Review bacaan dan tontonan

Review Buku I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki

01:50


I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki



Judul: I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki

Penulis: Baek Se Hee

Terbit: Cetakan pertama, Agustus 2019

Penerbit: Penerbit Haru

Jumlah halaman: 236 hlm ; 19 cm

ISBN: 978-623-7351-03-0




Katanya mau mati, kenapa malah memikirkan jajanan kaki lima? Apa benar kau ingin mati?

"Esai ini ditulis apa adanya berdasarkan pengalaman penulis yang mengalami distimia." - dr. Jiemi Ardian, Sp. KJ


Aku: Bagaimana caranya agar bisa mengubah pikiran bahwa saya ini standar dan biasa saja?

Psikiater: Memangnya hal itu merupakan masalah yang harus diperbaiki?

Aku: Iya, karena saya ingin mencintai diri saya sendiri.

I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki adalah esai yang berisi tentang pertanyaan, penilaian, saran, nasihat, dan evaluasi diri yang bertujuan agar pembaca bisa menerima dan mencintai dirinya.

Buku self improvement ini mendapatkan sambutan baik karena pembaca merasakan hal yang sama dengan kisah Baek Se Hee sehingga buku ini mendapatkan predikat bestseller di Korea Selatan.




Awalnya saya nggak begitu tertarik sama buku ini. Tapi, karena Haru gencar promosinya, jadinya penasaran juga. Kekeke.

Ketika buku ini akan diterbitkan, ada special offer. Untungnya toko buku online langganan saya masuk dalam list toko buku online yang ikut program special offer dari Penerbit Haru. Jadilah beban saya menjadi ringan. Tidak perlu perang dengan bengis. Hehehe.

Saya sengaja memilih paket yang menawarkan buku dengan tanda tangan penulisnya. Uwu!!! Seneng, tapi nggak terlalu seneng juga. Wkwkwk. Gimana tho? Kan gampang, tanpa perang kayak kapan hari pas rebutin edisi bertanda tangan di Shopee. Jadi ya seneng, tapi biasa aja.

Inilah penampakan apa aja yang saya dapat dari paket yang saya pilih. Ada tanda tangan Mbak Se Hee. Keren kan! Tanda tangan asli. Pakek spidol item. Kekeke.







Nah, sekarang kita bahas isi bukunya ya! Seperti yang tertulis di bagian belakang buku yang kemudian saya tulis ulang di atas, buku ini berupa esai yang berisi percakapan antara penulis dan psikiaternya. Lalu, ada pula ungkapan isi hati dan pemikiran penulis. Simpelnya, buku ini adalah diary dari penulis yang membagi pengalamannya selama pengobatan kepada psikiater.

Pada bagian awal buku ada penjelasan dari Dokter Jiemi Ardian tentang apa itu distimia. Karena dalam buku ini, penulis didiagnosis menderita distimia. Menurut penjelasan Dokter Jiemi, distimia adalah bentuk kronis (jangka panjang) dari depresi.

Serem ya! Terkesan rumit juga. Tapi, pengalaman penulis sebagai penyintas depresi menyenangkan untuk disimak. Salah satu alasan yang membuat saya memutuskan untuk mengadopsi buku ini adalah karena buku ini berisi pengalaman penulis yang berusaha sembuh dari sakit mental yang ia alami. Saya meras, wah teman senasib dong!

Terlebih buku ini dilabeli sebagai buku bestseller di Korea dan ada beberapa idol yang membacanya. Dikemas promo apik dari Haru membuat saya kepincut dan beli melalui program special offer.


Selama saya membaca buku ini, saya merasa ada banyak hal yang sama, yang juga saya rasakan. Penulis pun didiagnosis mempunyai gangguan kecemasan. Walau saya tidak sampai memeriksakan diri ke psikiater, saya pun mempunyai masalah berupa gangguan kecemasan.

Memahami seseorang dengan gangguan mental memang sulit. Pemikiran mereka rumit. Tapi, sebagai sesama survivor, sedikit banyak saya paham pada pemikiran penulis. Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya merasa kami memiliki banyak kesamaan. Yang paling kentara adalah sama-sama memiliki kepercayaan diri yang rendah.

