Blitar! Aku Datang Kembali!

06:00



Blitar! Aku Datang Kembali!


Walau semalaman sudah menggalau ria antara “ikut” atau “tidak ikut”, hingga pagi tiba perasaan itu masih saja betah merundungku. “Gimana ini? Aku ikut apa nggak ke Blitar?” Pertanyaan itu berulang kali aku lontarkan baik pada diriku sendiri juga kepada kakak sulungku. “Kalau kamu tidak ikut perjalanan kali ini, mau kapan lagi ke Blitar? Nunggu kamu seratus persen sembuh biar bisa perjalanan naik motor sendiri kaya dulu? Kapan itu?” Jawaban kakakku sama tiap kali aku melontarkan pertanyaan yang sama pula. “Kesempatan nggak dateng dua kali loh.” Imbuh kakak membuatku semakin galau di hari Minggu pagi. Sejak kena GERD aku memang menghentikan hobi travellingku. Lima bulan terakhir aku habiskan di rumah saja dengan maksud fokus pada penyembuhan GERD. Kalau dipikir ulang ada benernya kata kakak, belum tentu ada kesempatan lagi ke Blitar bawa mobil. Akhirnya jam setengah delapan pagi aku putuskan untuk ikut perjalanan ke Blitar. Persiapan kilat. Menyambar tas punggung kesayanganku, kamera, bekal, obat-obatan, air putih biasa dan air putih hangat, jahe, minyak kayu putih, minyak gosok dll. Pokoknya semua perlengkapan pertolongan pertama kalau tiba-tiba sensasi GERD datang mengganggu di tengah perjalanan. Perjalanan pertama setelah lima bulan mengurung diri di rumah. Kaya mau camping berhari-hari saja bawaannya hehehe.

Persiapan OK dan tinggal menunggu mobil datang menjemput. Rasa cemas itu muncul dan kembali mengganggu. Gimana nanti jika di tengah perjalanan tiba-tiba sensasi GERD muncul? Gimana kalau ntar aku kambuh? Gimana kalau ntar aku mabuk? Stress! Cemas dan pikiran kacau itu membuatku mual walau belum naik mobil. Tanpa mikir lagi langsung kutelan sebutir Antimo. Berharap bisa menghilangkan mual yang mengaduk-aduk perutku hingga ingin kembali mengeluarkan isinya.

Tepat pukul 9 mobil datang menjemput. Cemas yang sempat mereda kembali muncul. Sembari memasukan perbekalan dan perlengkapan lain ke dalam mobil, terus kupanjatkan doa agar Tuhan bantu meringankan cemasku. Aku takut kambuh, aku takut mabok. Suer bikin stress. Alhamdulillah. Tuhan akhirnya menunjukan kuasa-Nya dengan mengirimkan bantuan untukku. Karena tahu aku dalam kondisi masih sakit, aku diberi kursi VIP yaitu duduk di depan di samping sopir. Alhamdulillah. Perjalanan pun dimulai.

Kenapa aku selalu antusias sama perjalanan ke Blitar? Karena sepanjang perjalanan aku jamin aku tak akan bosan. Perjalanan ke selatan itu sangat menarik. Disuguhi pemandangan indah sepanjang perjalanan. Sebelum masuk Blitar kita akan melewati Karangkates, Bendungan Sutami nan indah. Selain itu hutan jati pun memiliki daya tarik tersendiri untuk dinikmati. Itu jika memilih perjalanan lewat jalan bawah. Jika memilih jalan atas, kita akan disuguhi indahnya pemandangan Bendungan Lahor. Untuk perjalanan berangkat menuju Blitar kami memilih jalan bawah. Entah kenapa jalur ini disebut jalan bawah. Jalan bawah memiliki suguhan pemandangan yang lebih menarik dari jalan atas namun jalan bawah memiliki rute berkelok-kelok yang tak jarang bikin orang mabuk. Beda sama jalan atas. Jalan atas lebih bersahabat dan lebih ramai namun suguhan pemandangan tak semenarik jalan bawah.


Memasuki jalan berkelok-kelok cemas kembali menyerang. Takut mabuk. Kubuka kaca mobil dan menyiapkan kamera sebagai pengalihan. Angin yang berhembus sejuk dan pemandangan Bendungan Sutami nan elok memanjakan mataku dan membuatku lupa akan rasa cemasku. Sayang tak banyak gambar bagus yang berhasil aku abadikan karena memotret dalam kondisi mobil melaju. Indahnya Bendungan Sutami pun tak tertangkap kamera. Hanya gazebo yang berada di rest area yang berhasil dibidik dengan baik.

 Gazebo di rest area Bendungan Sutami

 


Alhamdulillah perjalanan lancar dan kami pun memasuki Kota Blitar bertepatan dengan waktu Dzuhur. Aku terpesona. Blitar kota yang bersih dan tenang. Cocok sekali dikunjungi untuk liburan. Hanya saja udaranya yang panas membuatku yang terbiasa hidup di pegunungan merasa sedikit tak nyaman. Karena sama-sama tidak tahu di mana lokasi makam Ir. Soekarno, aku pun harus bertindak sebagai kernet bagi sopir. Memperhatikan penunjuk arah yang terpasang di sisi kiri jalan. Pertama kali ke makam Ir. Soekarno ketika aku masih SMP. Itu pun aku hanya sebagai penumpang yang tahu-tahu sudah sampai tanpa harus susah-susah mencari tahu di mana lokasi makam. Dengan adanya penunjuk arah dengan mudah kami menemukan area parkir yang disediakan pagi para pengunjung makam. Usai mencari tempat parkiryang teduh, kami istirahat sejenak dengan melihat-lihat dan berfoto bersama di sekitar area parkir. Area parkir yang luas ini memiliki beberapa titik yang bagus untuk menjadi latar belakang selfie hehehe.

 Salah satu sudut di area parkir


Puas beristirahat kami menuju pangkalan becak transportasi yang memang disedikan bagi pengunjung. Di sana terpampang tarif resmi menyewa becak dengan rincian tur lengkap atau tur sesuai yang kita inginkan. Kami memlilih tur lengkap dan menyewa tiga becak untuk enam orang dewasa dan dua anak-anak. Untuk tur lengkap ini kita cukup membayar Rp. 35.000,- Murah sekali kan? Kasihan juga sama Bapak Tukang Becak karena becak yang saya tumpangi berisi dua orang dewasa dan satu anak-anak. Tur kami pun dimulai dengan rute pertama menuju Istana Gebang yang merupakan kediaman Ir. Soekarno semasa muda di Blitar. Sepanjang perjalanan Bapak Tukang Becak mengajak kami ngobrol. Seneng banget karena si Bapak menjawab setiap pertanyaan kami dengan ramah dan detail. Saat kami berhenti di lampu merah, aku menemukan satu pohon beringin dan suasana kota yang mengingatkan aku akan Jogjakarta. Ah, jadi rindu Jogja…



           
Mengingatkanku akan Jogjakarta


Tak butuh waktu lama kami pun sampai di Istana Gebang. Tak jauh beda dengan area parkir, di dalam area Istana Gebang pun sangat ramai. Saat memasuki area Istana Gebang kami disambut alunan musik Gamelan Jawa. Setelah memasuki area Istana Gebang barulah kami tahu jika ada pertunjukan tari tradisional di plataran gedung tepat di samping kanan bangunan utama Istana Gebang. Pandanganku langsung tertuju pada Gong Perdamaian Dunia. Aku pun bergegas mendekati gong, membaca sekilas tulisan yang ada di sana kemudian tak lupa berpose di depan Gong Perdamaian Dunia. Untuk masuk ke istana Gebang kita hanya perlu menunjukan karcis yang sebelumnya kita beli saat memasuki area parkir. Satu lagi aturan yang diterapkan di Istana Gebang yaitu untuk memasuki Istana Gebang kita tidak diijinkan mengenakan sepatu atau sandal. Jadi selama berkeliling di dalam Istana Gebang kita bertelanjang kaki. Jangan takut kaki Anda kotor karena kondisi lantai di dalam Istana Gebang bersih. Tur di dalam Istana gebang pun di mulai dengan menyusuri kamar tidur paling depan dan berlanjut ke ruangan lainnya. Karena terlalu ramai pengunjung kami tak bisa berlama-lama di setiap ruangan di dalam Istana Gebang. Saat keluar dari Istana Gebang kami disambut dengan pertunjukan Kuda Lumping masih di area yang sama dengan digelarnya pertunjukan tari tradisional yang menyambut kami saat kami tiba. Kami pun memutuskan untuk melanjutkan tur menuju makam Ir. Soekarno tanpa menyaksikan pertunjukan Kuda Lumping.


  Gong Perdamaian Istana Gebang

Di Istana Gebang






Bapak Tukang Becak kembali mengayuh becaknya mengantar kami ke tujuan selanjutnya. Di tengah perjalanan kami melewati sebuah taman yang rindang dan teduh. Taman bermain yang juga sedang ramai dipadati pengunjung. Aku kembali bertanya pada Bapak Tukang Becak tentang taman yang maaf aku lupa namanya. Si Bapak kembali menjelaskan dengan detail asal muasal taman tersebut. Menurut penuturan Bapak Tukang Becak, taman tersebut dulunya adalah lahan kering yang tak terawatt. Pada pemerintahan Ibu Megawati taman tersebut di pugar, ditanami pepohonan yang kemudian menjadi taman yang rindang. Di taman itu pula dahulu resepsi pernikahan Guruh Soekarno Putra digelar. Sayang aku tak mengabadikan satu pun sisi dari taman itu karena keasikan mendengar penjelasan Bapak Tukang Becak.

           
 Tur kami sampai ditujuan utama yaitu makam Ir. Soekarno. Setibanya di sana aku dibuat terheran-heran karena banyaknya perubahan di area makam tersebut. Semakin apik saja tampilan area makam itu. sambil berjalan sambil kunikmati pemandangan disekitarku. Banyak bangunan baru yang dulu tak aku temui di area ini. Menurutku suasana di sepanjang jalan menuju makam hampir sama dengan suasana di Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali. Mungkin karena tata bangunan dan hawa panasnya yang lumayan membakar kulit. Sebelum sampai di area makam ada sebuah bangunan besar yang disebut perpustakaan dan galeri Ir. Soekarno. Kami tak masuk ke area ini karena antrian cukup padat untuk masuk. Kami memlilih melanjutkan perjalanan menuju makam. Ada bangunan kolam dan pilar-pilar besar di sepanjang jalan menuju area makam usai melewati bangunan galeri Ir. Soekarno. Area taman ini menurut salah satu pengunjung anak-anak mirip dengan di film Jodha Akbar. Megah dan artistik memang. Pantas saja jika ada pengunjung yang berkomentar demikian.


  Kolam di sepanjang jalan menuju area makam




Setelah menaiki tangga yang lumayan tinggi dan menguras tenaga, kami sampai di pintu masuk area makam. Sebelum masuk kami diminta untuk melapor ke bagian informasi terlebuh dahulu. Kami pun menurut. Anehnya ketika kami sampai di kantor bagian informasi kami diminta langsung masuk ke area makam. Cukup membingungkan tapi sudahalah ikuti saja aturannya. Kami kembali ke pintu masuk makam, menunjukan karcis dan kemudian diijinkan masuk ke area makam. Saat sampai di sana suasana sangat ramai. Kami sempat berteduh, berhenti menunggu kepadatan pengunjung sedikit mereda namun yang ada bukan semakin reda tapi pengunjung semakin padat. Akhirnya kami ikut berdesak-desakan memasuki bangunan makam. Ada yang berbeda lagi di bangunan makam nan megah itu. Dulu makam di tutup dengan dinding kaca tebal yang konon katanya anti peluru namun kini dinding kaca itu tak ada lagi hingga pengunjung bebas masuk dan medekati makam. Yang membuat saya merasa jengkel adalah banyak pengunjung yang berebut mendekati makam hanya untuk berfoto di dekat makam bukan untuk berziarah. Alhasil para peziarah justeru tak dapat duduk dengan khidmat di dekat makam Ir. Soekarno.
 

Area makam Ir. Soekarno

Selesai berziarah kami segera meninggalkan area makam yang semakin ramai dipadati pengunjung. Satu lagi yang membuatku keheranan yaitu pasar yang menjual oleh-oleh khas Blitar. Dulu pasar ini lurus pendek saja rutenya. Kini pasar ini panjang dan berkelok-kelok mirip kaya di Borobudur. Selain panjang dan berkelok-kelok, suasana di dalam pasar sangat panas, gerah membuat saya tak nyaman bahkan tak fokus untuk berbelanja. Karena takut pingsan saya buru-buru mencari jalan keluar untuk mendapatkan udara segar tanpa belanja satupun cinderamata. Tipsnya tetep sama, kalau belanja pandai-pandailah menawar harga.

             
Tur kami berjalan lancar. Kami kembali dengan selamat ke area parkir. Bagi Anda yang tidak membawa bekal jangan khawatir kelaparan karena di area parkir ini tersedia berbagai macam kuliner yang bisa memanjakan lidah Anda dan mengenyangkan pastinya. Bagi Anda yang membawa bekal dari rumah jangan khawatir mencari tempat untuk makan bekal Anda karena di area parkir juga tersedia pendopo luas yang pas untuk menggelar tikar dan menikmati menu bekal Anda. Bagi Anda yang ingin menginap pun jangan khawatir karena ada penginapan juga di area parkir yang lebih cocok disebut terminal itu hehehe. Anak-anak pun dijamin tak akan bosan karena ada area bermain dengan beberapa wahana juga ada persewaan scooter untuk berkeliling di area parkir. Bagi yang hobi belanja di area parkir juga tersedia pasar yang menyediakan oleh-oleh khas Blitar.

          
  Perjalanan ke selatan kali ini di tutup dengan menikmati indahnya senja di Bendungan Lahor. Karena akhir pekan suasana di Bendungan Lahor pun sangat ramai. Apalagi di area gratis dan di sepanjang jembatan. Sepanjang jembatan di sisi kanan dan kiri di penuhi muda-mudi yang berkumpul menikmati senja. Sedang di area gratis lainnya dipenuhi oleh kumpulan yang rata-rata rombongan satu anggota keluarga.
 Bendungan Lahor



Bersyukur sepanjang perjalanan sakitku tak kambuh. Benar kata teman-teman di grup, akit GERD itu jangan dimanjain. Kita perlu menikmati hidup dan melupakan sensasi-sensasi yang menyiksa dari GERD. Kalau kita bahagia, hati bahagia tubuh pasti sehat penyakit tak akan dekat-dekat.


Malang, 15 Februari 2015.
--shytUrtle-

Jurnal ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Jurnal Perjalanan dari Tiket.com dan nulisbuku.com #MenikmatiHidup #TiketBaliGratis

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews