurang. Lima hadiah. Tiga anak perempuan dan dua
anak laki-laki. Aku lalai tak membaca detail pesan dari Kibum Oppa,"
Krystal murung. "Bagaimana ini? Mereka pasti kecewa."
"Belum
terlambat. Aku akan pergi membeli kado untuk mereka. Dua anak laki-laki dan
tiga perempuan kan?" Minhee bersedia pergi.
"Apa kau akan pergi
dengan membawa bus kita? Kau tidak membawa mobil!"
Minhee tersenyum manis.
"Aku akan pergi menggunakan mobil panti."
"Mobilnya sedang
keluar," sela Kibum.
"Bagus. Tak ada jalan lain." Krystal
menyerah.
"Tapi aku rasa kau bisa meminjam milik Ibu sebelah," Kibum
tersenyum lebar sedang Krystal dan Minhee menatapnya heran. "Iya Ibu
sebelah. Maksudku Ibu yang tinggal di sebelah panti asuhan ini. Dia baru saja
beli mobil. Tapi kau tahu kan dia itu selalu ketus pada anak perempuan dan kau
tahu aku tak bisa menyetir, jadi bagaimana?"
"Ah, aku paham! Oppa mau
merayunya dan meminjam mobilnya? Tapi harus laki-laki yang membawa
mobilnya?" Tebak Krystal.
"Iya, begitu."
Taemin yang baru tiba langsung
menyita perhatian Kibum, Krystal dan Minhee. Ia heran, lebih tepatnya bingung
melihat tiga manusia yang berada di ruangan kecil itu tiba-tiba diam dan
menatapnya ketika ia sampai.
"Kau mendapatkan apa yang kau
cari!" Krystal berbisik dan mendorong Kibum agar lekas berdiri.
***
Minhee tertawa geli mendengar
Taemin yang bersungut-sungut menceritakan tentang bagaimana proses meminjam
mobil bersama Kibum beberapa menit yang lalu sebelum keduanya berangkat untuk
membeli kado.
"Sudah, sudah jangan marah.
Fokuslah mengemudi," pinta Minhee disela tawanya. "Aku bisa bayangkan
bagaimana ekspresi Sunbaenim saat Ajumma itu bertingkah manja. Pasti lucu
sekali." Ia tak bisa menghentikan tawanya.
"Kau suka pacarmu yang
tampan ini digoda Ajumma genit tadi?" Taemin masih bersungut-sungut.
Minhee tak bicara dan berusaha menghentikan tawanya.
"Apa kita harus
kembali ke kota untuk membeli kado?"
"Eum, tidak. Ada toserba tak
jauh dari sini. Empat puluh lima menit perjalanan sampai."
"Itu cukup
jauh!"
Lagi-lagi Minhee terkikik mendengarnya.
"Minhee."
"Iya?"
"Bukankah kita sudah resmi pacaran sekarang?"
"Eum, iya. Begitulah."
"Bisakah kau berhenti memanggilku
Sunbaenim?"
"Oh? Eum, iya. Mau dipanggil apa? Jagiya?" Goda
Minhee. "Yeobo??"
"Ish!" Taemin mencibir. "Panggil
saja oppa."
"Oppa??"
"Iya. Walau ya sangat umum tapi aku
suka. Terlebih jika kau yang memanggilku oppa."
"Baiklah. Lagi pula
Sunbaenim, eh Oppa memang lebih tua dariku."
Taemin tersenyum puas dan
fokus mengemudi.
Taemin dan Minhee tiba di toserba
setelah menempuh perjalan selama tiga puluh menit. Karena jalanan cukup sepi,
Taemin pun sedikit ngebut dan jadilah mereka tiba lima belas menit lebih awal
dari perkiraan Minhee.
Awalnya Taemin mengira tugas
membeli kado adalah tugas yang mudah, tapi tidak demikian pada prakteknya. Ya
mungkin bagi Taemin mudah, tapi tidak dengan Minhee. Gadis itu membutuhkan
waktu selama satu jam berkeliling toserba hanya untuk membeli lima buah kado. Selesai
membeli kado, mereka harus mengantri di depan kasir untuk membayar. Taemin
menggerutu, kenapa toserba sebesar itu hanya memiliki satu kasir? Merepotkan.
"Oh! Gerimis!" Minhee
saat keluar dari toserba.
"Kenapa? Kau tidak suka hujan?" Tanya
Taemin yang menyusul keluar di belakangnya.
"Eum, suka sih. Tapi... kalau
hujan badai dan petir... Ah, cuaca belakangan ini benar-benar ekstrim!"
"Tenang saja. Ada aku!" Taemin merangkul Minhee dengan tangan kirinya
yang tak membawa barang. Keduanya berlari-lari kecil menuju mobil.
Hujan deras mengguyur ketika
Taemin dan Minhee baru saja masuk ke dalam mobil. Minhee cemberut menatap hujan
dari kaca depan mobil. Taemin tersenyum dan menyalakan mesin mobil lalu mulai
melajukan mobilnya.
Mobil yang ditumpangi Taemin dan
Minhee melaju pelan menembus derasnya hujan. Sebenarnya Taemin tak tahan jika
harus melajukan mobil dengan pelan di jalan yang sepi, namun itu permintaan
Minhee. Wajah pucat Minhee yang mengiba membuatnya menyerah. Setidaknya mobil
itu tetap melaju walau sebelumnya Minhee sempat meminta berhenti dan menepi
ketika hujan semakin deras disertai angin dan petir yang menyambar-nyambar.
"Berhenti di sana!"
Minhee menuding sebuah bangunan kosong. "Aku mohon kita berhenti dulu. Aku
pernah berteduh di dalam gedung itu bersama Krystal."
"Tidak akan
jadi masalah. Tenanglah. Tidak apa-apa kita tetap melaju di tengah hujan,"
Taemin bersikukuh untuk terus melanjutkan perjalanan.
Minhee diam. Kedua tangannya
meremas ujung jaket yang ia kenakan. Ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan
terlihat semakin pucat. Taemin menghela napas panjang dan membelokan mobil ke
dalam bangunan tua yang ditunjuk Minhee. Ketika mobil berhenti di dalam gedung,
Minhee langsung melepas sabuk pengaman dan meloncat ke kursi belakang.
Minhee menaikan kedua kaki dan
menekuknya. Kedua tangan terangkat ke samping dan menutup rapat kedua
telinganya. Tatapannya was-was mengamati sekitar dan napasnya terengah-engah.
Taemin yang masih duduk dibalik
kemudi bingung melihat tingkah Minhee. Ada apa dengan gadis itu? Apakah hujan
badai benar-benar menakutkan baginya hingga ia bertingkah seperti itu?
Setelah diam sejenak dan
menduga-duga, Taemin melepas sabuk pengamannya kemudian turut beralih ke kursi
belakang. Di rengkuhnya tubuh Minhee yang gemetaran ke dalam pelukannya.
"Tenanglah. Ada aku,"
bisik Taemin dekat di telinga Minhee yang sudah ada dalam pelukannya.
Minhee terkejut ketika Taemin
tiba-tiba memeluknya. Ia masih gemetaran, namun dekapan hangat Taemin
perlahan-lahan menenangkannya.
Hujan badai masih mengguyur di
luar sana. Angin bertiup kencang menyertai jatuhnya air hujan. Kilat
menyambar-nyambar disusul bunyi gelegar petir. Minhee tak merasa takut lagi. Ia
merasa aman dalam dekapan hangat Taemin. Napasnya mulai kembali normal.
Tubuhnya pun tak gemetaran lagi.
Taemin bisa merasakan jika tubuh
Minhee tak gemetaran lagi. Ia merasa lega. Namun berada sangat dekat dengan
Minhee seperti ini membuat jantungnya berdetub dua kali lebih cepat. Sesekali
ia melirik Minhee yang mulai tenang dalam dekapannya. Ia tak berani menunduk
terlalu dalam karena jika ia melakukannya bibirnya bisa saja menyentuh kening
Minhee.
"Gomawo..." Minhee
memecah kebisuan.
"Em?" Taemin berdehem. "Tak apa. Maaf. Aku tak
tahu kau benar-benar ketakutan."
"Hah... satu lagi rahasiaku
terbongkar."
Taemin menggeser posisi tubuhnya sedikit hingga ia bisa
melihat wajah Minhee yang sedikit tertunduk. "Aku pikir gadis sepertimu
tak memiliki rasa takut. Ingat bagaimana kau kabur dengan melompati
pagar?"
"Itu berbeda. Hanya saja..." Minhee diam sejenak,
"Lupakan saja. Hujan badai disertai petir seperti mimpi buruk
bagiku."
"Tapi hari ini kau bisa melewati mimpi burukmu kan?"
Minhee mengangkat kepala, menatap Taemin lalu tersenyum. "Ne,
gomawo."
Taemin membalas senyum. "Mulai sekarang tetaplah di dekatku agar
mimpi buruk tak lagi dekat-dekat padamu, em?"
