Fan Fiction "Mate - Accidentally In Love" Part #1 - Part #3

19:16



Fan Fiction "Mate - Accidentally In Love"

Ok, call me crazy, call me blind. Ah, I really dunno why I'm going mad to Keyoung Couple lately. After write "Mate - Loving You", now I'm writing "Mate - Accidentally In Love". Key is everywhere and I can't deny him (?). So let me write my imagination here. Thank you. Happy reading ^^v

"Mate - Accidentally In Love"

God have own way to bring you to your love.

. Main cast:
- Kim Kibum (Key SHINee)
- Lee Youngie (reader)
- SHINee member: Lee Jinki, Kim Jonghyun, Choi Minho, Lee Taemin.
. Genre: Straight/Romance
. Author: shytUrtle

Tuhan selalu punya cara sendiri untuk menautkan dua hati dalam satu ikatan cinta.

Part #1

"Mwo??" gadis berambut ikal itu melongo menatap wanita paruh baya yang berdiri di hadapannya. "Ajumma, aku sudah membayar sewanya lebih dulu. Harusnya Ajumma memberi tahuku jika ingin menambahkan seorang penyewa baru."
Wanita paruh baya itu berdecak dan menatap gadis berambut ikal yang berdiri di depannya dengan tatapan merendahkan. "Berapa banyak kau membayar sewanya? Tidak ada separuhnya. Dan dari awal aku katakan rooftop ini biasa dihuni oleh dua orang. Ada dua kamar di sana. Lagi pula seharusnya kau membayarnya paling tidak separuh harga atau tigaperempet harga, bukan seperempatnya. Karena hanya tinggal bangunan ini yang kosong maka kau harus rela berbagi dengan sesama penyewa yang sudah membayar tiga perempat dari kekuranganmu."
"Mwo?? Dia... melunasinya?"
"Nee. Kalau kau tak suka aku bisa mengembalikan uangmu dan akan kuberikan tempat ini sepenuhnya padanya."
"Ajumma..."
"Dia bersedia berbagi denganmu walau aku katakan tempat ini sudah ada yang membayar seperempatnya jadi tak apa kan kalian berbagi."

Youngie--Lee Youngie- diam dengan kepala sedikit tertunduk. Ia menyesal kenapa tak membayar penuh uang sewa setelah ia negosiasi dengan Ajumma pemilik rooftop itu tiga hari yang lalu. Ia ingin membayar penuh tapi waktu itu uangnya hanya cukup untuk membayar seperempat uang sewa saja. Youngie mendesah pelan. Andai Jonghyun mengembalikan uangnya tepat waktu pasti ia tak akan sesial ini.

"Ya! Youngie! Bagaimana?" suara Ajumma membuyarkan lamunan Youngie.
"Tidak ada pilihan lain. Aku sudah membawa barangku kemari jadi aku akan tinggal."
Ajumma pemilik rooftop tersenyum penuh kemenangan melihat ekspresi menyerah Youngie. "Tempatku selalu menjadi primadona karenanya aku selalu mengatakan padamu siapa cepat dia dapat. Tempat yang aku bangun ini tak pernah sepi penyewa."
"Ara." Youngie dengan nada lesu. "Ajumma, karena aku membayar sewa lebih sedikit dari calon patnerku, apa untuk izin tinggal aku harus menunggunya? Bagaimanapun juga aku merasa tak enak karena dia melunasi sisa uang sewa."
"Kau bisa bayar padanya sisa hutang seperempat itu. Kau tidak perlu menunggunya. Dia mengatakan yang datang lebih dulu boleh masuk lebih dulu juga."
"Benarkah?" Youngie menatap tak percaya dan si Ajumma mengangguk. "Zaman begini masih ada orang baik seperti itu? Semoga dia memang patner yang baik," gumam Youngie dalam hati.
"Tapi dia berpesan, kamar dengan jendela besar adalah miliknya," imbuh Ajumma.
"Nee? Oh, nee." Youngie tersenyum dan mengangguk. Sebenarnya kamar itu adalah kamar yang ia inginkan juga saat pertama melihat isi rooftop yang akan ia sewa. Tapi mau bagaimana lagi. Seseorang telah membayar penuh uang sewa rooftop itu dan memberinya kesempatan untuk tinggal. Youngie tak punya pilihan.
"Selamat menempati rumah barumu," Ajumma pemilik rooftop memberikan kunci rooftop pada Youngie. "Semoga kau betah tinggal di sini," imbuhnya dengan senyuman yang lebih tulus.
"Kamsahamnida, Ajumma," Youngie membungkukan badan di depan Ajumma pemilik rooftop yang kemudian pergi meninggalkannya.

Youngie menghela napas panjang dan berbalik menghadap pintu rooftop. Ia tersenyum menatap rooftop yang berdiri indah di hadapannya.

"Selamat datang di rumah baru, Youngie!" Youngie kembali tersenyum dan kemudian masuk ke dalam rumah--sewa- barunya.
***

Youngie duduk di atas lantai usai menata barang-barangnya dan juga membersihkan rooftop. Ia duduk di dekat dinding kaca di ruang depan. Dari sana ia bisa menatap pemandangan di luar. Ada ruang kosong berukuran setengah meter di luar jendela. Setelah ruang kosong itu ada dinding setinggi setengah meter. Youngie diam menatap ruang kosong itu kemudian tersenyum sendiri. Ia berniat membuat kebun mini dalam ruang kosong itu. Menanam sayuran dalam polibek sepertinya menyenangkan. Selain itu ia juga ingin menanam beberapa bunga dalam pot dalam ruang kosong itu. Brilian! Youngie tersenyum puas dan meneguk air putih dalam mug kesayangannya.

Pandangan Youngie beralih pada ruangan di mana ia berada. Ia telah membersihkan dan menatanya sedemikian rupa, tapi tiba-tiba muncul keraguan di hatinya. Apakah calon patnernya akan menyukai tatanan seperti ini? Walau Youngie juga punya hak, tapi untuk saat ini hak yang ia miliki sangat kecil karena jika calon patnernya itu datang ia belum bisa melunasi sisa uang sewa karena Jonghyun belum mengembalikan uang miliknya. Youngie kembali mendesah. Rasa kesal pada Jonghyun kembali memenuhi dadanya.

Senja telah berganti malam. Langit yang sebelumnya berwarna jingga berubah menjadi gelap. Youngie tersenyum, kembali menatap keluar dinding kaca. Ia menggeliat kemudian merebahkan tubuhnya yang lelah di lantai. Youngie memasang headset di kedua telinga, mendengarkan mp3 dalam ponselnya. Youngie berbaring menatap langit-langit. Kedua matanya mulai sayu. Tak lama kemudian ia pun terlelap.
***

Youngie tidur di atas rumput hijau di taman yang dipenuhi warna-warni bunga bermekaran. Gerombolan kupu-kupu menari, terbang indah di atasnya. Youngie tersenyum dengan mata terpejam. Seseorang datang menghampirinya. Seorang pemuda yang tak dapat terlihat wajahnya karena terkena silau sinar matahari yang berada tepat di belakang pemuda itu berdiri. Pemuda itu menghampiri Youngie dan menyelimuti tubuh Youngie. Perlahan mata Youngie mulai terbuka dan samar-samar melihat sosok pemuda yang masih berdiri di dekatnya usai menyelimuti tubuhnya. Walau Youngie tak bisa melihat wajah pemuda itu, tapi ia bisa melihat bibir pemuda itu yang sedang tersenyum padanya. Kedua mata Youngie terbuka lebar dan ia duduk terbangun.

Hening. Pemandangan taman yang indah itu lenyap dan berganti dengan suasana di ruang depan rooftop. Youngie menghembuskan napas panjang. Rupanya ia bermimpi. Youngie mengusap peluh di keningnya kemudian melepas headset di kedua telinganya. Kedua mata bulatnya melebar melihat selimut pink itu telah menyelimuti sebagian tubuh dan kakinya. Selimut pink?