Apa yang dirasakan penulis, beberapa saya pun pernah merasakannya. Bagaimana pemikiran itu sangat mengganggu dan membuat lelah.

Memang metode yang benar adalah berkonsultasi kepada ahlinya; psikolog atau psikiater. Sampai sekarang saya pun masih memendam keinginan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Tapi, saya juga takut jika nantinya harus mengkonsumsi obat. Karena itu, saya lebih memilih untuk melakukan self healing saja.

Buku ini bagus. Yang membuat saya sedikit nggak nyaman hanya adanya halaman berwarna pink (saya menyebutnya pink) dengan tulisan hitam. Jujur mata saya jadi sedikit sakit setiap kali membacanya. Terlebih saat membaca malam hari di dalam kamar. Lalu, ada sedikit typo. Tapi, tidak mengganggu karena bukan typo yang parah.



Nah, buat kalian yang merasa punya sakit jiwa. Waduuu! Sakit jiwa. Hehehe. Intiny punya masalah sama jiwa kita, boleh lah baca buku ini. Buku ini memberi kita gambaran bagaimana psikiater menuntun pasien untuk memiliki pemikiran lebih baik tentang dirinya.

Oya, buku ini belum selesai. Penulis menuliskan bersambung ke volume 2. Jadi, bakalan ada lanjutannya. Mungkin kisahnya setelah melakukan liburan sendirian.

Ah iya! Ngomong-ngomong soal liburan, psikiater mengatakan perbanyak jalan dan menyerap sinar matahari. Seperti yang kita tahu, sinar matahari mengandung vitamin D. Dan, vitamin D sangat bagus dikonsumi bagi penderita gangguan jiwa. Katanya, bisa mengatasi depresi. Pantas saja psikiater meminta penulis lebih banyak jalan kaki dan menyerap sinar matahari.

Sekian ulasan saya. Maaf jika ada salah kata. Terima kasih dan semoga bermanfaat.


Tempurung kura-kura, 31 Oktober 2019.
- shytUrtle -

Review bacaan dan tontonan

Review tvN Drama Stage: History of Walking Upright

07:51

tvN Drama Stage: History of Walking Upright




Profile

TV Movie: History of Walking Upright (literal title)

Revised romanization: Jigribbohaengui Yeoksa

Hangul: 직립보행의 역사

Director: Jang Jung-Do

Writer: Choi Sung-Wook

Network: tvN

Episodes: 1

Release Date: December 16, 2017

Runtime: Saturday 24:00

Language: Korean

Country: South Korea



Cast

- Kang Mi-Na as Mi-Na
- Byeon Woo-Seok as Jong-Min

Additional Cast Members:

Lee Jini - Sun-Mi

Lim Won-Hee - Mi-Na's father

Lee Min-Ryeong

Yang Hye-Ji


Notes

First script reading took place August 24, 2017 at Studio Dragon in Sangam, South Korea.

Part of tvN's OPEN series to discover talented story tellers. There will be 10 specials in the series.

2018 tvN Drama Stage:

Drama Stage: Assistant Manager Park's Private Life | Bakdaeriui Eunmilhan Sasaenghwal (tvN / 2017)

Drama Stage: Assistant Manager B and Love Letter | Bjooimgwa Leobeureteo (tvN / 2017)

Drama Stage: History of Walking Upright | Jigribbohaengui Yeoksa (tvN / 2017)

Drama Stage: Picnic Day | Sopoongganeun Nal (tvN / 2017)

Drama Stage: Today I Grab the Tambourine Again | Oneuldo Tanbeorineul Moshibmida (tvN / 2017)

Drama Stage: Anthology | Moonjib (tvN / 2018)

Drama Stage: Not Played (tvN / 2018)

Drama Stage: Our Place's Tasty Soybean Paste | Woori Jibeun Matna Dwenjang Matna (tvN / 2018)

Drama Stage: Fighter Choi Kang-Soon | Paiteo Choikangsoon (tvN / 2018)

Drama Stage: The Woman Who Makes the Last Meal | Majimak Siksareul Mandeuneun Yeoja (tvN / 2018)



Alasan nonton drama spesial ini adalah karena ada Byeon Woo Seok. Waktu itu lagi chat sama Kookie Noona. Saya lagi baper sama Joon, salah satu makcomblang dalam drama Flower Crew: Joseon Marriage Agency yang diperankan oleh Byeon Woo Seok. Lalu, Kookie Noona mengirimkan link drama spesial Byeon Woo Seok. Jadilah nonton.

Drama spesial ini tentang highschool story. Cerita SMA itu memang selalu menarik buat disimak ya. Demikian juga dengan drama spesial dari tvN ini.


Berkisah tentang Mina (Kang Mina) seorang gadis SMA yang ceria. Ia gemar membawa skateboard setiap kali ke sekolah. Uniknya, Mina punya kemampuan menghilang atau menjadi tidak tampak. Ini tuh seperti Harry Potter dan teman-temannya kalau pakai jubah tak tampak. Yap! Macem kamuflase sama udara gitu.


Mina bersahabat dengan seniornya yang bernama Jong Min (Byeon Woo Seok). Jong Min seorang bintang olah raga di sekolah. Ia digandrungi banyak gadis.



Seperti biasa, pagi itu Mina dan Jongmin berangkat bersama. Jongmin meminta Mina menunggunya karena ia ingin mengatakan sesuatu pada Mina. Mina yang diam-diam menyukai Jongmin pun senang. Ia yakin Jongmin akan mengutarakan rasa sukanya dan memintanya untuk menjadi pacar Jongmin.



Sepulang sekolah pun mereka bertemu. Jongmin mengajak Mina pergi ke toko asesoris dan meminta Mina memilih cincin, anting, dan bando. Mina senang bukan kepalang. Tapi, saat mereka berpisah, Jongmin tak memberikan barang-barang itu. Mina tetap berpikir positif; ia yakin Jongmin akan memberikan barang itu besok padanya dan di depan teman-teman sekolah mereka.



Keesokan harinya Jongmin tidak muncul di tempat mereka janjian. Saat sampai di kelas, Mina mendapati fakta bahwa Jongmin memberikan hadiah yang mereka beli kemarin kepada teman sekelas Mina. Mina pun patah hati.




Drama ini genrenya komedi romantis. Nonton akting Mina di sini tuh berasa nonton Jiun versi cewek. Ngegemesin banget. Hehehe.

Banyak adegan lucu yang bikin terpingkal-pingkal. Pun ada adegan yang bikin nyesek.

Tadinya saya pikir drama ini akan banyak adegan fantasi karena kemampuan unik Mina. Harapan saya pupus. Drama ini lebih memfokuskan pada kisah remaja yang sedikit rumit sekaligus tentang bagaimana arti dari pertemanan dan bertindak sesuai hati nurani dan kebenaran.

Waktu Jongmin marahin Mina ikutan sebel. Padahal Mina udah belain ceweknya sampai terlibat perkelahian dengan cewek-cewek sekelasnya. Oya, drama ini juga menggambarkan bullying yang lumayan kejam.

Kalau kalian butuh tontonan ringan dengan selipan humor, drama spesial ini bisa jadi pilihan. Selain Byeon Woo Seok, ada oppa cakep yang lewat sekilas-sekilas doang. Kayaknya guru. Sayangnya nggak ada dialog sama sekali itu babang tamvan. Kekeke.

Sekian ulasan dari saya. Mohon maaf jika ada salah kata. Semoga bermanfaat. Terima kasih dan selamat menonton.

Photo by: Hancinema.


Tempurung kura-kura, 29 Oktober 2019.
- shytUrtle -

Khayalan shytUrtle

AWAKE "Rigel Story" - Bab VIII

05:15

AWAKE - Rigel Story
  




 Bab VIII
 

Tahun ajaran baru dimulai. Setelah mengikuti MPLS, murid kelas X menjalani hari pertama di sekolah. Selain perkenalan dengan wali kelas, hari pertama diisi dengan pemilihan pengurus kelas dan peminjaman buku paket ke perpustakaan. Belum ada pelajaran di hari pertama sekolah usai liburan panjang semester.
Demi menghindari kepadatan di perpustakaan, petugas perpustakaan memberikan jadwal pengambilan buku. Hari Senin untuk murid kelas XII, Selasa untuk kelas XI, dan Rabu untuk kelas X. Jadi, selama tiga hari itu jam aktif pelajaran belum berlaku bagi seluruh murid.
Hari pertama di sekolah berjalan lancar. Walau saat MPLS ada siswi yang hampir kesurupan, murid senior dan junior tak terlalu meributkan hal itu. Karena, mereka telah menerimanya sebagai ‘tradisi perkenalan tahun ajaran baru’. Setiap tahun kejadian itu pasti ada. Jadi, walau Pearl dan gengnya menebar rumor tentang kesurupan ada hubungannya dengan Rue, tak banyak yang menanggapi hal itu dengan serius.
Hari ketiga pengambilan buku paket. Rue bukan murid yang di rekurt untuk menjadi relawan di perpustakaan. Tapi, ia berada di sana. Ia tak membantu relawan atau petugas perpustakaan. Ia duduk saja di dalam perpustakaan sambil membaca sebuah buku.
Keberadaan Rue di perpustakaan membuat pengurus kelas dari kelas X yang mengantri untuk mengambil buku paket jadi sedikit heboh. Mereka yang mengidolakan Rigel saling berbisik dan terlihat antusias melihat Rue duduk sendirian di perpustakaan. Walau ada beberapa murid senior yang juga menghabiskan waktu di perpustakaan, tetap Rue yang terlihat menonjol di mata para junior.
Bangunan perpustakaan hampir setara dengan ruang kelas. Hanya sedikit lebih luas dari kelas. Rak buku di letakkan di pinggir. Di bagian tengah ada satu deretan rak yang memisahkan meja dan kursi untuk pengunjung perpustakaan. Namun, karena rak-rak buku itu hanya setinggi leher orang  dewasa, perpustakaan pun tak terlihat terlalu padat.
Ada meja yang di jajar memanjang di sela antara rak di pinggir dan rak tengah. Bangku-bangku ditata berjajar  menemani meja-meja itu. Setiap bangku ditata di sisi kanan dan kiri meja yang berjajar. Meja petugas berada di sisi kiri pintu masuk. Di dekat meja petugas ada pintu yang menghubungkan perpustakaan dengan kantor kepala perpustakaan.

“Buku sejarah sekolah?” Suara itu menyita perhatian Rue.
Rue mengangkat wajahnya. Tepat di hadapannya, seorang pemuda duduk bersila di atas meja. Pemuda itu mengenakan Gwanbok (hanbok/pakaian tradisional Korea untuk pegawai kerajaan abad ke-17) berwarna biru. “Begitu kah cara seorang bangsawan duduk? Nggak sopan banget!”
Pemuda itu menoleh, dan menatap Rue dengan wajah memberengut. “Aku kan sudah mati. Untuk apa bertingkah sopan? Di depanmu pula!”
Rue tersenyum. “Goong Doryeonim[1], boleh aku bertanya sesuatu?”
Hantu yang mengenakan Gwanbok itu sebenarnya tak mengingat namanya sendiri. Tapi, ia mengaku jika hantu-hantu di SMA Horison sering memanggilnya Goong. Goong adalah Bahasa Korea yang memiliki arti istana/palace. Mungkin karena ia memakai baju pegawai kerajaan di era Joseon, jadi hantu lainnya memanggilnya Goong. Rue sendiri heran. Kenapa hantu era Joseon itu bisa berada di SMA Horison.
“Mengorek informasi harus membayar.” Goong melipat tangan di dada dan bersikap sok angkuh.
Rue tersenyum. “Ya udah. Nggak jadi.”
“Lho? Kok nggak jadi?” Goong menurunkan tangannya yang terlipat.
Rue hanya mengangkat kedua bahunya. Tanpa berbicara. Ia kembali fokus pada buku di hadapannya.
Goong mengikuti arah pandangan Rue. “Kenapa kamu membaca buku sejarah SMA Horison? Jam pelajaran kan belum aktif.”
“Apa pernah ada murid yang meninggal di sekolah? Ah! Mungkin tertulis di buku sejarah ini. Mari kita cari!” Rue seolah berbicara dengan dirinya sendiri.
“Tidak ada!” Goong menjawab pertanyaan Rue. “Jika murid meninggal karena kecelakaan atau sakit ada. Tapi, meninggal di sekolah tidak ada. Terlebih meninggal karena ulah salah satu dari kami. Karena tahu sekolah ini angker, pihak sekolah tidak pernah lupa melakukan persembahan dan doa bersama sebagai tanda saling menghormati dengan kami.
“Sekolah pernah merencanakan untuk membangun arena wall climbing. Tapi, sebagian besar dari kami sengaja protes. Itu akan terlalu beresiko. Karena, seperti manusia, banyak juga pendatang yang tiba-tiba muncul di sini. Walau mereka hanya sekedar mampir, tapi tidak semuanya bisa diatur. Kami hanya tidak ingin jadi kambing hitam kalau terjadi kecelakaan dengan adanya wall climbing. Lagian manusia zaman sekarang aneh. Untuk apa memanjat dinding tinggi seperti itu? Ingin menirukan cicak? Atau, Spiderman?”
Senyum tersungging di bibir tipis Rue. Ia mendapatkan informasi yang ia mau dengan mudah. Goong memang mudah dibodohi. Bukan pertama kalinya Rue memanfaatkan hantu era Joseon itu.
“Ngomong-ngomong soal pendatang, kami sedikit merasa tak nyaman.” Goong melanjutkan. “Auranya… seperti penjajah. Aku khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi.”
“Saat MPLS, murid tersesat dan murid kesurupan, apa itu ulah salah satu dari kalian?”
“Bukan. Murid-murid tahun ini sopan-sopan. Ya, walau beberapa dari mereka membicarakan kami. Tapi, itu wajar. Kami sama sekali tak berniat juga tak berminat mengganggu mereka.”
“Apa ulah pendatang itu?”
“Entahlah. Auranya gelap sekali jadi kami…” Goong diam, lalu menatap Rue. “Ya! Kau mengorek informasi dariku!”
“Aku? Kapan?”
“Itu tadi!”
“Kan, Doryeonim yang mulai cerita. Aku hanya menjadi pendengar yang baik. Kalau aku tidak merespon, Doryeonim berpikir aku tidak sopan. Aku hanya menanggapi cerita Doryeonim.
“Ah! Kau ini!” Goong sewot.
Rue tersenyum dan menyandarkan punggung ke punggung kursi. Ia menoleh ke arah kiri. Ternyata Hanjoo sudah duduk dekat di sampingnya.
Hanjoo tersenyum. Saat ia tiba di perpustakaan, ia melihat Rue sedang duduk membaca buku. Ketika ia mendekat, baru ia sadari jika Rue sedang berkomunikasi dengan makhluk astral. Hanjoo bisa mengetahui hal itu karena Rue terlihat sedang dalam kosentrasi penuh.
“Ngobrol sama siapa?” Hanjoo buka suara setelah Rue membalas senyumnya.
“Pangeran Joseon.”
“Aku bukan Pangeran Joseon!” Goong protes.
Rue hanya tersenyum menanggapi aksi protes Goong.
“Buku sejarah sekolah?” Hanjoo membaca buku yang terbuka di depan Rue.
“Tidak ada murid yang meninggal di sekolah. Informasi yang aku dapat, lebih akurat dari apa yang ada di dalam buku ini.”
“Pangeran Joseon?” Mulut Hanjoo bergerak tanpa suara.
Rue mengangguk dan tersenyum.
“Kamu yang terbaik.” Hanjoo memberikan dua jempolnya.
“Ayo! Aku rasa kita harus melakukan penyelidikan.” Rue bangkit dari duduknya.
“Penyelidikan?”
Rue mengangguk. Ia kemudian menoleh pada Goong yang masih duduk bersila di atas meja dengan ekspresi sewot. “Kamsahamnida, Doryeonim.” Rue berterima kasih menggunakan Bahasa Korea. “Seperti biasanya, di tempat biasanya.”
Ekspresi Goong berubah cerah. “Tiga ya?” Ia menunjukkan tiga jari tangannya pada Rue. Girang karena Rue akan membakar dupa favoritnya di tempat favoritnya.
Rue mengangguk.
Saranghamnida, Rue!” Goong membentuk love sign dengan mengangkat kedua tangannya di atas kepala.
Rue tersenyum, menggeleng pelan, dan pergi bersama Hanjoo.
***

Esya, Hongjoon, dan Axton berkumpul di kantin untuk makan siang. Mereka sengaja memilih waktu mendekati bel masuk. Menurut mereka waktu akhir akan memberi tempat yang longgar di kantin. Sayangnya prediksi mereka salah. Kantin masih cukup padat ketika mereka datang.
Usai memesan makanan, mereka pun duduk di meja yang sama. Mereka menikmati makan siang dalam keheningan. Hingga ada dua siswa meminta izin duduk bergabung di meja mereka. Axton mempersilahkan. Dua siswa itu pun duduk bergabung.

“Kira-kira tadi Kak Rue ngapain ya? Di perpustakaan. Kaget aku liat dia duduk sendirian di sana.” Siswa berambut cepak memulai obrolan dengan teman yang duduk di hadapannya. Mau tak mau, Axton, Hongjoon, dan Esya pun mendengar obrolan itu. Karena mereka duduk di meja yang sama.
“Katanya, kalau dia lagi diem dan konsentrasi gitu. Artinya dia lagi komunikasi sama makhluk astral.” Siswa berambut lurus yang dipangkas rapi dengan belah tengah menanggapi.
“Masa sih? Kamu tahu dari mana?”
“Baca-baca di internet. Kita liatnya orang itu lagi diem. Padahal aslinya lagi ngobrol sama makhluk astral.”
“Aku nggak percaya. Fokus baca aja kali dia tadi.”

“Kenapa cowok makan sambil bergosip sih!” Esya mengomentari dengan lirih.
“Bukannya itu hal biasa? Kita aja yang terlalu hening.” Axton turut berbisik.
Dua siswa itu bangkit dari duduknya. Sudah selesai makan.
“Busyet! Patas banget makannya!” Axton dibuat heran dengan kecepatan makan dua rekan seangkatannya itu. “Mereka laper apa doyan?”
Hongjoon tersenyum melihat reaksi heran Axton.
Axton kembali menatap Esya yang duduk berdampingan dengan Hongjoon bersebarangan dengannya. “Esya, kamu Orion kan?”
“Iya. Kenapa?”
“Bener yang mereka omongin tadi?”
“Apa?”
“Keliatannya diem, padahal lagi komunikasi sama makhluk astral. Rigel pernah bahas itu?”
“Tidak pernah. Tapi, aku pernah baca artikel, katanya emang seperti itu. Orang dengan indera keenam, kalau komunikasi dengan makhluk astral memang seperti itu.”
“Woa!” Axton terkagum-kagum. “Trus, Kak Rue komunikasi sama siapa di perpustakaan?”
“Mana aku tahu!”
“Hehehe. Sekolah kita kan banyak penghuninya ya.”
“Udah jangan dibahas lagi!”
“Oke. Oke.”
Hongjoon hanya diam dan menyimak. Ia pun penasaran tentang apa yang dilakukan Rue di perpustakaan.

“Gimana caranya ya?” Hongjoon yang duduk di salah satu bangku di bawah pohon di samping kelas X-7 tiba-tiba bersuara.
Esya yang sedang menonton video di Youtube pun menoleh. “Cara untuk apa?” Ia balik bertanya.
Hongjoon menghela napas dan melirik tangan Esya yang memegang ponsel. “Video Rigel?”
“Bukan. Tapi, video favorit Rigel.”
“Video favorit Rigel?”
Esya bergumam dan menganggukkan kepala. “Reality show ini adalah reality show favorit Rigel.”
“Tayang di TV?”
“Iya. Tapi, tayangnya malem. Aku nggak kuat kalau begadang buat nonton. Makanya aku nonton rekamannya  di Youtube. Boleh dibilang, reality show ini adalah panutan Rigel. Sama-sama memburu penampakan hantu di tempat-tempat seram.”
Hongjoon terdiam. Menelaah penjelasan Esya. Ia pun tersenyum ketika menyadari di dunia perburuan hantu ada idola dan panutan.
“Rue sangat mengidolakan Master Parama.”
“Master Parama?”
“Iya. Paranormal pengasuh program reality show misteri The World Between Us. Dalam sebuah video, Rue pernah mengungkapkan jika dia sangat mengidolakan Master Parama. Dan, ia juga berharap suatu saat Rigel bisa bergabung dalam The World Between Us. Ada yang bilang, Rigel udah ngirim lamaran untuk menjadi peserta dalam The World Between Us. Kami, Orion mendukung tindakan Rigel. Kami berharap mereka lolos. Mau nonton?”
“Nggak ah.” Hongjoon langsung menolak.
“Tadi, kamu nanya cara apa?”
“Nggak jadi. Nggak enak juga dibahas di sini.”
Esya menghela napas panjang dan menggeleng pelan. Lalu, ia kembali fokus pada layar ponselnya.
***

“Pendatang? Penjajah?” Dio merasa salah dengar ketika Rue menjabarkan hasil wawancara dengan Goong.
Byungjae mengaduk-aduk jus jeruk di hadapannya. “Apa artinya pendatang itu menjajah makhluk halus yang ada di sekolah kita?”
Sepulang sekolah, Rigel berkumpul di sebuah warung internet yang memiliki cafe yang terletak di pinggir jalan yang mereka lewati saat berangkat dan pulang sekolah. Banyak pengunjung berseragam sekolah seperti mereka. Karena tempat itu memang tempat favorit sebagian besar pelajar di area itu.
“Emangnya bisa pendatang menjajah penduduk asli?” Dio kembali bicara. Kemudian ia memiringkan kepala. Merasa ada yang salah dengan pertanyaannya. “Belanda juga pendatang yang menjajah penduduk asli Indonesia, kan? Ya ampun! Kenapa aku bego banget sih!” Ia menyadari jika hal seperti itu bisa saja terjadi. Tidak hanya di dunia manusia. Tapi, juga di dunia makhluk astral.
“Jika Goong memiliki firasat buruk, kita harus lebih hati-hati.” Hanjoo ikut bersuara setelah menyeruput jus stroberi di hadapannya.
“Ah! Stroberi!” Rue mengeluh setelah melihat jus stroberi milih Hanjoo.
“Teringat pada Strawmato?” Dio paham maksud dari keluhan Rue.
Tomato-nya di sini. Tapi, tidak dengan Strawberry.” Byungjae meralat. “Kapan Strawberry akan kembali?”
“Dia baik-baik saja kan?” Dio menyambung.
“Mm.” Rue mengangguk. “Dia bilang, aku nggak perlu khawatir. Dia pasti akan kembali tepat waktu.”
“Dia pasti menikmati waktu mudiknya. Kadang aku juga pengen pulang ke Venezuela.”
“Aku juga kangen Korea.” Byungjae pun terbawa suasana.
Rue dan Hanjoo kompak tersenyum saat menatap Dio dan Byungjae.
“Lalu, apa misi kita selanjutnya?” Byungjae kembali antusias. “Menyelidiki si pendatang?”
“Daripada itu, aku lebih ingin menyelidiki Geng Mutiara!” Dio menolak misi yang diajukan Byungjae.
“Kenapa dengan mereka? Oh! Saat evaluasi itu ya? Kamu masih kesal?”
“Bukan hanya itu! Sepanjang tahun, Pearl ingin menjatuhkan Rue. Terlebih setelah Rue terpilih sebagai Presiden Sekolah. Rue, tahun ini kamu maju mencalonkan diri lagi aja. Aku yakin kamu bakalan menang mutlak. Biar makin kebakaran alis itu Pearl!”
“Kebakaran alis? Hahaha.” Byungjae tergelak.
“Cewek nggak punya jenggot tahu!” Dio kesal karena Byungjae menertawakannya.
“Aku sih lebih setuju Kevin yang jadi next School President. Dia lebih bertanggung jawab daripada aku.” Rue mengomentari usul Dio.
“Iya aku tahu. Tapi, jabatanmu sebagai Presiden Sekolah berguna untuk membujuk penghuni lain di sekolah untuk tidak mengganggu murid. Negosiasimu berhasil. Karena kamu Presiden Sekolah, mereka menganggap dan menghormati kamu.”
“Rue,” Hanjoo meminta perhatian. “Jika benar tersesatnya Hongjoon dan siswi kesurupan itu ulah hantu pendatang, berarti dia lebih kuat dari semua makhluk astral yang ada di sekolah dong?”
“Bisa jadi begitu.” Rue membenarkan.
“Kamu nggak ngerasa gitu kalau misal ada sesuatu yang baru di sekolah?” Dio turut bertanya.
“Nggak. Belum sih. Kupikir itu wajar karena MPLS.”
“Lalu, Dewa Kematian alias Malaikat Maut, apa ada hubungannya dengan si pendatang itu?” Byungjae tak mau kalah.
“Hey! Buat apa Dewa Kematian ngurusin arwah yang jelas udah mati? Tugas mereka kan mencabut dan membimbing arwah. Tsk!” Dio kesal dengan pertanyaan Byungjae.
“Teka-teki yang rumit ya.” Hanjoo tersenyum. “Semoga kita semua selalu dalam lindungan Yang  Maha Kuasa.”
“Aamiin…” Byungjae, Dio, dan Rue kompak mengamini.
***

Rue sampai di tempat tinggalnya. Ia hendak menaiki tangga untuk menuju tempat tinggalnya ketika wanita paruh baya itu berjalan menghampirinya. Wanita itu memberikan sepucuk surat kepada Rue. Setelah berterima kasih, Rue pun berjalan menaiki tangga.
Rue tinggal bersama kakeknya yang meninggal setahun yang lalu. Rumah hunian mereka terdiri dari dua lantai. Suatu ketika, salah satu saudara dari kakek Rue minta izin tinggal bersama. Rue tak bisa menolak keinginan sang kakek untuk berbagi rumah dengan saudara mereka. Walau ia merasa tak nyaman, ia hanya bisa berusaha memaklumi dan menerima keadaan.
Menyadari ketidaknyamanan Rue, mendiang kakek Rue membuat bangunan khusus untuk Rue di lantai dua. Akses naik ke lantai dua dari dalam rumah di tutup. Tangga dipindahkan keluar. Bangunan di lantai dua itu terdiri dari satu kamar tidur, dapur, kamar mandi, dan ruang tamu. Bangunan sederhana yang memberi Rue kebebasan.
Sejak bangunan itu jadi, Rue tinggal di lantai dua sendirian. Sedang mendiang kakeknya tinggal di lantai dasar bersama salah satu saudara yang menumpang tinggal beserta keluarganya yang terdiri dari istri dan dua orang anak laki-laki.
Rue meletakkan tas punggungnya di sofa. Usai mengambil air putih dari dapur, ia pun duduk dan memeriksa surat yang ditujukan untuknya. Rue membuka surat itu dan membaca isinya.
Ayah sedikit kecewa karena kau sama sekali tidak berkunjung saat liburan panjang. Ayah sudah menyiapkan rencana liburan untuk kita. Tapi, tidak apa-apa. Ayah senang melihatmu menikmati waktu liburan bersama teman-temanmu. Datanglah berkunjung. Atau, izinkan Ayah yang menemuimu. Harapan Ayah masih sama, tolong hentikan hobi ekstremmu itu Anakku. Berburu penampakan bukanlah hobi yang aman.

Rue menjatuhkan punggung usai membaca surat dari ayahnya. Walau ia memiliki ayah dan ibu, kadang Rue merasa dirinya yatim piatu. Sejak kecil ia dirawat oleh kakek dan nenek dari ayahnya. Sejak sang nenek meninggal, Rue hidup bersama sang kakek. Yang ia tahu, ayah dan ibunya berpisah. Tapi, ia tak tahu alasan pasti yang menyebabkan perpisahan kedua orang tuanya.
Walau kedua orang tuanya masih hidup, Rue sangat jarang bertemu keduanya. Terlebih bertemu dengan sang ibu. Kadang Rue berpikir, mungkin dia bukanlah anak kandung ibunya. Karena dibanding dengan sang ayah, ibunya lebih jarang menemui Rue. Frekuensi pertemuannya dengan sang ibu bisa dihitung dengan jari.
Rue memejamkan kedua mata dan memijat keningnya. Setiap kali menerima surat dari sang ayah, kepalanya selalu bereaksi; menjadi pusing. Rue membuka mata dan menatap langit-langit ruang tamu. Ia menghela napas panjang, lalu kembali memejamkan kedua matanya.
***



[1] Sebutan Tuan Muda dalam Bahasa Korea

Search This Blog

Total Pageviews