The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ (다음 이야기 화성 아카데미’사랑, 음악과 꿈’)

05:57

The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
            다음 이야기 화성 아카데사랑, 음악과
 
. Judul: The Next Story Of Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’
. Revised Romanization: da-eum iyagi Hwaseong Akademi 'salang, eum-aggwa kkum'
. Hangul: 다음 이야기 화성 아카데미사랑, 음악과
. Author: shytUrtle
. Rate: Serial/Straight
. Cast
- Fujiwara Ayumu (
藤原歩) aka Jung Jiyoo (정지유)
- YOWL
1. Kim Jaejoong (
김재중)
2. Oh Wonbin (
오원빈)
3. Lee Jaejin (
이재진)
4. Kang Minhyuk (
강민혁)
- Song Hyuri (
송휴리)
- Kim Myungsoo (
김명수)
- Jang Hanbyul (
장한별) and all cast in Hwaseong Academy ‘Love, Music and Dreams’ ver. 1


New Cast:
- Jung Shin Ae
- Trio Orenji High School:
1. Kim Hyerien
2. Han Sunyoung
3. Song Hami
- Kim Taerin
- Kim Changmi
- Etc…
   

Cinta, musik dan impian adalah tiga ritme yang mampu membuat manusia tetap bersemangat dalam hidup. Cinta akan menunjukan jalan untuk meraih impian, dan musik memberikan harapan dalam mengiringinya. Cinta menguatkanmu, musik menginspirasimu dan impian akan memberimu ribuan harapan untuk tetap berjuang dan hidup…
 
 
Part #17
Nyonya Jang tersenyum melihat dua remaja ini. “Han Suri, tetangga kita.” Bisik Nyonya Jang pada Hanbyul. “Kemarilah, Suri. Inilah bintangku, Jason.” Gantian ia memperkenalkan Hanbyul.
“Halo, Jason. Aku Suri.” Sapa Han Suri.
“Jang Hanbyul, panggil saja Hanbyul.” Hanbyul tersenyum kecil.
“Bibi, aku rasa pengantar buah itu benar-benar… payah, kenapa selalu begini? Salah kirim ke rumahku, sejak Bibi pindah kemari setahun yang lalu.” Suri mengoceh tanpa sungkan pada Hanbyul. Suri kemudian menata apel merah itu dalam keranjang buah di dapur. “Hari ini hanya apel merah?” Ia meletakannya di meja makan.
“Kesukaan Hanbyul.” Jawab Nyonya Jang.
“Oh, kau suka apel merah?” Suri beralih menatap Hanbyul. Hanbyul tersenyum kecil dan mengangguk. “Jadi sudah benar memustuskan akan tinggal di sini? Bibi Jang sempat meragukanmu, sepertinya Korea benar-benar telah membuatmu cinta mati.” Cerocos Suri seperti seorang teman lama pada Hanbyul.
“Suri akan jadi pemandumu. Kalian akan bersekolah di sekolah yang sama.” Sela Nyonya Jang.
“Oh, itu bagus.” Komentar Hanbyul singkat lengkap dengan senyumnya.
“Pasti tidak mudah ya, meinggalkan Hwaseong Academy dan karir bermusikmu di Korea. Viceroy kan?” Kata Suri lagi.
“Omma banyak cerita padanya?” Hanbyul menatap sang mama.
“Hwaseong Academy dengan mudah bisa ditemukan dengan mesin pencari. Aku bahkan bergabung dalam fanpage-nya.” Jawab Suri.
“Benar kah? Wah… ini mengejutkan.”
“Siapa yang tak ingin sekolah di sana. Kalian keren.” Puji Suri sembari tersenyum tulus.
“Ada yang lebih keren. Stardust, kau pasti juga tahu itu.”
“Baru-baru ini YOWL bukan? Ini tak membuatmu sedikit malu?” Canda Suri. Eskpresi Hanbyul berubah mendengarnya. “Mafkan aku. Aku hanya bercanda. Semua itu hanya karena kesempatan dan factor keberuntungan. Mungkin belum waktunya bagi Viceroy. Tapi, pasti tak akan baik bagimu jika Viceroy setelah ini mendapat kesempatan bukan?”
“Akh…” Hanbyul tersenyum kecil, “kau banyak tahu ya? Sepertinya benar dekat dengan Omma.”
“Aku dekat dengan dunia maya. Terkadang itu lebih membantu daripada orang tua.” Suri tersenyum menatap Nyonya Jang.
“Sejak pindah kemari, beberapa waktu kemudian Omma jadi dekat dengan Suri. Omma sering berbagi cerita dengannya. Suri gadis yang baik.” Puji Nyonya Jang dengan tulus dan seyum bangga menatap Suri.