Youngie menarik selimut pink yang menyelimuti sebagian tubuh dan kakinya. Harum. Walau tak terlalu dekat dengan hidungnya namun semerbak harum selimut pink itu menusuk indera penciumannya. Youngie mengamati sekitarnya. Hening dan tetap seperti sedia kala. Kemudian segera ia raih ponselnya dan melihat jam digital dalam ponselnya yang menunjukan pukul 00.15 AM.

"Ya Tuhan, aku ketiduran dan terbangun di tengah malam karena mimpi aneh," gumam Youngie lirih. "Tapi... selimut pink ini..." ia mengamati selimut yang masih meringkuk di atas pangkuannya, "milik siapa? Bagaimana mungkin mimpi itu langsung menjadi kenyataan?"

Youngie bergidik. Ia meninggalkan selimut itu di lantai dan bergegas menuju kamarnya dan menutup rapat pintu, bahkan menguncinya. Ia kembali bergidik. Merinding mengingat mimpi dan juga selimut pink yang tiba-tiba sudah menyelimuti tubuhnya ketika ia terbangun lewat tengah malam. Youngie merebahkan tubuhnya di ranjang, terdiam menatap langit-langit di kamarnya. Youngie menggelengkan kepala dengan cepat kemudian segera memejamkan mata.
***

Tanpa bantuan alarm, secara otomatis Youngie terbangun pada pukul 5 pagi. Ia menggeliat kemudian duduk di tepi ranjang selama 33 detik lalu berjalan keluar kamar menuju kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi Youngie kembali menemukan selimut pink yang semalam ia tinggalkan. Ia diam sejenak, berdiri mengamati selimut pink yang tetap tergurai di lantai seperti semalam ketika ia meninggalkannya. Youngie berjalan mendekati selimut pink itu dan memungutnya. Arome segar green apple menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya. Ia tersenyum.

"Primadona? Ajumma itu. Sekarang aku tahu kenapa tempat ini menjadi primadona," Youngie kembali tersenyum sembari melipat selimut pink beraroma apel hijau itu dan membawanya masuk ke dalam kamar.

Lima menit kemudian Youngie kembali keluar dari kamar. Ia telah berganti kostum dan siap untuk jalan-jalan pagi. Rutinitas yang selalu ia lakukan setiap pagi.

"Lingkungan baru. Lee Youngie, hwaiting!" Youngie menyemangati dirinya sendiri lalu bergegas keluar untuk jogging.

Penuh semangat Youngie berjalan menuruni tangga. Rumah sewa ini hanya bertingkat tiga. Ia merasa beruntung walau ia tinggal di rooftop pada bangunan yang tak terlalu tinggi itu. Rumah sewa itu juga tak terlalu besar. Hanya ada empat rumah sewa di masing-masing lantai. Jika di hitung lebih jeli, Youngie berada di lantai empat dan rumah ke 13 dari rumah sewa milik Nyonya Lee itu.

Youngie tiba di lantai dasar dan bertemu dengan sepasang kakek-nenek yang hendak jalan pagi juga. Ia menyapa keduanya dengan ramah dan memperkenalkan diri. Kakek-nenek itu menyambut hangat Youngie membuat gadis itu semakin merasa nyaman di hari pertamanya di rumah sewa itu. Setelah ngobrol sejenak dengan tetangga barunya, Youngie pun pamit untuk jalan pagi sendiri. Di lingkungan itu cukup ramai orang berolah raga di pagi hari. Youngie senang melihatnya. Sebagai warga baru Youngie terus mengembangkan senyum di wajahnya terutama pada orang-orang yang menatapnya.

Saat kembali ke rumah sewa, Youngie melihat Nyonya Lee-ajumma pemilik rumah sewa- keluar dari kediamannya. Youngie tersenyum lebar dan menghampiri wanita itu.

"Selamat pagi, Ajumma!" sapa Youngie ramah.
"Selamat pagi. Oh, kau. Dari mana kau sepagi ini?"
"Hanya berkeliling. Ajumma akan ke mana sepagi ini?"
"Apa yang biasa di lakukan ibu-ibu jika persediaan di dapur mulai menipis? Tentu saja ke pasar."
"Pasar?"
"Nee, pasar. Wae?"
"Ada pasar di dekat sini?"
"Jika kau ingin ke supermarket ada di dekat sini. Kau perlu ke arah sana," Nyonya Lee menunjuk arah yang ada di belakangnya, "sedang pasar berada agak jauh ke arah sini," kemudian menunjuk arah di depannya.
"Ajumma, boleh aku ikut ke pasar?"
"Nee? Oh, tentu. Kau bisa mengendarai motor?" tanya Nyonya Lee dan Youngie mengangguk. "Mobil?" imbuhnya dan Youngie kembali mengangguk. "Baiklah. Kau jadi sopirku pagi ini."
"Kamsahamnida, Ajumma. Tunggu sebentar. Aku akan mengambil dompetku."
"Nanti saja. Kau bisa pakai uangku lebih dulu."
"Mwo??"
"Lekas keluarkan mobilnya dari garasi dan kita ke pasar!"
"Oh, nee!" Youngie tersenyum lebar dan bergegas melaksanakan perintah Nyonya Lee.

Wajah Nyonya Lee terlihat berseri dalam perjalanan pulang usai berbelanja bersama Youngie.

"Kau tahu, aku merasa senang sekali pagi ini," Nyonya Lee kembali memulai obrolan.
"Itu terlihat jelas dari binar di wajah Anda, Ajumma."
"Kau yang membuatku senang."
"Nee?? Aku??"
"Pertama karena kau menyetir dengan sangat baik. Kau tahu, biasanya aku suka mabuk darat, itu alasan kenapa aku malas memakai mobil. Tapi pagi ini aku merasa sangat baik."
"Ajumma juga mabuk saat menyetir?"
"Aku tidak bisa menyetir. Anakku yang melakukannya."
"Oh..."
"Kedua, karena pagi ini aku belanja ditemani anak gadis yaitu kau. Selama ini aku satu-satunya wanita dalam keluargaku dan rata-rata orang yang menyewa tempatku sudah berkeluarga, kau bujangan pertama yang tinggal di rumah sewaku dan sangat ramah. Walau semalam kita sempat cek-cok, pagi ini aku merasa kita sangat baik bersama."

Youngie hanya tersenyum menanggapi ungkapan Nyonya Lee. Selanjutnya Nyonya Led menceritakan tentang dirinya dan keluarganya. Ajumma itu memiliki dua putra, namun yang tinggal bersamanya kini hanya putra bungsunya. Suaminya meninggal tiga tahun yang lalu karena sakit dan mewariskan rumah sewa itu kepadanya. Nyonya Led terus bercerita hingga mobilnya kembali sampai di depan rumahnya. Youngie memarkirkan mobil di dalam garasi dan membantu Nyonya Lee membawa belanjaannya masuk.

"Omma sudah ke pasar?" seorang pemuda menyambut dan terkejut ketika melihat Youngie berdiri di belakang ibunya dengan membawa belanjaan di kedua tangannya.
"Iya. Youngie yang membantuku. Jika menunggumu bangun aku bisa kesiangan ke pasar dan tak mendapatkan buah dan sayuran serta ikan yang bagus!" Nyonya Lee mengomeli anaknya sedang pemuda yang diomeli diam sambil sesekali menatap Youngie. "Kenapa kau diam saja?! Cepat bantu Youngie!"
"Nee, Omma!" pemuda itu segera menghampiri Youngie dan mengambil alih barang di kedua tangan Youngie kemudian bergegas membawanya ke dapur. Pemuda itu kembali beberapa detik kemudian.
"Dia ini Lee Jinki, putra bungsuku. Jinki, dia Lee Youngie penyewa rooftop kita yang baru," Nyonya Lee mengenalkan putra bungsunya pada Youngie dan sebaliknya.
"Annyeong, Lee Youngie imnida," Youngie memperkenalkan diri dengan sopan pada Jinki.
"Annyeong," balas Jinki singkat.
"Ajumma, aku pamit."
"Jinki, bantu Youngie membawa barang-barangnya," pinta Nyonya Lee.
"Ajumma, tidak perlu," tolak Youngie. "Aku bisa membawanya sendiri."
"Dia sudah banyak membantuku, jadi sekarang bantu dia!" Nyonya Lee mendorong Jinki maju hingga dekat dengan Youngie.

Jinki membantu Youngie membawa barang belanjaan Youngie. Sejak keluar dari kediaman Nyonya Led, Youngie diam, begitu juga Jinki yang berjalan di belakangnya.

"Kamsahamnida," Youngie membungkuk di depan Jinki usai pemuda itu membantu membawakan barang belanjaan miliknya.
"Uang ini apa tak sebaiknya kau berikan sendiri pada Ommaku?"
"Padamu sama saja. Terima kasih sudah membantuku."
"Terima kasih juga sudah membantu ommaku."
"Sebenarnya ini sama-sama menguntungkan." Youngie dan Jinki tersenyum bersama.
"Semoga kau betah di sini."
"Karena tempat ini adalah primadona, aku rasa aku akan betah."
Jinki tersemyum mendengarnya. "Baiklah. Aku pergi."
"Jinki-ssi!" tahan Youngie membuat Jinki kembali menghadap padanya. "Di mana aku bisa belanja benih sayuran dan bunga serta perlengkapan berkebun di daerah sini?"
"Aku bisa mengantarmu. Ada satu di daerah sini."
"Benarkah? Kapan kau luang?"
"Hari ini aku luang seharian."
"Aku pun sama. Bagaimana jika usai bersih-bersih dan sarapan?"
"Baiklah. Aku akan menunggumu."
"Ok. Gomawo!" Youngie tersenyum lebar. Jinki membalas senyum lalu berjalan pergi.

Youngie kembali tersenyum kemudian masuk ke dalam rooftop primadona yang dibanggakan Nyonya Lee.
***

Youngie telah selesai mandi dan kini mempersiapkan sarapan di dapur. Ponselnya bergetar dan ia mendesah kesal melihat nama yang muncul dalam layar ponselnya. Dengan malas ia menerima panggilan dari Kim Jonghyun itu.

"Ya! Youngie, kau di mana sekarang? Kau pindah tanpa memberi tahu aku dan hari ini kau izin tak masuk kerja! Apa kau baik-baik saja di sana?" cerocos Jonghyun di seberang telefon.
"Aku baik saja," jawab Youngie datar dan singkat.
"Apa kau serius akan resign?"
"Resign??" Youngie diam dan melamun.
"Youngie! Ya! Lee Youngie!" panggil Jonghyun.
"Aku dengar. Tak usah teriak. Apa Tae..." Youngie tak melanjutkan pertanyaannya.
"Apa?"
"Anee. Nanti aku akan menghubungimu lagi," Youngie mengakhiri panggilan sebelum Jonghyun sempat berkata sesuatu lagi. "Hah..." ia kembali mendesah. Youngie menangkup ponsel di antara telapak tangannya dan menahan kening dengan kedua tangan yang menangkup ponsel itu. "Resign..." bisiknya. Dan sejenak suasana berubah hening di dapur kecil itu.

"Telur ini terlalu matang. Kau terlalu lama merebusnya." Suara pemuda yang sangat asing di telinga Youngie itu membuyarkan lamunannya. Serta merta Youngie membalikan badan. Kedua mata bulat Youngie terbelalak melihat pemuda yang mengenakan piyama berwarna biru gelap itu sudah berdiri di dekat kompor yang menyala.

"Kak... kau... siapa??" tanya Youngie terbata dengan mimik muka terkejut.

Part #2

Youngie bangkit dari duduknya dan mengamati pemuda berpiyama biru gelap yang masih bertahan berdiri di dekat kompor.

"Aku tahu siapa kau! Kau... Kim Kibum kan? Pemilik brand Almighty Key! Iya, itu kau! Kim Kibum dari Almighty Key. Apa yang kau lakukan di sini?" Youngie dengan sikap waspada.
"Yap. Kau benar! Aku Kim Kibum pemilik brand Almighty Key!" Kibum membenarkan apa yang dikatakan Youngie sembari mematikan kompor. "Kenapa kau begitu was-was? Tenang. Tak ada kamera tersembunyi di sini," Kibum kembali menatap Youngie.
"Apa yang kau lakukan di tempat tinggalku sepagi ini?"
"Aku juga tinggal di sini," jawab Kibum santai.
"Mwo?!!!" Youngie terkejut mendengarnya. "Patner serumahku adalah... kau?!!" Youngie menuding Kibum.
"Nee!" Kibum melipat kedua tangannya di dada. "Saat aku datang, kau tertidur di lantai ruang tamu."
"Jadi... selimut itu... kau?!!"
"Nee," Kibum menganggukan kepala. "Ya, tidur di lantai tanpa alas itu tidak baik untuk kesehatan. Kau tahu itu kan?"
"Ara! Aku ketiduran karena terlalu lelah semalam dan untuk selimut itu... terima kasih," suara Youngie lirih pada kata 'terima kasih'.
"Telurnya terlalu matang," Kibum menuding telur yang masih berada dalam panci di atas kompor. "Bagusnya yang setengah matang atau mentah sekalian."
"Kau tinggal di sini dan membawa kebiasaanmu di televisi kemari," Youngie berjalan mendekati kompor dan mengambil panci untuk mendinginkan telur dengan air. "Terima kasih juga soal uang sewa. Aku akan membayar sisanya padamu," imbuh Youngie sembari meniriskan telur rebus miliknya.
"Kau langsung tahu siapa aku, apa kau ini fansku?"
"Mwo? Ish!" Youngie merasa geli mendengarnya. Ia menoleh dan menatap Kibum yang berada cukup dekat dengannya. "Maaf, aku bukan fansmu walau aku tahu siapa kau!" Youngie membawa telur rebus yang sudah ia letakan di dalam mangkok kecil ke meja.
"Kau bukan fansku, it's ok. Kita housemate sekarang," Kibum duduk di kursi kosong di depan Youngie. "Annyeong, jonun Kim Kibum imnida," Kibum memperkenalkan diri.
"Nan, Lee Youngie," balas Youngie singkat dengan nada sedikit ketus. "Apa yang kau lakukan di sini? Memilih tinggal di lingkungan ini? Mencari inspirasi?"
"Hanya lelah dengan rutinitas dan ingin mencoba hidup seperti ini. Itu saja."
Youngie selesai memotong sebuah apel merah di hadapannya. Kibum mengambil sepotong dan memakannya. "Pilihan yang bagus untuk sarapan," kata Kibum sembari mengunyah apel di dalam mulutnya. "Ya, kau tak perlu membayar sisa uangnya," lanjut Kibum membuat Youngie berhenti dari memotong apel merah kedua. "Maaf, aku mendengar apa yang kau katakan pada entah siapalah itu yang tadi menelfonmu. Kau menyebut kata resign, aku rasa kau sedang dalam masalah dan mungkin masalah keuangan yang serius juga jadi lupakan soal sisa uang sewa itu. Aku telah membayarnya dan kau masih berhak tinggal di sini," Kibum tersenyum manis sembari mengambil potongan apel merah lagi dan memakannya.
Youngie tersenyum geli mendengarnya. "Kim Kibum-ssi, apa yang Anda dengar tadi tak separah seperti apa yang Anda ungkap barusan. Iya, aku ingin resign dari tempat kerjaku yang sekarang, tapi aku tak seburuk itu dalam masalah keuangan. Jadi aku akan bayar kekurangannya nanti."
"Tidak, tidak, tidak! Kita ini housemate kan? Sesama teman harus saling menolong bukan?" lagi-lagi Kibum tersenyum lebar dan kembali memasukan potongan apel merah--entah yang ke berapa- ke dalam mulutnya. "Aku tak ingin kau membayarnya dan jangan merasa sungkan, teman."

Youngie tersenyum kecil dan selesai menata menu sarapannya. Kibum memerhatikan menu sarapan dalam piring di hadapan Youngie.

"Kau diet Mayo?" tanya Kibum.
"Anee. Aku masih mengkonsumsi garam dan yah hanya makan apa yang ingin aku makan. Oya, Key diet menu bagus juga untuk ditiru."
"Kau bukan fansku tapi kau tahu juga tentang tips diet itu. Apa ini?"
"Itu..." Youngie kembali diam, "itu karena temanku sangat mengidolakanmu. Dia bahkan rela mendownload semua video tips darimu di Youtube dan menontonnya berulang-ulang. Pernah sekali ia mengajakku nonton tips diet dan fashion darimu."
"Oh." Kibum tersipu. "Sampaikan salamku pada temanmu. Semoga tips yang aku bagi bermanfaat untuknya," lagi-lagi Kibum menunjukan senyum cerahnya.
Youngie tersenyum simpul menanggapinya. "Oya, aku belum sempat keluar untuk belanja, bolehkah aku makan buah dan sayur milikmu?" tanya Kibum.
"Kau hampir menghabiskan apel merahku dan baru meminta izin untuk itu?" Youngie menatap piring berisi irisan apel merah yang hampir kosong. Begitu juga Kibum.
Kibum meringis. "Mian. Itu refleks."
"Refleks? Hagh! Kau ini. Makan saja. Terima kasih untuk kebaikan hatimu membayar uang sewa rooftop ini. Apa aku benar-benar tak harus membayarnya?" Youngie ingin memastikan apakah Kibum benar tak menginginkan uang itu dan Kibum mengangguk sembari kembali memasukan potongan apel merah ke dalam mulutnya. "Hah... ini membuatku merasa tak enak. Begini saja, jika kau butuh sesuatu atau bantuanku, katakan saja. Em? Aku akan berusaha membantumu, sebatas yang aku mampu."
"Benarkah?" giliran Kibum memastikan dan Youngie mengangguk mengiyakan. "Baiklah. Housemate!" Kibum mengulurkan tangan kanannya. Youngie tersenyum dan menjabat tangan Kibum. Keduanya tersenyum bersama.
***

"Mimpi apa aku semalam? Oh, aku mimpi seorang pria menyelimutiku dan tada! Langsung menjadi nyata. Teman serumahku laki-laki? Dan dia laki-laki itu! Aish! The Almighty Key Kim Kibum! Demi langit dan bumi! Apakah aku kena kutuk?"

Youngie berjalan cepat menuruni tangga sembari terus menggerutu dalam hati. Youngie menuju rumah Nyonya Lee dan mengetuk pintunya dengan terburu-buru.

"Ajumma!" serang Youngie lengkap dengan ekspresi kesal di wajahnya saat Nyonya Lee membuka pintu. "Ajumma, kenapa Ajumma tidak bilang jika orang yang akan tinggal satu atap denganku adalah laki-laki?!" protes Youngie kemudian.
"Nee??" Nyonya Lee tampak bingung. "Masa iya aku tak mengatakannya padamu?"
"Animnida. Ajumma hanya mengatakan jika ada seseorang yang sudah membayar sisa uang sewa dari rooftop primadona milik Ajumma itu."
"Oh, mianhae..." Nyonya Lee dengan entengnya.
"Mianhae?? Ajumma..." Youngie kesal tapi ia merasa tak enak juga memarahi wanita yang seumuran dengan bibinya itu. "Ajumma tahu siapa dia?"
"Nee. Dia Kim Kibum kan? Ya, namanya Kim Kibum dan tampaknya dia pemuda yang baik," kali ini Nyonya Lee tersenyum penuh kagum ketika menggambarkan sosok Kibum.
"Nee. Dia Kim Kibum dan tampaknya dia memang pemuda yang baik. Tapi apa Ajumma tak merasa... khawatir dua orang bujang, laki-laku dan perempuan tinggal dalam satu atap?"
"Kenapa aku khawatir? Ada dua kamar di sana dan seperti yang aku bilang pemuda itu sangat manis dan tampak baik. Dan kau juga gadis baik. Jadi tak ada yang perlu di khawatirkan."
"Banyak psikopat yang terlihat manis dan tampak baik juga. Ajumma bagaimana bisa sepolos ini. Apa Ajumma tahu siapa dia?"
"Nee, ara! Dia Kim Kibum!"
Youngie menepuk keningnya sendiri. Sepertinya Nyonya Lee benar-benar tak tahu siapa Kim Kibum itu. "Ajumma punya televisi di rumah?"
"Nee! Waeyo?!"
"Anee. Kapan-kapan aku ingin numpang nonton." Youngie meredam rasa geramnya.
"Oh. Hahaha. Tentu saja kau boleh menonton tivi di sini," Nyonya Lee mengelus-elus lengan kanan Youngie membuat gadis itu memaksakan diri membentuk lengkungan di wajahnya. Senyum terpaksa.
"Oh, kau sudah di sini," Jinki muncul menyela. "Kebetulan aku sudah selesai bersiap. Kita berangkat sekarang?"
"Berangkat sekarang?" tanya Youngie dengan ekspresi bingung.
"Aigo! Tadi Jinki berjanji akan mengantarmu membeli bibit sayuran. Apa kau lupa?" Nyonya Lee menepuk-nepuk lengan Youngie.
"Astaga! Mianhae Jinki-ssi. Aku lupa. Tunggu sebentar. Aku akan mengambil dompetku."
"Kita pergi saja dulu. Kau bisa capek naik turun tangga terus. Nanti pakai uangku lebih dulu," Jinki menahan Youngie.
"Maafkan aku. Pagi ini aku merepotkan Ajumma dan kau Jinki-ssi," Youngie merasa sungkan.
"Kau sudah mengembalikan uangku, kali ini urusanmu dengan Jinki. Oya, jangan terlalu formal pada Jinki. Em?"
Youngie tersenyum, "Kamsahamnida."
"Kaja!" Jinki menuntun Youngie pergi dan Nyonya Lee tersenyum senang melihatnya.

"Naik mobil?" tanya Youngie.
"Nee. Sepertinya kau akan membeli banyak perlengkapan. Ayo masuk," Jinki membukakan pintu mobil untuk Youngie.

Ragu-ragu Youngie masuk ke dalam mobil. Ia teringat cerita Nyonya Lee yang suka mabuk darat ketika anaknya--yang mungkin saja itu Jinki- menyetir mobil. Youngie juga suka mabuk darat. Itulah alasan kenapa ia memilih kursus menyetir mobil walau ia tak punya mobil. Jika ia menyetir, Youngie tak mabuk darat. Resep dari Jonghyun itu cukup manjur untuk Youngie.

Jinki mulai melajukan mobilnya dan Youngie terus berdoa dalam hati agar ia tak mabuk. Akan sangat memalukan sekali jika ia mabuk di depan orang yang baru ia kenal. Youngie tersenyum lega karena Jinki menyetir dengan baik.

"Wae?" tanya Jinki ketika Youngie tiba-tiba tersenyum sendiri.
"Kau begini baik dalam menyetir mobil, bagaimana Ajumma bisa mabuk saat kau membawa mobil?"
"Mwo?? Omma mengatakan itu padamu?"
"Nee. Aku tahu sekarang. Ajumma hanya bercanda," Youngie tersenyum--yang lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri- dan menggeleng pelan. "Ajumma itu tak sepolos penampilannya. Jangan-jangan dia tahu siapa Kim Kibum dan membiarkan pemuda itu tinggal di rooftop yang sama denganku," gerutu Youngie dalam hati. Lagi-lagi ia menggeleng pelan.

Setengah jam perjalanan, mobil Jinki sampai di tempat yang ia janjikan. Jinki memarkirkan mobilnya kemudian memimpin Youngie masuk ke toko yang menjual segala benih sayuran, buah dan bunga serta peralatan berkebun. Dengan sabar Jinki menunggu Youngie berbelanja perlengkapan berkebun yang ia butuhkan. Setelah selesai Jinki pun membayar tagihan Youngie dan membantu Youngie membawa perlengkapan berkebun yang sudah di beli.

Jinki juga membantu membawa barang ke rooftop tempat Youngie tinggal.

"Ada banyak rumah sewa di sini, kenapa kau memilih rooftop kami?" tanya Jinki saat menaiki tangga di belakang Youngie.
"Karena tempat ini adalah primadona. Begitu kata Ajumma."
"Hagh! Kau ini percaya sekali pada apa yang dikatakan Ommaku. Apa karena tren? Kau tahu kan banyak drama dengan setting tempat tinggal si pemeran utama di rooftop."
"Kau penikmat drama?"
"Anee. Tapi Omma iya."
"Aku lebih pada... suka saja. Rasanya lebih privasi."

Youngie dan Jinki sampai di rooftop. Keduanya menemukan Kibum sedang duduk di atas kursi santai di depan rooftop. Kibum yang duduk setengah berbaring di atas kursi santai lengkap dengan memakai kacamata hitam sepertinya tak menyadari kehadiran Youngie dan Jinki. Youngie menghela napas melihat Kibum, sedang Jinki mengerutkan dahi.

"Siapa dia?" tanya Jinki.
"My housemate," jawab Youngie dengan nada malas dan berjalan mendekati rooftop.
"Housemate?? Kau tinggal seatap dengan pria??"
"Itulah yang aku ributkan dengan Ajumma sebelum kau datang."
"Om... omma??"
"Kugjungma. Aku akan baik-baik saja," Youngie tersenyum manis pada Jinki. "Tunggu sebentar. Aku ambilkan uang untuk mengganti uangmu," Youngie bergegas masuk ke dalam rooftop.

Jinki meletakan barang-barang yang ia bawa di dekat pintu sambil terus mengawasi Kibum yang bergeming dalam posisinya. Jinki mengamati Kibum dari ujung kepala sampai ujung kaki. Saat Jinki sedang serius mengamati Kibum, tiba-tiba pemuda itu menggeliat dan menguap. Jinki masih menatap Kibum yang belum menyadari keberadaannya. Kibum kembali menggeliat dan menegakan badannya.

"Oh! Kau siapa?" tanya Kibum saat menoleh dan menyadari keberadaan Jinki. Kibum sedikit menurunkan kacamata hitamnya dan mengamati Jinki dari atas ke bawah. Kibum menemukan barang yang tergeletak di atas lantai di dekat pintu. "Oh, kau pengantar barang? Untuk Youngie? Sepertinya dia belum kembali. Apa yang bisa aku bantu untukmu?" Kibum bangkit dari duduknya dan berdiri di dekat Jinki.
"Nah, ini dia uangnya!" Youngie keluar. Ia dibuat sedikit terkejut melihat Jinki dan Kibum sama-sama berdiri menatap satu sama lain.
"Oh, kau sudah datang rupanya," Kibum tersenyum pada Youngie.
"Terima kasih," Youngie memberikan uang di tangannya pada Jinki.
Jinki tersenyum menatap Youngie. "Kalau kau perlu sesuatu lagi kau bisa panggil aku. Aku pergi," pamit Jinki pada Youngie. Ia pergi tanpa menatap Kibum.
"Ramah sekali pada pelanggan. Apa dia juga bersikap begitu padaku jika aku butuh bantuannya?" gumam Kibum.
"Ya! Apa yang kau katakan?" tanya Youngie.
"Pemuda pengantar barang itu ramah sekali padamu. Apa karena kau seorang gadis yang..." Kibum mengamati Youngie, "lumayan cantik?"
"Mwo?? Pengantar barang?? Aish! Dia itu putra bungsu Nyonya Lee, pemilik rooftop ini. Dia memang bekerja di kantor pos, tapi bukan bagian pengantar barang. Dan ia membantuku belanja perlengkapan berkebun."
"Wah, wah. Belum genap sehari kau di sini, kau sudah mengenal orang dengan baik." Youngie mengabaikan ocehan Kibum. "Dan perlengkapan berkebun? Kau mau berkebun di sini?" tanya Kibum dan Youngie mengangguk. "Wah! Ide bagus! Izinkan aku membantumu!" Kibum mengerjapkan kedua matanya bertingkah cute di depan Youngie. "Kita lakukan sekarang??"
"Mwo?? Ini hampir tengah hari dan kau mau berkebun? Itu bukan ide baik teman. Jika kau mau dan kau luang, kita lakukan sore nanti."
"Baiklah! Baiklah! Aku luang. Sangat luang!" Kibum dengan wajah berbinar.
Youngie tersenyum kecil. "Kau berjemur menjelang tengah hari begini, apa benar-benar ingin menghitamkan kulit? Bukankah sinar matahari terbaik hanya sampai jam sembilan?"
"Setidaknya ini belum lewat pukul duabelas," Kibum membetulkan letak kacamatanya dan kembali duduk di kursi santai miliknya. "Aigo! Ini hangat sekali!"
Youngie menggelengkan kepala melihat Kibum dan kembali masuk ke dalam rooftop.
***

Sesuai rencana sore harinya Youngie dan Kibum bekerja sama membuat kebun mini untuk tempat tinggal mereka. Keduanya membuat tempat dari kayu yang menyerupai tangga yang nantinya akan di gunakan sebagai tempat untuk meletakan sayuran dalam polibek.

Youngie menertawakan Kibum karena pemuda itu tak bisa menggunakan palu dengan benar. Ia mengambil alih tugas Kibum dan dengan cepat memaku papan dan kayu yang sudah ia bentuk menyerupai tangga. Tiga tingkat dengan panjang satu meter dari tempat yang baru saja jadi itu Youngie rasa cukup untuk menaruh tanaman dalam polibek yang akan ia tanam. Kibum duduk dan menatap kagum pada Youngie yang cukup cekatan dalam menyelesaikan tugasnya. Keduanya meletakan papan bertingkat tiga itu menempel pada tembok dan selanjutnya mulai menanam benih sayuran dalam polibek dan benih bunga dalam pot. Youngie mengajari Kibum bagaimana cara menanam dengan benar. Keduanya bekerja sama sambil sesekali bercanda.

"Kau ini wanita serba bisa ya. Bisa jadi tukang kayu dan petani juga," Kibum memulai obrolan kembali setelah sempat saling diam selama beberapa detik.
"Aboji mengajariku ini semua. Walaupun aku seorang gadis, Aboji mengajari aku banyak hal agar aku mandiri. Saat tinggal jauh dari Aboji, baru aku sadari pentingnya hal itu," Youngie tersenyum mengenangnya.
"Ah, aku malu karena kalah darimu."
"Tak perlu merasa seperti itu teman. Beda orang tua beda pula cara mendidiknya. Dan kau bisa lihat nasibmu, kau lebih beruntung dari aku kan?"
"Kita sama-sama beruntung karena kita sama-sama ada di sini sekarang."
Youngie tersenyum dan mengangguk. "Kibum-ssi, sebelumnya apa Ajumma pemilik rooftop ini tak mengatakan jika penyewa yang telah membayar seperempat uang sewa adalah seorang gadis?"
"Em? Emmm... anee."
Youngie mendesah pelan. "Pantas saja. Ajumma itu apa sih tujuannya? Apa hanya karena uang Ajumma melakukan ini?" batin Youngie.
"Tapi Ajumma itu mengatakan, Lee Youngie sudah membayar seperempat uang sewa rooftop ini."
"Mwo?? Jadi kau tahu jika penyewa rooftop ini perempuan??"
"Nee." jawab Kibum enteng.
"Lalu kenapa kau tetap membayar sisa uang sewa dan mengambil tempat ini??"
"Itu karena hatiku ingin melakukannya. Dan aku tak salah memilih housemate. Aku benar-benar pria yang beruntung kan?"

Youngie melongo mendengar alasan Kibum.

Part #3

Youngie masih melongo menatap Kibum, membuat Kibum tersenyum melihatnya.

"Ekspresimu itu berlebihan sekali," Kibum berucap sembari mencipratakan tanah di tangannya pada Youngie.
"Orang kaya memang selalu bersikap aneh," Youngie menggeleng heran dan kembali sibuk menanam benih sayuran dalam polibek. "Apa kau yakin housemate-mu ini orang yang tepat? Belum tentu kau seberuntung itu."
"Benarkah? Tidak ada tampang kriminal pada dirimu."
"Kebanyakan psikopat seperti itu."
"Hah! Jadi aku tinggal seatap dengan seorang psikopat sekarang? Wah, ini akan jadi pengalaman baru untukku. Lihat! Aku sangat beruntung kan?" Kibum dengan senyum lebarnya. Youngie tersenyum kecil menanggapinya.
"Kau kenapa ingin resign dari tempatmu bekerja?" Kibum memulai obrolan dengan topik baru. Walau ia tak yakin Youngie akan menyukainya tapi tetap saja Kibum menyingung tentang rencana Youngie yang tak sengaja ia dengar.
"Kenapa kau ingin tahu?"
"Lebih pada tak ada bahan obrolan sih. Kau, walau bukan fansku, tapi mungkin saja kau tahu banyak tentangku. Dan aku yakin kau tak akan tanya-tanya lagi tentangku karena apa yang membuatmu penasaran sudah kau tanyakan padaku."
"Dan kau memberikan alasan yang menurutku cukup konyol hingga aku bengong menatapmu. Kesimpulannya orang kaya memang aneh. Terlebih saat kau jadi ingin tahu tentang rencanaku untuk resign. Bukankah itu terlalu dini?"
"Semalam kita tidur bersama, bukankah itu terlalu dini?"
Youngie mendelik pada Kibum membuat pemuda itu terkekeh. "Karena bosku menyukaiku," kata Youngie tiba-tiba membuat Kibum menghentikan tawanya.
"Bosmu menyukaimu? Kau yakin akan hal itu? Jangan-jangan kau hanya ke-GR-an atas sikap baik bosmu."
"Dia mengutarakan perasaannya padaku dan bersedia menunggu. Dia pria tampan yang gila."
"Tampan? Jika dia tampan kenapa kau tak suka?"
"Dia memang figur Oppa impian para gadis. Tidak hanya tampan, dia juga memiliki postur tubuh yang sangat bagus. Di tambah dia seorang bos. Makin sempurnalah dia. Tapi rasa suka itu tidak bisa dipaksa, kan? Aku tersanjung atas itu semua, tapi hatiku benar-benar tidak bisa menyukainya. Karena semua sikap baiknya itu aku menjadi tak nyaman. Itu kenapa aku berpikir untuk resign."
"Itu juga yang menjadi alasanmu pindah kemari? Hah... anak gadis itu memang selalu aneh."
"Aneh??" Youngie kembali menatap Kibum.
"Em!" Kibum mengangguk. "Kenapa kau sampai pindah bahkan ingin resign? Lari dari kenyataan?"
"Dia menemukan tempat kosku dan..." Youngie tak melanjutkan perkataannya. Dia bangkit dari duduknya dan mulai menata polibek berisi benih-benih sayuran pada papan menyerupai tangga yang tadi ia buat bersama Kibum dan ia letakan di dekat tembok.
"Mian," Kibum yang juga menata polibek berisi benih sayuran yang ia buat minta maaf. "Tentang rasa itu memang sulit dipahami. Saat kita menyukai si A ternyata si A suka pada B, dan C yang kita tak suka malah mengejar-ngejar kita."
Youngie tersenyum. "Kau dalam situasi itu sekarang?"
"Anee," Kibum menggeleng cepat. "Hanya karena bosan pada rutinitasku saja. Menjadi kaya dan terkenal tak selamanya enak."
"Ara. Selalu ada sisi yang kosong atau menjadi korban. Begitulah hidup." Youngie selesai menata polibek berisi benih sayuran. "Kata Aboji menanam pun butuh bakat. Kita akan lihat siapakah yang berbakat di sini."
"Mwo??" Kibum menoleh ke arah kanan, menatap heran Youngie.
"Jika orang itu tak berbakat, maka apa yang ia tanam tak akan tumbuh. Kita akan lihat benih siapa yang akan tumbuh. Tapi jangan curang dengan menukar polibek kita!" Youngie memperingatkan.
"Hih! Curang soal tanaman apa untungnya? Lagi pula bisa dilihat bakatku itu di mana. Dunia fashion!" Kibum membanggakan dirinya sendiri.
Youngie tersenyum dibuatnya. "Kenapa kau tidak bersyukur karena hari ini kau mempelajari hal baru?" Youngie menggeleng dan pergi meninggalkan Kibum.

Kibum berdiri diam menatap polibek-polibek yang tertata rapi. Ia tersenyum. Benar yang dikatakan Youngie. Hari ini ia mempelajari hal baru yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Kibum membalikan badan dan menatap Youngie yang kini sibuk menata bunga-bunga dalam pot di ruang kosong di antara rooftop dan tembok pembatas. Kibum kembali tersenyum kemudian menghampiri Youngie dan membantu gadis itu.
***

Senja tiba. Youngie dan Kibum duduk di dekat dinding kaca, melihat bunga-bunga dalam pot yang sore tadi mereka tata bersama. Kibum tiba-tiba tersenyum.

"Aku yakin benih yang aku tanam akan tumbuh dengan baik karena aku adalah orang yang multitalenta," kata Kibum memecah kebisuan. "Aku yakin aku juga punya bakat dalam urusan tanam menanam."
"Baiklah. Kita akan lihat hasilnya nanti," Youngie mengiyakan.
"Oya, kau belanja buah dan sayuran itu di supermarket? Aku dengar ada satu di daerah ini."
"Nee. Kata Ajumma ada, tapi kami membelinya di pasar. Ajumma berjanji akan mengajakku lagi. Belanja di pasar lebih murah jadi aku akan ke pasar lagi bersama Ajumma. Mungkin tiga hari lagi."

Kibum menoleh dan menatap Youngie. Ia ingin meminta bantuan Youngie untuk menemaninya ke supermarket, tapi sepertinya Youngie cukup lelah. Sore tadi sembari membereskan peralatan berkebun Kibum bertanya apakah Youngie punya rencana untuk keluar setelah ini. Youngie menjawab ingin di rumah saja. Karena alasan itu Kibum memilih tak mengungkapkan keinginannya.

"Kalau boleh tahu kau bekerja di mana dan di bidang apa?" Kibum kembali menatap keluar dinding kaca dengan memulai topik baru obrolan.
"Aku desainer."
"Oya??" Kibum kembali menoleh menatap Youngie dengan tatapan tak percaya.
"Hanya saja bukan pada rumah mode dengan brand terkenal seperti yang kau punya. Aku bekerja pada sebuah distro. Aku berada dalam tim kreatif distro itu. Kami mendesain sablon untuk T-shirt dan asesoris."
"Wah, itu keren. Tampaknya kau menyukai pekerjaanmu. Masa iya hanya gara-gara bosmu jatuh hati padamu kau mau resign?"
"Itu juga membebaniku. Tiga tahun aku bekerja di sana dan belakangan malah terpikir untuk resign hanya karena alasan itu. Kalau big boss tahu... aku rasa ia tak akan menyetujui permintaanku."
"Big boss?" kali ini Kibum menggeser posisi duduknya menjadi lurus menghadap Youngie.
"Nee. Pemilik distro itu. Begini, bosku yang sekarang adalah adik dari big boss, bosku terdahulu yang juga pemilik distro. Big boss membuka cabang baru dan di distro pusat ia percayakan pada adiknya. Baru tiga bulan dan itu cukup membuatku tak nyaman hingga terpikir untuk resign."
"Kau sudah punya pilihan tempat kerja baru?"
Youngie menggeleng. "Tak ada yang tak aku sukai dari tempatku bekerja. Masalahnya hanya karena... yah itu. Kau sudah tahu kan?"
Kibum menganggukan kepala. "Bisa jadi dia memang benar-benar jatuh hati padamu. Begitulah pria kalau sedang jatuh cinta. Bisa jadi tak waras."
Youngie tersenyum geli. "Kau tahu apa yang dia katakan padaku? Dia merasa yakin punya kesempatan bahwa aku akan jatuh hati padanya karena hingga kini cowok yang dekat denganku hanya kakaknya, dia sendiri, Jonghyun dan Taemin," nada suara Youngie berubah rendah saat menyebut nama 'Taemin'. "Bukankah itu konyol?"
"Jonghyun dan Taemin, mereka timmu?"
"Nee. Big boss juga baik padaku. Itu karena dia ingin memiliki adik perempuan. Mereka benar-benar konyol. Menurutku sih."
"Jika dia tahu kau punya pria lain, mungkin dia akan berhenti mengganggumu dengan ungkapan-ungkapan cintanya."
"Dia bukan tipe pria yang suka menebar kata rayuan seperti itu."
"Ara."

Suasana kembali hening. Youngie dan Kibum kembali saling diam.

"Mian. Aku jadi mencurahkan isi hatiku padamu," gantian Youngie memecah kebisuan.
"It's ok. Aku tahu kau tak akan nyaman berbagi tentang ini dengan timmu. Dan sepertinya kau tak punya teman lagi."
"Aku ada teman cewek," bantah Youngie. "Hanya saja... yah, kau pasti tahu. Aku tak bisa membagi hal ini dengannya."
"Khawatir dia cemburu ya? Karena kau ditaksir bosmu. Apa dia juga bekerja di distro yang sama denganmu?"
"Anee. Dia desainer juga tapi bukan di distro kami," Youngie berubah sedikit canggung. Ia pun mengalihkan perhatian dengan mengambil ponsel miliknya yang sebelumnya ia biarkan tergeletak begitu saja di atas lantai. "Omo!" Youngie terkejut saat melihat layar ponselnya. Ia tiba-tiba bangkit dari duduknya dan bergegas menuju kamarnya membuat Kibum kebingungan menatapnya.

Beberapa detik kemudian Youngie keluar kamar dan sudah berganti kostum. Ia yang sebelumnya memakai T-shirt dan celana selutut, kini keluar dengan memakai celana jeans dan di bagian atas Youngie menambahkan kemeja flanel berwarna merah-hitam untuk menutup T-shirt putih yang ia kenakan sebelumnya. Terburu-buru Youngie mengenakan sepatu conserve hitam-putih kesayangannya.

"Aku pergi!" pamit Youngie sambil berlari kecil keluar pintu.
"Katanya capek tapi tiba-tiba keluar dengan terburu-buru. Dasar perempuan! Selalu saja bersikap aneh!" gerutu Kibum.
***

Youngie berhenti berlari. Ia mengatur napasnya yang terengah-engah dan berjalan mendekati seorang pemuda yang sedang duduk di atas bangku yang menghadap sungai.

"Maaf membuatmu menunggu," Youngie berdiri di dekat bangku dan mengejutkan pemuda yang sudah duduk di bangku itu.
Lee Taemin yang tadinya menunjukan ekspresi kaget tersenyum melihat Youngie sudah berdiri di hadapannya. "Kau punya ilmu flash ya? Cepat sekali sampai di sini," respon Taemin setelah tahu gadis yang membuyarkan lamunannya adalah Youngie.
"Aku berlari sekencang yang aku bisa," Youngie duduk di samping kanan Taemin. "Kau memilih tempat ini untuk bertemu, apa kau tahu di mana aku tinggal sekarang?"
"Tepatnya sih tidak. Tapi tempat ini, sungai, aku tahu kau suka itu. Pasti tadi pagi kau jogging di sini. Dan kalau kau tinggal di dekat sini, itu artinya masih sama seperti sebelumnya. Kau hanya perlu jalan kaki untuk mencapai distro. Walau aku tak yakin butuh berapa lama untuk jalan kaki ke distro."
Youngie tersenyum lebar mendengarnya. "Tiga tahun berada dalam satu tim membuatmu hafal tentang hal itu? Gomawo."
Taemin ikut tersenyum. "Kenapa kau pindah?"
"Bagaimana kau bisa pergi tanpa Jonghyun?" bukannya menjawab pertanyaan Taemin, Youngie malah mengajukan pertanyaan pada Taemin. "Apa dia sengaja tak mau bertemu denganku gara-gara janjinya untuk melunasi hutang padaku meleset? Hah! Anak itu! Tetap saja tak berubah!"
Taemin kembali tersenyum melihat ekspresi kesal Youngie. "Kenapa kau pindah?" Taemin mengulangi pertanyaannya. "Ini sedikit lebih jauh dari sebelumnya."
"Masa kontrakku habis."
"Tapi teman sekamarmu masih tinggal di sana."
"Aku bosan. Itu saja."

Taemin diam tak bertanya lagi. Ia tahu Youngie tak ingin dikorek lebih dalam lagi tentang kenapa ia pindah dari rumah sewa sebelumnya. Taemin memberikan satu kantung plastik berisi jeruk segar pada Youngie. Youngie terkejut menerimanya.

"Kau membelikan ini untukku? Wah, terima kasih. Jeruk sangat bagus untuk menjaga stamina kita. Terima kasih," Youngie tersenyum riang.
"Minho Hyung yang membelinya untukmu."
Senyum di wajah Youngie sirna mendengar ucapan Taemin. Ia menjadi tak bersemangat dan memindahkan kantung plastik berisi jeruk dalam pangkuannya ke atas bangku.
"Kau tiba-tiba izin tidak masuk hari ini, Minho Hyung khawatir kau sakit. Hyung membeli jeruk ini tapi tak menemukanmu di rumah sewa tempat kau tinggal sebelumnya. Karena Jonghyun harus buru-buru pulang, maka aku yang menawarkan diri untuk membawa jeruk ini padamu. Aku heran kenapa Minho Hyung tak langsung menghubungimu saja dan memintamu untuk bertemu dengannya langsung."
Youngie diam. Sedikit menundukan kepala. Kedua tangannya meremas-remas ujung kemeja flanel yang ia kenakan.
"Youngie-ya, aku rasakan kau dan Minho Hyung, ada yang aneh di antara kalian. Belakangan ini sepertinya kau menghindar dari Minho Hyung. Kenapa? Atau itu hanya perasaanku saja?"
"Diam-diam kau perhatian juga padaku. Kenapa? Apa kau menyukaiku?"
Taemin terkejut mendengarnya. "Youngie... aku..."
Youngie tertawa geli melihat ekspresi Taemin. "Terima kasih sudah membawa jeruk ini padaku. Aku akan berterima kasih juga pada Minho. Aku belum selesai beres-beres rumah, apa aku bisa pergi sekarang?"

Taemin menatap Youngie sejenak lalu mengangguk. Youngie tersenyum dan bangkit dari duduknya tak lupa membawa plastik berisi jeruk yang di bawa Taemin untuknya. Youngie pun pamit dan pergi meninggalkan Taemin yang masih betah bertahan di tempat ia duduk.
***

Youngie berjalan dengan kedua tangan ia sembunyikan di balik punggungnya. Langkahnya cukup pelan dan terlihat wajahnya sedang cemberut. Dari arah berlawanan Kibum berjalan dengan menenteng tas plastik di tangan kirinya. Wajah Kibum berseri. Ia merasa puas karena semua barang yang ia butuhkan telah ia dapatkan. Youngie berhenti dan menatap kaleng bekas minuman yang tergeletak di jalan. Youngie mendesah lalu menendang kaleng bekas minuman itu.

"Kenapa orang gemar sekali membuang sampah sembarangan!" umpat Youngie seraya menendang kaleng bekas minuman yang sudah kosong dan tergeletak di jalan.

Kaleng bekas minuman itu berhenti tepat di depan kaki Kibum. Kibum sedikit kaget dan menghentikan langkahnya. Ia mengangkat kepala dan menemukan Youngie sedang berjalan menuju padanya. Kibum menyipitkan mata melihat Youngie yang berjalan dengan raut muka cemberut.

"Ya!" panggil Kibum.
Youngie menghentikan langkah dan mendongakan kepala. Bahasa tubuhnya mengatakan, 'Oh itu kau!'
"Kenapa malah menendangnya? Bukan memungutnya?" Kibum memungut kaleng bekas minuman yang di tendang Youngie dan berhenti tepat di kakinya lalu membuangnya ke dalam tempat sampah yang berada di dekat pintu masuk rumah sewa milik Nyonya Lee.
"Kau sudah melalukannya. Gomawo," Youngie berjalan dan berhenti di depan Kibum. "Kau dari mana?"
"Kau sendiri dari mana? Katanya capek tapi malah tiba-tiba keluar. Kau tahu, supermarket yang kau bilang cukup dekat itu ternyata lumayan jauh dan kau membiarkan aku sendirian ke sana. Tega sekali kau ini. Aku kan tidak pernah hidup di luar sendiri seperti ini dan aku mengandalkanmu di sini, tapi kau malah mengabaikan aku." Kibum mengomeli Youngie.
"Mian," jawab Youngie singkat.
"Kali ini aku maafkan. Tapi lain kali kau harus benar-benar membantuku seperti yang kau janjikan."
Youngie ternyum dan mengangguk lalu berjalan melewati Kibum. "Ya! Kau mau kemana?" tanya Kibum.
"Memberikan ini pada Ajumma," Youngie mengangkat plastik berisi jeruk di tangan kanannya.
"Wah, kau buru-buru keluar untuk membeli jeruk itu? Untuk Nyonya Lee?"
"Anee. Bosku mengirimkan ini padaku."
"Dan karena itu dari bosmu, kau jadi malas memakannya? Sini! Buatku saja!" Kibum menyahut tas plastik di tangan kanan Youngie dan berlari kecil menaiki tangga.
"Ya! Kibum-a!" Youngie mengejar Kibum.
***

Kibum dan Youngie duduk bersama di atas bangku yang berada di halaman rooftop. Youngie tampak melamun sedang Kibum asik menikmati buah jeruk yang berhasil ia rebut dari Youngie. Kibum melirik Youngie yang duduk melamun.

"Ya!" Kibum menyikut Youngie membuat gadis itu tersadar dari lamunannya. "Kau benar tak mau ini?" Kibum menunjukan jeruk di tangannya. Youngie menggeleng dan kembali bengong. "Padahal ini bagus untuk kesehatan. Lagi pula jeruk ini kan tidak salah, kenapa kau malah mengutuknya?"
"Mengutuk??" Youngie menatap Kibum.
"Kau tidak suka pada siapa yang memberi jeruk ini hingga kau tak mau memakannya. Apa namanya jika tak mengutuk?"
Youngie tersenyum kecil. "Dari semua buah, hanya jeruk yang tidak bisa aman masuk ke dalam perutku. Sebenarnya aku suka sekali buah jeruk, tapi setiap kali makan buah jeruk, sesudahnya perutku akan sakit melilit. Karenanya aku menghindari buah jeruk."
"Oh," Kibum mengeluarkan biji jeruk dalam mulutnya. "Jadi bosmu membelinya untukmu?"
"Em," Youngie mengangguk.
"Dia sendiri yang mengantarnya padamu? Kau tadi buru-buru pergi untuk menemuinya?"
"Taemin. Taemin yang datang mengantarnya. Walau tahu aku tak bisa memakan jeruk, dia tetap pergi untuk menemuiku dan mengantar jeruk ini."
"Ooo..." Kibum mengangguk-anggukan kepala. "Kau suka Taemin, tapi bosmu suka kau dan entah Taemin itu suka padamu atau tidak. Aku paham sekarang!"
"Mwoya!!!" Youngie menatap Kibum dengan kesal.
"Nah! Benar kan? Tebakanku selalu benar. Kau suka Taemin kan?" goda Kibum.
"Iya. Kau benar. Aku memang menyukai Taemin! Kau puas?" Youngie mengakui perasaannya untuk Taemin pada Kibum.
Kibum tertegun sejenak mendengar pengakuan Youngie. "Woa! Daebak! Kau mengakuinya padaku?"
"Nee." Youngie lirih.
"Kenapa kau mengakui hal itu padaku?"
"Tak mungkin selamanya kita tinggal bersama. Setelah rasa bosanmu hilang, kau akan pergi dari sini. Lalu kau akan sibuk dengan pekerjaan itu. Saat itu tiba, semua tentang apa yang terjadi di sini akan menguap dari ingatanmu. Aku lega karena telah membagi rasa yang aku pendam dan sering kali membuatku sesak sendiri, tapi aku tak perlu khawatir orang yang aku sukai tahu akan hal itu. Aku rasa kau paham akan hal ini. Sebagai idola pasti banyak fans yang melakukan hal seperti itu padamu kan? Oppa... hari aku bla bla bla..."
Kibum tersenyum tersipu dibuatnya. "Iya begitulah. Tapi rata-rata mereka bercerita atau mengeluh tentang fashion. Tidak ada yang mengeluh masalah perasaan sepertimu."
"Karena aku berbeda. Aku istimewa. Lihat saja, bahkan aku berkesempatan tinggal satu atap denganmu. Apa itu bukan istimewa?"
"Jangan-jangan kau memang mengidolakan aku. Jika tidak kenapa sehari saja kau sudah begini percaya padaku?"
"Aboji mengatakan orang baik itu punya aura tersendiri yang memancar dari tubuhnya. Jika kau menggunakan hatimu dengan baik, maka kau akan bisa merasakannya."
"Eummm... jadi kau main hati denganku?"
"Ish!"
"Ara... ara. Di hatimu hanya ada pria bernama Taemin itu. Terima kasih sudah percaya padaku my housemate. Aku akan menghabiskan jeruk-jeruk ini agar tak menyiksamu secara fisik maupun batin."
"Mwo?? Hagh!!" Youngie tersenyum geli mendengarnya.
"Karena kau fansku yang istimewa, maka aku pun akan memperlakukanmu dengan istimewa."
Youngie bangkit dari duduknya. "Mian. Aku bukan fansmu. Ah! Hari ini cukup melelahkan." Youngie menggeliat.
Kibum turut bangkit dan berdiri di hadapan Youngie. "Kalau begitu, aku yang akan jadi menjadi fansmu."
"Mwo??" Youngie terbelalak mendengar ucapan Kibum.


------- TBC --------


.shytUrtle.

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews