BLACK NOTE

06:49

BLACK NOTE

“Percayai mimpimu, ikuti petunjuknya dan temukan kebenaran.”

           Di dunia ini begitu banyak misteri. Hitam dan putih, maya dan nyata bersanding. Tentang kebenaran bukanlah hal mudah untuk di temukan. Saat alam sadar tak lagi bisa menuntunmu, akankah kau mempercayai mimpi-mimpimu dan meyakininya sebagai petunjuk?

***

NOTE #5

Bulan mei, seminggu setelah perayaan Festival Jayasri di pusat kota Elsdon. Seluruh penghuni Parama Academy terlihat sibuk. Kelas-kelas dihias, begitu juga asrama. Mereka siap menyambut Festival Asadel yang sesungguhnya juga merupakan bagian dari Festival Jayasri. Hanya saja festival ini tertutup, teruntuk murid-murid Parama Academy saja. Sedang penonton yang boleh hadir hanya wali murid dari siswa dan siswi. Edsel, Lavina dan Winola turut dalam tim perwakilan kelas I-F. Masing-masing kelas mengeluarkan 8-9 orang perwakilan dalam tim mereka. Tribun penonton stadium Parama Academy dipenuhi murid-murid, staf sekolah dan beberapa wali murid. Mereka membentuk kelompok sesuai tim yang mereka dukung. Satu per satu tim memasuki stadium dan para pendukung mereka bergantian bersorak memberi semangat. Usai upacara pembukaan yang di pimpin langsung oleh Sherwin Otadan, pertandingan pertama pun di mulai yaitu balap lari.
Tatapan Neva tak luput memperhatikan Winola sejak gadis itu muncul di lapangan bersama tim kelas I-F. Winola duduk tenang di bawah tenda yang disediakan di pinggir lapangan khusus untuk para peserta yang menunggu giliran untuk maju mengikuti lomba. Tatapan Winola terfokus pada satu titik di tengah arena balap lari. Tiba-tiba salah satu peserta terjatuh tepat dimana titik itu yang menjadi fokus pandangan Winola. Neva terkejut. Peserta tak lain adalah perwakilan kelas I-C, kelasa Joe Leverrett. Neva mengerutkan dahi ketika dua peserta berikutnya juga jatuh di tempat yang sama. Ia curiga, itu adalah ulah Winola yang tak lepas menatap titik itu. Winola semakin fokus ketika giliran Lavina untuk ambil bagian dalam lomba lari. Lavina lolos tanpa terjatuh dalam lintasan itu. Neva makin mengerutkan dahi. Kenapa Winola bertindak curang?
Setelah di umumkan peserta lari yang akan masuk semifinal, lomba dialihkan pada lompat jauh. Edsel yang sebelumnya turut lomba lari, juga ikut ambil bagian dalam lompat jauh. Ia berhasil membuat lompatan yang indah dengan jarak yang lumayan jauh. Yocelyn kembali bersortak bangga. Lagi-lagi perwakilan kelas I-C terjatuh sebelum melompat. Hal ini terjadi pada perwakilan pria dan wanita. Neva makin dibuat geram. Ingin sekali turun dan menyeret Winola untuk mengintrogasinya secara langsung, kenapa melakukan kecurangan ini. Tiba pada giliran Winola. Joe yang duduk diantara pendukung kelas I-C menyincingkan senyum, menatap Winola.
“Kau selalu tersenyum setiap kali menatapnya.” Violin menyadari kemana arah pandangan Alden tertuju. “Ada apa denganmu? Semua merasa risih pada gadis itu, tapi kau? Jangan katakan jika kau tertarik padanya.”
“Iya. Aku tertarik padanya. Sangat penasaran dan ingin dekat dengannya. Apa ini salah?”
“Oh, ayolah Alden. Dia itu gadis Orea yang sering di ceritakan Yocelyn lengkap dengan semua keanehan dan…” Sorakan penonton dan tatapan kagum Alden memutuskan kata-kata Violin. “Oh, aku rasa dia benar-benar gila sekarang,”
“Lompatan yang indah bukan? Sayang kau melewatkannya.”
“Terserah apa katamu. Aku sama sekali tak tertarik padanya.”
“Karena Yocelyn selalu menceritakan banyak hal tentangnya, aku jadi semakin penasaran pada Winola. Aku tidak gila. Aku masih waras, Violin.”