Ekspresi Hanbyul meredup. Masih menggenggam sebuah apel merah ranum di tangannya. Mendengar pujian Nyonya Jang dan ekspresi berserinya itu, Hanbyul menjadi sensitif. Terlebih ketika Nyonya Jang mengatakan, Suri gadis yang baik. Bagi Hanbyul ini seolah penegasan. Tiba-tiba Hanbyul merasa ungkapan Nyonya Jang itu adalah tindakan membandingkan Ai dan Suri. Tak menutup kemungkinan jika Nyonya Jang tahu perihal hubungan Hanbyul dan Ai. Hanbyul paham betul bagaimana kedua orang tuanya. Latar belakang Ai pasti akan jadi masalah. Kemungkinan terbesar adalah, orang tua Hanbyul menentang hubungan mereka. Hanbyul menghela napas panjang dan menunduk melihat keakraban Nyonya Jang dan Suri.
***
Hanbyul duduk diam di kamarnya. Memainkan apel merah yang ia letakan di meja. Sambutan pagi ini cukup membuatnya khawatir. Bukan tidak mungkin jika nantinya Nyonya Jang akan meminta Hanbyul menjalin hubungan yang baik dan bahkan lebih dari itu, lebih dari teman baik dengan Suri. Hanbyul menghentikan gerak tangannya dan menatap apel merah ranum itu.
“Kenapa aku jadi begini khawatir? Apa kau juga merasa demikian di sana? Aku rindu padamu, Jiyoo.” Hanbyul berbicara pada apel merah ranum itu.
Kemudian Hanbyul menyalakan laptopnya. Menepis semua rasa khawatir itu, Hanbyul memilih berselancar di dunia maya. Hanbyul mengunjungi Hwaseong Academy Community, untuk melepas kerinduannya walau baru sehari hengkang dari Korea. Hanbyul mengerutkan dahi. Lagi-lagi penyerangan pada Ai.
“Kim Changmi?? Apa lagi ini? Mereka ini sama sekali tak jera. Apa untungnya bertindak demikian?” Gumam Hanbyul sendiri. “Kim Changmi adik dari Kim Yoojin? Jiyoo tak pernah cerita perihal ini.”
Hanbyul beralih mengunjungi akun pribadi Ai. Hanbyul tersenyum geli. “Dia masih betah dengan foto-foto anime ini. Kapan dia akan memakai foto aslinya? Ah, tapi lebih baik begini, jadi gadisku aman.”
So far away, how did I lose my way? Even though we're worlds apart You were always in my heart everyday…
“Dia masih terjaga??” Bisik Hanbyul melihat kiriman yang baru dibuat Ai. “Ini… untukku??”
Beberapa komentar mengisi kiriman itu. Hanbyul diam memantaunya. Ada dua akun yang aktif berkomentar dalam kiriman itu. Ai pun sepertinya melakukan hal yang sama, diam dan memantau. Terlihat dari beberapa ‘like’ yang ia berikan pada komentar-komentar yang masuk. Code name Princess Hami dan Hyerien Kim paling aktif. Keduanya asik salin balas komentar dalam kiriman Ai. Hanbyul masih memantaunya dan tersenyum sendiri membaca komentar-komentar dua akun itu yang seperti burung bersahutan.
Princess Hami Untuk YOWL? Wow! Dalam.
Hyerien Kim Ini hanya lirik lagu. Kau tak tahu? Savannah Outen - A Greater Treasure Than A Friend.
Princess Hami Tahu! Tinker Bell kan? And The Lost Treasure. Cocok untuk mewakili suasana hati. Tapi YOWL bukanlah harta yang hilang bagi Ai, benarkan? Fujiwara Ai?
Hyerien Kim Dia off.
Princess Hami Tidak. Tapi memantau. Wew~ aku membayangkan mata elangnya.
Hyerien Kim Dia tak memiliki itu.
Princess Hami Tapi mata yang indah. Setuju?
Hyerien Kim OK! Dan maknanya luas.
Princess Hami Paham. Tak hanya untuk YOWL kan? Bisa untuk siapa saja, yang berarti bagi Fujiwara Ai dan nun jauh di sana. Mungkin ^^v
“Hagh! Dua orang ini. Sok tahu sekali.” Hanbyul tersenyum geli terus mengikuti komentar Princess Hami dan Hyerien Kim. Ai jarang membuat postingan dalam akun pribadinya, wajar jika sekali muncul membuat kiriman, maka kiriman itu akan ramai komentar dari para pendukungnya. Hal ini tak berubah meski kini Ai tak lagi menjadi member YOWL.
“Fujiwara Ai.”
Hanbyul tersentak mendengarnya. “Omma?? Omma, sejak kapan berdiri di belakangku seperti ini??”
Nyonya Jang menatap lebih dekat pada monitor laptop Hanbyul. Ia mengerutkan dahi. “Unreal.” Komentarnya singkat. “Aku tak suka pada seseorang yang tak menyukai keasliannya.” Imbuhnya sambil kembali menegakan badan.