"Tapi... kedekatan
kita... bukankah itu mimpi buruk?"
"Mwo??" Mulut Taemin
membulat. Minhee terkekeh.
"Mimpi buruk bagi Appaku dan Eommamu."
Hening sejenak. Minhee kembali
menurunkan wajahnya sedang Taemin masih menatapnya. Suara hujan badai dan
guntur kembali terdengar setelah sempat menghilang di telinga Minhee membuatnya
kembali merasa ngeri.
Satu kilatan cahaya putih muncul
dan menciptakan bunyi menggelegar di udara. Minhee menjerit mendengarnya,
spontan membenamkan wajah ke dada Taemin dan melingkarkan tangannya ke pinggang
Taemin. Minhee memeluk Taemin.
"Oh, mian!" Ucap Minhee
ketika menyadari tindakan spontannya sambil menarik kedua tangan dan tubuhnya
menjadi tegak. Ia malu karena tiba-tiba memeluk Taemin. Guntur sialan! Umpatnya
dalam hati.
Taemin tersenyum lalu mengecup pipi kiri Minhee membuat gadis itu
tersentak kaget.
"Sunbaenim!" Minhee melotot sambil memegang pipi
kirinya yang baru saja dikecup Taemin.
"Untuk menghilangkan rasa takutmu,
lakukanlah hal-hal yang menyenangkan."
"Mwo?? Sunbaenim, apakah
menci..." Minhee tak bisa melanjutkan ucapannya karena Taemin telah
mendaratkan kecupan di atas bibirnya.
Taemin melepas kecupannya.
Tatapannya bertemu dengan pandangan Minhee. Ia dan Minhee saling menatap dalam
hening selama beberapa detik. Kepalanya bergerak turun perlahan dan kembali
mencium bibir pink Minhee.
Minhee memejamkan mata. Perlahan
ia mulai lupa pada ketakutannya dan larut dalam kecupan hangat Taemin.
Ciuman yang sebelumnya lembut itu
berlanjut semakin liar. Setelah ini tak akan ada lagi waktu yang akan mereka
miliki seperti saat ini. Taemin dan Minhee bercumbu, melepaskan hasrat
masing-masing bagai sepasang kekasih yang lama tak berjumpa. Keduanya
menumpahkan kerinduan masing-masing dan meleburnya menjadi satu.
Taemin tak ingin melepaskan
Minhee. Minhee adalah miliknya. Hanya miliknya. Baginya dirinya dan Minhee kini
adalah satu.
Minhee tak bisa menolaknya. Ciuman
Taemin, pelukannya, sentuhannya. Semua itu membuatnya lupa. Lupa akan ketakutannya
pada hujan badai dan petir. Lupa akan segala hal yang sebelumnya berkecamuk
dalam otaknya. Ia hanya bisa berpasrah kini. Menyerahkan diri sepenuhnya pada
Taemin.
***
Hujan sudah reda. Krystal
mondar-mandir dengan resah di depan pintu masuk panti. Kenapa Minhee belum
kembali? Apa dia baik-baik saja? Hujan badai yang datang tiba-tiba beberapa
saat setelah Minhee pergi bersama Taemin membuat Krystal resah. Ia menyesal
karena memilih tinggal di panti asuhan dan membiarkan Minhee pergi sendiri.
"Minhee belum kembali?"
Kibum menghampiri Krystal.
Krystal menggeleng. "Setidaknya hujan sudah
reda."
"Jangan khawatir. Aku yakin Minhee baik-baik saja. Dia bukan
sosok yang lemah."
"Aku tahu, tapi..." Krystal tak melanjutkan
ucapannya dan sejenak tertegun menatap gerbang masuk panti asuhan. Ia kemudian
berlari menyambut Minhee yang berjalan berdampingan dengan Taemin.
Melihat Krystal berlari mendekat,
Minhee segera menarik tangannya dari genggaman Taemin.
"Minhee-ya!" Krystal
yang berlari kecil berhenti di depan Minhee. "Mianhae..." ucapnya
menyesal. "Kau baik-baik saja kan?"
"Em." Minhee mengangguk
dan tersenyum kaku.
Kibum yang baru sampai segera mengambil alih barang
belanjaan di tangan Minhee. "Aku akan membuatkan teh herbal untuk
kalian." Sambil berjalan cepat menuju gedung panti asuhan.
"Ikuti
Kibum Oppa, dia tahu di mana tempat hadiah!" perintah Krystal pada Taemin.
Taemin menatap Minhee meminta izin untuk pergi lebih dulu. Setelah Minhee
tersenyum dan mengangguk, ia pun pergi menyusul Kibum.
"Aku hampir gila memikirkanmu.
Maafkan aku karena membiarkanmu sendiri di tengah hujan badai," lagi-lagi
Krystal mengungkap penyesalannya.
"It's ok Blue Pearl. I'm fine."
"I know. I know White Prince will treat you well. What he did when you
scared during the thunderstorm? Is he hug you tight? Ah... I know he will do
that. How dare he do this to me. Take you from my hand! Huh!"
Minhee
tersenyum dan menggeleng pelan lalu kembali berjalan.
Krystal melipat tangan,
menyipitkan mata mengamati Minhee yang berjalan dengan satu tangan memegang
perut bagian bawah. Ia pun berlari menyusul Minhee. "Kau sakit?"
"Ah, tidak. Eum, mungkin karena badai. Iya jadi sedikit tak nyaman."
"Aigoo... ayo lekas masuk!" Krystal merangkul Minhee. "Kau harus
tetap hangat. Kibum Oppa pasti akan segera selesai membuat teh herbal
untukmu."
***
Taemin berjalan-jalan usai makan
malam. Lebih tepatnya ia berkeliling mencari Minhee. Sejak kembali ke panti
asuhan, ia belum mengobrol dengan Minhee. Krystal dan Kibum terus menemani
gadis itu dan entah kenapa membuatnya enggan mendekat. Senyum lebar terkembang
di wajahnya ketika menemukan Minhee sedang duduk sendiri di bangku kosong di
dekat kolam.
Minhee yang tengah duduk melamun
terkejut ketika bangku yang ia duduki sedikit bergoyang. Ia menoleh ke arah
kiri dan mendapati Taemin sudah duduk di sana. Segera ia alihkan pandangannya
menjadi lurus ke depan.
Taemin yang baru saja duduk
mengetahui jika Minhee menoleh dan menatapnya dengan ekspresi terkejut. Namun
ia diam tak merubah posisinya hingga gadis itu kembali menatap ke arah depan.
Menatap kolam, mungkin. Beberapa detik kemudian suasana kembali hening. Tidak.
Tidak sepenuhnya hening. Hanya bunyi gemercik air pancuran di kolam dan
nyanyian hewan malam.
Taemin menoleh, menatap Minhee.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya membuka obrolan.
"Em."
Minhee menganggukan kepala.
"Itu... soal tadi... maafkan aku..."
"Itu terjadi karena kita menginginkannya." Minhee masih menatap ke
arah depan namun pandangan nanar, kosong.
"Aku akan bertanggung
jawab."
Mendengar ungkapan itu Minhee menoleh. Tatapannya bertemu dengan
Taemin. "Nee." Ucapnya lirih. "Aku pun sedang memikirkan hal
itu. Dari awal hubungan kita sangat sulit. Bagaimana bisa mendapatkan restu
orang tua kita?"
Taemin menghela napas pelan. "Apakah... seorang
gadis bisa langsung hamil ketika melakukannya untuk yang pertama kali?"
"Kenapa? Sunbaenim menyesalinya?"
"Buk-bukan begitu."
"Hah... bisa jadi. Apalagi aku dalam masa subur."
"Mm-mwo??"
Keduanya kembali terdiam.
Tiba-tiba Taemin tersenyum
cerah. "Bukankah ini pertanda baik?" Celetuknya.
"Mwo??"
"Jika kau hamil, kita menikah."
"Mwo?? Tapi usiaku baru..."
"Kenapa memang? Keluarga kerajaan juga menikah di usia muda. Lalu kau
ingin bagaimana? Menggugurkannya?"
"Ck! Aku bukan tipe gadis sebodoh
itu. Jika aku hamil, anak kita pasti lucu." Minhee berbinar.
Taemin ikut
tersenyum. Ia meletakan tangannya di atas pundak Minhee dan menggeser duduknya
lebih dekat pada Minhee. "Kau adalah milikku sekarang. Kita akan
menikah."
Minhee mengangkat wajah dan menatap Taemin.
"Iya, kita akan
menikah dan menyatukan keluarga kita. Kau percaya padaku kan? Jika kita
bertekad dan menyatuka kekuatan, kita pasti berhasil. Aku butuh rencana. Ayo,
kau buat skenarionya dan kita mainkan peran kita masing-masing." Mata
Minhee berkaca-kaca dan mengangguk, mengiyakan permintaan Taemin.
------- TBC --------
.shytUrtle.