Violin menggelengkan kepala dan pergi.
***
Tiga orang peserta baik pria atau wanita yang melakukan lompatan terjauh kembali di adu untuk menentukan siapakah yang berhak mendapatkan medali emas. Edsel hanya berhasil meraih medali perak. Ia kalah satu angka saja dari perwakilan kelas III-E, kelas Alden dan Violin. Giliran final untuk lompat jauh wanita. Karena Winola sisiwi tingkat I, maka ia mendapat giliran melompat paling akhir. Hasil sementara kelas III-E masih unggul. Winola siap untuk melakukan lompatan. Ia mulai berlari namun tiba-tiba terjatuh. Lutut kiri Winola terluka. Ia menolak dirawat dan meminta untuk diberi kesempatan kedua. Juri berunding. Winola memperoleh kesempatan kedua. Melakukan lompatan dengan lutut berdarah, membuat Winola harus puas berada diposisi kedua, meraih medali perak.
Winola terlihat emosi. Usai menerima medali perak, ia buru-buru menghampiri Lavina dan merebut botol air mineral di tangan Lavina. Winola membuang seluruh isi botol itu. Winola mengarahkan ujung botol yang terbuka pada titik dimana ia terjatuh. Tak ada yang memperhatikan kecuali Neva. Ia penasaran pada apa yang dilakukan WInola. Sayang, Neva tak bisa melihatnya dengan jelas. Terlalu jauh. Winola pergi meninggalkan lapangan, di ikuti Lavina.
Lavina membersihkan luka di lutut Winola lalu membalut luka itu dengan perban. “Terima kasih.” Ungkap Winola.
“Kenapa tak gunakan ramuan ajaib?”
“Untuk luka sekecil ini? Sia-sia sekali.”
“Ini, akan sangat mengganggu.” Lavina diam sejenak menatap luka Winola. “Sudahlah. Ayo kita kembali!”
“Ada hal lain yang ingin aku lakukan. Aku janji, akan segera kembali.”
“Eum, baiklah. Aku harap saat aku akan bertanding, kau sudah di sana, Nona.”
“Tentu saja.” Winola tersenyum meyakinkan. Lavina pun kembali ke lapangan. Winola mengamati sekitar. Ia membawa botol air mineral itu ke toilet.
Winola duduk diatas lantai, melipat tangan dan menatap botol kosong di depannya. “Katakan! Siapa yang memerintahkanmu untuk mengacaukan perlombaan?” Winola berbicara pada botol kosong itu. Botol itu bergerak, lalu tampaklah wujud seorang pemuda dalam botol itu. Ia berdiri dan menyentuh botol yang memenjarakan dirinya. “Jika kau tak mengaku, aku akan mengisi penuh botol ini dengan air dan membiarkan kau tenggelam di dalamnya!” Ancam Winola.
“Ampuni Ricky, Nona. Ampuni Ricky karena mengabaikan peringatan Nona dan tetap membuat kekacauan bahkan sampai melukai Nona. Ricky hanya menjalankan perintah.”
“Ricky? Jadi itu namamu?”
“Richard Gladwin. Itu namaku. Ricky hanya jin lemah yang menerima perintah. Ampuni Ricky, Nona.”
“Kau menyebut dirimu jin? Hagh! Siapa Tuanmu?”
“Ricky tak bisa katakan hal itu. Ricky tertangkap, dan Ricky tak boleh mengadu, Ricky tak boleh menjawab pertanyaan tentang siapa Tuan pemilik Ricky yang sebenarnya.”
“Baiklah!” Winola meraih botol itu dan berdiri. “Kita bersenang-senang!” Winola menyeringai.
Mata Richard melebar. Ia sadar pada apa yang akan di lakukan Winola. “Nona, tolong! Tolong jangan siksa Ricky! Jangan biarkan Ricky tenggelam! Nona! Nona! Tolong! Jangan, Nona! Nona!!!!!”
***
Winola keluar dari toilet. Ia terkejut melihat Alden. “Oh, Pangeran.”
“Pangeran? Kau tahu siapa aku?” Berganti Alden yang terkejut.
“Mungkin lebih dari yang Anda juga Putri Yocelyn duga.”
“Oh, bisa kau tetap merahasiakannya?”
“Tentu saja. Dengan senang hati.”
Alden tersenyum lega. “Kau baik-baik saja?”
“Terima kasih telah memperhatikan. Saya baik-baik saja.”
“Syukurlah.” Alden tersenyum lega, masih menatap Winola.