“She’s real. And I love her. She’s my girlfriend.” Kata itu muncul begitu cepat dari mulut Hanbyul. Suasana berubah hening. Hanbyul menggigit bibirnya, mengoreksi apakah apa yang ia katakan salah. “Sorry, Mom. I just wanna be honest to you.” Bisiknya.
Nyonya Jang menghela napas panjang. “Ini salahku. Tetap menganggapmu bintang kecilku, sedang kau tumbuh secepat ini. Apakah jarak ini yang membuatku tak menyadarinya?”
“Omma…” Hanbyul menatap Nyonya Jang dengan tatapan menyesal.
“Nama akunnya berubah? Setelah tak lagi menjadi satu-satunya gadis dalam YOWL?”
Hanbyul seolah terkunci. Ia tak bisa berkata lagi. Benar sejauh ini kah sang Mama tahu?
“Aku ini seorang ibu dari seorang anak laki-laki yang tinggal sendiri jauh di Korea sana. Aku percaya padanya, tapi bukan berarti aku benar-benar melepasnya. Aku juga seorang wali murid dari seorang siswa yang tersohor di Hwaseong Academy. Aku rasa kau tak lupa akan hal itu.” Lanjut Nyonya Jang.
“Omma… Omma tahu segalanya?”
“Jadi semua kiriman itu bukan sekedar rekayasa atau kebetulan?”
“Aku mencintai Jiyoo, aku mencintai Fujiwara Ai Ayumu, Omma.” Hanbyul menegaskan. Ia mengangkat kepala dan tanpa ragu menatap Nyonya Jang.
Nyonya Jang pun balas menatap Hanbyul. Ia kemudian membuang muka dan kembali menatap Hanbyul. Putranya yang penurut, entah kenapa berubah menjadi demikian. “Cinta? Terlalu dini untuk membahasnya. Langkah awalmu baru dimulai dan kau berani mengatakan cinta? Cinta seperti apa yang kau banggakan itu?”
“Om-omma…”
“Bersiaplah. Hari ini, ada banyak hal yang harus kau lakukan!” Nyonya Jang berjalan keluar.
“Omma!!!” Teriakan Hanbyul tak digubrisnya. “Aish!!” Umpat Hanbyul kesal.
***
Sepanjang perjalanan, hening. Nyonya Jang diam, fokus dibalik kemudi. Sesekali Hanbyul menoleh, menatap sang Mama.
“Omma marah?” Hanbyul memberanikan diri bicara.
“Karirmu baru akan dirintis. Omma hanya ingin melihatmu sukses lebih dahulu.” Jawab Nyonya Jang. Sejenak kembali hening. “Jadi, gadis itu yang sempat membuatmu ragu untuk pergi?”
“Tidak.” Bantah Hanbyul cepat. “Bukan, Jiyoo. Sedari awal dia memintaku pergi. Saat surat itu tiba,  Paman Lee Moonsik menitipkannya pada Jiyoo. Jiyoo sendiri yang mengantarnya padaku. Jiyoo pula yang menemaniku membuka dan membacanya. Ketika aku tunjukan surat itu padanya, ia langsung mendukungku untuk pergi. Jiyoo tak pernah menghalangi langkahku. Jiyoo gadis yang luar biasa dan berbeda.”
Nyonya Jang menghela napas panjang. “Itu lah yang mebuatmu enggan dan meragu.”
“Tidak. Bukan begitu Omma.”
“Wanita itu bisa menguatkan, sekaligus melemahkan.”
“Omma…”
Nyonya Jang bungkam. Hanya melajukan mobilnya sedikit lebih kencang. Hanbyul kembali menghela napas dan menunduk.
-------
Nyonya Jang sampai di sekolah, dimana nanti Hanbyul akan melanjutkan menempuh pendidikannya di sini. Sangat asing bagi Hanbyul. Sejenak nyalinya menciut. Ia rindu rekan-rekannya dalam Viceroy. Di sini Hanbyul benar sendiri. Hanbyul harus memulainya dari awal.
Hanbyul berjalan-jalan. Suasana sekolah yang hening dan sebenarnya tak beda jauh dari Hwaseong Academy. Bedanya di sini tak ada Viceroy juga Ai. Hanbyul kembali menghela napas dan duduk di bangku. Hanbyul tiba-tiba teringat bagaimana dahulu ketika YOWL masuk Hwaseong Academy. Ia merasa ngeri. Bagaimana jika karma itu menimpanya?
Mengingat YOWL membuat Hanbyul teringat pada Ai. Hanbyul tersenyum sendiri mengenang semua. Ia menyentuh pipi kirinya dan kembali tersenyum. Hanbyul teringat bagaimana Ai memberikan kecupan perpisahan saat di bandara. Hanbyul memejamkan kedua matanya dan kembali mengingat kejadian di bandara. Seolah kembali di waktu itu dan benar merasakan kecupan perpisahan hangat yang diberikan Ai pada pipi kirinya. Hanbyul senyum-senyum sendiri dengan kedua mata terpejam.
“Ya! Jang Hanbyul!”
Hanbyul tersentak kaget. “Han Su Ri??” Ia benar kaget mendapati Suri sudah berdiri sedikit membungkuk di hadapannya.
“Apa yang kau lakukan, Jang Hanbyul?” Suri kembali menegakan badannya.
“Tidak ada.” Bantah Hanbyul salah tingkah.
Suri beralih duduk di samping kanan Hanbyul. “Jadi kapan mulai? Aku siap jadi pemandumu. Sepertinya kita akan jadi satu kelas. Ada satu bangku kosong di kelasku. Semoga.”
“Terima kasih. Besok lusa mungkin.”
“Em. Setelah ini akan ke club ya?”
“Aku rasa kau sudah tahu. Omma pasti sudah membaginya denganmu.”
Suri tertawa geli mendengarnya. “Kau percaya Bibi Jang?”
“Maaf?? Apa maksudnya??”
“Kami terlihat sangat akrab. Begitu menurutmu?” Hanbyul mengangguk. “Iya, karena kami sama-sama wanita dan sama-sama kesepian. Mungkin karena itu.” Suri diam sejenak. “Aku juga anak tunggal dalam keluargaku. Mama dan Papa sama-sama sibuk. Saat Bibi Jang pindah, beliau sangat ramah dan membuatku nyaman. Aku senang berada di dekatnya. Kau beruntung memiliki ibu seperti Bibi Jang.” Suri tersenyum. “Kami tak sedekat yang kau duga. Itu lah kenapa aku katakan internet lebih membantu daripada orang tua.” Imbuh Suri.
Hanbyul hanya tersenyum menanggapinya.
-------
Usai mengunjungi sekolah, Nyonya Jang membawa Hanbyul pada club basket yang akan menjadi tempat Hanbyul bernaung untuk meraih impiannya. Hanbyul berdiri di tengah-tengah lapangan basket indoor dan mengamati sekeliling.
“kelak, aku ingin duduk di antara penonton, di sana.” Ai menunjuk tribun penonton. “Di antara orang-orang yang meneriakan nama Jang Hanbyul, Jang Hanbyul, Jang Hanbyul!” Ai tersenyum manis menatap Hanbyul. “Aku tak akan turut teriak. Aku akan duduk diam dan terus berdo’a sepanjang pertandingan. Berdo’a agar Jang Hanbyul bermain dengan baik sepanjang pertandingan. Karena kemenangan hanyalah hasil akhir.” Ai berjalan mengitari Hanbyul, masih mengenakan seragam Hwaseong Academy yang khas dengan warna kuning cerah itu. “Aku akan duduk diam dan menatapmu, mengabaikan bagaimana gadis-gadis di sekitarku yang berteriak memberimu semangat. Aku tak mau melihat mereka, karena itu akan sangat membuatku cemburu.” Ai menghentikan langkahnya dan tersenyum menatap Hanbyul. Hanbyul pun balas menatap Ai dengan senyum manisnya.
“Kita pulang!” Suara Nyonya Jang memecah keheningan dalam lapangan basket.
Hanbyul mengamati sekelilingnya. Tak ada siapa pun, hanya dirinya yang berdiri di tengah-tengah lapangan basket dan Nyoya Jang di ujung pintu. Hanbyul tersenyum menggelengkan kepala lalu menyusul langkah Nyonya Jang.
***
Basecamp sangat sibuk sore ini. Sebagian besar dari mereka sibuk menata kertas selebaran. Ai dan Wooyoung baru sampai, masih memakai seragam sekolah Hwaseong Academy. Semua bergantian menyapa memberi salam ketika Ai masuk. Ai tersenyum lebar melihat antusiasme rekan-rekannya. Shin Ae menyambutnya dan segera melaporkan kegiatan yang sudah selesai dijalankan hari ini. Shin Ae menangkap atmosfer berbeda pada Ai. Gadis itu terlihat berseri sore ini. Shin Ae penasaran, ada apa gerangan.
“Mohon perhatiannya sejenak, aku ingin menyampaikan sesuatu.” Pinta Ai. Semua menghentikan aktifitas masing-masing dan menaruh perhatian penuh pada Ai. Ai kembali tersenyum melihat respon rekan-rekannya. “Terima kasih untuk kerja keras kalian semua hari ini. Ada berita bahagia dari sekolah. Dua anak Jeonggu Dong, Kim Kibum dan Kim Taerin lolos untuk turut menjadi tim yang mewakili Hwaseong Academy dalam lomba antar pelajar SMA tingkat nasional.” Semua yang ada dalam basecamp menyambut berita itu dengan senang hati. Binar-binar bahagia itu terlihat jelas di masing-masing wajah rekan-rekan Ai ini.
“Karena hal ini, kita akan kehilangan satu orang lagi, setelah Yongbae.” Lanjut Ai. “Aku mengandalkan kalian dan aku sudah membentuk tim inti. Shin Aa akan membagikannya, tim, anggota dan misi masing-masing. Aku mohon bantuan kalian semua untuk proyek ini.” Pinta Ai penuh harap. “Aku mengandalkan kalian.” Imbuhnya.
Orang-orang dalam basecamp kembali sibuk. Ai, Wooyoung, Shin Ae, TOP dan dua orang lainnya berdiri mengitari meja. TOP memegang peran. Ia berbicara menjelaskan pada yang lain. Sesekali jari telunjuk TOP menyentuh peta yang terbuka lebar di atas meja. Yang lain fokus mendengarkan penjelasan TOP.
-------
“Nona, bagaimana Kim Taerin bisa terpilih? Jadi Nona benar menyampaikan keinginan Nona kala itu?” Shin Ae saat berdua saja bersama Ai.
“Jeli. Aku suka itu. Ini kesempatan. Rugi kalau anak Jeonggu Dong tak ambil bagian.”
“Dia memang kutu buku dan terlihat pintar, tapi aku tak suka pada sikapnya yang sok angkuh itu. Ah, bukan sok angkuh tapi memang angkuh dan mengabaikan segala kebaikan dan perhatian Nona. Dia pasti cemburu karena Kim Jaejoong sangat menyanyangi Nona. Harusnya dia sadar diri, siapa yang banyak membantu Kim Jaejoong dan juga dirinya, hingga kini.”
“Kenapa kau terdengar demikian tak menyukainya?”
“Kebenciannya itu. Sangat mencolok.”
“Itu hanya yang terlihat. Jika kau menyelaminya, sebenarnya dia pribadi yang hangat. Hanya saja Taerin itu terlalu pendiam. Kata angkuh itu menurut orang-orang adalah aku.”
“Nona tak demikian, tapi memang angkuh tapi tak seperti itu yang terkesan sombong. Aku tak suka saja pada sikap-sikap Kim Taerin itu.”
“Orang bersikap demikian terkadang untuk menutupi rasa mindernya.”
“Minder?? Nona juga merasa minder??”
Ai menghela napas dan tersenyum. “Iya.” Jawabnya singkat.
“Non-nona?? Minder?? Apa yang membuat Nona minder??”
“Di mata orang aku anak yatim piatu. Beberapa mengetahui jika aku hanyalah anak dari istri simpanan Tuan Jung. Menjadi bagian dari Jeonggu Dong yang selalu di pandang sebelah mata juga menjadi alasannya. Ini menyakitkan. Aku tak ingin anak-anak sesudahku merasakan apa yang seperti aku rasakan. Walaupun mereka anak Jeonggu Dong, mereka juga manusia yang memiliki hak sama dengan manusia lainnya.” Ai kembali tersenyum mengenangnya. Ia kemudian menatap Shin Ae. “Aku mati-matian memperjuangkan itu. Kenyataannya, sangatlah sulit.”
Shin Ae diam dan menundukan kepala.
***
Minki membuka pintu kamar Ai. Minki tersenyum lalu masuk dan duduk di atas kasur tanpa ranjang itu, tepat di belakang Ai yang sibuk berkutat dengan laptopnya. Minki memperhatikan Ai dari belakang. Gadis itu tampak nyaman duduk bersila di atas karpet dan menghadap meja kecil tempat laptopnya berada. Minki kemudian tersenyum.
“Kenapa Oppa senyum-senyum sendiri seperti itu?” Tanya tanpa merubah posisinya sedikit pun. “Semua beres, terima kasih Oppa.”
“Selamat untuk Kibum dan Taerin. Ini membanggakan. Ada untungnya juga yak au dekat dengan Hyuri dan Nyonya Shin.” Canda Minki.
“Itu berkat usaha mereka sendiri. Tapi tak apalah, mungkin sudah saatnya bagi anak Jeonggu Dong unjuk diri.”
“Perlahan makin membuka mata. Aku terharu.”
“Aku pun sama. Oppa pergi menjenguk Yongbae?”
“Em.” Minki mengangguk. “Kau akan pergi ke kebun dengan Shin Ae? Hanya berdua? Kenapa tak meminta Wooyoung saja? Atau kita pergi berdua.”
“Oppa tak boleh meninggalkan florist. Shin Ae pandai membawa mobil, Oppa tak perlu khawatir. Ia pasti bisa membawaku dengan aman. Hah, kita akan sangat sibuk mulai besok. Andai tak bersekolah, pasti tak demikian memusingkan.”
“Kmebali terlintas untuk berhenti?”
Ai membalikan badan menghadap Minki dan mengangguk. “Aku bosan, mulai muak dengan semua itu.”
“Tidak bertanggung jawab!” Vonis Minki.
Ai mengangkat kepala, menatap heran Minki. “Kau mau lari dari tanggung jawab?” Tanya Minki.
“Tanggung jawab? Apa maksud Oppa?”
“Setelah YOWL memulai langkah awalnya, kini Kibum dan Taerin. Kau bertanggung jawab atas mereka.”
“Apa hubungannya dengan sekolah? Tanggung jawab?”
“Bukan hanya Kibum dan Taerin, nantinya YOWL juga akan kembali ke sekolah, jika kau pergi begitu saja setelah ini semua, apa itu bukan berarti lari dari tanggung jawab?”
Ai terdiam menundukan kepala. “Ini semua keinginanmu, kau telah memperalat banyak orang tentunya atas persetujuan mereka. Awas jika kau sampai lari dari tanggung jawab.” Ancam Minki.
Ai tersenyum kecil menanggapinya.
“Bagaimana kabar si Apel Merah?” tanya Minki kemudian.
“Si Apel Merah? Siapa?” Ai tak paham.
“Jang Hanbyul.”
“Kok si Apel Merah…?”
“Bukankah Jang Hanbyul yang berhasil meluluhkan hati Ryuke-ku ini dengan sebuah apel merah ranum yang ia bawa kala itu?” Minki merangkul Ai.
“Oh…” Ai tersenyum kecil.
“Tidak ada kabar ya?”
“Ada, entahlah. Aku belum membuka email. Tapi sms-ku dibalas kok.”
“Yang kau rasa sekarang, pasti tidak mudah.”
“Oppa yakin sekali.”
“Hey, kau ini bukan besi atau batu. Sedingin es, ada kalanya ia leleh juga.”
“Ok. Oppa sangat ingin tahu sekarang.”
“Bukan ingin tahu. Hanya mengkhawatirkanmu.”
Ai tertunduk. Bungkam.
“Pertama kalinya kau menyukai pria…”.
“Bukan yang pertama.” Bantah Ai memotong.
“Ok, bukan yang pertama. Aku tahu kau normal.”
Ai merengut melirik Minki.
Minki tersenyum lebar. “Ini pertama kalinya kau menjalin hubungan dengan seorang pria, baru saja, dan tiba-tiba kalian harus terpisah jarak yang jauh. Kau tetaplah hanya seorang anak gadis. Hanya seorang gadis, Jung Jiyoo.”
Suasana kembali hening.
“Apa kau melihat sesuatu tentang masa depan kalian?” tanya Minki lagi.
Ai menatap kesal pada Minki.
“Istirahatlah.” Minki mengelus kepala Ai lalu beranjak pergi.
“Maafkan Oppa.” bisik Ai.
***
Ai terbaring namun tak bisa memejamkan mata. Terus ditatapnya langit-langit kamar yang selalu sama. Tetap seperti itu. Tak akan berubah. Ai mendesah dan bangkit dari tidurnya. Ia kesal karena tak bisa memejamkan mata sedang tubuhnya terasa begitu lelah. Ai mengurut keningnya sendiri mencoba mengusir kesalnya. Ponsel Ai bergetar. Ia hanya meliriknya saja dan tetap mengurut keningnya. Lama-lama Ai penasaran juga dan meraih ponselnya.
Wren: mewakili yang lain. akun resmi YOWL baru saja diluncurkan. selamat!!!!! \(*O*)/ menunggu pesta besar, tapi siapa yang akan mengadakannya? tak ada kau di sini. coba, lihat! jika kau tak suka maka akan diubah J
Ai tersenyum getir membaca sms yang dikirim Jaejin padanya. Harusnya Ai memilih untuk kembali merebahkan badan dan mencoba untuk tidur. Namun Ai malah beranjak dari kasur tanpa ranjang kesayangannya dan duduk di atas karpet menyalakan laptop. Ai mulai berselancar di dunia maya. Tentu saja untuk menjawab rasa penasarannya pada situs resmi YOWL yang baru saja diluncurkan beberapa menit yang lalu; sesuai informasi yang diberikan Jaejin. Tak butuh waktu lama untuk menemukannya.
Ai terdiam menatap lurus monitor laptopnya. Ia menatap wajah Jaejoong, Wonbin, Jaejin dan Minhyuk. Tangan kanan Ai bergerak perlahan. Ia kemudian mengelus monitor laptopnya tepat pada gambar Jaejoong.
“Inilah YOWL yang sebenarnya. Aku rasa kau paham kini, Kim Jaejoong.” Bisik Ai kemudian tersenyum getir.
Tak lupa Ai membagikan link akun resmi YOWL melalui akun pribadinya juga dalam akun YOWL sebelumnya yang batal ia tutup. Hal ini tentu saja langsung menarik perhatian. Ai menghela napas panjang dan menutup laptopnya sambil kemudian menjatuhkan tubuhnya berbaring begitu saja. Ai kembali tersenyum dan memejamkan mata.
***
“Aku sempat chatting dengannya.” Sanggah Hami.
“Benarkah?” Hyerin menatapnya tak percaya.
Hami mengangguk antusias.
“Sepertinya langsung menghilang.” Hyerin sangsi.
“Iya, tapi kemudian muncul lagi.” Hami membenarkan dan meralat.
“Sepertinya Ai mulai membuka diri ya.” Komentar Sunyoung.
“Benar. Tak se-acuh dahulu.” Hami membenarkan. “Menyenangkan sekali semalam.” Imbuhnya sembari tersenyum.
“Baguslah. Akhirnya dia sadar diri kalau sekarang ia benar tak ada artinya tanpa YOWL. Bersikap angkuh pun  tak ada guna.” Ungkap Hyerin.
“Tidak begitu juga. Dulu juga rajin sesekali meladeni Yowlism. Kau ini sebenarnya Yowlism atau bukan?” tanya Hami.
“Aku penasaran YOWL kan gara-gara kamu.”
“Tapi akhirnya suka juga kan?”
“Karena aku harus mendukung Onni.”
“Tak masuk akal. Kau melakukan banyak pembelaan. Aku tahu kau merasa iba pada Ai.”
“Aku tak sepertimu Song Hami!”
“Siapa juga yang mengatakan kau sama denganku? Kau berbeda. Aku akui itu. Bahkan kau jauh, jauh lebih peduli pada YOWL dibandingkan denganku. Menudukung Nona Kim Taehee adalah alasan yang sangat tidak masuk akal.”
Sunyoung menggeleng melihat dua sahabatnya kembali adu mulut.
“Ok Nona Yowlism Sejati, apa pun itu. Huh!” Hyerin kesal.
“Apa pun itu adalah hakmu. Aku tak tahu mengapa tapi terima kasih sudah turut membantu YOWL.” ungkap Hami tulus.
“Sasaeng fans.” Gumam Hyerin.
“Hey! Aku tak seperti itu!”
“Ok. Ok. Kau tahu, kemungkinan jadwal debut YOWL akan dipercepat.”
“Dipercepat? Kenapa begitu?”
Sunyoung turut penasaran. Terlihat benar dari ekspresinya.
“Tak jadi di Jeonggu Dong? Lalu apa arti pertemuan kala itu?” buru Hami.
“Entahlah. Sepertinya Onni menimbang ulang keputusannya.” Hyerin tak semangat.
“Ai sudah tahu?” buru Hami lagi.
“Aku tak tahu. Menunggu Jeonggu Dong stabil, bukankah itu semacam harapan kosong?”
“Benar juga.” Komentar singkat Sunyoung.
“Ai harus kecewa lagi.” Hami merengut.
“Keinginan Ai untuk Jeonggu Dong itu menurutku terlalu muluk-muluk. Siapa dia benari memiliki impian setinggi itu?” kata Hyerin lagi.
“Keyakinannya yang kuat pada YOWL terbukti bukan? Aku tak pernah meragukan Ai. Aku yakin ia pasti bisa mewujudkannya. Jeonggu Dong seperti yang ia harapkan.” Bela Hami. “Kau lihat apa yang ia lakukan pada Viceroy dan Hwaseong Academy? Itu menakjubkan bukan?”
“Pasti sudah dipelajari sebelumnya.”
“Namun tetap saja tak mudah. Jika aku pasti tak akan sanggup. Aku tak punya keberanian dan keyakinan seperti yang Ai miliki.” sela Sunyoung.
“Sekolah dan kehidupan nyata itu beda.” Hyerin kukuh.
“Sekolah ada dalam kehidupan nyata. Apa yang tak mungkin? Ai telah membuktikannya.” Hami kembali bicara. “Ia tak gagal membangun impiannya. Wujud nyatanya adalah YOWL. Tanpa Ai berada di dalam YOWL, namun impiannya tetap ada bersama YOWL. Strategi yang aku yakin, kau, orang yang dinilai sempurna ini tak memilikinya. Ai tak perlu menggunakan tangannya sendiri untuk membangun impiannya. YOWL ada dan akan selalu dikenang itu karena Ai. Nama Ai pun akan selalu ada bersama mereka, sepanjang YOWL dikenal.” Hami tersenyum kemudian berjalan pergi.
Hyerin berdiri tertegun.
“Tujuan mulia, tekad bulat dan keberanian. Ini benar-benar akan di amini alam semesta dan mendukung Tuhan untuk mengabulkannya.” Kata Sunyoung sebelum pergi.
“Kita lihat saja bagaimana selanjutnya.” Gumam Hyerin lirih  menyusul langkah Sunyoung.
***
Soojung mencegat Taerin yang sedang berjalan sendiri usai meminjam beberapa buku di perpustakaan. Soojung ditemani empat orang anak dari club sains. Ia melipat tangan dan menghadang Taerin.
“Aku heran bagaimana orang sepertimu bisa lolos untuk turut dalam tim perwakilan sekolah. Apa ini campur tangan gadis itu? Mantan personel YOWL yang sempat membuat heboh sekolah itu?” tandas Soojung. “Kau yakin akan maju? Kau yakin kau bisa? Tak akan memalukan sekolah?”
“Hasil tes dan juga nilaiku yang membuatku lolos.” Jawab Taerin.
“Oya…? Percaya diri sekali? Aku rasa kau cukup tahu diri. Kau tak pernah masuk hitungan sebelumnya. Aku tahu kau anak Jeonggu Dong. Ini rencananya bukan?”
“Aku mengikuti prosedur yang berlaku.”
“Mengejutkan. Tiba-tiba anak-anak Jeonggu Dong ini mendapat perhatian lebih. Ada berapa anak Jeonggu Dong di sekolah ini?”
“Sepuluh!” sahut Kibum sembari berlari mendekat. “Kim Jaejoong, Oh Wonbin, Lee Jaejin, Kang Minhyuk, Fujiwara Ayumu, Kim Kibum, Song Seunghyun, Kim Taerin dan dua murid lagi.” terang Kibum kemudian berdiri di samping kanan Taerin. “Apa kehadiran kami mengganggumu?”
Soojung menyincingkan senyum di bibir tipisnya. “Kita lihat saja nanti. Aku penasaran pada penampilan kalian. Semoga kalian tak memalukan.” Soojung pun pergi diikuti keempat temannya.
“Kau baik-baik saja?” tanya Kibum pada Taerin.
Taerin tak menjawab dan langsung pergi.
“Hah! Sampai kapan kau akan bersikap seperti itu Kim Taerin?” gumam Kibum kesal dan kemudian pergi.
-------
Taerin menghentikan langkahnya dan mengerutkan dahi. Seunghyun ia cari-cari justru terlihat asik ngobrol bersama Ai. Ada apa ini?  tanya di benak Taerin karena hal ini sangat ganjil baginya. Seunghyun memang mengagumi YOWL juga Ai, namun pemuda itu tak pernah bertegur sapa pada mereka. Terutama pada Ai. Ini sangat tak wajar. Apalagi hanya Ai sendiri di sana bersama Seunghyun, tanpa ada Wooyoung yang biasa selalu ada bersama Ai. Taerin bertahan di tempat ia berdiri menatap kesal Seunghyun yang terlihat amat senang itu. Taerin tak suka ekspresi berserk-seri Seunghyun saat ia berhadapan dengan Ai seperti saat ini.
***
Ai dan Wooyoung kompak menegakan badan ketika dua murid itu muncul. Kedua murid yang juga mengenakan seragam Hwaseong Academy itu mengabaikan keberadaan Ai dan Wooyoung.
“Aku menunggu kalian!” kata Ai.
Dua pemuda itu kompak menghentikan langkahnya.
Ai diikuti Wooyoung beralih ke depan dua murid yang kini menatapnya heran. “Maaf ini mungkin terkesan tak sopan. Aku tak yakin aku akan diterima jika aku datang berkunjung ke rumah kalian.” kata Ai.
Dua murid ini semakin dibuat bingung.
“Kalian ingat tentang Hwaseong Festival? Aku mengabaikan kalian, iya tapi tidak. Waktu itu aku tak ingin membuka tabir Jeonggu Dong terlalu lebar dalam sekolah. Waktu itu aku menyimpan energi kalian. Namun kali ini aku benar-benar butuh.” Ai mengulurkan dua amplop putih di tangannya.
Dua murid itu makin bingung.
“Cara yang sama. Aku melamar kalian. Aku membutuhkan seorang gitaris dan seorang bassis. Aku rasa pilihanku benar, Jung Yonghwa dan Jang Dongwoo. Konsep yang ingin aku buat ada di dalam sini. Walau menolak lamaranku ini, tapi tolong terima amplop ini dan aku harap kalian membacanya.” Ai masih dengan tangan kanan terulur.
Jung Yonghwa dan Jang Dongwoo tak berkata apa pun. Keduanya diam selama beberapa saat namun kemudian mengambil amplop di tangan Ai. Keduanya kemudian pergi begitu saja.
Ai tersenyum lega. Begitu juga Wooyoung.
***
Tim yang dibentuk Ai mulai bergerak. Mereka menyebarkan kertas-kertas yang telah mereka persiapkan beberapa hari sebelumnya. Tim yang terbagi dalam beberapa kelompok mulai meluncur ke area masing-masing. Mereka menyebar kertas-kertas selebaran itu begitu saja dan ada pula yang di temple pada tiang listrik atau tembok, pagar, pohon dan media lainnya yang biasa digunakan untuk promosi.
Segerombolan pemuda berhenti di dekat sebuah tiang listrik. Mereka memperhatikan kertas selebaran yang baru saja di temple oleh rekan-rekan Ai. Pemuda yang berada paling tengah merampas kertas itu dari tiang listrik, meremasnya dan membuangnya begitu saja.
“Annyeong!” Ai keluar dari tempat persembunyiaannya ditemani Wooyoung dan dua anak buah Yongbae.
Kelompok yang jumlahnya lebih banyak dari kelompok Ai terkejut. Mereka segera siaga.
Ai tersenyum menyincing. Begitu tenang dan dingin. 


---TBC---
 
  shytUrtle

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews