Bilik shytUrtle: Diary Melawan Anxie #1

05:22



 Bilik shytUrtle: Diary Melawan Anxie #1

Huaaa!!! Rasanya lama banget nggak pakek 'Bilik shytUrtle' sebagai judul ya. Padahal dulu, beberapa tahun yang lalu itu judul wajib. Apalagi saat berkomitmen tiap hari nulis satu note. Zaman masih sering gila-gilaan di note, niru Haris. Hehehe.

Ehm! Mari kita mulai. Diary pertama tentang perjuangan melawan anxie. Sebelumnya aku pernah menulis tentang gangguan anxietas. Sebentar! Seingatku aku membahasnya sedikit lengkap di sana. Maksudnya lengkap; sejak aku mengalami serangan panik untuk pertama kalinya. Ya, aku rasa lengkap! Bisa baca di sini:

Tanggal 22 Agustus 2016, serangan yang cukup membuatku kualahan menghadapinya. Bahkan untuk mengatasi efeknya yang belum juga hilang selama beberapa hari. 

Saat itu yang aku pikirkan hanyalah; aku harus makan! Kenapa demikian? Karena tubuhku dalam kondisi siaga, kondisi was-was. Semua itu membutuhkan banyak energi. Karenanya aku harus makan agar asupan energi terpenuhi. Tapi itu bukan berarti hidupku berubah menjadi 'hidup untuk makan'. Tentu saja tidak. Hanya saja aku jadi melanggar aturan yang aku buat dengan makan tiga porsi nasi sehari. Tahu efeknya apa? Ya, benar. Berat badan naik lagi. Hahaha. Whatever! Yang penting sembuh dari anxie dulu.

27 Agustus 2016. Lima hari setelah serangan panik hebat itu melanda, aku dihadapkan pada pilihan yang sulit. Harus pergi ke suatu tempat sendirian. Ya, sendirian! Yang artinya nyetir motor sendiri. Tuhan! Sungguh saat itu sempat berpikir untuk mundur. Berpikir untuk menyerah. Tapi Tuhan menguatkan aku. Aku pun berangkat, mengalahkan takutku dan... BERHASIL!

Walau tanganku gemetar dan tubuhku terasa ringan, aku berhasil mengalahkan rasa takutku. Aku selamat dari berangkat hingga pulang lagi. Bahkan aku langsung bekerja. Subhanallah! Itu benar-benar sebuah prestasi bagiku. Bangga? Ya, pasti. Aku bisa!

Oya, kalo ada yang penasaran apa itu anxie atau anxiety, bisa baca di sini:

Part #!:
erikwibowo.blogspot.co.id/2016/05/mengenali-anxiety-disorder-lebih-dalam.html?m=1
Part #2:
erikwibowo.blogspot.co.id/2016/05/mengenali-anxiety-disorder-lebih-dalam_27.html?m=1

Itu bukan tulisanku. Aku belajar tentang anxie ya dari tulisan itu. Monggo dibaca aja biar mengenal anxie. Berkenalan saja ya! Jangan sampai berteman. Ingat! JANGAN SAMPAI BERTEMAN!!!

Apakah aku mengalami hari-hari yang buruk setelah mengalami serangan panik? Jawabannya: ya! Sampai-sampai aku curhat di grup tentang semua keluhan yang sebenarnya hanyalah sisa-sisa dari serangan panik pada tanggal 22 Agustus 2016. Sensasi-sensasi itu muncul karena tubuhku masih dalam kondisi siaga dan was-was.

Senin, 5 September 2016. Sebenarnya aku baik-baik saja; secara mental. Karena semua sensasi yang muncul saat aku bangun tidur bisa aku atasi dengan baik.

Senin pagi aku terbangun dengan rasa sakit di tengah-tengah dada. Parno? Ya! Itu yang menjadi alasan pagi-pagi aku PM Kak Lee. Aku pikir nggak papa. Di Aussie pasti udah terang walau di sini masih sedikit gelap.

Kondisi memang lagi dapet, tapi selama periode biasanya sensasi muncul di area yang berhubungan sama alat reproduksi saja. Tapi kenapa pagi itu keluhan muncul di bagian tengah dada? Parno dah! Chat Kak Lee dah. Dan you know apa jawaban Kak Lee? "Ya udah kalo lagi dapet." Dan aku pun tenang. Melanjutkan aktifitas pagi.

Ketika dapet, memang selalu memunculkan ribuan sensasi. Pun demikian dengan hari Senin itu. Rasa nyeri di dada bagian tengah bisa diatasi dengan segelas air madu hangat ditambah segelas air putih hangat. Beberapa saat kemudian sensasi lain muncul berupa rasa nyeri di perut kanan. Itu hari kedua, tapi entah kenapa sensasi masih muncul. Dan aku dalam kondisi bekerja. Tapi aku tidak panik. Aku membuat air hangat dan memasukannya ke dalam botol untuk mengompres bagian perut yang nyeri. Dan itu bekerja dengan baik. Efektif menghilangkan nyeri di perut bagian kanan.

Hari Seninku menyenangkan. Sarapan pepaya dan ya menyengangkan sampai jam menunjukan pukul dua siang. Aku masih baik-baik saja hingga pertanyaan itu muncul dari Ibu; Apa kamu baik-baik saja nyetir sendiri?

Aku menepis otakku yang mulai memvisualisasikan bermacam kemungkinan yang mungkin saja akan terjadi jika aku pergi nyetir sendiri. Dan aku menjawab; ya, aku baik-baik saja. Tapi aku tahu ada keraguan dalam diriku. Dan bisikan-bisikan itu mulai muncul. Aku kembali dihadapkan pada pilihan: bertindak atau menyerah.

Tubuhku mulai bereaksi; gemetaran. Ada bisikan untuk menyerah, ada bisikan untuk maju. Aku diam sejenak, merenung. Lalu menyambar jaket dan helm. Memutuskan pergi! Kronologi lengkapnya aku tulis di sini:



Hari-hari sesudahnya menjadi sebuah mimpi buruk bagiku. Otakku mulai tak bisa berpikir jernih. Kacau!

Sepulang dari tindakan nekat itu aku langsung merebahkan diri. Berharap aku bisa tidur. Tindakan terbaik setelah terkena serangan panik adalah tidur! Begitu pikirku. Tapi Senin sore itu aku tak bisa terlelap. Rasa pusing dan lemas itu masih ada. Tapi aku menepis segala kekhawatiranku. Semua akan baik-baik saja dengan herbal tea.

Tidak cukup dengan berusaha rileks, menenangkan pikiran, dan minum herbal tea. Kebetulan dari semua yang aku mention dalam postinganku hanya Kak Lee yang merespon. Aku pun curhat via PM ke Kak Lee. Panjang kali lebar kali tinggi. Dan Kak Lee mengatakan: Kamu nggak perlu ke psikiater. Yang kamu butuhkan hanyalah memperbaiki pola pikirmu.

Tahu bagaimana respon tubuhku? Walau aku menyetujui secara tertulis, otakku berontak! Aku sakit! Aku butuh bantuan psikiater! Aku nggak kuat lagi sama semua ini. Aku capek! Bla bla bla...
Semua pikiran itu menyerang. Dan aku memilih tidur.


6 September 2016.

Penderitaan itu belum berakhir. Malah makin menjadi. Aku pikir yang aku butuhkan benar-benar seorang psikiater. Mulai mencari tahu rumah sakit yang memiliki poli jiwa dan menerima BPJS pada seorang teman perawat. Konsultasi pada keluarga untuk meminta persetujuan. Ibu menyerahkan semua padaku. Kalau memang dirasa perlu aku boleh pergi periksa ke psikiater. Tapi aku secara pribadi punya ganjalan; bagaimana kalo dikasih obat? Sedang aku masih dalam proses pengobatan

 Demi apa pun itu! Semua itu membuatku gila. Pagi hari aku sampai mual dan muntah-muntah hanya dengan memikirkan itu semua. Merasakan ketakutan, cemas, dan was-was yang aku tak tahu sebabnya. Aku menangis di tempat kerja. Sempat berpikir untuk pulang saja. Menyerah. Tapi, seperti sebelumnya, sisi lain dari diriku menolaknya. Dan aku pun bertahan. Menikmati mual sampai muntah. Juga rasa takut, cemas, dan was-was yang tak kunjung reda walau hari sudah berganti siang.

Kepalaku sakit. Sangat sakit. Tubuhku pun mengeluarkan sinyal yang sama. Aku menatap jam di dinding dan terus menyanggupi; sebentar lagi ya, mari bertahan wahai tubuhku! Dan aku berhasil! Bertahan sampai jam pulang berdentang.

Sampai rumah, aku tak bisa menahan semuanya lagi. Aku memilih tidur. Aku harus tidur. Apa pun yang terjadi aku harus tidur. Dan aku pun tertidur.
Pukul lima sore aku terbangun. Kepalaku masih sakit. Tubuhku masih lemas. Aku mandi, lalu makan. Capek. Kesal. Aku pun bertanya pada diriku sendiri; kau mau apa? Jawabannya: tidur! Aku menyanggupi; ok!

Aku melupakan tugas untuk lanjut menulis dan mengedit naskah. Aku menuruti permintaan tubuhku. Setelah maghrib lingsir, aku tidur lagi. Pukul delapan bangun untuk minum herbal tea, lalu tidur lagi. Pukul sepuluh bangun untuk minum obat, lalu tidur lagi. Hidup untuk tidur? Whatever! Itu yang diinginkan tubuhku dan aku memberikannya.

Mungkin kebiasaanku di hari Selasa itu dinilai aneh sama Ibu. Karena biasanya aku paling jarang tidur, tapi hari itu seolah aku tidur sepanjang hari. Ibu bolak-balik nengok ke kamar bahkan sampai menawari aku untuk dipijit. Aku menolak dan berkata; biarkan aku tidur saja.

Oya, sebelum lanjut tidur, setelah Maghrib aku sempetin baca beberapa artikel di link blog yang aku share di atas. Seingatku Mas Erik, eh Mas apa Kak ya? Pokoknya itu, Kak Erik Wibowo sering share tentang bagaimana melawan anxie di grup GAI. Tapi dulu bacanya nggak diresapi. Soalnya aku dulu aku selalu menduga aku nggak punya anxie. Setelah keyakinanku goyah, aku membaca ulang artikel-artikel tentang anxie di blog Kak Erik Wibowo. Kali ini bacanya lebih pelan, lebih hati-hati, dan lebih diresapi.

Mungkin aku tidur terlalu lama, tapi hari Rabu pagi aku bangun dengan kondisi ringan dan lebih segar. Aku membisikan pada diriku sendiri, kemarin kita sudah malas-malasan, hari ini kita harus bekerja. Ok?!

Karena khawatir, Ibu menyarankan aku untuk tidak masuk kerja. Tapi aku menolak. Aku nggak mau kalah sama penyakit jiwaku. Aku bilang aku baik-baik saja. Sambil membuat ramuan secangkir madu hangat. Rabu pagi aku juga terbangun dengan rasa lapar yang luar biasa. Untuk meredam gejolak itu, aku pikir ramuan air madu hangat yang terbaik. Aku pun pergi bekerja.

Apakah aku benar baik hari Rabu kemarin? Tidak. Ada sensasi. Bahkan perasaan lelah dengan jalan hidup yang seperti itu kembali muncul. Mencoba menggerogoti rasa percaya diriku. Lagi-lagi aku menagis karena berdebat dengan kakakku via WhatsApp.

Aku nggak menolak rasa nggak nyaman itu. Aku terima aku nikmati sambil berdebat dengan kakakku di WhatsApp. Aku menangis. Ya aku terima semua.

Aku juga nggak mau hidup kayak gini. Aku nggak mau terus bergantung sama orang lain. Aku mau diriku yang dulu, yang kuat, yang mandiri.

Mungkin itu yang namanya depresi. Aku berpikir tentang psikiatee lagi. Lalu membaca ulang perdebatanku dengan kakak sulungku. Aku terdiam. Merenung. Pergolakan itu berjalan sekitar satu jam. Jelang siang, tubuhku kembali tenang.

Saat tubuhku kembali tenang, aku mulai berpikir jika aku sebenarnya nggak membutuhkan psikiater. Aku membenarkan pendapat Kak Lee, pendapat kakak sulungku, pendapat Kelinci. Dan aku meyakinkan diriku jika aku TIDAK SEPERAH ITU hingga membutuhkan bantuan seorang psikiater. Ya, aku nggak perlu ke psikiater. Yang aku butuhkan adalah diriku sendiri untuk menolong diriku sendiri dan menyembuhkan diriku sendiri.

Aku makan siang dengan tenang. Menikmati sisa waktu kerja dengan tenang. Menikmati indahnya hujan. Lalu pulang dengan perasaan ringan. Bahkan ketika sampai di rumah dan akan tidur, aku merasa tak nyaman hingga aku memutuskan untuk mandi dan mencuci. Usai mandi ingin tidur, tapi tidak bisa. Ya sudah aku terima. Lalu aku membaca.

Kamis. Semalam aku tidur sedikit larut karena keasikan membaca. Bahkan apa yang aku baca sampai terbawa ke dalam mimpi. Aku bermimpi kembali ke masa SMA dan menemukan camp tentara mutan milik Ratu Levana. Hahaha. Ini konyol! Dan ya, satu tentara mutan itu sangat tampan. Mungkin dia Alfa Storm? Entahlah! Bahkan aku bermimpi kembali ke masa SD dan bertemu salah satu teman masa kecilku yang sudah meninggal.

Tiba-tiba aku terbangun dan sebuah bisikan muncul; ini hari Kamis. Aku kesal dan berteriak dalam hati; Masa bodoh dengan hari Kamis! Apa yang terjadi, terjadilah! Aku merasa puas dan aku tetap tenang. Itu benar-benar, wow!

Pagi ini aku berangkat kerja dengan ringan. Di tempat kerja aku menyetel musik dan ikut bernyanyi. Kondisi ini biasa diartikan dengan: aku dalam kondisi baik oleh orang-orang di sekitarku. Alhamdulillah pagiku tadi demikian. Bahkan aku sudah kenyang dengan semangkuk pepaya. Tak seperti dua hari sebelumnya yang masih harus nambah makan telur rebus sebelum jam makan siang tiba. Hari ini telur rebusku masih utuh. Hehehe.

Jam kerjaku masih menyisakan dua setengah jam lagi. Dan aku menikmatinya. Jika ada rasa sedikit pusing, itu karena efek bau badan yang sempat mampir dan menganggu. Selebihnya aku baik. Kondisiku stabil.

Kalimat, "Kamu rese kalo lagi laper," itu ada benarnya. Aku pun demikian. Tapi reseku bukan maki-maki pelanggan yang datang ke toko. Reseku bakal berpikiran aneh-aneh ketika merasakan sensasi aneh yang sebenarnya hanya efek dari perut kosong saja. Jadi bagi penderita anxie; usahakan jangan sampai kelaparan karena itu bisa berbahaya. Bisa kalap ntar! Terlebih bagi penderita anxie plus gangguan asam lambung. Seperti kata Kak Erik, penderita gangguan asam lambung dan anxie harus makan lebih sering. Jika orang normal makan dalam jarak empat sampai lima jam, orang aslam bisa dua sampai tiga jam dengan porsi kecil.

Perut kenyang, badan tenang. Pikiran pun aman.

Winter membuat dirinya tetap sibuk agar ia tak berhalusinasi. Itu pun berlaku bagi penderita anxie. Tetap bergerak. Tetap sibuk. Caraku? Membaca dan menulis. Kemarin pikiran gilaku teralihkan ketika aku fokus menulis fan fiction. Karena terfokus menuangkan kata-kata di dalam otakku, aku pun lupa pada rasa tak nyaman bla bla bla yang sebelumnya sempat menghinggapiku. Saat aku lelah menulis, aku membaca.

Hari ini aku bernyanyi, membaca dan menulis diary ini ketika pekerjaanku longgar.

Tidur memang pilihan terbaik. Ketika tubuh rileks, semua sensasi karena anxie perlahan menghilang. Mual, mulut pahit, pusing, badan gemetar hilang ketika terbangun dari tidur. Tidur adalah pertolongan pertama setelah terserang anxie.

Latihan pernafasan, rileksasi, meditasi. Ini sangat membantu. Aku rasa tubuhku mulai tenang dan kembali stabil berkat meditasi. Aku jadi malu karena sempat meninggalkannya dengan ribuan alasan. Padahal jauh sebelum terkena GERD dan anxie aku sudah akrab dengan satu hal itu; meditasi.

Aku rasa tidak ada yang salah dengan apa yang aku makan. Buah, sayur, telur. Yang salah hanya pola pikirku. Yang harus dibenahi pola pikirku. Ya, itu saja.

Kemarin, aku membawa catatan rangkuman dari buku Rahasia Membangun Kepercayaan Diri by: Dr. Robert Anthony dan The Magic of Thinking Big by David J. Schwartz. Aku membacanya berulang-ulang dan menyakinkan diriku bahwa semua baik-baik saja. Kalimat-kalimat positif itu banyak membantu.

Pada akhirnya aku memutuskan untuk mengambil jalan ini. Menjadikan diriku sendiri sebagai penolong dan obat bagi diriku sendiri. Aku menggagalkan rencana ke psikiater. Aku sedang berusaha untuk sembuh, untuk lepas dari cengkeraman anxie dengan jalan ini. Aku sedang berusaha. Aku pasti bisa!

Tempurung kura-kura, 08 September 2016. 01.00 PM.
-- shytUrtle --

You Might Also Like

1 comments

Search This Blog

Total Pageviews