Winola berjalan sedikit pincang karena luka di lututnya menyusuri koridor. Winola menghentikan langkahnya melihat Joe berdiri menyandarkan punggung pada tembok. Masih terlihat angkuh dengan mengantongin kedua tangannya seperti itu. Joe menoleh, menatap Winola.
“Hanya dengan mengucap mantra penyembuhan atau menggunakan ramuan ajaib, maka luka itu akan hilang. Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri, Amabel Winola?” Joe berjalan mendekati Winola dan berhenti tepat di depan Winola. “Kau takut jika jati dirimu yang sebenarnya terbongkar, Nona Penyihir?” Joe mengadili Winola dengan tatapannya.
“Berhenti ikut campur urusanku!” Winola menegaskan.
“Aku tidak akan tinggal diam.”
“Siapapun kau, aku tidak akan mundur!” Winola tanpa ragu membalas tatapan tajam Joe padanya.
Neva menghentikan langkahnya dan bersembunyi melihat Joe dan Winola. Joe dan Winola mengobrol di koridor? Apa yang mereka bicarakan? Neva kembali mengintip namun tak menemukan siapa-siapa. Joe juga Winola tak lagi di sana. Neva keluar dari tempat persembunyiannya, celingukan mencari Joe dan Winola. Hening. Koridor panjang itu kosong, hanya menyisakan dirinya.
“Kemana saja kau? Edsel meraih medali emas.” Sambut Yocelyn saat Neva kembali. “Sayang kau melewatkannya. Semoga Lavina bisa meraih medali emas juga dan nilai kelas kita bertambah.”
“Kau melewatkan final lari laki-laki. Edsel meraih medali emas.” Sambut Kevin pada Winola.
“Selamat, Edsel.”
“Bagaimana lukamu?” Tanya Edsel.
“Lavina sudah merawatnya. Aku siap untuk kompetisi panahan.”
“Syukurlah.” Edsel tersenyum lega.
Neva memperhatikannya. Keakraban Edsel dan Winola. Yocelyn menyadari hal itu. “Hey! Kenapa kau menatapnya seperti itu? Itu hanya Edsel dan… Winola.” Kata Yocelyn kemudian ikut menatap pada Edsel dan Winola. “Yah, sedikit aneh melihat ekspresi Edsel itu.”
“Edsel hanya mencari kebenaran. Aku harap kau tak salah paham.” Jawab Neva.
“Kebenaran??” Yocelyn kembali menatap Neva. Ia binggung, tak paham maksud Neva.
***
Lavina hanya berhasil meraih medali perak. Seluruh peserta mendapatkan waktu istirahat sebelum pertandingan terakhir digelar yaitu kompetisi panahan. Para wali kelas memberikan dukungan pada tim mereka masing-masing dalam jam istirahat ini.
Jam istirahat usai. Penonton mulai kembali ke tribun. Begitu juga beberapa peserta. Neva menemukan Joe. Sepertinya pemuda itu tak beranjak dari tempat duduknya selama jam istirahat berlangsung. Hanya dugaan Neva demikian melihat bagaimana Joe duduk tenang menatap ke tengah lapangan. Neva menyamankan duduknya dan tatapannya menemukan Winola yang duduk tenang menunggu pertandingan dimulai. Neva kembali teringat kejadian di koridor ketika ia menemukan Joe dan Winola berdiri berhadapan sedekat itu entah membicarakan apa. Hal yang tak bisa Neva dengar sama sekali.
MC mengumumkan jika posisi terkuat sementara di duduki kelas III-E. Dan satu peringkat di bawahnya adalah kelas I-F. Kompetisi panahan pun dimulai. Dua yang terbaik, lolos maju ke babak final untuk menentukan siapakah kelas jawara olah raga tahun ini. Penentuan nilai terakhir. Dalam final ini, Edsel akan melawan Alden dan Winola akan bertemu Violin. Violin tersenyum puas menyambut kenyataan ini. Akhirnya ia akan bertanding melawan Winola dalam pertempuran akhir.
Final antara Alden dan Edsel dimulai. Neva kembali menatap kursi dimana Joe duduk, namun ia tak menemukan Joe di sana. Neva benar-benar tak menemukan Joe. “Edsel menang! Edsel menang!” Yocelyn menggoyang lengan Neva. “Lihat! Eh? Kau tak senang? Kau kehilangan sesuatu? Edsel menang, Neva.”
“Ah, tidak ada. Berikutnya, semoga Winola juga menang.” Neva mengembangkan senyumnya namun tak mampu mengikis tatapan curiga Yocelyn. “Kali ini, aku akan fokus pada pertandingan, OK? Jangan menatapku seperti itu.” Neva kembali menatap lapangan.
“Kau terlihat aneh, Neva. Sungguh.”
Menjadi tegang, karena poin yang diraih Violin dan Winola terus berkejaran. Bidikan terakhir, Violin meraih 6 poin. Jika Winola bisa meraih 7 poin, maka medali emas akan menjadi milik kleas I-F. Para pendukung kelas III-E dan I-F saling memberikan dukungan. Violin terlihat tenang, sepertinya ia yakin akan jadi pemenang. Hal ini didukung oleh ekspresi Winola yang terlihat gugup, tak seperti kebiasaannya yang tenang. Lavina juga Yocelyn terlihat berdo’a ketika Winola kembali mengangkat busurnya. Winola memejamkan mata sejenak, kemudian kembali membuka mata dan melepas anak panahnya.
Para pendukung kelas I-F bersorak. Winola berhasil membidik sasaran untuk 8 poin. Violin dan Alden turut bertepuk tangan melihat keberhasilan Winola. Walau tim kelas I-F berhasil mendapatkan mendapatkan medali emas, trofi tim terbaik tetap menjadi milik kelas III-E karena tim kelas I-F kalah nilai total dari kelas III-E.
***
Neva tersenyum menyusuri kebun bunga yang begitu indah. Bunga-bunga bermekaran, warna-warninya membaur begitu indah. Neva berjalan diantara bunga-bunga itu. Neva merentangkan kedua tangannya dan berlari kecil di tengah hamparan kebun bunga, di temani kupu-kupu yang turut menari di udara. Langkah Neva terhenti. Ia melihat satu keluarga berada di sana. Sosok ayah yang tampan, seorang ibu yang cantik, anak gadis yang manis dan anak laki-laki yang tampan. Keempatnya terlihat bahagia, berkumpul dan bercanda. Neva berdiri diam, memiringkan kepala dan tersenyum melihatnya.
“Sangat bahagia bukan?” Suara itu mengejutkan Neva. Neva menoleh, mengamati wanita dengan kostum serba hitam lengkap dengan penutup kepala yang berdiri di sampingnya. Neva tak bisa melihat wajah wanita yang lebih pendek darinya itu. Wanita misterius ini menggendong bayi. “Aku lelah sekali. Bisa kau bantu aku sebentar saja?” Pinta wanita itu, tanpa menunjukan wajahnya.
Neva tersenyum dan mengangguk. Wanita itu memberikan bayi dalam gendongannya pada Neva. Bayi mungil yang lucu. Kulitnya putuh bersih dengan mata lebar dan bersinar. Sejenak Neva terpesona pada bayi mungil ini. Neva meraih kalung yang tergantung di leher bayi itu dan mengamatinya.
“Sekarang aku percayakan dia padamu. Jagalah dia, bukan hanya untukku, tapi untuk Elsdon.”
Neva terbangun, kemudian mengamati sekitar. Semua telah terlelap dalam bilik 505. Neva bersyukur, kejadian itu hanyalah mimpi. Mimpi kali ini… begitu berbeda. Siapa wanita misterius itu? Lalu bayi itu? Menjaganya untuk Elsdon?
***
  

-------TBC--------
 .shytUrtle. 

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews